BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam
terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit
sudah sejak lama diperkirakan orang.
Dewasa ini berbagai masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat terutama
disebabkan karena keadaan kesehatan lingkungan yang kurang atau tidak memenuhi syarat
disamping factor perilaku hidup sehat yang belum memasyarakat.
Menurut Blum, factor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
kesehatan manusia dibandingkan dengan factor perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Lingkungan yang sehat diartikan sebagai lingkungan yang konduktif bagi terwujudnya keadaan
sehat, yaitu lingkungan bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan lingkungan dan kehidupan
mayarakat yang saling tolong menolong.
Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan suatu indicator dari
baik buruknya kondisi lingkungan, sebagai contoh yaitu: leptospirosis.
Untuk itu, makalah ini akan mebahas lebih jauh mengenai leptospirosis
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Leptospirosis?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis?
4. Bagaimanakah patofisiologi penyakit Leptospirosis?
5. Bagaimanakah epidemiologi penyakit Leptospirosis?
6. Bagaimanakah penanganan penyakit Leptospirosis?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Leptospirosis
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Leptospirosis
5. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit Leptospirosis
6. Untuk mengetahui penanganan penyakit Leptospirosis
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFENISI
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang menginfeksi manusia dan hewan. Nama lain
dari penyakit ini adalah swineherd’s, demam pesawah (rice-field fever), demam lumpur, jaundis
berdarah, penyakit stuttgant, atau demam canicola. Ada juga yang menyebut
demam Icterohemorrhage sehingga biasa juga disebut penyakit kuning non-virus.
2.ETIOLOGI
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk ke dalam
Ordo pirochaetales dalam family Trepanometaceae. Lebih dari 170 serotipe leptospira yang
patogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Bentuk spiral dengan
pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok, seperti kait dari bakteri Leptospria
menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju
mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil.
Leptospira menyukai tinggal dipermukaan air dalam waktu lama dan siap menginfeksi
calon korbanya apabila kontak dengannya, karena itu Leptospirosis sering pula disebut sebagai
penyakit yang timbul dari air (water born deseasei).
Menurut DHARMOJONO (2001) bakteri ini berbentuk benang berplintiran (filament)
yang ujungnya seperti kait, berukura panjang 6-20 mikrometer dan diameter 0,1-0,2 mikrometer.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Bakteri ini dapat bergerak maju mundur memutar
sepanjang sumbunya.
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih
satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.
Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis ialah tikus, babi, sapi, kambing,
domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan
rubah dapat menjadi karier leptospira (WIDARSO et al, 2005).
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama leptospirosis karena
bertindak sebagia inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. beberapa hewan lain yang juga
merupakan sumber penularan leptospira memiliki potensi penularan ke manusia tidak sebesar
tikus.
Leptospirosis tersebar baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia Leptospirosis
ditemukan antara lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Riau, Sumtera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat
6.2.PENCEGAHAN LEPTOSPIROSIS
· SIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira yang
patogen . Penyakit ini merupakan zoonosis, tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis
termasuk Indonesia . Titik sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira
yang mencemari lingkungan . Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat
bahkan dapat menyebabkan kematian penderitanya .
Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat memakan waktu . Diagnosis
leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis . Uji serologis merupakan uji standar untuk
konfirmasi diagnosis, menentukan prevalensi dan studi epidemiologi . Vaksinasi pada hewan
merupakan salah satu cara pengendalian leptospirosis .Pengembangan vaksin untuk hewan masih
terus dilakukan di Indonesia untuk memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira
terdiri dari banyak serovar ..
· SARAN
Pencegahan/ pengendalian leptospirosis dapat dilakukan dengan cara memutus siklus
penularan melalui pengobatan dan vaksinasi bagi ternak atau hewan kesayangan ; mengurangi
populasi tikus dan meningkatkan sanitasi lingkungan . Dalam upaya pencegahan leptospirosis pada
manusia memerlukan aktivitas terintegrasi antara dokter hewan dan dokter, dan peningkatan
pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang bahaya leptospirosis . Penggunaan vaksin yang
sesuai dikombinasikan dengan perbaikan sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian
leptospirosis pada hewan di masa datang.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Dr Widodo Judarwanto SpA.(2006). Penyakit leptospirosis pada
manusiahttp://indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/
Priyanto, A, (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Leptospirosis.dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
SIMPULAN
· Penyakit Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh bakteriLeptospira sp.
· Bakteri Leptospira sp merupakan golongan bakteri yang biasanya hidup dalam tubuh tikus,
babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai.
· Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka
di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan.
· Penyakit ini ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing
tikus.
· Ada dua jenis utama penyakit Lepitospirosis, yaitu :
1. Leptospirosi ringan
2. Leptospirosis berat
· Untuk menghindari bahaya penyakit leptospirosis ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Menghindari tikus yang berkeliaran di sekitar kita.
2. Menghindari bermain air ketika banjir apalagi jika memiliki luka.
3. Sebaiknya menggunakan pelindung seperti sepatu boot bila terpaksa ke daerah banjir dan segera
berobat jika mengalami demam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. http://wikipedia.org.co.id. (Diakses tanggal 22 Februari 2014)
Anonim. 2014. http://ciricara.com/2012/06/20/apa-itu-penyakit-leptospirosis/.
(Diakses tanggal 22 Februari 2014)
Tabloid Gaul Edisi ke-4. 2014. Awas, Kena Leptospirosis Saat Banjir.
Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widiastuti,
mengatakan, penyakit leptospirosis atau kencing tikus paling banyak ditemukan di Jakarta Barat.
Selama tiga tahun berturut-turut, yakni 2014-2016, kasus penyakit leptospirosis selalu lebih tinggi
dibandingkan daerah-daerah lainnya. "Daerahnya Cengkareng, Kalideres. Karena daerah tersebut
ada genangan-genangan," kata Widiastuti di Kantor Dinas Kesehatan DKI, Jakarta Pusat, Rabu
(19/10/2016). Widiastuti mengatakan, penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospora
yang terdapat di dalam air kencing tikus. Biasanya, bakteri tersebut akan bercampur di dalam
genangan dan banjir. Makanan dan minuman juga dapat terkontaminasi bakteri leptospora. Tahun
2014, dari 96 warga Jakarta yang menderita leptospirosis, 59 kasus di antaranya terjadi di Jakarta
Barat. Kemudian, 17 dari 25 kasus leptospirosis pada 2015 juga diderita oleh warga Jakarta Barat.
Sementara pada 2016, dari 40 kasus yang sudah ada, 19 kasus di antaranya juga diderita warga
Jakarta Barat. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang teridentifikasi karena pasien dilarikan
ke rumah sakit.
"Tapi ada gejala yang mungkin tidak terdiagnosis," kata dia. Berbeda dengan Jakarta Barat, daerah
yang tidak pernah diagnosis ada kasus leptospirosis yakni Kabupaten Kepulauan Seribu. "Pulau
Seribu enggak ada karena enggak ada banjir, enggak ada genangan. Dia (Kepulauan Seribu)
enggak ada selokan kan," kata Widiastuti. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta,
Widiastuti menyebut jumlah kasus penyakit leptospirosis hanya sedikit. Namun, penyakit tersebut
tidak bisa dibiarkan mengingat Jakarta adalah daerah banjir. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah
merencanakan program "Gerakan Basmi Tikus" yang dicetuskan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot
Saiful Hidayat. Program itu bertujuan untuk mengantisipasi merebaknya penyakit yang ditimbulkan
dari tikus. Sebab, penyakit dari tikus kerap menyerang anak-anak berusia balita.
Leptospirosis termasuk penyakit sistemik yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan.
Masa inkubasi leptospirosis adalah 2 hari sampai 4 minggu setelah terinfeksi.
Seperti kasus infeksi lain, salah satu gejala yang paling menonjol dari leptospirosis
adalah munculnya demam dan naiknya suhu tubuh.
Kondisi ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh mencoba melawan bakteri.
Infeksi bakteri terbagi dalam dua fase, dengan fase kedua lebih parah dari fase
sebelumnya.
Kedua fase dipisahkan oleh periode beberapa hari, dimana pasien merasa lebih
baik.
Beberapa gejala leptospirosis yang biasa nampak pada fase pertama (fase akut)
diantaranya yaitu:
Gejala-gejala di atas cukup umum sehingga membuat bingung dan sering dikira
sebagai gejala dari penyakit lain.
Identifikasi gejala leptospirosis pada fase awal sangat penting untuk menghindari
komplikasi kesehatan yang parah.
Jika dibiarkan tidak diobati dalam waktu yang lama, maka fase akut akan berlanjut
ke fase kedua.
Gejala fase kedua dari leptospirosis meliputi kerusakan ginjal, meningitis (radang
selaput otak), komplikasi pernapasan, dan gagal hati.
Gejala-gejala fase kedua bisa mengancam jiwa, jadi seseorang yang menderita
leptospirosis harus segera mendapatkan perawatan kesehatan.[]
Bencana banjir pada puncak siklon tropis Cempaka di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa
Timur selatan pada Selasa, 28 November 2017 sangat memprihatinkan. Bahaya ikutan setelah banjir
surut adalah *penyakit leptospirosis yang mematikan.* Leptospirosis adalah penyakit akibat infeksi
bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis). Apa yang perlu kita
waspadai?
Leptospirosis pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Dr. Adolf Weil dengan gejala *demam
tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa.* Penyakit dengan gejala
tersebut di atas oleh Goldsmith 1887 disebut sebagai Weil's Disease. Pada tahun 1915 Dr. Inada
berhasil membuktikan bahwa "Weil's Disease" *disebabkan oleh bakteri Leptospira
icterohemorrhagiae.*
Pada tahun 2016 yang lalu kasus leptospirosis di Indonesia mencapai 343 orang, meninggal 47
orang dan CFR (Case Fatality Rate) 13,70%, sedangkan di DIY dengan jumlah kasus 17 orang,
meninggal 6 orang, *maka CFR di DIY sangat tinggi, yaitu 35,29%.* Pada usia lebih dari 50 tahun
kematian mencapai 56%. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3-54% tergantung
sistem organ yang terinfeksi.
*Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease).* Urin (air
kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada
manusia maupun pada hewan. *Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di
daerah banjir.* Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih
selokan, *karena selokan banyak tercemar bakteri Leptospira.* Leptospirosis dapat juga mengenai
anak, yang tinggal *di lingkungan padat perkotaan dengan banyak tikus rumah yang berkeliaran.*
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2-26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai
manifestasi yang sangat bervariasi dan *kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan
diagnosis, apalagi pada infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat.* Hampir 40%
penderita terpapar infeksi tidak bergejala *tetapi pemeriksaan serologis positif.* Sekitar 90%
penderita akan *mengalami mata dan kulit kuning ringan, sedangkan 5% kuning berat yang dikenal
sebagai penyakit Weil.* Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, *yaitu fase septisemik dan
fase imun.* Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita mungkin terlihat membaik.
*Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari
darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh.* Pada stadium ini, penderita akan
mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot.
Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya,
gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta *pembesaran limpa dan hati.* Fase Imun
sering disebut *fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi
kuman dari urin,* dan mungkin tidak didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini
terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada
pemeriksaan hati didapatkan kulit kuning, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati.
Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa
peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau
perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun.
*Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai kulit dan mata kuning atau jaundis,
disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan.* Kondisi ini terjadi pada
akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Manifestasi paru
meliputi batuk, kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas. Penderita dengan
kuning berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan, dan kolaps kardiovaskular. *Kasus berat
dengan gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40%.*
Leptospirosis dapat *diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, amoksisillin, eritromisin* dan
antibiotika yang lebih baru. Namun demikian, keterlambatan pengobatan, kesalahan diagnosis,
ataupun terjadinya Sindrom Weil, *dapat meningkatkan angka kematian atau CFR (Case Fatality
Rate).*
Bencana banjir karena siklon tropis Cempaka di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus diantisipasi
sebaik mungkin. *Tidak hanya dengan rekonstruksi bangunan paska banjir, tetapi juga peningkatan
kewaspadaan akan bahaya leptospirosis.*