Anda di halaman 1dari 15

ADSORPSI LOGAM Cr(VI) DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK

MENGGUNAKAN MAGNETIT TERIMOBILISASI


ASAM HUMAT (Fe3O4-AH)

Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1

Oleh:
Syarifatul Muniroh
15630047

kepada
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
Usulan Penelitian

Adsorpsi Logam Cr(VI) dalam Limbah Cair Industri Batik Menggunakan


Magnetit Terimobilisasi Asam Humat (Fe3O4-AH)

yang diajukan oleh


Syarifatul Muniroh
15630047

telah disetujui oleh:

Pembimbing

Dr. Maya Rahmayanti, S.Si., M.Si.


NIP. 198110627 200604 2 003
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya Indonesia merupakan salah satu satu warisan yang harus dilestarikan,

salah satunya batik. Batik merupakan karya seni rupa yang dapat ditemukan pada kain

dengan motif khas tertentu dan telah menjadi icon pakaian adat. Seiring

berkembangnya fashion, batik menjadi salah satu trend fashion di kancah internasional

yang diakui oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Kebudayaan (UNESCO).

Perkembangan fashion tersebut memacu berkembangnya industri, tekstil, terutama

batik. Industri batik di Indonesia ditemukan dalam jumlah besar terutama di wilayah

Yogyakarta. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, produksi batik di Indonesia

mengalami pertumbuhan hingga 17,28 persen pada periode triwulan IV 2017. Produksi

batik dianggap telah menguasai pasar dunia sehingga mampu menjadi penggerak bagi

perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari capaian ekspor batik pada 2017 sebesar

USD 58,46 juta dengan negara tujuan meliputi Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Terdapat tiga macam cara dalam proses pembuatan batik, yaitu batik tulis, batik

cap, dan batik printing/sablon. Batik tulis merupakan proses pembuatan batik dengan

cara tradisional yaitu dengan ditulis/dilukis. Terdapat pola tersendiri dalam melukis

batik, yaitu menggunakan pensil yang selanjutnya dilukis dengan canting yang diisi

dengan malam/lilin. Setelah pola terlukis dengan lilin, dilanjutkan dengan proses
pewarnaan batik. Proses pewarnaan ini menggunakan jenis pewarna tekstil, yaitu naftol

dan indigosol. Terdapat varian warna naftol dan indigosol, diantaranya blue black,

remazol red, remazol blue, golden yellow, dan lain-lain. Zat pewarna tekstil maupun

batik digolongkan menjadi; zat warna nitroso, nitro, azo, stilbene, diphenyl, methane,

triphenyl methane, akridin, kinolin, indigoida, aminokinon, anin, dan indofenol.

Proses pewarnaan batik menghasilkan banyak polutan yang disebabkan oleh zat

warna tekstil yang digunakan. Polutan tersebut diantaranya polutan senyawa organik,

anorganik, maupun logam. Senyawa organik dan anorganik dapat terbentuk dari

pencampuran bahan dasar pewarna tekstil dengan jenis pembangkit warna. Salah satu

zat pembangkit warna yang berbahaya yaitu azo. Senyawa azo (R─N═N─R’) bila

terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena bersifat

karsinogenik dan mutagenik, Senyawa organik merupakan salah satu polutan dalam zat

warna batik yang bersifat non-biodegradable, sehingga perlu dicari solusi efektif untuk

menguraikan senyawa tersebut. Sementara polutan logam dapat terbentuk dari

pencampuran zat warna tekstil dengan jenis kain dan faktor lingkungan, termasuk

tempat yang digunakan dalam proses pewarnaan. Logam-logam yang terbentuk dalam

limbah hasil pewarnaan menyebabkan pencemaran lingkungan apabila tidak diolah

terlebih dahulu. Limbah hasil pewarnaan tersebut diukur berdasarkan parameter COD

(Chemical Oxygen Demand), BOD (Biologycal Oxygen Demand), TSS (Total

Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), dan logam. Baku mutu air limbah yang

digunakan dalam industri batik disajikan dalam tabel 1.1.


Tabel 1.1. Baku Mutu Air Limbah Industri Tekstil

Bahan Mutu Limbah Cair Industri


Parameter Unit
Tekstil Kadar Maksimum (mg/L)
BOD mg/L 60
TSS mg/L 50
COD mg/L 150
Minyak/Lemak mg/L 3,0
Krom total mg/L 1,0
Fenol mg/L 0,5
Sulfida mg/L 0,3
Amoniak total mg/L 8,0
TDS mg/L 2000
pH - 6,0-9,0
Sumber: Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2016

Senyawa organik dalam air limbah dapat diketahui dengan parameter BOD dan

COD. Sementara senyawa anorganik dalam air limbah diketahui dengan parameter

TSS dan TDS. Terdapat data hasil penelitian yang dilakukan oleh Said tahun 2011 pada

karakteristik air limbah industri tekstil di Yogyakarta. Karakteristik air limbah tersebut

disajikan pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Karakteristik air limbah hasil pewarnaan dari industri tekstil di Yogyakarta
Parameter Satuan Konsentrasi
BOD mg/L 1184-1215
COD mg/L 1572-1612
TSS mg/L 475-550
Krom Total Pt. Co 3,27
Warna mg/L 6,0-6,8
Sumber: Said (2011)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Said pada 2011 menunjukkan bahwa

karakteristik air limbah industri batik di Yogyakarta tidak sesuai atau melebihi baku
mutu standar. Polutan dalam air limbah meliputi senyawa organik, anorganik, dan

logam kromium. Polutan yang berbahaya salah satunya yaitu logam kromium. Logam

tersebut merupakan logam toksik yang terdapat dalam air limbah sehingga dapat

menyebabkan keracunan jika terpapar. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur

melalui kadar krom dalam urin. Toksisitas logam kromium terbesar yaitu dalam

keadaan valensi 6 atau kromium heksavalen (Cr6+). Hal tersebut karena jari-jari atom

yang dimiliki pada keadaan valensi 6 lebih kecil daripada kromium dalam keadaan

yang mempunyai muatan ion lebih kecil. Kromium heksavalen digolongkan sebagai

karsinogenik terhadap manusia oleh United states environment Protection Agency

(USEPA). Apabila manusia terpapar oleh kromium heksavalen dapat menyebabkan

kerusakan hati, ginjal, pendarahan dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran

pernafasan, dan kanker paru-paru.

Selain terdapat dalam industri tekstil, kromium heksavalen dapat ditemui dalam

industri pelapisan logam, industri penyamakan kulit, bahan peledak, maupun industri

fotografi. Keadaan oksidasi kromium yang paling stabil di lingkungan adalah +3 dan

+6. Kromium dalam bentuk heksavalen sangat mudah larut dalam air, bersifat toksik

dan karsinogen. Kromium heksavalen mempunyai toksisitas lebih tinggi dibandingkan

dengan kromium trivalent. Kromium heksavalen dapat terbentuk melalui proses

oksidasi Cr (III) menjadi Cr (VI). Tingkat oksidasi pada ion logam transisi tidak

ditemukan dalam keadaan larutan pada valensi lebih dari +3. Tingkat oksidasi logam

Cr mulai dari -4 hingga +6. Bentuk molekul pada tingkat oksidasi -4 adalah tetrahedral,

sedangkan bentuk geometri pada keadaan oksidasi +6 adalah oktahedral. Kromium


dapat terbentuk pada limbah dengan membentuk senyawa dan berikatan dengan non

logam (oksigen, florin, klorin, dan lain-lain) maupun anion poliatom (seperti nitrat,

sulfat, dan lain-lain). Sebagian besar senyawa kromium ditemukan dalam keadaan

warna cerah, seperti kromium sulfat yang mana membentuk Cr (III) berwarna hijau,

barium kromat yang membentuk warna lemon, atau timbal kromat yang membentuk

warna jingga.

Terdapat beberapa metode dalam mengurangi kadar logam Cr (VI) dalam air

limbah antara lain menggunakan metode adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan metode

penyerapan ion logam menggunakan material adsorben. Adsorben yang digunakan

dalam beberapa tahun terakhir adalah magnetit dan asam humat. Magnetit (Fe3O4)

merupakan nanopartikel magnetik yang ditemukan dalam bentuk mineral di alam.

Magnetit merupakan salah satu jenis dari fasa mineral oksida besi yang mudah

teroksidasi menjadi meghemit (ℽ-Fe2O3) dan hematit (α-Fe2O3). Magnetit memiliki

struktur kimia Fe-O-Fe2O3 dimana satu bagian adalah wustite (FeO) dan bagian lainnya

adalah hematit (Fe2O3) (Kustomo, 2016).

Material tersebut memliki struktur krista; kubik-spinel yang tersusun dari ion-

ion oksigen, Fe2+, dan ion-ion Fe3+ dan termasuk ke dalam bahan ferrimagnetik.

Magnetit memiliki karakteristik berwarna hitam, berkilauan seperti logam sampai tidak

mengkilap, tidak tembus cahaya, berbentuk butiran atau serbuk seperti granula yang

bisa mencapai ukuran nano sampai 0.003 mikron (Vlack, 1995). Magnetit dapat

disintesis menggunakan larutan Fe2+ dan larutan Fe3+ yang dipanaskan pada suhu 600C

dan keringkan selama 3 jam (Kustomo, 2016). Kelebihan magnetit antara lain
permukaannya luas dan memiliki kapasitas adsorpsi yang besar untuk menghilangkan

logam-logam berat serta mudah dalam proses pemisahan logam berat karena dapat

ditarik medan magnet luar (Shen et al. 2009).

Asam humat merupakan senyawa organik makromolekul yang terdapat dalam

tanah gambut. Senyawa organik tersebut mempunyai gugus fungsi yang didominasi

oleh gugus karbonil, hirdroksil (-OH) dan karboksil (-COOH) (Koesnarpadi, 2015).

Asam humat diisolasi dari tanah gambut menggunakan pelarut NaOH dan dipisahkan

dengan sentrifugasi. Karakteristik utama asam humat sebagai bagian dari fraksi organik

tanah gambut adalah kemampuannya dalam mengadsorpsi bahan organik dan

anorganik. Kemampuan senyawa humat berinteraksi dengan kation logam disebabkan

oleh sebagian besar gugus-gugus fungsional asam humat yang mengandung atom

oksigen seperti COOH, fenolat, enolat, OH alkoholat dan C=O (Rahmawati dan Sri,

2012).Berdasarkan keberadaan senyawa humat yang heterogen, interaksi kation logam

dengan senyawa humat terjadi pada sejumlah besar sisi aktif dengan afinitas yang

berbeda. Interaksi ion logam divalent maupun trivalent dengan asam humat atau asam

fulvat dalam medium air pada pH mendekati 7, dapat berlangsung melalui

pembentukan ikatan hidrogen atau jembatan air, interaksi elektrostatik atau pertukaran

ion, ikatan koordinasi dan melalui struktur cincin. Pembentukan ikatan melalui

interaksi yang lebih lama terjadi apabila sisi aktif yang mengikat logam dengan kuat

telah jenuh (Stevenson, 1994).

Penggunaan adosrben magnetit terimobilisasi pada asam humat (Fe3O4-AH)

merupakan inovasi baru dalam bidang penelitian mengenai adsorpsi. Adsorpsi logam
berat dengan Fe3O4-AH merupakan penelitian yang tidak banyak dilakukan. Hal

tersebut menjadi salah satu tujuan dilakukan penelitian mengenai adsorpsi logam berat,

terutama logam berat Cr (VI) dalam limbah cair industri batik. Penggunaan adsorben

Fe3O4-AH dalam mengurangi kadar logam Cr (VI) tidak banyak dilakukan. Limbah

yang digunakan sebagian besar berupa limbah sintetik. Dalam penelitian ini dilakukan

penurunan kadar Cr (VI) menggunakan limbah asli yang diambil dari salah satu industri

batik di Yogyakarta. Penggunaan limbah asli dalam penelitian ini bertujuan

mengetahui kapasitas penyerapan ion logam Cr (VI) menggunakan Fe3O4-AH.

B. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat ditentukan batasan masalah

penelitian ini, antara lain:

1. Limbah yang digunakan merupakan limbah yang diambil dari Industri Ksmpung

Batik Giriloyo, Yogyakarta.

2. Asam humat yang digunakan merupakan asam humat hasil dari isolasi tanah

gambut Sumatera.

3. Parameter limbah yang digunakan yaitu kadar TSS (Total Suspended Solid) dan

logam Cr (VI).

4. Adsorpsi yang dilakukan menggunakan model adsorpsi isoterm.

5. Karakterisasi adsorben menggunakan FTIR (Fourrier Transform Infrared

Spectroscopy) dan XRD (X-Ray Diffraction).


C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Batasan masalah, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Berapa kapasitas adsorben Fe3O4-AH yang digunakan dalam penyerapan ion

logam Cr (VI) dari limbah industri batik?

2. Berapa pH optimum yang dihasilkan dalam adsorpsi ion logam Cr (VI) dari limbah

industri batik?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui kapasitas adsorben Fe3O4-AH yang digunakan dalam penyerapan ion

logam Cr (VI) dari limbah industri batik?

2. Mengetahui pH optimum yang dihasilkan dalam adsorpsi ion logam Cr (VI) dari

limbah industri batik?

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya:

1. Memberikan informasi mengenai kapasitas adsorben Fe3O4-AH dalam penyerapan

ion logam Cr (VI) dalam limbah cair industri batik.

2. Mampu menjadi referensi dalam mengurangi kadar logam Cr (VI) dalam air

limbah, sehingga dapat digunakan sebagai treatment limbah sebelum dibuang ke


lingkungan. Air limbah yang diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan

akan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan dan kelestarian makhluk hidup.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai studi penurunan ion logam Cr

(VI) dalam limbah industri dengan berbagai metode. Metode yang digunakan antara

lain koagulasi, flokulasi, sedimentasi, fitoremediasi, adsorpsi, dan elektrokoagulasi.

Metode adsorpsi merupakan metode paling efektif, sederhana, dan mudah dilakukan,

sehingga metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam penurunan ion

logam. Adsorpsi logam Cr (VI) yang telah banyak dilakukan yaitu menggunakan

lempung bentonite, karbon aktif, dan kitosan. Penurunan kadar logam Cr (VI) dalam

limbah yang telah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya biasanya berupa

limbah sintetik. Khususnya dalam limbah industri tekstil yang tidak kerap dilakukan

menggunakan limbah asli, biasanya limbah yang digunakan yaitu limbah industri

electroplating, limbah industri penyamakan kulit, dan limbah industri laboratorium.

Penelitian yang dilakukan oleh Moo Yel Lee, et.al. pada 2004 di Tokyo

University mengenai penurunan kadar logam Cr (VI) dengan metode adsorpsi,

dilakukan menggunakan adsorben kitosan dan kitosan-surfaktan polimer. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa penyerapan logam Cr (VI) oleh adsorben kitosan

mempunyai efektifitas lebih rendah dibandingkan menggunakan adsorben kitosan-

polimer surfaktan dengan penurunan yang diperoleh yaitu 180 mg/g pada pH 5,3.
Pujiati, Sri (2016) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan arang aktif

ampas kopi sebagai adsorben logam Cr pada limbah cair batik. Penelitian tersebut

menunjukkan tingkat penurunan kadar kromium total (Cr) pada setiap perlakuan

berbeda. Tingkat penurunan terbesar yaitu terjadi pada kelompok perlakuan ketiga (P3)

yaitu limbah cair batik yang diberi arang aktif ampas kopi sebanyak 2 gr dan hanya

mampu menurunkan kadar kromium total (Cr) sebesar 4,03 persen.

Poernomosidi, D.N., et al. melakukan penelitian pada 2005 mengenai

kesetimbangan dan kinetika adsorpsi dari Cr (VI) pada limbah sintetis dengan

menggunakan lumpur aktif kering. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

kinetika adsorpsi Cr (VI) mengkikuti first order equation untuk massa liumpur aktif

kering 0,5 gram, Pseudo dan Ritchie second order untuk massa lumpur aktif kering 1

gram. Kesetimbangan adsorpsi Cr (VI) dengan menggunakan lumpur aktif kering

dijelaskan oleh persamaan Freundlich lebih baik daripada persamaan Langmuir.

Penelitian dilakukan oleh Kumari, et. al. (2014) mengenai adsorpsi logam

Kromium (VI) dan Timbal (II) menggunakan adsorben Magnetit (Fe3O4).

Menunjukkan hasil penelitian bahwa pH optimum yang dicapai dalam adsorpsi Cr6+

dan Pb2+ adalah 4.0 dan 5.0. adsorpsi dilakukan pada variasi temperature 25, 35, dan

450C. Kapasitas adsorben Fe3O4 dalam adsorpsi logam Cr6+ dan Pb2+ adalah 9 dan 9

mg/g. Interaksi antara adsorben dengan adsorbat terjadi akibat protonasi atau

deprotonasi dari pH adsorbat. Sementara pada adsorben terdapat pHpzc (pH adsorbat <

pHpzc terjadi protonasi; pH adsorbat > pHpzc terjadi deprotonasi).


Penelitian dilakukan oleh Jiang, et al. pada 2014 yaitu adsorpsi-reduksi logam

Cr(VI) menggunakan asam humat terimobilisasi pada magnetit. Berdasarkan penelitian

tersebut, asam humat yang melapisi magnetit potensial untuk mereduksi Cr(VI)

menjadi Cr(III). Gugus fungsi yang terdapat pada Asam Humat bereaksi membentuki

ligan dengan kompeks Cr(III) melalui mekanisme reduksi-kompleksasi berpasangan.

Nilai K-edge EXAFS menunjukkan bahwa Cr (III) pada Cr dengan material HA-Fe3O4

mempunyai 6 atom oksigen yang berikatan secara octahedral dengan panjang ikatan

rata-rata 1.98 Å. Hasil tersebut menunjukkan bahwa partikel HA-Fe3O4 mudah

dipisahkan sehingga dapat mengadsorpsi dan mendetoksifikasi Cr(VI) dalam media

larutan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada adsorpsi Cr (VI) oleh HA-Fe3O4

pada kondisi larutan asam (pH 4) lebih efektif dibandingkan pada adsorpsi Cr(VI)

kondisi larutan basa (pH 10). Hal tersebut disebabkan adanya interaksi elektrostatik

yang mengontrol pengikatan logam Cr(VI) pada berbagai kondisi pH.

B. Hipotesis Penelitian

Jiang, et al. (2014) melakukan penelitian mengenai adsorpsi-reduksi logam

Cr(VI) menggunakan HA-Fe3O4 pada berbagai kondisi pH, yaitu pH 4, 7, dan 10. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada adsorpsi Cr (VI) pada kondisi asam (pH

4) lebih efektif dibandingkan pada adsorpsi Cr(VI) kondisi larutan basa (pH 10). Hal

tersebut disebabkan adanya interaksi elektrostatik pada HA-Fe3O4 yang mengontrol

pengikatan logam Cr(VI) pada berbagai kondisi pH.


Hipotesis 1:

Adsorpsi logam Cr(VI) oleh HA-Fe3O4 akan mencapai pH optimum pada kondisi

pH asam.

Kumari, et al. (2014) melakukan penelitian mengenai adsorpsi logam Cr (VI)

dan Pb (II) dari limbah cair industri batik menggunakan Fe3O4 dengan berbagai kondisi

temperatur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pH optimum yang dicapai

dalam adsorpsi Cr6+ dan Pb2+ adalah 4.0 dan 5.0. Kapasitas adsorben Fe3O4 dalam

adsorpsi logam Cr6+ dan Pb2+ adalah 9 dan 9 mg/g dengan konsentrasi Cr+6 pada limbah

sebelum adsorpsi adalah 8.2 mg/L. setelah dilakukan adsorpsi menggunakan Fe3O4,

konsentrasi Cr6+ menjadi 2.8 mg/L. Adsorpsi logam Cr (VI) mempunyai efektivitas

rata-rata 75%.

Hipotesis 2:

Adsorpsi logam Cr (VI) dalam limbah cair industri batik menggunakan Fe 3O4-

AH mempunyai efektivitas adsorpsi >50%.

Anda mungkin juga menyukai