Anda di halaman 1dari 31

WRAP UP

Skenario 1

Kelompok A-6

Ketua : Faradibha Zalika


Sekretaris : Deviyani Puspita Sari (1102017066)
Anggota : Achmad Naufal (1102016004)
Faujia M Gotoyomole (1102017088)
Skenario 1
Bersin di Pagi Hari

Seorang perempuan, umur 25 tahujn, selalu bersin-bersin lebih dari lima kali setiap pagi
hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata. Keluahan timbul bila udara berdebu
jika beranagkat ke kantor. Keluhan ini sudah dialami sejak kecil dan mengganggu
aktifitas kerja. Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa, kecuali
penyakit asma pada ayah pasien.

Pada pemerikasaan fisik terlihat secret bening keluar dari nares anterior,chonca nasalis
inferior oedem, mukosa pucat.

Paseien rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungan memasukan air
wudhu ke dalam hidung di malam hari dengan keluhannya ini? Pasien menanyakan ke
dokter mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita keluhan
seperti ini dalam jangka waktu yang lama.
Kata Sulit

1. Chonca Nasalis Inferior : Tonjolan dan lipatan selaput lendir hidung


2. Asma : Gangguan pernapasan yang sering bersifat alergi ditandai
dengan sulit bernapas dan sesak
3. Nares Anterior : Pintu masuk hidung
4. Ingus : Mukus atau lendir yang keluar dari hidung

Pertanyaan

1. Mengapa terjadi bersin pada pagi hari?


2. Apa hubungan gejala pasien dengan ayahnya?
3. Apa hubungan membasuh air ke dalam hidung di sekenario?
4. Mengapa keluhan timbul saat berdebu?
5. Bagaimana jika keluhan dibiarkan dalam jangka waktu yang lama?
6. Apa pemeriksaan yang dilakukan?
7. Apa factor resiko pada pasien tersebut?
8. Mengapa keluhan sejak kecil tidak sembuh?
9. Mengapa Chonca Nasalis Inferior udem?
10. Apa diagnosisnya?
11. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit ini?

Jawaban

1. Karena cuaca atau suhu, debu dapat mempicu respon imun dan tubuh menjadi lebih
sensitive sehingga mengeluarkan gejala
2. karena asma merupakan hipersensitivitas yang dapat diturunkan secara genetic
sehingga anak memiliki resiko lebih besar terkena alergi
3. Untuk membersihkan rongga hidung sehingga debu berkurang maka akan mengurangi
alergi
4. Suhu, debu
5. Komplikasi contohnya sinusitis
6. Pemeriksaan Penunjang : Eosinofil, skin prick test , IgE total
Pemeriksaan Fisik : Rhinoskopi anterior
7. genetic, umur, cuaca, lingkungan, respon imun
8. Karena bawaan genetic dan timbul jika ada alergen
9. Karena debu bersifat alergen, sehingga tubuh sehingga tubuh menunjukan reaksi
inflamasi berupa udem
10. Rhinitis Alergi
11. Farmako : Antihistamin
Non Farmako : Menghindari factor pencetus, menggunakan masker, menjaga kebersihan
Hipotesis

Rhinitis Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas yang dapat diturunkan secara genetic.
Gejala yang akan timbul jika terpapar tubuh menjadi lebih sensitive sehingga
menimbulkan reaksi berupa udem. Dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa rhinoskopi
anterior dan pemeriksaan penunjang seperti eosinophil, skin prick test,IgE total dan dapat
ditangani dengan terapi farmako berupa antihistamin dan non Farmako berupa
menghindari factor pencetus, menggunakan masker, menjaga kebersihan.Jika tidak
ditangani maka akan menimbulkan komplikasi seperti sinusitis.
Dengan berwudu dapat membersihkan rongga hidung.
SASARAN BELAJAR

LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernapasan


1.1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik
1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Fungsi dan Mekanisme Saluran Pernapasan


Atas

LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi


3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi
3.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
3.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.6. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
3.7. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
3.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
3.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis

LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Pernapasan Menurut Islam


LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernapasan
1.1 Makroskopik

Sumber:
http://www.geocities.ws/respiratorydisease/site%206/upper-respiratory-tract-
nasopharynx-osopharynx-laryngopharynx-nasal-conchae-meatuses-larynx-epiglottis-
vestibular-fold-cricoid-cartilate-trachea-uvula%20%282%29.jpg

1. Hidung : organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian
dari hidung, yaitu:
o Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang rawan
kartilago
o Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi)
yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi
Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring udara. Bagian
dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi) dimulai dari lubang hidung
depan (nares anterior) sampai lubang hidung belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3
concha nasalis , yaitu:
o Concha nasalis superior
o Concha nasalis media
o Concha nasalis inferior

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu:


o Sinus sphenoidalis
o Sinus frontalis
o Sinus maxillaris
o Sinus eithmoidalis

Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa hidung dan
lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis
dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum. Sedangkan N. Olfaktorius untuk
penciuman.
Persarafan hidung
Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung:
Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervous
opthalmicus (V.1). Bagian lainnya termasuk mukosa hidung dipersarafi oleh ganglion
sfenopalatinum.
Daerah nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensoris dari ganglion
pterygopalatinum.
Nervous olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis. Untuk
sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mucosa hidung septum dan concha
nasalis.
Serabut-serabut nervous olfactorius bukan untuk mensarafi hidung, tapi hanya untuk
fungsional penciuman.
Perdarahan hidung
a.opthalmica = cabang a.ethmoidalis anterior dan posterior
a.maxillaris interna= a. sfenopalatinum
Vena-vena ketiga aliran itu membentuk anyaman yg disebut plexus kisselbach yg bila
pecah disebut sebagai epistaxis.
2. Faring : Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke
laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
o Nasofaring
o Orofaring
o Laringofaringeal

Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus digestivus.
3. Laring : Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan Yaitu satu buah os hyoid, 1
tiroid, 1 epiglotis, 2 aritenoid. Berbentuk segi lima yg disebut cavum laringis
bagian atas aditus laringis sementara bagian bawah disebut kartilago cricoid.
Sumber: http://www.rci.rutgers.edu/~uzwiak/AnatPhys/PPFall03Lect7_files/image003.jpg
1) Os.Hyoid
- Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.
- Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.
- Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan
dagu.
- Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.

2) Cartilago Thyroid
- Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal
dengan “Prominen’s laryngis” atau Adam’s Aplle sehari-hari disebut
“jakun” lebih jelas pada laki-laki.
- Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago
cricoid, kebelakang dengan arytenoid.
- Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
- Mempunyai cornu superior dan cornu inferior
- Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.
- Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.
3) Cartilago Arytenoid
- Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari
cartilago cricoid.
- Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata
dan cuneiforme
- Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus
4) Epiglotis
- Tulang rawan berbentuk sendok
- Melekat diantara kedua cartilago arytenoid
- Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis
- Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica
- Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan
epiglotis menutup aditus laryngis → supaya makanan jangan masuk
ke larynx

5) Cartilago cricoid
- Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)
- Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan
m.cricothyroid medial lateral
- Batas bawah adalah cincin pertama trachea
- Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot
m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis
Otot ekstrinsik :
1. m.cricoaryhtenoideus
2. m.thyroepigloticus
3. m.thyroarytenoideus

Otot intrinsic :
1. m.cricoarytenoideus posterior
2. m.cricoarytenoideus lateralis
3. m.arytenoideus obliq dan transverses
4. m.vocalis
5. m.arypiglotica

Pada otot ekstrinsik dipersarafi oleh nervus laringis superior. Sementara otot
intrinsic dipersarafi oleh nervus laringis inferior atau yg sering desebut dengan
nervus reccurens laringis. terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis,
dalam plica vovalis ada rima glottis dan plica vestibularis ada rima
vestibularis.otot m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety
muscle of larynx.karena berfungsi menajga agar rima glottis tetap membuka.
1.2 Mikroskopik
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush
cells), sel basal, dan sel granul kecil.

1. HIDUNG
Bagian dalam hidung dilapisi 4 epitel. Pada bagian luar hidung akan ditutupi oleh
kulit dengan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk banyak terdapat kelenjar sebasea
yang akan meluas hingga bagian depan dari vestibulum nasi.
Rambut kaku dan besar menonjol ke luar berfungsi sebagai penyaring. Beberapa
mililiter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng menjadi epitel kuboid tanpa cilia
lalu menjadi epitel bertingkat kolumna (torak) bercilia. Epitel hidung terdiri dari sel-sel
kolumnar bercilia, sel goblet dan sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel yang dianggap
sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Selain mukus,
epitel juga mensekresi cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mukus dan
permukaan epitel. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal mengandung kelenjar
submukosa terdiri dari sel-sel mukosa dan serosa. Di lamina propria juga terdapat sel
plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid.
Di atas konka nasalis superior serta di bagian sekat hidung di dekatnya terdapat
daerah berwarna coklat kekuningan berbeda dengan daerah respirasi lain yang berwarna
merah jambu mengandung reseptor penghidu yaitu daerah olfaktoria atau mukosa
olfaktoria. Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus
vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi.

Fungsi chonca :
a. Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi
b. Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa
Epitel olfaktoria bertingkat silindris tanpa sel goblet, lamina basal tidak jelas. Epitel
disusun tiga jenis sel :
a. Sel penyokong, atau disebut juga sel sustenakular. Berbentuk silindris, tinggi ramping
dan realtif lebar di bagian puncaknya dan menyempit di bagian dasarnya. Inti sel lonjong
di tengah dan terletak lebih superficial dibandingkan inti sel sensorik. Di apical terlihat
terminal web yang tersusun dari bahan berbentuk filament yang berhubungan dengan
junctional complex di antara sel penyokong dan sel sensoris yang berdekatan.
b. Sel basal, berbentuk kerucut, kecil, inti lonjong, : gelap dan tonjolan sitoplasma
bercabang.
c. Sel olfaktorius, atau sel olfaktoria. Tersebar di antara sel-sel penyokong dan modifikasi
sel bipolar dengan sebuah badan sel, sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan dan
akson yang masuk lebih dalam ke lamina propria. Inti sel bulat, lebih ke basal dari inti sel
penyokong.
Dendrit-dendrit di bagian apical langsing dan berjalan ke permukaan di antara sel-
sel penyokong dan akan berakhir sebagai bangunan mirip bola kecil disebut vesikula
olfaktoria. Masing-masing vesikula keluar enam sampai sepuluh helai rambut atau silia
yang disebut silia olfaktoria. Silia-silia ini berfungsi sebagai unsur penerima rangsang
yang sebenarnya. Di lamina propria, serabut saraf olfaktoria yang berjalan ke atas
melalui saluran halus dari lamina kribrosa tulang etmoid masuk ke bulbus olfaktorius di
otak. Dalam lamina propria juga terdapat kelenjar serosa tubuloasinosa bercabang
(kelenjar bowman) yang mengeluarkan sekret berupa cairan yang dikeluarkan ke
permukaan melalui saluran sempit. Secret kelenjar bowman membasahi permukaan epitel
olfaktoris dan berperan melarutkan bahan-bahan berbau. Kelenjar ini berfungsi
memperbarui lapisan cairan di permukaan yang mencegah pengulangan rangsangan
rambut-rambut olfaktoria oleh satu bau tunggal. Sel goblet dan kelenjar campur di lamina
propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel
debu halus.

Sinus Paranasalis:
a. Ruangan dalam tulang : os frontal, os maxilla, os ethmoid, os sphenoid
b. Dilapisi epitel bertingkat torak dengan sedikit sel goblet Lamina propria tipis, melekat
erat pada periostium
c. Lendir yang dihasilkan dialirkan ke cavum nasi oleh silia

2. FARING
Faring terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Nasofaring yang terletak di bawah dasar tengkorak (epitel bertingkat torak bersilia,
dengan sel goblet).
b. Orofaring, belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah (epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk)
c. Laringofaring, belakang laring (epitel bervariasi). Epitel yang membatasi nasofaring bisa
merupakan epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet atau epitel berlapis
gepeng. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa. Tapi dapat
juga terdapat kelenjar serosa dan kelenjar campur.

3. LARING
Laring adalah saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring
berfungsi untuk bagian system konduksi pernapasan juga pita suara. Pita suara sejati dan
pita suara palsu masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal
(krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (aryepiglotica). Di antara pita suara
palsu dan pita suara sejati terdapat sinus dan kantung laring. Lipatan aryepiglotica dan
pita suara mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laring juga
mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Pada pita suara, lamina
propria di bawah epitel berlapis gepeng padat dan terikat erat dengan jaringan ikat
ligamentum vokalis di bawahnya. Dalam laring tidak ada submukosa tapi lamina propria
dari membrane mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin.
Epiglottis
a. Menjulur keluar dari tepian larynx lalu meluas ke dalam faryng
b. Memiliki permukaan lingual dan laryngeal
c. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis
epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat
silindris bersilia

LO. 2 Memahami
dan Menjelaskan
Fungsi dan Mekanisme Saluran Pernapasan Atas

Ukuran Partikel Disaring Oleh


> 10 µm Vestibulum nasi (bulu hidung)
2 - 10 µm Bronkus dan percabangannya (cilia
escalatory)
< 2 µm Paru-paru (sel leukosit dan endothelial
paru)

Fungsi utama respirasi adalah memperoleh O2 untuk digunakan oleh sel tubuh dan
mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. Respirasi selain mempunyai fungsi utama
tersebut, juga memiliki fungsi non respiratorik, sebagai berikut:
1. Sistem respirasi merupakan rute untuk mengeluarkan air dan mengeliminasi panas.
2. Sistem respirasi meningkatkan aliran balik vena.
3. Sistem respirasi membantu mempertahankan kesimbangan asam-basa normal dengan
mengubah jumlah CO2 penghasil H+ yang dikeluakan.
4. Sistem respirasi memungkinkan kita untuk berbicara, bernyanyi, dan vokalisasi lain.
5. Sistem respirasi merupakan sistem pertahanan terhadap benda asing yang terhirup.
6. Sistem respirasi mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan
berbagai bahan yang mengalir melewati sirkulasi paru.
7. Hidung, bagian dari sistem respirasi, berfungsi sebagai organ penciuman.
Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi:

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi
→cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior
(choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus
laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder →
bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus
respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli
terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk
kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra →
dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di
distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi
internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan
ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya

Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan
meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun
dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi
menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara
menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya
rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai
keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan
didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan
paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih
terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya
rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam.
a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.
b. Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana
metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2 ke
kapiler.

Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan :


1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.
2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru.
Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat molekul
gas, semakin cepat proses difusinya. (O2> CO2)
Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler paru
melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.
Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam
eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2> O2 , karena daya larut CO2
24,3x > O2)
3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau
sebaliknya.

Mekanisme pertahanan saluran napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi


(mikroorganisme) tetapi juga untuk melawan debu/pertikel, gas berbahaya, serta suhu.
Mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi paru terdiri atas 4 mekanisme yang saling
berinteraksi, yaitu:

1. Mekanisme yang berkaitan dengan faktor fisik, anatomik, dan fisiologik,


a. Deposisi partikel
Perjalanan udara pernapasan mulai dari hidung sampai ke parenkim paru melalui struktur
yang berbelok-belok sehingga memungkinkan terjadinya proses deposisi partikel.
Partikel berukuran > 10 µm tertangkap di dalam rongga hidung, antara 5-10 µm
tertangkap di dalam bronkus dan percabangannya, sedangkan yang berukuran < 3 µm
dapat masuk ke dalam alveoli. Tertengkapnya partikel disebabkan karena partikel
tersebut menabrak dinding saluran pernapasan dan adanya kecenderungan partikel untuk
mengendap. Pada daerah yang mempunyai aliran udara turbulen, partikel besar terlempar
keluar dari jalur aslinya sehingga menabrak dinding jalan napas dan menempel pada
mucus. Kecepatan aliran udara bronkiolus berkurang sehingga partikel kecil yang masuk
sampai ke alveoli dapat dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan sedimentasi sehingga
partikel tersebut mengendap. Partikel yang sangat kecil menabrak dinding karena adanya
gerak Brown.

Refleks batuk

Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda
asing dalam jumlah berapa pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan reflex
batuk. Laring dan karina (tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah
paling sensitive, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitive terhadap
rangsangan bahan kimia yang korosif seperti gas sulfur dioksida dan klorin. Impuls
aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus ke
medulla. Disana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakan oleh lintasan neuronal
medulla, menyebabkan efek sebagai berikut:

Pertama, kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi. Kedua, epiglotis menutup: dan pita suara
menutup erat erat untuk menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot perut berkontraksi
dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya seperti
intercostalis internus juga berkontraksi kuat. Akibatnya tekanan dalam paru meningkat
sampai 100 mmHg atau lebih. Keempat, pita suara dengan epiglotis sekonyong-konyong
terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Tentu saja,
udara ini kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil per jam. Selanjutnya,
dan penting adalah penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea
menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam,
akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar megalir melalui celah-celah bronkus
dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya membawa pula benda
asing apapun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.

Refleks Bersin

Refleks bersin sangat mirip dengan reflex batuk kecuali bahwa reflex ini berlangsung
pada saluran hidung, bukan pada saluran napas bagian bawah. Rangsangan yang
menimbulkan reflex bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls aferen berjalan
dalam nervus kelima menuju medulla, dimana reflex ini dicetuskan. Terjadi serangkaian
reaksi yang mirip dengan reflex batuk: tetapi, uvula ditekan, sehingga jumlah besar udara
dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung
dari benda asing.

2. Mekanisme eskalasi mucus dan mucus blanket,

Eskalasi mukosiliar melibatkan peran silia dan mucus. Silia terdapat pada dinding saluran
pernapasan mulai dari laring sampai bronkiolus terminalis. Semakin ke arah cephalad,
jumlah silia akan bertambah padat. Silia bergerak 14 kali per detik. Mukus yang lengkat
dan berbentuk gel yang mengapung di atas mucus yang lebih encer, terdorong kea rah
cephalad karena gerak silia. Partikel menempel pada mucus sehingga partikel juga keluar
bersama mucus.

Jumlah silia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh asap rokok, toksin, dan asidosis; ketiganya
menurunkan jumlah silia dan aktivitasnya. Gerak silia ditingkatkan oleh β-agonis,
kecepatan mucociliary clearance dipercepat oleh metilxantin, dan oleh bahan kolinergik.
Atropin menurunkan kecepatan mucociliary clearance.

3. Mekanisme fagositik dan inflamasi, dan

Partikel dan mikroorganisme yang terdeposisi akan difagosit oleh sel yang bertugas
mempertahankan system pernapasan. Sel sel tersebut adalah sel makrofag alveolar
(pulmonary alveolar macrophage) dan sel polimorfonuklear (PMN). Di dalam sitoplasma
makrofag terdapat bermacam-macam bentuk granula yang berisi berbagai enzim untuk
mencerna partikel dan mikroorganisme yang difagositosis. Makrofag mampu
mengeluarkan substansi antigenic

Sel PMN berperan ketika melawan mikroorganisme yang menginfeksi paru terutama di
distal paru. Dalam keadaan normal, ada beberapa PMN di saluran pernapasan dan alveoli.
Jika mikroorganisme yang masuk tidak dapat diatasi oleh makrofag, mikroorganisme ini
akan berkembang biak di alveoli dan menyebabkan pneumonia dan proses inflamasi.
Berbagai macam komponen inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag, seperti
komplemen aktivatif dan faktor kemotaktik, akan menarik PMN untuk datang dan segera
memfagositosis serta membunuh mikroorganisme.

Jika makrofag terpajan partikel atau mikroorganisme, materi asing dari partikel atau
mikroorganisme tersebut akan menempel pada dinding makrofag (yang berupa
membran). Membran ini akan melakukan invaginasi dan membentuk cekungan untuk
menelan benda asing. Pada beberapa keadaan terdapat opsonin (protein) yang terlebih
dahulu membungkus benda asing sebelum menempel pada sel yang memfagositosis
benda asing ini. Opsonin menyebabkan benda asing lebih adhesif terhadap makrofag. IgG
merupakan salah satu bentuk opsonin. Makrofag tidak selalu berhasil membunuh atau
mengisolasi benda asing, misalnya ketika memfagositosis partikel siliaka, makrofag akan
mati karena toksisitas substansi yang dikeluarkannya sendiri.

4. Mekanisme respon imun.


Ada dua macam komponen di dalam system imun, yaitu:
a. Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan limfosit B

Mekanisme imun humoral di dalam system pernapasan tampak dalam dua bentuk
antibodi berupa IgA dan IgG. Antibodi ini terutama IgA, penting sebagai pertahanan di
nasofaring dan saluran pernapasan bagian atas. Sedangkan IgG banyak ditemukan di
bagian distal paru. IgG berperan dalam menggumpalkan partikel, menetralkan toksin, dan
melisiskan bakteri gram negatif.

b. Mekanisme respon imun selular yang melibatkan limfosit T

Mekanisme imu selular diperankan oleh sel T (CD4+ dan CD8+) Sensitisasi terhadap
limfosit T menyebabkan limfosit T menghasilkan berbagai mediator yang dapat larut
yang disebut limfokin, yaitu suatu zat yang dapat menarik dan mengaktifkan sel
pertahanan tubuh yang lain terutama makrofag. Limfosit T juga dapat berinteraksi dengan
system imun humoral dalam memodifikasi produksi antibody. Peran system imun selular
yang sangat penting adalah untuk melindungi tubuh melawan bakteri yang tumbuh secara
intaselular, seperti kuman Mycobacterium tuberculosis.

Mekanisme respons imun humoral memerlukan aktivitas limfosit B dan antibody yang
diproduksi oleh sel plasma. Mekanisme respon imun selular memerlukan aktivitas
limfosit T yang mampu mengeluarkan limfokin. Limfosit T dan limfosit B mempunyai
ketergantungan satu sama lain ketika sedang bekerja. Ada limfosit yang tidak dapat
ditentukan jenisnya, digolongkan sebagai sel natural killer (NK cell). Sel ini dapat
membunuh baik mikroorganisme ataupun sel tumor tanpa melalui sensitisasi terlebih
dahulu. Sel NK distimulasi oleh limfokin tertentu yang dihasilkan oleh limfosit T.
LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi
3.1.Definisi
Rhinitis adalah infeksi saluran pernafasan atas ringan dengan gejala utama hidung buntu,
adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok, dan batuk.
Rhintis alergi menurut WHO (2001) adalah kelainan pada hidung setelah mukosa hidung
terpapar oleh alergen yang dipreantai oleh igE dengan gejala bersin-bersin, rinore/keluar
ingus encer, rasa gatal pada hidung dan hidung tersumbat.

3.2.Etiologi
Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rhinitis alergi. Penyebab tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada
anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alegi lain seperti urtikaria dan gangguan
pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perennial
diantaranya debu tungau (Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides
pteronyssinus), jamur, binatang peliharaan, dan binatang pengerat. Faktor resiko
terpaparnya debu tungau biasanya karpet, sprei, suhu tinggi, dan kelembaban udara.
Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor
nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang
dan perubahan cuaca.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
1. Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan
misalnya, debu rumah, tungau, serpihan epitel bulu binatang, serta
jamur.
2. Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,
misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.
3. Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan
misalnya penisilin atau sengatan lebah.
4. Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

3.3.Patofisiologi
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan
allergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase
lambat yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap allergen
yang membentuk fragmen mukosa hidung. Setelah diproses molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas
sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi
Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-
13.
IL-4 dan IL-3 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau
basophil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi
yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar allergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat
allergen yang spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan
basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed
Mediators) terutama histamine. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2 Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3,
IL-4, IL-5, IL-6, IL- 6, GM-CSF (Granulocytes Macrophage Colony Stimulating Factor)
dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC).
Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga
menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter
Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinophil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai
disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.
Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinophil, limfosit, netrofil, basophil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor
(GM-CSF) dan ICAM1 pada secret hidung. Timbulnya gejala hipereaktif atau
hiperresponsif hidung adlaah akibat peranan eosinophil dengan mediator inflamasi dari
granulanya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein
(EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini,
selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala
seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang
tinggi.
Secara Mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel goblet dan
sel pembentuk basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinophil pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar
keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-
menerus sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang irreversible,
yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, seingga tampak mukosa
hidung menebal, dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi yang secara
garis besar terdiri dari :
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan,
reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjdi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil
dieliminasi pada tahap ni, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada efek
dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh

3.4.Manifestasi Klinis

Manifestasi Keterangan
Histamin – reseptor di ujung saraf
Hidung gatal dan bersin- vidianus (menggiatkan kerja
bersin >5x setiap serangan parasimpatis)

Rinore (ingus encer, jernih Vasodilatasi, pembesaran sel goblet


dan banyak) dan hipersekresi mukus

Efek inflamasi histamin pada


Mata terasa gatal, merah dan konjungtiva mata melalui duktus
berair (lakrimasi) nasolakrimalis

Peningkatan permeabilitas vaskuler -


Konka membengkak, proliferasi jar. ikat dan hiperplasia
berwarna pucat/kebiruan mukosa, pembesaran ruang interseluler
dan penebalan membran basal.

Vasodilatasi sinusoid dan hipersekresi


Hidung tersumbat mucus dan edema konka
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah
mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung, yang disebut
sebagai allergic shiner. Sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal
yang disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).

3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis

Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya
bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala pada
RAFC dan kadang kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamine. Gejala lain
adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Seringkali
gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-anak. Kadang-kadang keluhan
hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan
pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan jika fasilitas tersedia.

Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung, yang disebut sebagai
allergic shiner. Sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal yang
disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
3. Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro:
Hitung eosinophil darah tepi dapat normal atau meningkat. IgE total seringkali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pasien lebih dari satu macam
penyakit, misalnya selain rhinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil
dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah
pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Pemeriksaan sitologi hidung dari secret hidung
atau kerokan mukosa walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinophil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basophil (> 5 sel/ lap) mungkin disebabkan alergi
makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri.

b. In vivo:

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan skin prick test, uji intrakutan,
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan
untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang
bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET selain allergen penyebab juga derajat alergi
serta dosis inisial untuk densitisasi dapat diketahui.

Untuk alergi makanan, banyak dilakukan Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test
(IPDFT), namun sebagai gold standart dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan
provokasi (Challenge test).

Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu 2 minggu. Karena itu pada
challenge test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama
5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali
dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan.
DIAGNOSIS BANDING

Tipe-tipe rhinitis non-alergi:


a. Rhinitis vasomotor
Akibat tergangguanya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis jadi
lebih dominan kemudian terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Gejala yang timbul hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Keseimbangan
vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti
emosi, posisi tubuh, kelembabab udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dll.
b. Rhinitis infeksiosa
Terjadi karena infeksi saluran pernapasan bagian atas, baik bakteri maupun virus. Ciri
khasnya biasanya hidung bernanah, nyeri, dan tekanan pada wajah, penurunan indera
penciuman dan batuk.
c. Rhinitis Medikamentosa
Suatu kelainan hidung, gangguan respon normal vasomotor akibat pemakaian
vasokonstriktor topikal (lama& berlebihan), sumbatan hidung yang menetap.
Rhinitis alergi Rhinitis Rhinitis Rhinitis
vasomotor infeksiosa medikamentosa
Bersin berulang bersin hidung edema konka
bernanah
Rinorrea hidung berair hidung
nyeri tersumbat
Hidung gatal hidung
tersumbat tekanan pada terjadi
Mata merah dan
wajah vasokontriksi
berair adanya
topical
gangguan saraf hipertropi
Akibat allergen
simpatis dan konka inferior
Keadaan parasimpatis
karena infeksi
eosinophil
akibat hormonal bakteri atau
meningkat
virus
terjadi
Kadar IgE
eosinophil pengobatan
meningkat
sindrom dengan di
tambah
dilakukan
antibiotik
tindakan
operatif

3.6.Tatalaksana
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
2. Medikamentosa
A. Antihistamin
Farmakodinamik: menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos, selain juga bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamine endogen
berlebihan. Pada reaksi anafilaksis dan alergi dan beberapa reaksi alergi refrakter
terhadap pemberian AH1 karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi
autokoid lain yag dilepaskan. Efektivitasnya melawan beratnya reaksi hipersensitivitas
berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamine.

Farmakokinetik: setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik,
efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama
kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam sedangkan
beberapa derivate piperizin seperti meklizin, dan hidroksizin memiliki masa kerja yang
lebih panjang, seperti juga umumnya antihistamin generasi II.
Indikasi: pengobatan simptomatik berbagai alergi dan mencegah atau mengobati mabuk
perjalanan. AH1 bisa menghilangkan bersin, rinore, dan gatal pada mata, hidung, dan
tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan
debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama.
Efek samping: efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan
psiean yang dirawat di RS atau pasien yang perlubanyak tidur. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi, Astemizol,
terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Eek samping yang berhubungan dengan efeksentral AH1 ialah vertigo, tinnitus, lelah,
penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia, dan tremor.
Efek samping yang juga sering ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, konstripasi atau diare, efek samping akan berkurang bila
diberikan sewaktu makan.
B. Dekongestan
Obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor α1 sehingga
mengurangi volume mukosa dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.
Reseptor α2 terdapat pada arteriol yang membawa suplai makanan bagi mukosa hidung.
Vasokontriksi arteiol ini oleh α2-agonis dapat menyebabkan kerusakan struktual pada
mukosa tersebut. Pengobatan dengan dekongestan nasal seringkali menimbulkan
hilangnya efektivitas, rebound, hiperremia dan memburuknya gejala pada pemberian
kronik atau bila obat dihentikan. Efedrin orang sering menimbulkan efek samping sentral.
Pseudoefedrin adalah stereoisomer dari efedrin yang kurang kuat dalam menimbulkan
takikardia, peningkatan tekanan darah, dan stimulasi SSP disbanding efedrin.
Fenilpropanolamin mirip dengan pseudoefedrin. Obat-obat ini harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat-
obat ini dengan penghambat MAO merupakan kontraindikasi.
C. Kortikosteroid Nasal
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala utama sumbatan hidung akibat respons fase
lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid
topikal (beklometason, budesonide, flunisolid, flutikason, mometason furoat, dan
triamsinolon). Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada
mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinophil, mengurangi
aktifitas limfosit, dan mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung
tidak hiperresponsif terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon fase cepat dan
lambat).
D. Iparatropium Bromida
Preparat antikolinergik topical adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk mengatasi
rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor
3. Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau


multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3
25% atau triklor asetat.
4. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama, serta dengn pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Tujuan dari immunoterapi adalah pembentukan IgG blocking anibody dan
penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan
sub-lingual.
3.7. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen, yaitu
dengan:
 Pencegahan melalui edukasi
 Mencegah terjadinya tahap sensitasi
 Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa
 Menghindari kontak dengan alergen
 Menggunakan sarung tangan dan masker
 Mersihkan debu dengan lap basah, minimal 29 kali dalam 1 minggu

Tungau debu rumah

Tungau debu rumah adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak di debu rumah
tangga dan merupakan salah satu penyebab utama alergi. Berikut ini adalah beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk membatasi jumlah tungau yang ada di dalam rumah.

 Bersihkan dengan cara mencuci atau menggunakan alat penyedot debu untuk
barang-barang seperti tirai, bantal, kain pelapis furnitur, dan boneka anak secara
rutin.
 Jangan mengelap permukaan barang dengan kain lap kering karena bisa
menyebarkan alergen, tapi gunakanlah kain lap bersih yang lembap untuk
membersihkan debu.
 Gunakan selimut yang terbuat dari bahan akrilik dan bantal yang berbahan
sintetis.
 Sebaiknya hindari penggunaan karpet untuk melapisi lantai, pilihlah bahan vinil
keras atau kayu.
 Gunakan kerai gulung yang mudah untuk dibersihkan.
Fokuskan mengendalikan tungau debu di kamar tidur dan ruang tamu karena
Anda lebih sering menghabiskan waktu di area tersebut.

Spora kapang
Spora kapang merupakan alergen yang dilepaskan oleh kapang yang tumbuh di luar
maupun di dalam rumah saat suhu meningkat secara tiba-tiba pada lingkungan yang
lembap.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah spora kapang, yaitu:

 Jangan memasukkan pakaian terlalu padat atau pakaian yang lembap ke lemari
pakaian dan jangan menjemur pakaian di dalam ruangan tertutup.
 Gunakan penyedot yang mengisap udara keluar dan buka jendela tapi pintu harus
selalu ditutup saat Anda masak atau mandi agar udara yang lembap tidak
menyebar ke seluruh ruangan di dalam rumah.
 Atasi masalah pengembunan dan kelembapan di dalam rumah.
 Pastikan rumah Anda memiliki ventilasi yang baik dan selalu menjaga rumah
dalam kondisi kering.
Hewan peliharaan

Reaksi alergi dapat terjadi jika Anda memiliki hewan peliharaan atau mengunjungi
rumah yang memiliki hewan peliharaan. Hal ini terjadi karena terpapar kelupasan kulit
mati hewan, kotoran dan urine kering, bukan karena bulu hewan peliharaan.

Sebaiknya Anda tidak memelihara hewan peliharaan jika memiliki risiko terkena alergi.
Di bawah ini ada beberapa petunjuk yang mungkin bisa membantu Anda mengatasinya.

 Mandikan hewan peliharaan Anda secara rutin, setidaknya dua pekan sekali.
 Cuci semua perabotan yang lembut dan seprai yang telah dinaiki hewan
peliharaan Anda.
 Batasi hewan peliharaan Anda di ruangan yang tidak memiliki karpet di dalamnya
atau sebisa mungkin jagalah agar tetap berada di luar ruangan.
 Rawat dan sikat hewan peliharaan, seperti anjing atau kucing, secara rutin di luar
ruangan.
 Jangan biarkan kamar tidur dimasuki oleh hewan peliharaan
3.8.Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan
metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi
akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan
ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan
rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein
basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
3.9. Prognosis
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya
pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang
menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk,
dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah
perburukan kualitas hidup.

LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Pernapasan Menurut Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, ratakanlah air di antara jari-jemari,


bersungguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa” (HR Bukhari dan Muslim).

Para ilmuwan membuktikanbahwa wudhu dapat mencegah kebih dari 17 macam


penyakit, antara lain trakom, influenza, batuk rejan, radang amandel, penyakit-penyakit
telinga dan penyakit-penyakit kulit.

Dalam berwudhu ada istilah Istinsyaq dan Istintsar. Diriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW. sangat menyempurnakan dua perbuatan itu. Istinsyaq adalah menghirup air
kedalam hidung, Istintsar adalah mengeluarkannya dengan napasnya.
Studi-studi kedokteran menjelaskan bahwa istinsyaw yang dilakukan tiga kali setiap
wudhu, sebelum salat lima waktu, kan membersihkan sebelas macam kuman dan bakteri
berbahaya yang terdapat di hidung, yang biasa menyebabkan penyakit pernapasan,
radang paru-paru, demam, rematik, sinusitis, dan alergi.

Dr. Musthafa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman-kuman yang ada di hidung
akan berkurang setengah setelah istinsyaq pertama, kemudian berkurang seperempat
setelah istinsyaq kedua, kemudia sangat sedikit setelah istinsyaq ketiga.

Adab Bersin, Menguap, dan Sendawa dalam Islam


Bersin, sendawa, dan menguap seringkali kita lakukan di kehidupan sehari-hari. Hal ini
merupakan hal yg lumrah, karena ketiga aktivitas tersebut memang fitrah dari manusia
(normal dan sehat). Tahukah anda, bahwa Islam mengatur ketiga aktivitas tersebut? Mari
kita bahas satu per satu.
1. Bersin
Perihal bersin Rasulullah SAW pernah menjelaskan tentang adab bersin. Berikut Sabda
Rosulullah SAW:

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:


“Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan ‘Alhamdulillah
(Segala puji bagi ALLAH)’ dan saudaranya atau orang yang bersamanya mengatakan
kepadanya ‘Yarhamukallah (Semoga ALLOH memberikan rahmat-Nya kepadamu)’. Jika
salah seorang mengucapkan ‘Yarhamukallah’, maka orang yang bersin tersebut
hendaklah menjawab ‘Yahdiikumullah wayushlih baalakum (Semoga ALLOH SWT
memberikanmu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).”

Rosululloh SAW juga pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia
bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya.
Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk
menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan
menertawakannya.” (HR Bukhari)

Adab bersin Rasulullah SAW:

a. Merendahkan suara dan menutup mulut serta wajah saat bersin


Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersin, maka beliau menutup wajahnya dengan
tangan atau bajunya sambil merendahkan suaranya.
b. Tidak memalingkan leher ke kiri atau ke kanan ketika bersin
Hal ini agar tidak membahayakan kesehatan meskipun dilakukan dengan alasan untuk
menghindari orang yang ada di depannya.
b. Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang shalat wajib
Para ulama telah bersepakat atas dianjurkannya mengeraskan hamdalah ketika bersin
dalam shalat, dan tidak disyari’atkan menjawabnya bagi yang mendengarkannya. Hadits
yang membolehkan menjawab hamdalah pada waktu sholat adalah hadits dhoif.
c. Tasymit (mendoakan seserang yang bersin)
Wajib bagi yang mendengar bacaan hamdalah untuk mengucapkan tasymit yaitu
“Yarhamukallaah” dan jika tidak mendengar bacaan hamdalah dari orang yang bersin,
maka maka tidak perlu mengucapkan tasymit bagi orang yang ada di sekelilingnya.
Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci
menguap, maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah dengan mengucapkan
Alhamdulillah. Dan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk bertasymit
(mendo’akannya).” (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa tasymit adalah wajib
bagi muslim yang mendengar bacaan hamdalah dari orang yang bersin.
d. Jawaban setelah mendengar orang yang bertasymit
Apabila seseorang yang bersin mengucapkan hamdalah kemudian orang yang
mendengarnya bertasymit, maka dianjurkan bagi yang bersin untuk mengucapkan salah
satu do’a berikut. Dan merupakan sunnah untuk mengucapkan doa-doa tersebut secara
bergantian.
e. Mengucapkan “Yahdiikumullaah wa yuslihu baalakum (semoga Allah memberi hidayah
dan memperbaiki keadaan kalian).” (HR. Bukhari)

2. Menguap
Menguap dilakukan karena beberapa penyebab, antara lain: mengantuk, gelisah, butuh
tambahan oksigen. Islam juga mengatur bagaimana menguap yg ‘baik’.

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasululloh SAW bersabda:

ُ ‫ط‬
‫ان‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ع فَإ ِ َّن أ َ َحدَ ُك ْم إِذَا قَا َل هَا‬
َّ ‫ض ِحكَ ال‬ َ َ ‫ب أ َ َحدُ ُك ْم فَ ْليَ ُردَّهُ َما ا ْست‬
َ ‫طا‬ َ ‫ان فَإِذَا تَثَا َء‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ ُ َ ‫التَّث‬
َّ ‫اؤُب ِم ْن ال‬
“Menguap adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka hendaknya
ditahan semampu dia, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian (ketika menguap)
mengatakan (keluar bunyi): ‘hah’, maka setan tertawa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan
ini lafazh riwayat Al-Bukhari)

Di hadits lain:

‫ع‬ َ َ ‫ب أ َ َحدُ ُك ْم فَ ْليَ ْك ِظ ْم َما ا ْست‬


َ ‫طا‬ َ ‫ان فَإِذَا تَثَا َء‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫صالةِ ِم ْن ال‬
َّ ‫التَّثَاؤُبُ فِي ال‬
“Menguap ketika sholat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka
tahanlah semampunya.” (HR Tirmidzi)
Dengan kata lain, Islam menyarankan kita untuk menahan (tidak) menguap. Jika tidak
kuat, maka hendaknya menguap dengan menutup mulut dan tidak mengeluarkan bunyi.

3. Sendawa
Penyebabnya bermacam-macam. Usai minum minuman bersoda (carbonat), usai
makan/minum, atau usai badan kita dikerok (pijat), dan aktivitas-aktivitas lain.

Sebagian ulama menyebutkan bahwa tidak diketahui dalil yang menunjukkan


disyari’atkannya mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa/gloge’en/ ‫ الجشاء‬padahal
sendawa ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu yang
sesuai dengan sunnah justru meninggalkannya. Kalau dilakukan kadang-kadang tanpa
meyakini itu disyariatkan maka tidak mengapa, tapi kalau dilakukan terus-menerus maka
ini bukan termasuk sunnah.

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah:


“Adapun mengucapkan alhamdulillah ketika sendawa maka ini tidak disyari’atkan,
karena sendawa -sebagaimana yang dikenal- adalah tabiat manusia, dan nabi
Daftar Pustaka
Eroschenko. 2010. Atlas Histologi diFior. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. (2005) Buku ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 22, EGC: Jakarta.
Syarif, Amir, et al.(2007). Farmako dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departmen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Junqueira. 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Jakarta: EGC.
Sofwan, Ahmad. 2018. Apparatus Respiratorius/Systema Respiratorium/Sistem
Pernapasan, Hal 2-19. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran YARSI
Price, Lilson. 2006. ”Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol 2”. Jakarta: E
N. Rahajoe Nastiti, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGCSoepardi
EA, et all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala &
Leher Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

http://sarana-muslim.com/akhlak-3/etika-menguap-dan-bersin-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai