NASKAH PUBLIKASI
Anggota Kelompok :
Abstrak
Latar Belakang: Dismenorea merupakan salah satu masalah kesehatan
reproduksi yang masih terjadi pada remaja. Sebagian besar remaja yang
mengalami dismenorea tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
sehingga berdampak menurunkan kualitas hidup remaja. Ditemukan 60% dari 115
santriwati Pondok Pesantren Al Munawwir Kompleks R2 Krapyak mengalami
dismenorea dalam 3 siklus menstruasi terakhir. Kehidupan di pondok pesantren
berhubungan dengan faktor risiko terjadinya dismenorea.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian dismenorea pada santriwati Pondok Pesantren Al Munawwir Kompleks
R2.
Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan menggunakan data
primer. Subjek penelitian yaitu seluruh santriwati dismenorea (kurun waktu 3
siklus menstruasi terakhir) sebanyak 69 orang, menggunakan instrumen angket
dan kuisioner.
Hasil: Proporsi responden yang mengalami dismenorea mayoritas berusia 14-19
tahun (75,4%), usia menarche 12-14 tahun (40,6%), lama menstruasi ≥ 7 hari
(70%), memiliki riwayat dismenorea dari keluarga (54%), memiliki status gizi
normal (68,1%), pola aktivitas fisik sedang (56,5%), tingkat stress sedang
(43,5%), tingkat dismenorea ringan mengalami menarche pada usia 12-14 tahun
(33,3%), tingkat dismenorea ringan memiliki status gizi normal (37,7%), tingkat
dismenorea sedang memiliki pola aktivitas fisik kategori sedang (30,4%) dan
tingkat dismenorea ringan mengalami tingkat stress ringan (29%).
Kesimpulan: Mayoritas responden berusia 14-19 tahun, usia menarche 12-14
tahun, lama menstruasi ≥7 hari, memiliki riwayat dismenorea dari keluarga, status
gizi normal, pola aktivitas fisik sedang, dan tingkat stress sedang.
Kata Kunci: Dismenorea, Santri, Pondok Pesantren
ABSTRACT
Background: Dysmenorrhea is one of the reproductive health problems that still
occurs in teenagers. Most teenagers who experience dysmenorrhea can’t do their
daily activities well so that the effect of reducing their quality of life. Found 60%
of 115 student Al Munawwir Islamic Boarding School Complex R2 Krapyak
experienced dysmenorrhea in the last 3 menstrual cycles. Life in boarding schools
is associated with risk factors for dysmenorrhea.
Objective: To describe the factors associated with the incidence of dysmenorrhea
in female students of Al Munawwir Kompleks R2 Islamic Boarding School.
Method: This type of research is quantitative descriptive and uses primary data.
The subjects were 69 dysmenorrhea students (period of the last 3 menstrual
cycles), using forms and questionnaires.
Results: The proportion of respondents who experienced dysmenorrhea were
mostly aged 14-19 years (75.4%), menarche age 12-14 years (40.6%), long
period ≥ 7 days (70%), family history of dysmenorrhea (54 %), normal nutritional
status (68.1%), moderate physical activity (56.5%), moderate stress level
(43.5%), mild level of dysmenorrhea experiencing menarche at 12-14 years of age
(33.3 %), mild rates of dysmenorrhea have normal nutritional status (37.7%),
moderate rates of dysmenorrhea have moderate physical activity (30.4%) and
mild rates of dysmenorrhea experience mild stress levels (29%).
Conclusion: The majority of respondents aged 14-19 years, menarche age 12-14
years, long period ≥7 days, had a history of family dysmenorrhea, normal
nutritional status, moderate physical activity, and moderate stress levels.
Keywords: Dysmenorrhea, Student, Islamic Boarding School
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan reproduksi saat ini sudah menjadi tanggung jawab dan
perhatian bersama, bukan hanya individu yang bersangkutan karena dampaknya
menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan
reproduksi remaja adalah kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan
proses reproduksi yang dimiliki remaja. Ciri khas kedewasaan seorang wanita
pada masa remaja ditandai dengan menstruasi.12 Banyak remaja wanita yang
mengalami masalah menstruasi, diantaranya nyeri saat haid atau dismenorea.4
Dismenorea adalah nyeri kram yang terjadi saat menstruasi, termasuk dalam
masalah umum ginekologi pada wanita di semua umur dan ras. Terdapat 2 jenis
dismenorea, yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder.13
Prevalensi yang dilaporkan di Amerika Serikat sangat bervariasi yaitu 45-
95%. Dalam sebuah studi epidemiologi penduduk remaja (umur 12-17 tahun),
Klein dan Litt melaporkan bahwa dismenorea memiliki prevalensi 59,7%, 12%
merasakan nyeri yang parah, 37% nyeri sedang, dan 49% nyeri ringan. Di Italia
terdapat 408 remaja putri dengan prevalensi dismenorea sebesar 84,1%.6 Di
Indonesia prevalensi dismenorea tidak memiliki angka yang pasti dan sangat
bervariasi. Remaja putri DIII Kebidanan Magelang Poltekkes Kemenkes
Semarang menunjukkan 91,9% responden mengalami dismenorea tingkat nyeri
sedang, 5,6% nyeri ringan dan 2,5% nyeri berat.17 Remaja putri SMK di Medan
menunjukkan prevalensi dismenorea sebesar 81,30%.16 Penelitian yang dilakukan
pada remaja putri di Kabupaten Lampung Selatan mendapatkan prevalensi cukup
tinggi sebesar 87,7%.10
Dismenorea menimbulkan beberapa dampak di kalangan remaja putri.
Dampak yang sering terjadi berkaitan dengan aktivitas belajar dan kualitas hidup.
Remaja yang mengalami dismenorea di Amerika Serikat sering bolos atau izin
tidak sekolah6 dan tercatat 40% dari remaja putri di Pakistan tidak sekolah selama
dismenorea.7 Penelitian yang dilakukan pada remaja putri salah satu SMA di
Jakarta menunjukkan bahwa remaja putri yang dismenorea tidak fokus saat
kegiatan belajar mengajar dan sebagian memilih tidur saat kegiatan belajar
berlangsung.2
Kehidupan remaja di pondok pesantren berbeda dengan remaja yang tinggal
bersama orangtuanya. Beberapa aspek kehidupan remaja pondok pesantren
berhubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dismenorea, antara
lain dalam aspek aktivitas fisik, pemenuhan nutrisi remaja pondok, dan tingkat
stress remaja. Pondok Pesantren Al Munawwir Kompleks R2 Krapyak
Yogyakarta dari hasil observasi didapatkan bahwa 69 dari 115 (60%) santriwati
mengalami dismenorea. Kehidupan di pondok tentunya berbeda dengan
kehidupan di rumah, sehingga tingkat stress/psikologis remaja putri yang tinggal
di pondok tentunya berbeda atau bahkan lebih tinggi dibanding remaja putri yang
tinggal serumah bersama kedua orangtuanya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dismenorea pada remaja
putri di Pondok Pesantren Al Munawwir Kompleks R2 Krapyak pada bulan Juni
2018. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dismenorea pada santriwati Pondok Pesantren Al
Munawwir Kompleks R2 Krapyak Yogyakarta.
Manfaat dari penelitian ini antara lain, bagi bidan puskesmas yaitu
meningkatkan upaya pembinaan dan pencegahan dismenorea pada remaja putri di
Pondok/Sekolah binaan dalam wilayah kerjanya, bagi santri meningkatkan
pengetahuan santri dalam mengantisipasi dismenorea, bagi pengelola pondok
pesantren meningkatkan pemahaman pengelola terhadap santri yang mengalami
dismenorea dan bagi peneliti menambah wawasan dan pengetahuan terhadap
penerapan ilmu yang sudah dipelajari semasa kuliah mengenai dismenorea.
METODE
Penelitian ini dilakukan menggunakan jenis deskriptif kuantitatif. Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh santriwati Pondok Pesantren Al
Munawwir Kompleks R2 yang mengalami dismenorea selama 3 bulan siklus
menstruasi terakhir sebanyak 69 santriwati. Penelitian dilakukan pada tanggal 3-4
Juni 2018.
Instrumen yang digunakan saat penelitian antara lain angket yang berisikan
data usia, usia menarche, lama menstruasi, lama dismenorea, riwayat dismenorea
keluarga, status gizi yang disii oleh peneliti dan score derajat dismenorea,
Numeral Rating Scale (NRS) yang digunakan untuk mengukur derajat dismenorea
responden, International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk
mengetahui pola aktivitas fisik, kuisioner tingkat stress untuk mengetahui tingkat
stress responden, timbangan berat badan dan microtoise untuk mengukur status
gizi yang diperoleh dengan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT).
Tabel 2 menunjukkan bahwa 10,1% responden saat ini berusia < 14 tahun,
terdapat 3 responden masih berusia 13 tahun, 75,4% berusia 14-19 tahun, 14,5%
berusia > 19 tahun, 7 responden berusia 20 tahun, 1 responden berusia 21 dan 22
tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa paling banyak responden yang
mengalami dismenorea saat ini berusia 14-19 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baradeo bahwa kejadian dismenorea
sebagian besar terjadi 2-5 tahun setelah menarche, umur menarche pada umumnya
terjadi di usia 12-14 tahun, sehingga dismenorea sering terjadi di usia 14-19
tahun. Pada usia tersebut terjadi perkembangan organ reproduksi serta perubahan
hormon yang signifikan.3
Berdasarkan hasil usia menarche dalam tabel 2, terdapat 42% responden
dengan usia menarche < 12 tahun, 40,6% responden dengan usia menarche 12 –
14 tahun dan 17,4% dengan usia menarche > 14 tahun. Sehingga, sebagian besar
responden mengalami menarche pada usia < 12 tahun.
Sesuai dengan teori bahwa usia menarche lebih awal merupakan faktor risiko
yang berkaitan dengan kejadian dismenorea karena organ-organ reproduksi belum
berkembang dengan maksimal dan masih terjadi penyempitan leher rahim
sehingga timbul rasa sakit saat menstruasi. Namun, peristiwa menarche terjadi
tidak sama setiap individu. Usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan,
keadaan gizi dan kesehatan umum. Asupan gizi yang baik dapat mempercepat
pembentukan hormon-hormon yang memengaruhi menarche.5,11
Berdasarkan lamanya menstruasi, sebagian besar responden mengalami
menstruasi selama ≥ 7 hari sebanyak 70%, sedangkan sisanya mengalami
menstruasi selama < 7 hari.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bobak bahwa dismenorea signifikan pada
mereka yang mengalami perdarahan berat, menstruasi dengan durasi yang lama.
Semakin lama menstruasi terjadi, maka semakin sering uterus berkontraksi,
semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan, sehingga timbul rasa nyeri saat
menstruasi.5
Riwayat dismenorea keluarga menunjukkan hasil bahwa besar responden ada
riwayat dismenorea dari keluarganya sebanyak 54%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pilliteri yang mengatakan bahwa riwayat keluarga (ibu atau saudara
perempuan kandung) merupakan salah satu faktor risiko dismenorea. Kondisi
anatomi dan fisiologis seseorang pada umumnya hampir sama dengan orangtua
dan saudaranya, sehingga 2 dari 3 perempuan yang menderita dismenorea
mempunya riwayat dismenorea dari keluarganya.14
Berdasarkan status gizi, 27,5% responden dalam kategori kurus, 68,1%
responden dalam kategori normal dan 4,4% responden dalam kategori gemuk.
Status gizi responden sebagian besar dalam kategori normal. Hal tersebut bertolak
belakang dengan pendapat Lorraine yang menyatakan bahwa dismenorea sering
terjadi pada orang yang memiliki kekurangan dan kelebihan berat badan.
Kekurangan berat badan dapat diakibatkan karena asupan makanan yang kurang,
termasuk zat besi yang dapat menimbulkan anemia. Anemia merupakan salah satu
faktor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap nyeri
sehingga saat menstruasi dapat terjadi dismenorea. Sedangkan kelebihan berat
badan, terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan
hiperplasi pembuluh darah atau terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak
pada organ reproduksi wanita, sehingga darah yang seharusnya mengalir pada
proses menstruasi terganggu dan mengakibatkan nyeri pada saat menstruasi.15
Berdasarkan pola aktivitas fisik responden 34,8% tergolong dalam kategori
ringan, 56,5% kategori sedang dan 8,7% dalam kategori berat. Dengan demikian
sebagian besar responden pola aktivitas fisiknya dalam kategori sedang. Hal
tersebut tidak sesuai dengan pendapat Lorraine yang menyatakan bahwa
aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko dismenorea sehingga
seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik memiliki kecenderungan untuk
merasakan nyeri saat menstruasi. Salah satu jenis aktivitas fisik yang cukup
sering dilakukan adalah olahraga. Kegiatan tersebut dapat mengurangi
rasa nyeri karena merupakan salah satu bentuk relaksasi diri. Hal ini
dikarenakan saat seseorang melakukan olahraga, tubuh akan menghasilkan
hormon endorphin. Hormon inilah yang akan berfungsi sebagai mediasi
persepsi nyeri pada kelenjar hipotalamus.15
Berdasarkan tingkat stress, 56,5% responden dalam kategori ringan, 29%
responden dalam kategori sedang, 13% responden dalam kategori berat dan 1,5%
masuk dalam kategori sangat berat. Dengan demikian sebagian besar responden
tingkat stressnya dalam kategori ringan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang
menyatakan stress merupakan salah satu pemicu dismenorea karena stress
menyebabkan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH) terhambat sehingga perkembangan folikel terganggu. Hal ini
menyebabkan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang rendah
meningkatkan sintesis prostaglandin. Ketidakseimbangan antara prostaglandin
menyebabkan iskemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus.
Peningkatan kontraksi yang berlebihan menyebabkan dismenorea.1,8
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dari sebagian
besar responden mengalami tingkat dismenorea ringan, usia saat ini 14-19 tahun,
usia menarche < 12 tahun, lama menstruasi ≥ 7 hari, memiliki riwayat
dismenorea dari keluarga, memiliki status gizi normal, pola aktivitas fisik sedang
dan tingkat stress sedang, hubungan tingkat dismenorea dengan usia menarche
sebagian besar responden dengan tingkat dismenorea ringan mengalami menarche
pada usia 12-14 tahun, hubungan tingkat dismenorea dengan status gizi sebagian
besar responden dengan tingkat dismenorea ringan memiliki status gizi normal,
hubungan tingkat dismenorea dengan pola aktivitas fisik, sebagian besar
responden dengan tingkat dismenorea sedang memiliki pola aktivitas fisik
kategori sedang, hubungan tingkat dismenorea dengan tingkat stress, sebagian
besar responden dengan tingkat dismenorea ringan mengalami tingkat stress
ringan.
SARAN
Bagi bidan puskesmas untuk lebih memperhatikan pondok/ sekolah yang
menjadi binaan dalam wilayah kerjanya. Pihak puskesmas dapat bekerja sama
dengan pondok pesantren ataupun pihak terkait untuk memberikan pelatihan
dokter kecil di pondok serta memberikan materi kesehatan reproduksi kepada
dokter kecil, sehingga dokter kecil pondok pesantren secara mandiri dapat
menangani responden yang mengalami dismenorea serta dapat melakukan
skrinning pada usia remaja 14-19 terkait gangguan reproduksi.
Bagi santriwati pondok pesantren diharapkan untuk mencari tahu lebih lanjut
mengenai kejadian dismenorea, sehingga dapat mencegah maupun menangani
dismenorea secara mandiri seperti menjaga pola makan, pola istirahat apabila
sudah mendekati waktu menstruasi sesuai siklusnya.
Bagi pengelola pondok pesantren diharapkan lebih tanggap dan lebih
memperhatikan santrinya. Pengelola pondok dapat memberikan waktu senggang
kepada santri untuk dapat melakukan rekreasi atau sekedar waktu untuk
refreshing untuk mengurangi atau mencegah stress santriwati, memberikan waktu
istirahat bagi santriwati yang sedang dismenorea untuk dan diberikan ijin untuk
tidak melakukan aktivitas berat di pondok.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang faktor-faktor penyebab dan faktor yang dapat memperburuk kejadian
dismenorea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Affandi. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. 2006.
2. Asma’ulludin, Abdul Karim. Kejadian Dismenore Berdasarkan Karakteristik
Orang dan Waktu Serta Dampaknya pada Remaja Putri SMA dan Sederajat
di Jakarta Barat Tahun 2015. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2015
3. Baradero, M. Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. 2014.
4. BKKBN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 Kesehatan
Reproduksi Remaja : Kementerian Kesehatan. 2012
5. Bobak, Lowdermilk, Jense. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC. 2012
6. Calis. K.A. Dysmenorrhea, E-medicine Obstretics and Gynecology.
http://emedicine.medscape.com/article/253812-overview#showall. 2017
7. Gulzar, Saleema, Khan, Sela dan Abbas, Khasif. Prevalence, Perceptions,
and Effects of Dysmenorrhea in School Going Female Adolescents of
Karachi, Pakistan. International Journal of Innovative Research and
Development. Vol 4(2), Februari 2015
8. Hendrik. Problema Haid Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Solo: Tiga
Serangkai. 2008
9. Kazama, Mie, Keiko Maruyama dan Kazutosho Nakamura. Prevalence of
Dysmenorrhea and Its Correlating Lifestyle Factors in Japanese Female
Junior High School Students. Tohoku J. Exp. Med, 236(2): 107-113. 2015
10. Kristianingsih, Ani. Faktor Risiko Dismenore Primer pada Siswi Sekolah
Menengah Pertama (SMP X) Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan,
https://ejournal.stikesaisyah.ac.id/index.php/jika/article/view/4. 2014
11. Manuaba, I.A.C. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2001
12. ______________. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
2009
13. Osayande. Diagnosis and Initial Management of Dysmenorrhea. Vol 89(5):
341-346. American Family Physician. 2014
14. Pilliteri, A. Maternal & Child Health Nursing, Care of the Childbearing &
Childearing Family 4th Edition. Philadelphia: Lippincort Willian & Wilkins.
2010
15. Price, A Sylvia, Wilson Lorraine M. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 2012
16. Sophia, Frenita. Sori Muda dan Jemadi. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Dismenore pada Siswi SMK Negeri 10 Medan Tahun 2013.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/4060. 2013
17. Sukini, Tuti, Tri Wiji Lestari dan Mundarti. Akupresur dan Pengurangan
Nyeri Haid (Dismenorea Primer). Jurnal Riset Kesehatan. Vol 1(3): 199-204.
2012