2014-2-01243-AR WorkingPaper001 PDF
2014-2-01243-AR WorkingPaper001 PDF
ABSTRACT
The purpose of this research is to show the application of Intermodal Passenger Transport
Concept at Manggarai Integrated Station. The methods used in this research are both qualitative n
quantitative mothods. Research analysis is done and applied using the quantitative method theory by
Blow and the outcome of the analysis is processed and connected in order to find the criteria of the
designing plan. The purpose of this project is expected to be able to give a problem-solving idea
through architecture design that is capable of making the station more sustainable. (DRS)
ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan tentang penerapan Intermodal Passenger Transport Concept pada Stasiun
Terpadu Manggarai. Metode penelitian yang telah dilakukan adalah kuantitatif dan kualitatif.
Analisis dilakukan dan diterapkan dengan teori kualitatif-kuantitatif dari Blow, kemudian hasil
analisa dihubungkan agar menemukan kriteria perancangan. Tujuan dari sinopsis ini diharapkan
mampu memberikan pemecahan masalah melalui desain arsitektur yang dapat membuat sistem
tansportasi yang berkelanjutan. (DRS).
1
PENDAHULUAN
Sustainable Transport merupakan suatu sistem transportasi yang dapat mengkomodasi
aksesibilitas semaksimal mungkin dengan dampak negatif seminimal mungkin. Aksesibilitas dapat
diupayakan dengan perencanaan jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan dengan tingkat
integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Hal ini sangat bertolak belakang dengan situasi di kota
Jakarta dimana perencanaan jaringan transportasi dan tingkat integrasi antar angkutan umum yang
belum terkoneksi dengan baik satu sama lain. Saat ini jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta
sekitar 5,5 Juta unit. Dari jumlah itu, sebanyak 98 persen (5,4 Juta unit) merupakan kendaraan pribadi
dan hanya 2% (84.891 unit) angkutan umum.
Dari 98% kendaraan cuma melayani 44% perjalanan. Sedangkan angkutan umum yang 2% justru
melayani 56% perjalanan. Maka dari segi pelayanan ini dapat diartikan, perjalanan masyarakat DKI
Jakarta sangat tergantung oleh angkutan umum. Sekarang ini kebutuhan perjalanan di DKI Jakarta
mencapai 17,1 juta perjalanan per hari. Jika angkutan umum melayani 56% maka jumlah perjalanan
per hari yang dilayani mencapai 9,576 juta perjalanan per hari (17,1 juta perjalanan x 56% ). Angka
ini jelas menunjukkan bahwa warga jakarta benar-benar menggantungkan kebutuhan perjalanannya
dengan angkutan umum bukan kendaraan pribadi. (Pelita, 2015). Namun fasilitas penunjang angkutan
umum di Jakarta belum mampu menyesuaikan terhadap jumlah pengguna angkutan umum yang
semakin meningkat. Fasilitas penunjang tiap moda transportasi umum juga belum terintegerasi satu
sama lain sehingga semakin menghambat perpindahan pendumpang dari satu moda ke moda lainnya.
Hal ini dikhawatirkan akan membuat masyarakat DKI Jakarta lebih memilih menggunakan kendaraan
pribadi dibandingkan menggunakan kendaraan umum seperti yang sudah terjadi saat ini, penurunan
pengguna kendaraan umum telah merosot 1-3 persen setiap tahunnya (Soesantono, 2012). Oleh sebab
itu diperlukan perbaikan terhadap fasilitas-fasilitas yang menunjang operasional transportasi umum
dan integerasi antar moda transportasi untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum serta
mendukung peralihan penggunaan kendaraan pribadi menjadi transportasi umum.
Menurut Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Soesantono, pengembangan transportasi
umum yang paling diminati masyarakat harus segera direalisasikan demi mengurangi kemacetan yang
ada. Salah satu transportasi umum yang paling diminati masyarakat saat ini adalah kereta api
(Putranto, 2014), hal ini ditunjukan dengan total pengguna moda kereta api pada tahun 2014 sebesar
280 juta penumpang dan jumlah penumpang KRL pada tahun 2014 mencapai 206 juta penumpang.
Berdasarkan rencana Departemen Perhubungan, Jakarta akan mempunyai sebuah stasiun
yang akan menaungi kedatangan komuter dan mendatang dari luar propinsi di Manggarai. Menurut
Achmad Sujadi selaku Kepala Humas KAI, nantinya stasiun sentral tidak lagi bertumpu pada stasiun
Gambir, namun fungsi stasiun sentral akan di alihkan ke stasiun manggarai, hal tersebut akan
menjadikan Manggarai sebagai “Stasiun Terpadu” pada tahun 2030. Oleh karena itu Stasiun Terpadu
Manggarai harus mampu menghubungkan seluruh moda transportasi yang terdapat pada Kawasan
Manggarai.
Menurut RTRW pada kawasan Manggarai 2030, nantinya Stasiun Terpadu Manggarai akan
terhubung dengan 5 moda yaitu, kereta komuter, kereta antar kota, kereta bandara, busway dan
waterway. Namun kemampuan Stasiun Manggarai untuk menghadapi peningkatan jumlah penumpang
kereta api belum optimal dan menyebabkan terjadinya penumpukan penumpang pada stasiun tersebut.
Namun hal yang umumnya terjadi pada perencanaan berbasis TOD adalah Kurangnya kesadaran
perencana TOD dalam menggunakan potensi yang ditawarkan konsep transit, sehingga menimbulkan
hasil rancangan dengan basis TOD yang semu, yang dikenal dengan nama Transit Related
Development (TRD) atau Transit Adjacent Development (TAD). Meskipun berlokasi dekat dengan
transit, TAD adalah akibat yang ditimbulkan ketika hubungan baik terhadap transit dengan land-use
dan pola pengembangan yang tidak mendukung kegiatan transit (Dunphy, 2004). Pengembangan
berklaster dekat dengan transit tidak akan bermanfaat jika pengembangan dan transit tidak
berhubungan secara fungsional. Aksesibilitas transit harus menambah nilai bagi kawasan, dan
pengembangan harus membangkitkan pergerakan transit. Kurangnya sarana dan prasarana
perpindahan moda transportasi di Jakarta juga salah satu hal yang menghambat kesadaran seluruh
warga jakata yang menggunakan transportasi umum sebagai pilihan utama, ditambah lagi sukarnya
akses menuju titik transit bagi pengguna. Masih banyak warga jakarta yang enggan untuk memilih
menggunakan transportasi umum karena para pengguna harus menunggu dan berpindah moda tanpa
adanya sarana yang memadai.
Stasiun manggarai merupakan salah satu stasiun yang dikategorikan belum menerapkan
konsep perpindahan moda dengan baik. Menurut Humas KAI Commuter, Eva Chairunissa,
penumpang di stasiun manggarai tidak memilih sistem transit sehingga terjadi penumpukan. Eva juga
menegaskan bahwa penerapan konsep intermodal mampu berdampak baik, tidak hanya pada stasiun
2
manggarai, namun juga berdampak pada stasiun sebelum dan sesudah stasiun manggarai. Dengan
demikian, perencanaan kawasan transit intermoda seperti pada kasus Stasiun Manggarai harus dapat
mengantisipasi adanya kecenderungan terhadap TRD dan TAD dengan menrencanakan keseluruhan
aspek intermodality dengan benar.
Stasiun Manggarai nantinya harus dapat memfasilitasi seluruh proses perpindahan moda
transportasi umum maupun pribadi ataupun sebaliknya, tanpa harus keluar stasiun agar memudahkan
para penumpang dalam berganti moda transportasi sehingga nantinya dapat menarik warga untuk
menggunakan transportasi umum. Oleh karena itu konsep Intermodal Passenger Transport akan
sangat tepat bila diterapkan pada stasiun manggarai demi menanggapi rencana pemerintah untuk
mengembangkan stasiun manggarai menjadi stasiun terpadu. Penerapan konsep yang mendukung
proses transit yang baik sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan pengembangan stasiun ini.
Hal ini didukung dengan adanya 3 (tiga) UU yang memberlakukan keterpaduan sistem jaringan
pelayanan (susunan rute pelayanan transportasi yang membentuk satu kesatuan hubungan) dan
jaringan prasarana transportasi multimoda/antarmoda (Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2011
tentang angkutan multimoda; Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012; Peraturan Menteri
Perhabungan Nomor 8 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda).
Melihat fenomena yang terjadi di atas, maka diperlukan perubahan pada stasiun manggarai, agar
stasiun manggarai dapat memenuhi kebutuhan para penggunanya dan mampu menghadapi rencana
pemerintah pada stasiun manggarai untuk tahun 2030 sebagai stasiun terpadu dengan memenuhi
standar stasiun yang ada dan menerapkan konsep Intermodal Passenger Transport.
METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan tempat
dan waktu, yang merupakan dasar suatu perencanaan dan merupakan alat bantu dalam pengambilan
keputusan (Rahardjo, 2010).
Tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam analisa laporan ini adalah:
• Pengumpulan data
1. Data primer – diperoleh melalui observasi langsung di lapangan. Data primer
meliputi:
i. Data waktu tempuh antar moda dengan berjalan kaki.
ii. Data volum pejalan kaki per-satuan waktu.
iii. Wawancara terhadap kelompok pengguna .
2. Data sekunder – data yang digunakan sebagai penunjang data primer, yaitu:
i. Data Tata Guna Lahan dari pemerintah untuk kawasan yang ditinjau.
ii. Data Peak Hour dan jumlah pengguna stasiun.
iii. Data Standar Perhitungan Luas Stasiun.
iv. Data Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun.
Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder dikumpulkan, data yang berupa catatan hasil observasi
lapangan, gambar, foto, dokumen, dan sebagainya, akan diatur, diurut, dikelompokkan, dan
dikategorikan. Formula yang digunakan dalam analisa data yaitu: aspek lingkungan,aspek
bangunan dan hubungan teori dengan kondisi tapak. Pada aspek bangunan meliputi pengembangan
tapak, bentuk bangunan, sistem struktur, dan material. Pada aspek lingkungan meliputi blok plan
dan sistem kontrol lingkungan beserta faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi desain
bangunan. Hasil dari analisa menggunakan ketiga aspek tersebut merupakan konsep dasar
perancangan selanjutnya.
3
HASIL DAN BAHASAN
Analisa potensi sekitar tapak
Rencana pemerintah nantinya adalah membuat kawasan manggarai menjadi kawasan terpadu yang
berbasiskan konsep TOD. Hal ini ditunjukan pada rencana pemerintah membangun kawasan komersil
dan pembangunan apartemen dan rumah susun yang saling terhubung satu sama lain.
Agar terbentuk bangunan yang baik dan sesuai dengan kondisi lngkungan, maka perlu ada
timbal balik antara potensi tapak dengan bangunan. Ada beberapa elemen lingkungan di sekitar tapak
baik yang berbatasan langsung maupun tidak untuk digunakan sebagai acuan atau pertimbangan
dalam merancang stasiun terpadu manggarai
4
TROTOAR GANGGUAN,LEB JALAN LEBAR TROTOAR
MEMENUHI AR TROTOAR INFORMATIF, TROTOAR MEMENUHI
LOS MEMENUHI LOS PEMBATAS, MEMENUHI LOS MINIMUM
MINIMUM MINIMUM (3m), BEBAS LOS MINIMUM (3m),
(3m), TERKONEKSI, GANGGUAN,LEB (3m), TERKONEKSI
TERKONEKSI KETERSEDIAAN AR TROTOAR TERKONEKSI
RAMP, MEMENUHI LOS
PEMBATAS MINIMUM (3m),
TERKONEKSI,
KETERSEDIAAN
RAMP
RAMP& RAILING, RAILING, RAILING, RAILING, RAILING,
TANGGA PERMUKAAN PERMUKAAN PERMUKAAN PERMUKAAN PERMUKAAN
YANG RIGID, YANG RIGID, YANG RIGID, YANG RIGID, YANG RIGID,
LEBAR YANG LEBAR YANG LEBAR YANG LEBAR YANG LEBAR YANG
MEMENUHI MEMENUHI MEMENUHI MEMENUHI MEMENUHI
KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN KEBUTUHAN
ELEVATOR UKURAN UKURAN YANG UKURAN YANG UKURAN UKURAN
YANG MEMENUHI MEMENUHI YANG YANG
MEMENUHI STANDAR STANDAR MEMENUHI MEMENUHI
STANDAR ELEVATOR ELEVATOR, STANDAR STANDAR
ELEVATOR FLOOR ELEVATOR ELEVATOR,
IDENTIFICATION FLOOR
IDENTIFICATI
ON
Dari analisa diatas, dapat diketahui respon desain yang harus dilakukan untuk menanggapi perilaku
dan kebutuhan pada stasiun terpadu manggarai berdasarkan kondisi fisik dan kemampuan pengguna.
5
Analisa Penerapan Topik pada Aspek Lingkungan dan Tapak
Setelah melakukan analisa lingkungan dan tapak, dibutuhkan analisa mengenai penerapan topik pada
tapak dan lingkungan
Hasil analisa kecepatan pejalan kaki akan digunakan untuk menghitung waktu tempuh yang
diperlukan untuk perpindahan dari satu moda ke moda lainnya. Berdasarkan standarisasi yang
mengacu kepada Auckland Transportation,analisa ini dilakukan agar stasiun terpadu manggarai
memiliki waktu tempuh dan jarak tempuh yang ideal antara moda satu dengan moda yang lain.
Stasiun Terpadu Manggarai dilalui oleh 8 jenis moda, antara lain Bus Trans Jakarta, Bus
jarak dekat, Bus jarak jauh, Kereta api jarak jauh, Kereta komuter, Kereta api bandara, Waterway,
Kendaraan pribadi dan taxi.
6
• Pengguna Kereta Jarak jauh
Kereta jarak jauh terdapat di peron 6, 7 dan 8. Jarak antara pintu masuk menuju peron kereta jarak
jauh adalah 200 m dan membutuhkan waktu 3 menit bagi pengguna untuk mencapai kereta tersebut
Perubahan orientasi pintu masuk stasiun menjadi sebuah jawaban, sistem pencapaian lokasi
stasiun dibuat lebih mudah dengan membuka akses dari depan dan belakang bangunan baru, sehingga
para pengguna jasa layanan kereta api di stasiun manggarai bisa terkoneksi secara langsung dengan
halte kendaraan umum pada bagian depan, dan terkoneksi secara langsung dengan Transit Hub pada
bagian belakang bangunan yang akan mengkoneksikan masyarakat langsung menuju stasiun dan
dermaga waterway. Sehingga jarak dan waktu tempuh dari dan menuju stasiun dapat diminimalisir.
7
• Perubahan Jarak Tempuh Pengguna Kendaraan Pribadi
Penambahan entrance baru pada bagian barat bangunan mengakibatkan jarak antara kendaraan pribadi
dengan stasiun mengalami perubahan, dimana yang semula memiliki jarak sebesar 100 m menjadi 40
m.
Selain demi mengurangi jarak antara tempat parkir menuju stasiun, perubahan lokasi tempat parkir
dilakukan demi menambah kapasitas kendaraan yang dapat ditampung pada Stasiun Terpadu
Manggarai
8
• Perubahan Jarak Tempuh Pengguna Ojek
Penambahan entrance baru pada bagian barat bangunan mengakibatkan jarak antara lokasi drop-off
ojek dengan stasiun mengalami perubahan, dimana yang semula memiliki jarak sebesar 80 m menjadi
35 m.
Selain demi mengurangi jarak antara tempat parkir menuju stasiun, perubahan lokasi tempat parkir
dilakukan demi mngurangi kemacetan yang disebabkan oleh lokasi drop-off ojek masih berada pada
badan jalan.
Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada JICA (Japan International Cooperation Agency),
kebutuhan ruang yang ada pada bangunan stasiun harus mengikuti standarisasi agar memperoleh
tingkat kenyamanan spasial yang telah disesuaikan dengan standar yang ada berhubungan dengan
jumlah penumpang pada peak hour.
Tabel 6. Jumlah Penumpang Pada Peak Hour (c)
No Area Jumlah (Rata-rata/Jam)
1 Commuter Line 17.134 orang
2 Jarak Jauh 994 orang
3 Bandara 1707 orang
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Jumlah penumpang pada peak hour akan digunakan sebagai acuan untuk perhitungan luas minimum
pada analisa kebutuhan ruang.
9
A. Analisa Alur perpindahan
Analisa pemakai perlu dilakukan agar peneliti dapat menemukan alur perpindahan yang ada pada
stasiun manggarai berdasarkan kecenderungan pergerakan di dalam stasiun dan menanggapinya
berdasarkan pembagian pengguna stasiun
Skema alur pergerakan penguna di stasiun
Alur pergerakan penumpang menaiki kereta
10
Analisa Wayfinding
Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada Auckland Transportation, analisa wayfinding
ditujukan agar membantu pengguna stasiun terpadu manggarai melakukan proses perpindahan moda
yang aman dan mudah digunakan. Komponen yang berpengaruh pada optimalisasi wayfinding adalah
bangunan tersebut harus mempunyai identitas/ciri pada setiap lokasi, adanya landmark sebagai acuan,
memiliki jalur sirkulasi yang well-structured, pilihan orientasi yang sederhana, pemanfaatan view
dalam menentukan orientasi dan penempatan signage pada decision points
Analisa Shelter
Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada Auckland Transportation, analisa shelter ditujukan
agar melindungi pengguna stasiun terpadu manggarai melakukan proses perpindahan moda yang
aman dan nyaman pada saat boarding dan menunggu, komponen yang berpengaruh pada optimalisasi
Shelter adalah pengunaan kolom shelter yang minim,luasan naungan yang sudah disesuaikan dengan
standar dan kebutuhan sirkulasi dan struktur kanopi yang non-climable
Analisa Security
Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada Auckland Transportation, analisa security ditujukan
agar melindungi pengguna stasiun terpadu manggarai melakukan proses perpindahan moda yang
aman dan nyaman. Komponen yang berpengaruh pada optimalisasi security adalah, keamanan
pengguna pada pintu masuk stasiun, keamanan pengguna pada jalur pejalan kaki, dan keamanan
terhadap intruder
Analisa Fasilitas
Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada peraturan KAI mengenai kesesuaian fasilitas, analisa
fasilitas ditujukan agar melindungi pengguna stasiun terpadu manggarai melakukan proses
perpindahan moda yang aman dan nyaman, fasilitas yang umumnya dibutuhkan adalah tempat duduk,
telepon umum, pusat informasi, toilet, retail, cafe dan parkir, ruang tunggu supir, ruang kontrol, ruang
keamanan dan penyimpanan bagasi.
Stasiun Manggarai sudah memiliki fasilitas yang menjadi persyaratan utama. Namun luasan tiap
fasilitas tersebut belum sesuai jika dihubungkan dengan peningkatan jumlah pengguna yang akan
datang, ketika stasiun manggarai mengalami penambahan moda. Maka penyesuaian akan dilakukan
berdasarkan analisa kebutuhan ruang pada faktor kuantitatif.
11
Gambar 19. Hubungan antar ruang
Sumber: dokumentasi pribadi
Analisa Taksonomi
Rel kereta api pada stasiun akan ditambah dari enam jalur menjadi 11 jalur di atas tanah untuk fungsi
kereta komuter dan kereta bandara, dan 8 jalur melayang untuk fungsi kereta jarak jauh. Penempatan
fungsi ruang untuk tiap jenis kereta diletkan sesuai dengan letak jalurnya untuk memudahkan
pergerakan penumpang.
Dari rencana penempatan fungsi yang telah mengikuti rencana pemerintah dalam hal
penempatan jalur tambahan, pembagian jenis moda tiap peron akan menjadi acuan dalam pemilihan
jenis taksonomi pada stasiun manggarai.
Hubungan moda diluar stasiun terhadap stasiun tersebut juga dihubungkan dengan linkage yang
menggunakan struktur taksonomi sesuai kebutuhannya, berikut analisa penggunaan struktur
taksonomi pada hubungan antar moda.
Dari analisa diatas, dapat diketahui respon desain yang harus dilakukan untuk menanggapi
struktur taksonomi pada stasiun terpadu manggarai disesuaikan dengan kebutuhan tiap jenis hubungan
moda, yang akan dijadikan acuan pada proses perancangan.
RIWAYAT PENULIS
Daniel Ricardo Siahaan lahir di kota Padang pada 16 Agustus 1991. Penulis menamatkan pendidikan
S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang arsitektur pada tahun 2015.
12