Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang

diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif menurut

hukum mendel. Talasemia pertama kali dijelaskan oleh cooley ( 1925 ) yang

ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia.1

Gen Talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan

penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah

– daerah perbatasan laut medeterania, sebagian besar Afrika Timur Tengah, sub

benua India dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan

Italia atau Yunani dan 0,5 dari kulit hitam Amerika membawa Gen untuk

Talesemia. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi

mempunyai satu atau lebih gen talasemia.2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Talasemia merupakan defek genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak

adanya sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin yang merupakan

polipeptida penting molekul hemoglobin.3,4 Talasemia disebabkan oleh penurunan

kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α, β

ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin

dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida.5 Defek bersifat kuantitatif dimana

sintesis rantai globin normal menjadi kurang atau tidak ada, tapi ada juga mutasi

yang menyebabkan struktur bervariasi dan mutasi yang menghasilkan hemoglobin

sangat tidak stabil, sehingga fenotif talasemia beragam.6

2. Epidemiologi

Saat ini talasemia didapatkan hampir di semua belahan dunia, akibat

terjadinya migrasi populasi hingga ke Eropa, Amerika dan Australia.7 Talasemia α

ditemukan di Asia Timur, Asia Tenggara, Cyprus, Yunani, Turki dan Sardinia.8

Sedangkan talasemia β banyak ditemukan di Mediterania, Timur Tengah, India,

Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan dan Cina.9,10 Di Cyprus dan Yunani lebih

banyak varian β+ sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian βo . Talasemia

α sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering daripada talasemia β.

3. Etiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah

berkurangnya sintetis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai

penghancuran sel – sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah

karena defesiensi asam folat bertambahnya volume plasma intravaskular yang

mengakibatkan hemodilusi dan distribusi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial

dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA

pada gen sehingga produksi rantai Alfa atau Beta dari hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi

berkurang , peningkatan absorbis besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak

efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.11

4. Klasifikasi Thalasemia

Secara molekuler talesemia dibedakan atas talasemia Alfa dan Beta

sedangkan secara klinis dibedakan mayor dan minor 11

Talesemia secara moskuler

ABNORMALITAS GENETIK Sindroma Klinis

Talasemia alpha Kematian In utero

Penghapusan 4 – gen hidropsfetalis Anemia hemolitik

Sediaan darah mikrositik hipoKrom


Penghapusan 3 – gen–penyakit Hb H tetapi biasanya tanpa anemia.

Penghapusan 2 gen ( Trait Talasemia alphao) Anemia berat memerlukan transfusi

Penghapusan 1 gen (Trait Talasemia alpha+ ) darah

Talasemia beta
gambaran darah hipokrom dan

Homozigot – talasemia mayor mikrositik anemia ringan tidak ada.

Heterozigot – trait talasemia Anemia hipokrom mikrositik ( Hb 7-

Talasemia Intermedia 10 gr/dl). Hepatomegali dan

splenomegali deformitas tulang,


Sindroma klinis yang disebabkan sejenis lesi
kelebihan beban besi (iron overload).
genetik.

5. Patofisiologi

Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe).

Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi

akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal

dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru 13.

Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak

itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (liver). Jumlah zat besi

yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi

organ tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh

suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak
dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan

organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian 13.

6. Manifestasi Klinis

Talasemia memiliki 2 manifestasi klinis yaitu mayor dan minor

Talasemia Mayor Talasemia Minor

– Pucat – ( Alfa Thalasemia ) tidak ada gejala

klinis.
– Gangguan tumbuh kembang anak

– Facies cooley (wajah mongoloid )

– Riwayat keluarga

– Hepatosplenomegali

– Anemia berat ( Hb < 6 gr %)

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemia gejala awal

pucat mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama

kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah

akhir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik tumbuh kembang masa anak
akan terhambat. Anak tidak nafsu makan , diare, kehilangan lemak tubuh dan

dapat disertai demam berulang akibat anemia berat dan lama biasanya

menyebabkan pembesaran jantung 11.

Terdapat hepatosplenomegali ikterus ringan mungkin ada tetapi perubahan

pada tulang yang menetap yaitu terjadinya bentuk muka mongloid/face cooley

akibat sistem eritropoesit yang hiperaktif . Adanya penipisan kortek

tulang panjang tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur

patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi

menyebabkan perawakan pendek. Kadang – kadang ditemukan epistaksis

pigmentasi kulit , koreng pada tungkai , dan batu empedu. Pasien menjadi peka

terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan

mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian dapat

timbul pansitopenia akibat hipersplenisme.

Hemosideredosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan mentars

dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder) pankreas (diabetes), hati

(serosis) , otot jantung (aritmia, gangguan hantaran gagal jantung) dan

perikardium (perikarditis) 11.

Hapusan darah tepi akan mendapatkan gambaran anisositosis hipokrom

poikilositosis sel target ( fragmentosit dan banyak sel normoblast ). Jumlah

retikulosit dalam darah meningkat. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya

ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencap nol. Hemoglobin

penderita mengandung kadar HbF lebih dari 30 %. Kadang – kadang ditemukan

pula hemoglobin patologik 1.


Elektoforesi hemoglobin memperlihatkan ketiadaan atau hampir tidak

ada Hb A dengan hampir semua hemoglobin yang beredar HbF. Persen Hb A2 -

normal , rendah atau sedikit meninggi 12.

7. Diagnosis
I. Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh

kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya

keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan

II. Pemeriksaan fisis

- Pucat

- Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

- Dapat ditemukan ikterus

- Gangguan pertumbuhan

- Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

III. Pemeriksaan penunjang

1. Darah tepi :

- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,

anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,

polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan

sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat.13

8. Tatalaksana
Hingga sekarang talasemia belum ada obat yang bisa menyembuhkanya. Satu

– satunya tindakan yang bisa dilakukan untuk memperpanjang usia penderita

adalah lewat transfusi darah. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah

( < 10 gr % ) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah serta pucat.

Transfusi darah teratur dibutuhkan 2 – 3 unit setiap 4 – 6 minggu untuk

mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi yaitu desferioksamin

secara 1.m atau 1.v . Indikasi desferal untuk diagnosa penimbunan besi yang

patologis dengan dosis awal 0,5 – 1 mg / hari diberikan dalam 1 – 2 inj. i. m atau

i.v. 2

Obat pendukung seperti vitamin c dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100 –

250 mg ). Pada saat dimulainya pemberian kelasi dan dihentikan pada

saat pemberian kelasi selesai ( vitamin c dapat meningkatkan efek desferioksami

). Diberikan As. Folat 2 : 5 mg / hr untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat

pada pasien talasemia. Khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah .

Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar

sehingga membatasi gerak pasien , menimbulkan tekanan intra abnominal yang

menggangu nafas dan beresiko mengalami ruptur. Hipersplenisme dini ditandai

dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml / kg dalam 1 tahun Terakhir dan

adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya

pansitopenia . Splenekromi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun keatas saat

fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid

lain. 11
9. Pencegahan
Upaya pencegahan dilakukan dengan cara:

Pencegahan Primer

Penyuluhan sebelum perkawinan ( marriage counselling ) untuk mencegah

perkawinan diantara penderita talasemia agar tidak mendapat keturunan yang

hemozigot atau varian – varian talasemia dengan mortalitas tinggi.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan talasemia

heterozigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengna sperma

berasal dari donor yang bebas talasemia . Kelahiran kasus homozigot terhindar

tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carier seperti ibunya sedangkan 50 %

lainnya adalah normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA

cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis

kasus homozigot intrauterin sehingga dapat dilakukan tindakan abortus

provokatus.12
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : EZ

Umur : 12 tahun 14 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bangko

Anamnesis

Anak usia 12 tahun 4 bulan, laki-laki datang ke RSUP M Djamil Padang


pada tanggal 11 Februari 2017 dengan:

Keluhan Utama

Anak tampak pucat sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Anak tampak pucat berulang sejak usia 4 tahun terutama ketika


beraktifitas dan demam.

- Anak mempunyai riwayat mendapat transfusi darah 2 kantong, 6 bulan


yang lalu ketika dirawat dengan Hb=6g/dL.

- Perut tampak membesar sejak 6 bulan yang lalu.

- Anak tampak pucat sejak 2 minggu yang lalu.


- Demam tinggi 2 hari yang lalu, mimisan dan BAB hitam, anak dirawat di

RS Bangko dan telah dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb =7g/dL,

leukosit = 6000mm3, Ht = 21%, trombosit = 69000mm3. Anak

didiagonosa demam berdarah berdarah denggi dan telah mendapat

transfusi PRC dan trombosit. Dilakukan pemeriksaan darah ulang dengan

hasil Hb = 8g/dL, leukosit = 2800mm3, Ht = 21%, trombosit =

88000mm3, hitung jenis = 0/0/0/56/38/6, Rt = 73%, gambaran darah tepi

fragmentosit (+), anisositosis, poikilositosis, sel target (+), tear drop cell

(+) dan anak dirujuk ke RSUP Dr M Djamil dengan keterangan anemia

hemolitik et c hemoglobinopati dd thalasemia.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pucat berulang sejak usia 4 tahun.

Riwayat penyakit Keluarga

- Sepupu kandung pasien menderita Thalasemia dengan AIHA, mendapat


transfusi darah rutin dan telah meninggal 1 bulan yang lalu.

Riwayat Perkawinan, Obstetri, Imunisasi, Tumbuh Kembang

 Pasien anak ke-1 dari 2 bersaudara, lahir spontan, cukup bulan (38 – 39
minggu), BBL lupa , PBL lupa, langsung menangis kuat.
 Riwayat imunisasi dasar lengkap.
 Pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.
 Higiene dan sanitasi lingkungan kurang baik.

2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : Sadar
 Nadi : 98 x/menit
 Suhu : 37° C
 Pernafasan : 24 x/menit
 Tinggi badan : 145 cm
 Berat badan : 33 kg
 Status gizi : BB/U = 75%
TB/U = 95,3%
BB/TB = 88,5%
Gizi baik
- Sianosis : tidak ada
- Edema : tidak ada
- Anemis : ada
- Icterus : tidak ada

Kulit : Teraba hangat, tampak pucat

Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : bulat, simetris

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil


isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+
normal

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak

hiperemis

Gigi dan mulut : mukosa bibir dan mulut basah

Leher : JVP 5-2 cmH20


Dada

Paru
- Inspeksi : normochest, retraksi dinding dada tidak ada, simetris kiri
= kanan (statis dan dinamis)
- Palpasi : Fremitus kiri = kanan

- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing
Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


- Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi : dalam batas normal
- Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen

- Inspeksi : distensi abdomen tidak ada


- Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien teraba S3
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Punggung : tidak ditemukan kelainan
- Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A2P2G2
- Anus : colok dubur tidak dilakukan
- Anggota gerak : akral hangat, CRT < 2detik
- Reflek fisiologis +/+ normal
- Reflek patologis -/-

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb : 5,9 gr/dl Trombosit : 138.000/mm3

Leukosit : 6.750/mm3 Eritrosit : 2,3 juta /mm3

Hitung jenis : 0/2/0/53/29/6 Hematokrit : 20 %


Retikulosit 9,6%

Gambaran darah tepi : poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

3. Diagnosis
Thalasemia

4. Tatalaksana
IKA Kronis
- Transfusi PRC 3 kolf 200 cc

Follow up (Kronis) :
 13/02/2017
S/ demam tidak ada, sesak tidak ada.
O/ KU kesadaran HR RR T
Sedang sadar 91x 23x 36,8
Mata : konjungtiva anemis, tidak ikterik
Thorax : retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) Normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Thalasemia
P/ -

 14/02/2017
S/ demam tidak ada, sesak tidak ada.
O/ KU kesadaran HR RR T
Sedang sadar 81x 20x 36
Mata : konjungtiva anemis, tidak ikterik
Thorax : retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) Normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Thalasemia
P/ -

 15/02/2017
S/ demam tidak ada, sesak tidak ada.
O/ KU kesadaran HR RR T
Sedang sadar 79x 24x 36,2
Mata : konjungtiva anemis, tidak ikterik
Thorax : retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) Normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Thalasemia
P/ - Transfusi PRC 2 Kolf 200cc

 16/02/2017
S/ demam tidak ada, sesak tidak ada.
O/ KU kesadaran HR RR T
Sedang sadar 82x 23x 36,3
Mata : konjungtiva tidak anemis, tidak ikterik
Thorax : retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) Normal
Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Thalasemia
P/ Transfusi PRC 1 Kolf 200cc
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 12 tahun telah dirawat di IKA Kronik RSUP

Dr. M Djamil Padang pada tanggal 11 Februari 2017 dengan diagnosis

Thalasemia.

Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien sering pucat berulang sejak usia

4 tahun. Penyebab pucat tersering pada biasanya disebabkan oleh karena kurang

gizi, adanya zat beracun atau patogen, faktor keturunan (genetik) seperti penyakit

kelainan darah seperti thalassemia dan hemofilia, penyakit Hodgkin atau kanker

yang terdapat pada organ penyimpanan (hati), adanya zat-zat penghambat

penyerapan zat besi, seperti asam fitat, asam oksalat dan tannin yang banyak

terdapat pada serealia, kacang-kacangan dan teh, gangguan-gangguan secara fisik,

seperti kehilangan darah karena luka berat, tindakan pembedahan, menstruasi,

melahirkan, dan terlalu sering menjadi pendonor darah dan kemungkinan

terdapatnya parasit di dalam tubuh (cacing tambang dan cacing pita). Penyebab

pucat pada pasien ini bisa disebabkan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.

Pada penderita kekurangan darah merah bisa terjadi anemia. Dampak lebih lanjut,

sel-sel darah merahnya akan cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga

pasien thalasemia memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.

Kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin

pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen.


Riwayat penyakit sekarang didapatkan anak sering tampak pucat berulang

sejak usia 4 tahun terutama ketika beraktifitas dan demam, mempunyai riwayat

mendapat transfusi darah 6 bulan yang lalu ketika dirawat dengan Hb=6g/dL dan

perut tampak membesar sejak 6 bulan yang lalu. Gejala ini merupakan gejala yang

dapat ditemukan pada penyakit thalassemia dan bermakna dalam penegakkan

diagnosis.

Pasien merupakan rujukan dari RS Bangko. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang

telah dilakukan saat anak sampai di RSUP Dr M Djamil didapatkan keadaan

umum sakit sedang, anak masih tampak pucat. Dari pemeriksaan fisik tampak

konjungtiva anemis dan splenomegali. Konjungtiva anemis pada pasien ini

disebabkan oleh kekurangan darah. Spenomegali bisa terjadi disebabkan oleh

infeksi virus, misalnya infeksi mononucleosis, infeksi parasit, seperti malaria,

infeksi bakteri, misalnya penyakit sifilis atau endocarditis, infiltrasi sel-sel kanker

ke limfa pada kanker darah (seperti leukemia) dan limfoma (seperti penyakit

Hodgkin), sirosis dan kondisi lain yang berkaitan dengan organ hati, berbagai

jenis hemolitik anemia, yaitu kondisi yang menyebabkan hancurnya sel darah

merah gangguan metabolisme, misalnya penyakit Gaucher dan Niemann-Pick,

tekanan atau pembekuan yang terjadi pada pembuluh darah limpa, atau hati.

Splenomegali yang terjadi pada pasien ini disebabkan adanya hemolisis

menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat

dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin

banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang

menyebabkan adanya splenomegali.


Pada pemeriksaan laboratarium dapat dilihat terjadi peningkatan dari

retikulosit. Pada penderita thalassemia biasanya ditemukan peningkatan retikulosit

antara 2-8%. Pada gambaran darah tepi pada pasien ini ditemukan poikilositosis,

tear drops sel dan target sel dimana gambaran ini sering ditemukan pada pasien

thalasemia.

Pada pasien diberikan terapi transfusi PRC untuk mempertahankan Hb

pasien ini diatas 10g/dL. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia

memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk

menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya lebih dari 10 gr/dL Pengidap penyakit

Thalasemia juga harus melakukan transfusi darah setiap dua atau tiga minggu

sekali, tergantung tingkat keparahannya. Transfusi darah pada penderita

thalassemia bertujuan untuk mengatasi anemia yang menyebabkan anoksia

jaringan dan mengancam hidup penderita; supresi eritropoesis yang berlebih-

lebihan, dan menghambat peningkatan absorbsi besi di usus.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Rosepno. Anemia Hemolitik dalam : Hasan Rosepno buku kuliah Ilmu

kesehatan anak . Edisi 4 Jakarta : Balai penerbit FKUI , 1985. H : 444 – 49.

2. George R. Hontig kelainan hemoglobin dalam : Behrman RE, Kliegman RM,

Arvin AM, Ilmu kesehatan anak Nelson, editor edisi Bahasa Indonesia : A. Samik

Wahab. Edisi 15. Vol 2 Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC, 2000. H : 1708 –

12.

3. Atmakusumah, T.D., Wahidiyat, P.A., Sofro, A.S., Wirawan, R., Tjitrasari,

T.Setyaningsih, I., Wibawa, A. 2010. Pencegahan Thalassemia. Hasil Kajian

Konvensi HTA. Jakarta: 16 Juni.

4. Ruangvutilert, P. 2007. Thalassemia is a Preventable Gen Disease. Siriraj Med

J, 59: 330-333.

5. Atmakusumah, T.D. Setyaningsih, I. 2009. Dasar-dasar talasemia: salah satu

jenis hemoglobinopati. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,

Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:

Interna Publishing.

6. Pignatti, C. B., Galanello, R. 2014. Thalassemia and Related Disorders:

Quantitative Disorders of Hemoglobin Synthesis. In : Greer, J.P., Arber, D.

A., Glader, B., List, A.F., Means, R.T., Paraskevas, F, Rodgers, G.M.

Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th edition. Lippincott Williams& Wilkins.


7. Old, J. 2013. Hemoglobinopathies and Thalassemias. In: Rimoin, D.L.,

Pyeritz, R.E., Korf, I. Emery and Rimoin’s Essential Medical Genetics.

Elsevier.

8. Galanello, R., Cao, A. 2011. Alpha-thalassemia. Genetics in Medicine, 13(2):

83-88.

9. Rund, D., Rachmileweitz, E. 2005. β-Thalassemia. N Engl J Med, 353: 1135-

1146.

10. Cousens, N.E., Gaff, C.L., Metcalfe, S.A., Delatycki, M.B. 2010. Carrier

screening for Beta-thalassaemia:a review of International practice. European

Journal of Human Genetics, 18: 1077-1083.

11. Mansjoer Arif Talasemia dalam : Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran

edisi 3 jilid 2 Jakarta : Media besculapius FKUI 2000 . H : 497 – 99.

12. Kosasih E. N sindrom talasemia dalam : Soeparman. Waspadji. S. Ilmu

penyakit dalam jilid 2 Jakarta : Balai penerbit FKUI 1990 H : 417 – 25.

13. Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya - www.Pediatrik.com.

Anda mungkin juga menyukai