PENDAHULUAN
1
1.2 Permasalahan Penelitian
1.2.1 Identifikasi Masalah
Pada pembangkit tenaga listrik sering mengalami penurunan
frekuensi saat terjadi penambahan beban listrik sedangkan frekuensi harus
dijaga nominalnya. Sehingga PLTGU Muara Tawar diharapkan dapat
merespon dengan baik untuk menjaga nominal frekuensi tersebut terutama
pada saat terjadi penambaan beban listrik yang tiba--tiba.
2
2. Dapat memberikan informasi yang berguna untuk menjaga nilai
frekuensi pada sistem pembangkit.
3. Dengan pembahasan ini PT.PLN dapat menyalurkan tenaga
listrik dengan nilai frekuensi yang tidak mengalami penurunan
terlalu jauh dari nilai nominalnya saat terjadi penambahan
beban listrik yang tiba-tiba.
3
BAB II
KARAKTERISTIK SPEED DROOP GOVERNOR
TERHADAP FREKUENSI SISTEM
4
digunakan sebagai fluida kerja di PLTU. Dan bagian yang digunakan
untuk menghasilkan uap tersebut adalah HRSG (Heat Recovery Steam
Generator). PLTGU merupakan suatu instalasi peralatan yang berfungsi
untuk mengubah energi panas (hasil pembakaran bahan bakar dan udara)
menjadi energi listrik yang bermanfaat. Pada dasarnya, sistem PLTGU ini
merupakan penggabungan antara PLTG dan PLTU. PLTU memanfaatkan
energi panas dan uap dari gas buang hasil pembakaran di PLTG untuk
memanaskan air di HRSG (Heat RecoverySteam Genarator), sehingga
menjadi uap jenuh kering. Uap jenuh kering inilah yang akan digunakan
untuk memutar sudu (baling-baling) Gas yang dihasilkan dalam ruang
bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan menggerakkan
turbin dan kemudian generator, yang akan mengubahnya menjadi energi
listrik. Sama halnya dengan PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair
(BBM) maupun gas (gas alam). Penggunaan bahan bakar menentukan
tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya.
2.2.2 Governor
Governor adalah suatu alat yang sangat fital sebagai pengendali
pengoperasian pada suatu pembangkit (Turbin Generator atau Diesel)
yang dapat diatur baik secara manual atau secara automatis dengan
prinsip kerjanya adalah mengatur kecepatan pada putaran tetap
(isochronous) dan pengaturan beban secara automatis melalui speed
5
droop, dengan mengatur jumlah bahan bakar yang masuk pada
pemakaian bahan bakar unit pembangkit (primover).
Oleh karenanya frekuensi yang dibangkitkan sama dengan yang
digunakan oleh konsumen, dan frekuensi akan berkurang apabila
kebutuhan daya yang digunakan oleh konsumen lebih besar dari yang
dibangkitkan. Maka unit pembangkit (Governor) berfungsi sebagai
menjaga putaran pada generator agar berada dalam frekuensi 50 Hz,
terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada sistem dengan
memberi tambahan gas bertekanan pada turbin gas dengan cara
terangkatnya katup utama, di tandai dengan terjadinya frekuensi turun.
Governor digunakan sebagai pertemuan antara turbin penggerak
dan generator. Pengaturan putaran turbin sejak turbin mulai bergerak
sampai keadaan stabil dilakukan oleh governor. Fungsi utama pengaturan
putaran ini adalah untuk menjaga kestabilan sistem secara keseluruhan
terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada sistem.
7
Gambar 2.3 Perbandingan Sistem Droop dan Ishocronous
8
dari kecepatan rendah hingga kecepatan tinggi. Cara kerja
dari pneumatic governor ini menerapkan teori Bernoulli:
“ketika udara mengalir dan melewati sebuah pipa dengan
kecepatan dan tekanan yang tetap, kecepatannya akan
meningkat dan tekanannya akan menurun bilamana udara
tersebut melewati sebuah pipa yang berdiameter kecil”.
Pada pneumatic governor memiliki sebuah venturi unit
yang dipasang pada inlet manifold dan governor unit yang
dipasang pada bagian belakang pompa injeksi bahan
bakar. Antara venturi unit dan governor unit keduanya
dihubungkan oleh sebuah pipa berlubang. Pada saat
negative pressure di chamber meningkat (karena aliran
udara pada venturi unit meningkat), maka control rack akan
bergerak ke kiri yang menyebabkan penambahan jumlah
bahan bakar yang diinjeksikan ke ruang bakar. Sebaliknya,
jika negative pressure di chamber menurun (karena aliran
udara pada venturi unit menurun), maka control rack akan
bergerak ke kanan dan menyebabkan suplai bahan bakar
yang diinjeksikan menurun.
𝑅1−𝑅2
SD = × 100% (2.1)
𝑅
Dimana,
SD : Speed droop (%)
R1 : Putaran tanpa beban (rpm)
R2 : Putaran beban penuh (rpm)
R : Putaran nominal (rpm)
10
saat t = t1 governor mulai terasa kerjanya, mulai mengadakan pengaturan
primer sampai t = t2 dan tercapai frekuensi kembali menjadi F0. Besarnya
perubahan frekuensi (∆𝑓) tergantung pada penyetelan speed droop
governor.
12
reaktif selalu berubah sepanjang waktu. Sehubungan dengan hal itu maka
untuk mempertahankan frekuensi dalam batas yang diperbolehkan daya
aktif dalam sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas
daya aktif. Besar standar frekuensi menurut Peraturan Menteri Sumber
Daya Energi dan Mineral No. 3 Tahun 2007 tentang aturan jaringan (grid
code) sistem tenaga listrik Jawa-Madura-Bali, frekuensi sistem
dipertahankan dalam kisaran ±0,2Hz di sekitar 50Hz, kecuali dalam
periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ±0,5Hz
diizinkan, serta selama kondisi darurat.
13
Pengaturan kecepatan masing-masing unit pembangkit
memberikan fungsi kontrol kecepatan primer yang menyebabkan kontrol
tambahan pada controler central (pusat) untuk mengalokasikan
pembangkit. Dalam sistem interkoneksi dengan dua atau lebih area yang
terkontrol secara independen, pembangkitan pada masing-masing area
harus dikendalikan untuk menjaga pertukaran daya yang terjadwal dalam
mengontrol frekuensi.
14
6. Peralatan pelepasan beban otomatis dengan relai frekuensi rendah.
7. pelepasan generator oleh relai frekuensi lebih.
15
𝑃𝑠𝑒𝑡 = 𝑃𝑜 + 𝑁 𝑃𝑟 (2.2)
Dimana :
16
Gambar 2.8 Perbandingan beban dan frekuensi
17
penggerak generator. Apabila kopel penggerak salah satu generator
diperbesar, maka rotor (kutub) generator akan bergerak maju ke arah
yang memperbesar komponen daya aktif. Penambahan kopel penggerak
generator ini memerlukan bahan bakar unit pembangkit termis tergantung
jenis pembangkitnya.
Ditinjau dari segi beban sistem frekuensi akan turun apabila daya
aktif yang dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya.
Frekuensi akan naik apabila ada surplus daya aktif dalam sistem. Dalam
sistem tenaga listrik umumnya digunakan generator sinkron 3 fasa untuk
pembangkitan tenaga listrik yang utama, maka pengaturan frekuensi
sistem praktis tergantung kepada putaran generator sinkron.
Pada PLTGU pengaturan putaran generator sinkron ini dilakukan
dengan mengatur besarnya bahan bakar yang dihasilkan sehingga
mempengaruhi putaran pada generator. Apabila bahan bakar yang
digunakan besar, maka putaran generator akan semakin kencang
sehingga daya yang dibangkitkan akan lebih besar. Sebaliknya, jika bahan
bakar yang digunakan lebih sedikit maka daya yang di dapat dibangkitkan
akan lebih sedikit. Input bahan bakar ini diatur oleh katup keluaran bahan
bakar dan udara agar komposisi pembakaran menjadi sempurna. Besar
komposisi bahan bakar yang digunakan diatur oleh governor karena untuk
menyesuaikan frekuensi yang dibutuhkan oleh jaringan. governor ini
secara otomatis akan menyesuaikan daya yang akan dibangkitkan
dengan kebutuhan konsumen.
Governor berfungsi mengatur agar nilai frekuensi yang dihasilkan
generator konstan dan berada pada batas-batas yang diperbolehkan.
Karena pengaturan nilai frekuensi berkaitan dengan pengaturan
kecepatan putaran mesin pemutar generator, maka kerja governor
berkaitan dengan pengaturan pemberian uap pada PLTGU yang
mempengaruhi kecepatan putar turbin uap pemutar generator, juga
mempengaruhi nilai frekuensinya sesuai dengan rumus/persamaan :
18
𝑟𝑝𝑚 𝑝 𝑟𝑝𝑚×𝑝
𝑓= ×2= (2.3)
60 120
Dimana :
𝛿𝑤
(𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 = 𝐻 (2.4)
𝛿𝑡
Dimana :
𝑤 = 2𝜋. 𝑓 (2.5)
𝛿𝑤
(𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 < 0 𝑚𝑎𝑘𝑎 < 0, sehingga frekuensi turun (2.6)
𝛿𝑡
𝛿𝑤
(𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 > 0 𝑚𝑎𝑘𝑎 > 0, sehingga frekuensi naik (2.7)
𝛿𝑡
19
Perubahan daya aktif (MW) yang dihadapi generator menimbulkan
nilai ∆𝑇, selanjutnya akan menimbulkan perubahan nilai ƒ sesuai dengan
persamaan (2.6) dan persamaan (2.7). Perubahan nilai frekuensi ini akan
menyebabkan governor bekerja mengatur pemberian katub uap ke turbin
untuk mempertahankan nilai frekuensi.
𝑋˪ = 2. 𝜋. ƒ. 𝐿 (2.8)
Dimana:
XL = Reaktansi Induktif dalam satuan Ohm (Ω)
π (pi) = 3,142 (desimal)
ƒ = Frekuensi dalam satuan Hertz (Hz)
L = Induktansi Induktor dalam satuan Henry (H)
𝑉
𝐼= (2.9)
𝑋˪
Dimana:
I = Arus (Apere)
V = Tegangan (Volt)
XL = Reaktansi Induktif dalam satuan Ohm (Ω)
20
Dengan persamaan diatas jika frekuensi yang disalurkan oleh pembangkit
turun maka reaktansi induktif pada peralatan listrik menurun, sehingga
arus naik dan memanaskan peralatan listrik. Tetapi untuk alat listrik yang
menggunakan elemen pemanas tidak terlalu berpengaruh, karena efek
padanya hanya menyebabkan sedikit mengalami perubahan suhu.
Sedangkan pada peralatan listrik yang menggunakan motor induksi bisa
menyebabkan kerusakan karena selain terjadi perubahan suhu juga
terjadi perubahan daya yang harus ditangani motor listrik.
𝑃 = 𝑉. 𝐼. 𝐶𝑜𝑠𝜑 (2.10)
Dimana :
P = Daya (Watt)
V = Tegangan (Volt)
I = Arus (Ampere)
Cosφ = Faktor Daya
21
BAB III
PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR
22
3.2 Teknik Pengolahan Data
Setelah melakukan pengambilan data, maka dilakukan tahap
berikutnya, yaitu tahap pengolahan data. Pengolahan data dilakukan
dengan menganalisis data-data yang ada kemudian diikuti dengan
merumuskan kesimpulan dari penelitian, yang mengacu pada tujuan yang
telah di rumuskan.
23
Gambar 3.2 Skema dan prinsip kerja governor
𝑑𝑓/𝑓𝑜
𝑆= × 100% (3.1)
𝑑𝑃/𝑃𝑜
Dimana :
S : 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)
dƒ : Deviasi frekuensi (Hz)
ƒo : Nominal frekuensi (Hz)
Po : Daya terpasang (MW)
dP : Required power respon atau selisih daya (MW)
∆freq (%)
ΔP = 𝑥 𝑃𝑜 (𝑀𝑊) (3.2)
𝑆𝐷 (%)
Dimana :
ΔP : Required power respon (MW)
Po : Daya terpasang (MW)
25
SD : Speed droop (%)
Δfreq : Perubahan frekuensi (%)
1 𝑃 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙
𝐾 =( )×( ) (3.3)
𝑠 𝑓𝑜
Dimana :
K : Faktor partisipasi (MW/Hz)
Pnom : Daya nominal unit (MW)
ƒo : Frekuensi (50Hz)
S : Speed Droop
∆𝑃 = 𝑘∆𝑓 (3.4)
Dimana :
∆𝑃 : Governor action
k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
∆𝑓 : Deviasi frekuensi (ƒ-ƒo) (Hz)
26
pengaturan frekuensi yang telah ditetapkan menurut standar PLN 50 Hz
beban seimbang berlaku untuk seluruh Indonesia dengan rentang nominal
frekuensi 50 ± 0,2 Hz. Pada kondisi rentang ini terjadi dinamika beban
sistem akan diimbangi oleh aksi regulasi primer governor pembangkit dan
aksi regulasi sekunder (LFC). Regulasi pengaturan primer dilakukan oleh
governor secara otomatis untuk mempertahankan frekuensi sedangkan
regulasi pengaturan sekunder untuk mengembalikan frekuensi ke nilai
nominalnya. Pengaturan sekunder sebenarnya adalah pengaturan
tambahan yang hanya dilakukan apabila pengaturan primer sudah tidak
dapat mengembalikan frekuensi ke nilai 50 Hz. Pengaturan regulasi
sekunder dapat dijelaskan sebagai berikut:
𝑃𝑠𝑒𝑡 = 𝑃𝑜 + 𝑁 Pr (3.5)
Dimana :
Pset : Daya keluaran generator (MW)
Po : Nilai tengah unit pembangkit yang bersangkutan (MW)
27
Pr : Rentang regulasi (MW)
N : Nilai sinyal LFC bernilai antara -1 sampai +1
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Compressor : 21 stage
Turbine : 5 stage
31
Power Factor (PF) : 0,80
Frekuensi : 50Hz
Reaktansi Substransient (Xd”) : 21,4%
Reaktansi Transient (Xd’) : 29,9%
Reaktansi Sinkron (Xd) : 179%
Kecepatan Putaran Turbin : 3000 Rpm
Jenis Pendingin : Hidrogen
33
sekitar 0,5%. Penambahan beban ini dikarenakan sekitar pukul 13.00 WIB
konsumen mulai aktif kembali menggunakan tenaga listrik setelah waktu
istirahat terutama pada industri dan perkantoran.
4.2 Pembahasan
Respon speed droop governor terhadap perubahan frekuensi
akibat permintaan beban yang mengalami peningkatan Pada PLTGU
Muara Tawar Blok 5.
𝑅1−𝑅2
S= × 100% (4.1)
𝑅
Keterangan :
S : 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)
R1 : Putaran tanpa beban (rpm)
R2 : Putaran beban penuh (rpm)
R : Putaran nominal (rpm)
Perhitungan,
3075 𝑅𝑝𝑚 – 2925 𝑅𝑝𝑚
S (%) = × 100%
3000 𝑅𝑝𝑚
150 𝑅𝑝𝑚
= 3000 𝑅𝑝𝑚 × 100%
= 0.05 × 100%
= 5%
34
Berdasarkan table 4.1 speed droop pada PLTGU Muara Tawar dapat
diketahui dengan persamaan 3.1. Data yang dipakai mulai pukul 12.43 –
12.57 WIB, saat terjadi penaikan beban dan frekuensi mengalami
perubahan terlihat pada gambar 4.1 dan 4.2 .
d𝑓/𝑓o
S= × 100% (4.2)
dP/Po
∆freq (%)
𝛥𝑃 = 𝑥 𝑃𝑜 (𝑀𝑊) (4.3)
𝑆𝐷 (%)
Dimana :
SD : 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)
𝛥𝑃 : Required power respon (MW)
Po : Daya terpasang (MW)
SD : Speed droop pembangkit (%)
Δfreq : Perubahan frekuensi (%)
0,5 %
ΔP = x 145 MW
5%
ΔP = 14,5 MW
0,5 %
ΔP = x 145 MW
2,5 %
ΔP = 29 MW
Perhitungan :
Pset = Po + N Pr (4.4)
Pset = 129,82 + (1 x 15,814)
Pset = 145, ,634 MW (𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 16,369 𝑀𝑊)
37
Berdasarkan perhitungan dapat dikatakan saat terjadi penambaan
beban yang signifikan pada pukul 12.58 WIB yang dapat menyebabkan
penurunan frekuensi lewat batas nominalnya, maka perlu dilakuan
pengaturan daya keluaran generator dengan memberikan daya aktif (MW)
pada generator dengan cara regulasi sekunder (LFC) dengan selisih sekitar
16,369 MW, dengan pengaturan N level yang dikirim dari master station
(pusat control beban P2B) pada perhitungan N level diatur +1 karena
berdasarkan data yang didapat pada tabel bahwa terjadi penambahan
beban maksimum dan terlihat pada table 4.1 frekuensi mulai kembali ke-
nominalnya setelah dilakukan pengaturan Load Frequency Control. Hal ini
sesuai dengan teori dimana tanpa regulasi maka frekuensi akan terus turun.
Dan dengan regulasi primer (free governor), dalam waktu sekitar lebih dari
20 detik frekuensi dapat ditahan. Namun selama permintaan beban lebih
besar dari pasokan, maka akan tetap ada defiasi frekuensi (Δƒ). Hal
tersebut dapat diatasi jika sistem punya regulasi sekunder (LFC). Dalam
waktu 1-2 menit frekuensi akan kembali ke nominal ketika pembangkit-
pembangkit listrik yang mengaktifkan LFC-nya mulai berkontribusi
menyumbang daya ke sistem.
38
PLTGU Muara Tawar memiliki nilai toleransi speed droop sebesar
5%. Dapat diketahui bahwa PLTGU akan merespon perubahan frekuensi
sebesar :
Dari perhitungan di atas dapat diketahui besar range frekuensi dari speed
droop 2,5% yaitu 1,25 Hz. Hal ini dapat diartikan bahwa saat terjadi
perubahan frekuensi, maka frekuensi paling telat yang dapat direspon yaitu
± 1,25 Hz dari 50 Hz. Jadi range respon perubahan frekuensi dari speed
droop 5% yaitu ∆𝑓 = −1,25𝐻𝑧 ≤ 50𝐻𝑧 ≤ +1,25𝐻𝑧, atau 48,75 Hz hingga
51,25 Hz dari frekuensi nominalnya yaitu 50Hz. Jika frekuensi sudah
melewati batas maka terjadi efek deadband, dan harus dilakukan
pengendalian menggunakan regulasi sekunder.
Dari dua perbandingan di atas dapat diketahui bahwa rentang
frekuensi yang diizinkan dari speed droop 2,5% lebih cepat dari respon
speed droop 5%. Hal ini membuktikan bahwa semakin kecil nilai speed
droop maka semakin baik kinerjanya terhadap perubahan frekuensi.
Semakin kecil nilai toleransi yang diatur maka governor akan semakin peka
dalam merespon perubahan MW yang terjadi dan sebaliknya semakin
39
besar batas toleransi frekuensi yang di tentukan maka governor semakin
malas dalam merespon perubahan MW yang terjadi. Dengan demikian
governor lebih sensitif dalam merespon perubahan MW, dengan speed
droop 2,5%, governor akan cepat merespon kareana memiliki rentang
penurunan frekuensi yang semakin mengecil. Dan governor akan mengatur
pembukaan katup bahan bakar untuk digunakan memutar gas turbin yang
terkopel oleh generator untuk menjaga nilai frekuensi sesuai standar yang
telah ditetapkan (50Hz).
40
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Speed droop yang ditentukan pada PLTGU Muara Tawar Blok 5
sebesar 5% dengan daya terpasang sebesar 145 MW, artinya saat
terjadi perubahan frekuensi sebesar 0,5% maka pembangkit
mengalami perubahan beban 14,5 MW.
2. Dari hasil analisis, untuk menjaga kualitas frekuensi dalam nilai
nominalnya, diperlukan prosentase speed droop yang lebih kecil maka
hasilnya lebih baik dan governor lebih peka dalam merespon
perubahan beban yag terjadi.
3. Bila dengan regulasi primer (speed droop) sudah tidak dapat
mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya maka perlu dilakukan
dengan cara regulasi sekunder (Load Frequency Control).
5.2 Saran
Tidak semua pembangkit harus menggunakan LFC (Load
Frequency Control), karena penggunaan LFC membutuhkan biaya yang
mahal, dan dengan menggunakan LFC pada pembangkit tenaga listrik
tidak selalu baik digunakan karena bisa terjadi ketidak sinkronan pada
pembangkit tersebut.
41