Anda di halaman 1dari 10

KASUS KORUPSI ANGELINA SONDAKH

ANGELINA SONDAKH DIKENAL BOROS DAN SUKA HIDUP MEWAH


Persidangan Angelina Sondakh banyak menguak hal baru yang cukup mengejutkan publik.
Mulai dari gajinya yang sebesar RP20 juta per bulan, kegemarannya berbelanja online, sampai
masalah rumah tangganya dengan almarhum Adjie Massaid.
Semasa Adjie masih hidup, Angie disebut-sebut pernah meminta cerai. Hal ini tentu
mengherankan, karena pasangan selebriti sekaligus politisi itu selalu terlihat harmonis di layar
kaca. Tapi Elza Syarief yang pernah menjadi kuasa hukum Adjie membenarkannya. Menurut
Elza, Angie dan Adjie memang kerap bertengkar, dan pertengkaran itu disebabkan karena sifat
boros Angie.

“Saya enggak tahu kapan dia mulai. Almarhum sering menegur (Angie), penggunaan uang
besar,” kata Elza. “Malu sebagai suami enggak bisa mendidik. Pernikahan mereka kan baru
sebentar.”
Pernyataan senada juga dilontarkan Rufianus Hutauruk, salah satu pengacara M.Nazzarudin. Ia
menuding Angie suka bergaya hidup mewah, dan hal itulah yang menyebabkan rumah tangganya
retak.
“Satu di antara penyebabnya (pertengkaran) adalah gaya hidup mewah Angie yang sulit diterima
Adjie,” katanya.
Menurut Elza, Adjie selalu ketakutan dengan sifat boros Angie, apalagi istrinya pernah
dikabarkan bagi-bagi uang di DPR. Hal itu membuatnya takut kalau keluarganya berurusan
dengan KPK.
“Adjie pernah nanya ke saya, ‘Angie bagi-bagi uang di DPR pantas enggak sih tante dia
begitu?’. Aku pusing kan nanti kalau ditangkap KPK gimana? Kita yang malu. Adjie sangat takut
soal itu,” katanya.
Tak hanya itu saja, Elza mengungkapkan bahwa Angie harus dibujuk dengan benda-benda mahal
saat ia ngotot ingin bercerai dari Adjie. Adjie sempat berniat membeli berlian untuk Angie agar
hubungan mereka membaik.
“Aku kasih berlian, tapi gimana yah, gajiku pas-pasan. Ya sudah dibelikan Hermes saja,” kata
Elza menirukan ucapan Adjie dulu.
Elza menuturkan bahwa upaya Adjie berhasil dan rumah tangga mereka sempat membaik karena
Adjie membelikan barang kesukaan Angie. Namun hal itu tak berlangsung lama karena Angie
kembali minta cerai.
ANGELINA SONDAKH RESMI DIBERHENTIKAN DI DEMOKRAT
Partai Demokrat telah menggelar rapat pleno pada hari Kamis (23/2) lalu sebagai tindak
lanjut rekomendasi Dewan Kehormatan partai untuk memberhentikan kader yang
bermasalah. Dari rapat yang dipimpin oleh Ketua Umum PD Anas Urbaningrumtersebut,
akhirnya diputuskan bahwa Angelina Sondakh dipecat dari jabatannya sebagai wakil
sekretaris jenderal Partai Demokrat.
“DPP memutuskan menindaklanjuti rekomendasi DK (Dewan Kehormatan) untuk
memberhentikan Angelina Sondakh sebagai pengurus DPP Partai Demokrat,” kata Andi
Nurpati selaku juru bicara Partai Demokrat.
Dengan keputusan rapat tersebut, Angelina Sondakh otomatis sudah tidak aktif lagi dalam
Demokrat. Walau begitu Andi mengakui bahwa belum ada surat keputusan pemecatan bagi
Angie.
“(Surat pemecatan) segera akan dikeluarkan,” kata Andi menambahkan.
Selain Angie, kader partai lain yang juga diberhentikan adalah Sudewo. Sudewo sendiri adalah
Sekretaris Divisi Pembinaan dan Organisasi Partai Demokrat yang dipecat karena melakukan
pelanggaran Ad/ART.
Andi Nurpati lalu menuturkan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan tentang siapa yang
akan mengganti posisi Angie dan Sudewo di Demokrtat. Menurut Andi, partai sendiri masih
mencari-cari seseorang yang tepat untuk mengisi kekosongan tersebut.
“Segera diputuskan penggantinya. Kita tunggu saja, pimpinan harus diberi waktu kesempatan
mencari figur yang tepat,” ujarnya.

Gayus Tambunan
PNS golongan IIIA
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan
Masa jabatan
2001–2010
Informasi pribadi
9 Mei 1979 (umur 33)
Lahir
Jakarta, Indonesia
Suami/istri Milana Anggraeni
Anak 5 anak
Alma mater Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Pekerjaan pegawai negeri sipil
Agama Islam
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus
Tambunan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 33 tahun) adalah mantanpegawai
negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia.
Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadjimenyebutkan bahwa Gayus
mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan
perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua
dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat
melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali
oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng
reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesiayang sudah digulirkan Sri
Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.

Mereka yang diduga terkait kasus Gayus


 12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru
Ismiarsodicopot dari jabatannya dan diperiksa.
 2 orang Petinggi Kepolisian , Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja
Erizmandicopot dari jabatanya dan diperiksa.

 Bahasyim Assifie, mantan Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan Bappenas [

 Andi Kosasih

 Haposan Hutagalung sebagai pengacara Gayus

 Kompol Muhammad Arafat

 Lambertus (staf Haposan)

 Alif Kuncoro

 Beberapa aparat kejaksaan diperiksa

 Jaksa Cirus Sinaga dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus
Kejati Jawa Tengah, karena melanggar kode etik penanganan perkara Gayus HP
Tambunan.

 Jaksa Poltak Manulang dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Pra Penuntutan
(Pratut) Kejagung

Bukti-bukti
Polri telah melakukan penggeledahan terhadap rumah terdakwa mafia hukum,
Gayus Tambunan terkait pemalsuan paspor atas nama Sony Laksono. Hasil
pemeriksaan rumah Gayus di daerah Kelapa Gading, penyidik telah menemukan
berbagai barang bukti perjalanan ke beberapa negara.
"Penyidik telah menemukan berbagai barang bukti yang diperlukan sekaligus dalam
konteks pembuktian," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri,
Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 14 Januari 2011.
Boy pun menyebutkan barang bukti yang sudah disita Polri tersebut, antara
lainboarding pass dari China Air yang digunakan Gayus ketika pulang dari Makau,
boarding pass Air Asia atas nama istri Gayus, Milana Anggraeni.
Meski berstatus tahanan, Gayus diduga mengajak Milana pergi ke sejumlah negara.
Mereka diduga pergi ke Makau (Hong Kong), Singapura, dan Kuala
Lumpur (Malaysia).
Selain Milana, untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan, penyidik juga
berharap bisa memperoleh keterangan dari Devina, penulis surat pembaca Harian
Kompas yang menguak kepergian Gayus ke luar negeri.
Dengan menggunakan paspor atas nama Sony Laksono, Gayus pelesir ke berbagai
tempat. Dari manifes, terdapat seseorang yang berinisial Sony bepergian ke luar
negeri dengan pesawat Mandala pada 24 September dengan tujuan Makau.
Pada 30 September, dengan menggunakan pesawat AirAsia tujuan Singapura, Sony
Laksono duduk di bangku 11F.

Vonis Gayus Tambunan


Pada tanggal 19 Januari 2011, Gayus Tambunan telah dinyatakan bersalah atas
kasus korupsi dan suap mafia pajak oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan
dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta. [14]
SEBAB TERJADINYA PRAKTEK KORUP DAN KORUPSI.
1. Kelemahan Pengendalian Intern di Negara Kita.
Tujuan bangsa Indonesia yang belum tercapai sampai sekarang adalah masyarakat adil dan
makmur. Pengendalian intern suatu Negara akan efektif bila rancangan pengendalian intern
dibuat cukup efektif dan dilaksanakan atau diterapkan secara konsekuen. Rancangan
pengendalian yang dibuat Pemerintah sangat banyak, aturan pokoknya UUD 1945, rancangan
pengendalian intern yang lain adalah semua Peraturan. Per Undang-Undangan yang dibuat di
Pusat maupun Daerah. Sebagai contoh UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Rancangan pengendalian intern terutama yang menyangkut penyelenggara Negara tersebut
cukup efektif, namun sejauh mana UU tersebut di sosialisasikan kepada Para Penyelenggara
Negara termasuk anggota DPR dan Calon Penyelenggara Negara penulis belum pernah
mengetahuinya. Apabila kepada Calon Bupati, Walikota, Gubernur, yang akan ikut PILKADA,
diberitahukan bahwa ia apabila terpilih harus melaksanakan UU No. 28 Tahun 1999, lebih-lebih
bila ditambahkan apabila melakukan korupsi atau kolusi akan ditangani KPK / Pengadilan
Tipikor barangkali ia akan berfikir panjang untuk ikut PILKADA, sehingga tidak terjadi kasus
sebagai berikut : Sesuai berita koran Media Indonesia tanggal 26 Agustus 2008, ada Calon
Bupati yang kalah dalam PILKADA mempunyai hutang Rp. 2,97 M. Untuk menghindari
penagihan utang Calon Bupati yang kalah membuat sensasi dengan berlaku tidak waras, yakni
berada di jalan hanya mengenakan celana dalam. Timbul pertanyaan kalau dia menang, besar
kemungkinan utang tersebut dibayar dari uang yang tidak benar. Barangkali kasus ini terjadi
ditempat lain, yaitu baik yang kalah atau menang mempunyai hutang, di mana hutang yang harus
dibayar saat di menjabat setelah menang PILKADA.
Dalam Pertimbangan UU No. 30 Tahun 2002 UU. dibentuknya KPK , antara lain dikemukakan :
Pemberantasan korupsi sampai saat ini belum dapat dilaksanakan secara optimal, hal ini
disebabkan karena Lembaga Pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi
belum berfungsi secara efektif dan efisien.
Walaupun barangkali dalam Perundang-undangan tidak terdapat kelemahan, namun karena
Lembaga yang menangani belum efektif dan efisien maka praktek korupsi semakin merajalela.
Dalam rangka meningkatkan pengendalian intern maka dalam kurun waktu 43 tahun Undang-
Undang korupsi telah diganti sebanyak 4 kali, yaitu tahun 1960, 1971, 1999, dan 2001.
Dari 5 UU/Peraturan Pemberantasan Korupsi yang paling lengkap adalah Peraturan
Pemberantasan Korupsi tahun 1958, karena dalam Peraturan tersebut di lengkapi Badan Penilik
Harta Benda yang mempunyai kekuasaan untuk menyita barang yang diperoleh dari korupsi dan
kekayaan yang setelah diselidiki tidak sebanding dengan penghasilan mata pencahariannya.
Kekusasaan Badan Penilik Harta Benda dihilangkan pada Undang-Undang penggantinya (UU
1960).
Terhadap sering digantinya undang-uandang tersebut Prof. DR. Andhi Hamzah dalam bukunya
Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara memberi komentar sebagai berikut :
Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi selalu menjadi kambing hitam, padahal
orang yang harus menegakkan Undang-Undang itu yang kurang becus, baik pengetahuan
hukumnya maupun moral dan mentalitasnya.
Salah satu persyaratan agar pengendalian intern suatu entitas / negara efektif, maka rancangan
pengendalian internharus dibuat cukup efektif dan dilaksanakan dengan konsekuen. Di samping
itu mereka yang terlibat dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya harus dilandasi
integritas dan nilai etika, tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi yang bertentangan dengan
tujuan organisasi. Penyelenggara Negara tidak boleh meletakkan kepentingan pribadi atau
golongan di atas kepentingan Negara.
Keadilan erat hubungannya dengan hukum dan penerapannya. Keadilan sangat luas sebagai
contoh Gaji anggota DPR entah berapa kali lipat dibanding gaji pegawai negeri golongan IV D
dengan masa kerja 20 tahun, belum fasilitas lainnya. Walaupun telah mendapat gaji yang tinggi
dan fasilitas yang cukup, toh banyak berita diantara mereka ada yang korupsi.
Sanksi lamanya hukuman penjara dan besarnya denda sama, tanpa memandang besarnya
kerugian negara akibat korupsi tersebut. Disamping itu sampai sekarang belum ada aturan
pelaksanaan uang pengganti, yang ada kalau tidak dibayar hukumannya ditambah. Perlakuan di
penjara lain dengan maling ayam, pulang dari penjara masih kaya raya. Status sosial pegawai
negeri bukan atas dasar pangkat, melainkan di mana tempat bekerja, apakah di tempat basah atau
kering Ini sangat tidak adil.
Para Penyelenggara negara dan calon penyelenggara negara yang akan mengkuti PILKADA
harus menyadari bahwa dia menjabat tujuan utamanya mencapai tujuan negara yang sampai
sekarang belum terwujud yaitu masyarakat adil dan makmur. Jika UU No. 28 Tahun 1999
disosialisasikan dan kepada Calon Bupati, Walikota, dan Gubernur atau bahkan sampai calon
Presiden, dan ada kontrak Politik untuk menerapkan secara konsekuen bila menjadi pemenang,
tentu akan mengurangi keinginan mengikuti PILKADA. Apalagi bila ditambahkan bahwa dia
menjabat mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur di
wilayah kerjanya Di samping itu misalnya Bupati dan Penyelenggara negara yang melakukan
korupsi, kolusi dan nepotisme penanganan kasusnya dilakukan KPK dan Pengadilan Tipikor.
Walaupun UU No. 28 Tahun 1999 dirancang dengan efektif, bila tidak dilaksanakan dalam
praktek tidak ada artinya.
2. Teori dari Belanda Pada Umumnya Sangat Filosofis, dan Hanya Bisa Ditafsirkan
Secara Benar Oleh Orang Yang Jujur dan Tidak Mempunyai Kepentingan Lain
Pada awal kemerdekaan semua perundangan-undangan dan peraturan dari zaman Penjajahan
Belanda masih berlaku. Barangkali para Pendiri republik ini tahu semua ketentuan akan dapat
dilaksanakan dengan baik , sepanjang yang meksanakan jujur dan tidak mempunyai kepentingan
pribadi, seperti para Pendiri Republik ini sewaktu menjabat sebagai “amtenar”. Sebagai contoh
teori Belanada dalam bidang akuntansi yaitu : Penyusunan laporan keuangan (neraca dan
rugi laba) perusahaan didasarkan pada asas adat kebiasaanpedagang yang baik. Laporan
keuangan ini antara lain digunakan Jawatan Pajak untuk menetapkan besarnya pajak dari
keuntungan. Apabila orang yang menyusun laporan keuangan tidak jujur, maka tentu berusaha
memperkecil laba. Untung sekitar tahun 1969 teori Belanda tersebut sudah ditinggalkan dan
diganti : Laporan keuangan disusun atas dasar prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Apakah di bidang hukum masih Undang-Undang yang dalam penerapannya harus dilandasi
dengan kejujuran seperti contoh dalam penyusunan laporan keuangan diatas, penulis tidak tahu.
3. Para Penyelenggara Negara Tidak Melaksanakan Pesan Para Pendiri Republik.
Sekitar tahun 2000 banyak pendapat yang mengatakan keterpurukan Negara kita diakibatkan
karena sistem negara kita didasarkan pada UU Dasar 1945 yang sentralistis. Memang yang
paling mudah menyalahkan barang mati. Keinginan mengamandemen UU Dasar 1945 sangat
besar. Sedang pada umumnya kelemahan suatu sistem terjadi bukan karena sistemnya, melainkan
mereka yang melaksanakan sistem khususnya para penyelenggara negara tidak mematuhi aturan
atau melanggar aturan/ ketentuan yang telah ditetapkan dalam sistem. Yang dimaksud
Penyelenggara Negara sesuai Pasal I UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah :
Pejabat yang menyelenggarakan fungsi esksekutif, legislative atau yudikatif dan Pejabat lain
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan
ketentuan per-undang-undangan yang berlaku.
Peranan Penyelenggara Negara sesuai Pertimbangan butir a undang-undang tersebut adalah :
Penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam
Penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa
mewujudkanmasyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
Seperti telah dikemukakan dalam bab sebelumnya orang yang terlibat dalam sistem dalam
melaksanakan tugas harus dilandasi integritas dan nilai etika. Kejujuran belum tentu berkaitan
dengan uang, tetapi terutama jujur terhadap tugasnya yaitu melaksanakan tugas sesuai aturan
atau tata kerja yang telah ditetapkan dalam organisasi. Setiap orang yang terlibat dalam
organisasi pasti mempunyai kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi boleh saja sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan organisasi. Seperti di Negara kita sepanjang masih banyak
pejabat yang korup dan korupsi sepertinya tujuan kemerdekaan yaitu masayarakat adil dan
makmur masih terus di awang-awang.
Para Pendiri Republik ini adalah orang-orang pintar dan jujur, hal ini dapat dilihat bahwa pada
tahun 1945 sudah memberi pesan kepada para penyelenggara negara agar dalam melaksanakan
tugas, secara garis besar hampir sama dengan pengaturan orang yang terlibat dalam sistem
sekarang ini yaitu dilandasi kejujuran sehingga tidak berfikir perseorangan. Para Pendiri Repubik
ini barangkali sudah mempunyai gambaran apa yang akan dilakukan oleh generasi penerus
dengan kekayaan alam yang melimpah, maka minta agar penyelenggara Negara selalu berpikir
untuk kepentingan orang banyak dan menjauhi kepentingan perseorangan atau kepentingan
pribadi, dan minta kepada penyelengara Negara agar dalam melaksanakan penyelenggaraan
negara dilakukan dengan penuh semangat untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
4. Sebab Timbulnya Korupsi Berdasarkan Tinjauan Sosiologi
Timbulnya korupsi menurut Syed Hussein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi (LP3 ES,
1986) halaman 4 disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu
memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. Sebagai mana
dalam peribahasa Cina dan Jepang, “ Dengan berhembusnya angin, melengkunglah buluh “
2 ) Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika
3) Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi
4 ) Kurangnya pendidikan
5 ) Kemiskinan
6 ) Tiadanya hukuman yang keras
7 ) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi
8 ) Struktur Pemerintahan
9 ) Perubahan radikal. Tatkala suatu sistem mengalami perubahan radikal korupsi muncul
sebagai suatu penyakit tradisional.
5. Sebab Timbulnya Korupsi Berdasarkan Teori GONE
Ada pula yang menjelaskan bahwa korupsi disebabkan adanya 4 unsur yang dikenal dengan
GONE, yaitu :
1) G – Greed (keserakahan, ketamaan, kerakusan)
2) O – Oppurtunity (kesempatan)
3) N – Need (kebutuhan)
4) E – Exposure (pengungkapan, artinya kalau terungkap hukumannya ringan atau sama
artinya dengan kelemahan hukum)
Rupanya 4 unsur ini di negara kita sudah menyatu, sehingga orang tidak takut melakukan
korupsi.
( disarikan dari Majalah Warta Pengawasan No.5 Tahun 1/1993)

6. Faktor Kekuasaan, Yurisdis, dan Budaya


Terdapat pula hubungan antara korupsi dengan kekuasaan, hukum, dan budaya.
Faktor Kekuasaan
Seorang sejarahwan Inggris telah mengucapkan kata-kata yang termashur : “The power tends to
corrupt, absolute powers corrupts absolute “ (kekuasaan itu cenderung ke korupsi, kekuasaan
mutlak mengakibatkan korupsi mutlak pula).
Faktor Yuridis
Korupsi yang disebabkan oleh faktor yuridis yaitu berupa lemahnya sanksi hukum maupun
peluang terobosan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi. Jika membicarakan lemahnya sanksi hukuman berarti analisis pemikiran dapat
mengarah pada dua aspek yaitu :

1. Aspek peranan hakim dalam menjatuhkan hukuman.

2. Aspek sanksi yang lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Faktor Budaya
Faktor ini berkaitan dengan kepribadian yang meliputi mental dan moral. Dalam faktor ini
termasuk tidak adanya budaya malu.
SOLUSI PEMBERANTASAN KORUPSI
1. Sinergi Pemerintah dan Masyarakat
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan melalui penegakan hukum saja.
Penyelesaian korupsi harus dilakukan secara kompak, ada sinergi antara pemerintah dan
masyarakat. Intinya, ada di tangan pemerintah, namun jika tak ada dukungan masyarakat,
maka pemberantasan korupsi menjadi 'omong kosong'.
Menurut beberapa artikel di media cetak, disebutkan bahwa pemimpin yang tegas sangat
mendukung penghentian korupsi. Namun, dia luput mengkaji kekolektifan kinerja
pemerintah. Artinya, pemerintahan tidak hanya ada satu atau dua orang saja, namun
puluhan dan bahkan ratusan. Jika ingin memberantas korupsi, seluruh aparat pemerintah
harus berkomitmen memberantasnya. Apalagi, tindak korupsi saat ini tak lagi perorangan,
melainkan sudah masuk dalam kategori 'korupsi berjamaah'. Ini mengharuskan bahwa
pemberantas korupsi juga harus dilakukan berjamaah, melalui herakan kompak secara
bersama-sama.
Dalam konteks ini, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara maksimal oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). 'Nakhoda' kapal KPK harus berani, tegas, dan 'cekatan'
dalam memberantas korupsi. Tanpa tindakan tegas dari KPK, maka pemberantasan
korupsi hanya akan merupakan mimpi belaka. Jika dirumuskan, pemberantasan korupsi
bisa dimulai dari pencegahan, penindakan, termasuk dengan melibatkan peran
masyarakat.
Pemberantasan korupsi harus difokuskan pada 'perbaikan sistem' (hukum, kelembagaan,
ekonomi). Selain itu, perbaikan kondisi manusia juga penting. Antara lain, melalui
bimbingan dari segi moral, kesejahteraan, di samping lewat pendidikan antikorupsi. Yang
terpenting bukan sekadar 'mencegah', tapi juga 'menindak tegas' koruptor.
2. Solusi Radikal
Korupsi merupakan extra ordinary crime, maka penanganannya harus dengan cara
radikal. Jadi, 'hukuman mati' untuk koruptor harus dilegalkan. Meskipun belum ada
terdakwa kasus korupsi dijatuhi hukuman mati, tapi suatu saat pasal ini akan efektif dan
harus diberlakukan di Indonesia. Sehingga, hukuman mati menjadi solusi jitu untuk
memberantas korupsi. Jika tak ada pemberlakuan hukuman mati kepada koruptor, dan
hukuman yang diberikan kepada mereka terlalu ringan, maka hal itu pasti tidak akan
menimbulkan efek jera. Untuk itulah, perlu pembenahan sistem hukum, sehingga tidak
ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia, pihaknya
menyetujui jika ada hukuman mati bagi koruptor. (Suara Karya, 18/7/2012). Namun,
pemberlakuan hukuman mati kepada koruptor bisa menjadi kontroversi. Pasalnya, hal itu
bersentuhan dengan HAM, khususnya terkait hak untuk hidup.
Karena itu, yang mendesak dilakukan seharusnya menyangkut reformasi dan
pembenahan sistem hukum. Ini penting untuk memberikan efek jera kepada koruptor, dan
bukan mematikannya. Sebab, sistem hukum selama ini tidak memberikan efek jera.
Pembenahan itu terkait banyaknya koruptor yang divonis bebas. Apalagi, banyak
koruptor mendapat fasilitas mewah di dalam tahanan.
Lebih disayangkan, hukuman yang dijatuhkan pengadilan terlalu ringan. Inilah
sesungguhnya yang perlu diperbaiki, karena banyak koruptor mendapat hukuman tidak
setimpal dengan perbuatannya. Padahal, dampak dari korupsi sangatlah luas.
3. Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya.
Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah
manusia biasa.
4. Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada
aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila
tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan
pemberi hadiah.
5. Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan
bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah
melakukan korupsi.
6. Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin,
terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa,
seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah.
7. Hukuman setimpal. Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan
mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor.
Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat
orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir
berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa
ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman .

8. Hukuman Mati?
Jika korupsi terus menggurita dan merugikan rakyat Indonesia, maka sudah sepantasnya
koruptor dihukum mati, sehingga hal itu membuat calon pelaku lainnya berpikir dua kali.
Hukuman mati memang dianggap belum cocok dan melanggar hak asasi manusia
(HAM), dan Tuhan saja maha pengampun. Lalu, hukuman apa yang cocok untuk
koruptor? Tentu berupa tindakan radikal. Meskipun dianggap tak cocok dan melanggar
HAM, khusus koruptor, hukuman mati sangat cocok dan merupakan solusi cerdas. Jika
perlu, pemerintah harus membuat UU HAM khusus untuk koruptor.
Hukuman mati sangat cocok diberlakukan kepada koruptor di negeri ini. Jika tidak, Indonesia
akan terpuruk jika penegakan hukumnya masih 'remeh-temeh'. Jadi, sudah saatnya Pemerintah
Indonesia meniru kebijakan Pemerintah China dalam menciptakan pemerintahan bersih dengan
menerapkan hukuman mati kepada koruptor. Buktinya, di negeri Tirai Bambu ini, pemberantasan
korupsi berjalan lancar dan sangat efektif.
Memang, hukuman itu membuat perekonomian China maju, dan menjadikan pemerintahan
menjadi lebih disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Lalu, kapan Indonesia berani meniru
langkah pemerintahan China? Apakah menunggu koruptor menguasai negeri ini? Tentu tidak.
Wallahu a'lam bisshawab.

Anda mungkin juga menyukai