Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam
terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit
sudah sejak lama diperkirakan orang.
Dewasa ini berbagai masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat terutama
disebabkan karena keadaan kesehatan lingkungan yang kurang atau tidak memenuhi syarat
disamping factor perilaku hidup sehat yang belum memasyarakat.
Menurut Blum, factor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
kesehatan manusia dibandingkan dengan factor perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.
Lingkungan yang sehat diartikan sebagai lingkungan yang konduktif bagi terwujudnya keadaan
sehat, yaitu lingkungan bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan lingkungan dan kehidupan
mayarakat yang saling tolong menolong.
Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan suatu indicator dari
baik buruknya kondisi lingkungan, sebagai contoh yaitu: leptospirosis.
Untuk itu, makalah ini akan mebahas lebih jauh mengenai leptospirosis

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Leptospirosis?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis?
4. Bagaimanakah patofisiologi penyakit Leptospirosis?
5. Bagaimanakah epidemiologi penyakit Leptospirosis?
6. Bagaimanakah penanganan penyakit Leptospirosis?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Leptospirosis
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Leptospirosis
5. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit Leptospirosis
6. Untuk mengetahui penanganan penyakit Leptospirosis
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFENISI
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang menginfeksi manusia dan hewan. Nama lain
dari penyakit ini adalah swineherd’s, demam pesawah (rice-field fever), demam lumpur, jaundis
berdarah, penyakit stuttgant, atau demam canicola. Ada juga yang menyebut
demam Icterohemorrhage sehingga biasa juga disebut penyakit kuning non-virus.

2.ETIOLOGI
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk ke dalam
Ordo pirochaetales dalam family Trepanometaceae. Lebih dari 170 serotipe leptospira yang
patogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Bentuk spiral dengan
pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok, seperti kait dari bakteri Leptospria
menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju
mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil.
Leptospira menyukai tinggal dipermukaan air dalam waktu lama dan siap menginfeksi
calon korbanya apabila kontak dengannya, karena itu Leptospirosis sering pula disebut sebagai
penyakit yang timbul dari air (water born deseasei).
Menurut DHARMOJONO (2001) bakteri ini berbentuk benang berplintiran (filament)
yang ujungnya seperti kait, berukura panjang 6-20 mikrometer dan diameter 0,1-0,2 mikrometer.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Bakteri ini dapat bergerak maju mundur memutar
sepanjang sumbunya.
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih
satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.
Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis ialah tikus, babi, sapi, kambing,
domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan
rubah dapat menjadi karier leptospira (WIDARSO et al, 2005).
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama leptospirosis karena
bertindak sebagia inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. beberapa hewan lain yang juga
merupakan sumber penularan leptospira memiliki potensi penularan ke manusia tidak sebesar
tikus.
Leptospirosis tersebar baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia Leptospirosis
ditemukan antara lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Riau, Sumtera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat

3. TANDA DAN GEJALA


Gejala dan tanda yang timbul tergantung kepada berat ringannya infeksi, maka gejala dan
tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan saja. penderita mampu segera mambentuk antibodi
(zat kekebalan). Sehingga mampu menghadapi bakteri Leptispira, bahkan penderita dapat menjadi
sembuh. Menurut WIDARSO, gejala klinis dari Leptospirosis pada manusia bisa dibedakan
menjadi tiga stadium, yaitu:
3.1.Stadium pertama
3.1.1 Demam, menggigil
3.1.2 Sakit kepala
3.1.3 Malaise dan Muntah
3.1.4 Konjungtivis serta kemerahan pada mata
3.1.5 Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala tersebut akan tampak antara
4-9 hari.
3.2. Stadium kedua
3.2.1 Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
3.2.2 Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi dibanding pada stadium pertama
antara lain ikterus (kekuningan)
3.2.3 Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan akan terjadi meningitis
3.2.4 Biasanya stadium ini terjadi antara minggu kedua dan keempat Stadium ketiga
3.3.Stadium Ketiga
Menurut beberapa klinikus, penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala klinis pada
stadium ketiga (konvalesen phase). Komplikasi Leptospirosis dapat menimbulkan gejala-gejala
berikut :
3.3.1. Pada ginjal,renal failure yang dapat menyebabkan kematian
3.3.2. Pada mata, konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septisemi yang erat hubungannya
dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemorrhagic
3.3.3. Pada hati, jaundice (kekuningan) yang terjadi pada hari keempat dan keenam dengan adanya
pembesaran hati dan konsistensi lunak
3.3.4. Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yangd apat menyebabkan kematian
mendadak
3.3.5. Pada paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada, respiratory distress dan
cyanosis
3.3.6. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari saluran pernapasan,
saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
3.3.7. Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan pada bayi.
Sedangkan pada hewan ternak ruminansia dan babi yang hamil, gejala abortus, pedet lahir
mati atau lemah sering muncul pada kasus leptospirosis . Pada sapi,muncul demam dan penurunan
produksi susu sedangkan pada babi, sering muncul gangguan reproduksi .
Pada kuda, terjadi keratitis, conjunctivitis,iridocyclitis, jaundice sampai abortus.
Sedangkan pada anjing, infeksi leptospirosis sering bersifat subklinik; gejala klinis yang muncul
sangat umum seperti demam, muntah, jaundice.
Gejala klinis leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari yang ringan, infeksi yang
tidak tampak, sampai infeksi akut yang dapat mengakibatkan kematian . Infeksi akut paling sering
terjadi pada pedet/sapi muda.
4. PATOFISIOLOGI
4.1. Pre Patogenesis
Infeksi oleh Leptospira umumnya didapat karena kontak kulit atau selaput lendir (mucous
membrane) misalnya, konjuktiva (mata) karena kecipratan selaput lendir vagina atau lecet-lecet
kulit dengan urin atau cemaran oleh keluaran urogenitalis lainnya atau mengkonsumsi makanan
atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut. Apabila hewan korban terinfeksi bakteri
Leptospira ini, maka segeralah mikroorganisme ini merasuk ke dalam jaringan tubuh penderita.
4.2. Patogenesis
Masuknya kuman Leptospirosis pada tubuh hospes melalui selaput lendir, luka-luka lecet
maupun melalui kulit menjadi lebih lunak karena terkena air. Kemudian, kuman akan dibawa ke
berbagai bagian tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae dan
selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel jaringan yang terkena.
Pada beberapa tingkatan penyakit dapat ditemukan Lokakarya Nasional Penyakit
Zoonosis 156fase leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah infeksi.
4.3. Pasca patogenesis
Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul dapat
memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah. Leptospira hidup dengan baik
didalam tubulus kontortus ginjal. Kemungkinan kuman tersebut akan dibebaskan melalui air
kemih untuk jangka waktu yang lama. Kematian terjadi karena septimia, anemia hemolitika,
kerusakan hati karena terjadinya uremia. keparahan penderita bervariasi tergantung pada umur
serta servoar leptospira penyebab infeksi.
5.EPIDEMIOLOGI
5.1. PERSON (ORANG)
5.1.1 Umur
Penyakit leptospirosis jarang terjadi pada bayi dan anak remaja karena kenyataannya
mereka paling sedikit terpapar. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa diakibatkan
pekerjaannya yang lebih banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang
terkontaminasi.
5.1.2 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini
diakibatkan karena laki-laki memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi
dan lingkungan yang terkontaminasi. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan,
mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit ini. Laki-laki memiliki risiko terkena
leptospirosis sebesar 3,59 kali dibandingkan perempuan.
5.1.3 Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, petani dan peternak lebih memiliki resiko yang besar untuk
terpapar penyakit ini. Ini disebabkan penderita leptospirosis waktu menggunakan sumber air bersih
untuk pertanian telah tercemar dengan bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan
kaki, tangan, dan tubuh lainnya tidak menggunakan sabun setelah kontak dengan air yang
tergenang dan telah terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.
Menurut Simanjuntak (2002) leptospirosis disebut juga penyakit pekerjaan, karena sering
menyerang petani, pekerja pembersih selokan, pemburu bebek liar, para dokter hewan, pekerjaan
rumah potong, pekerja perkebunan, dan para wisatawan pendaki gunung.
5.2. PLACE (TEMPAT)
Di negara subtropik, infeksi leptospira jarang ditemukan, iklim yang sesuai untuk
perkembangan leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis. Keadaan
yang demikian dapat dijumpai di Negara tropik sepanjang tahun. Di negara beriklim tropik,
kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan dengan negara subtropik dengan risiko
penyakit lebih berat. Angka insiden leptospirosis di negara tropik basah 5- 20/100.000 penduduk
per tahun. Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Di Indonesia leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Barat. Menurut teori Faisal, bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air tergenang
seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan lumpur di
pertambangan dan pertanian/perkebunan.
5.3. TIME (WAKTU)
Pada musim penghujan, peluang terjadinya banjir akan lebih besar sehingga frekuensi
penyakit leptospirosis tidak sulit untuk ditemukan. Hujan deras akan membantu penyebaran
peyakit ini. Karena kondisi lingkungan yang banjir akan mempercepat proses penularan bakteri
leptospira melalui air. Kemampuan leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi
salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian lama surutnya banjir juga memberikan peluang
pada bakteri leptospira untuk menginfeksi manusia. Hal ini sesuai pendapat Gindo (2008) yang
menyebutkan bahwa kecenderungan jumlah penderita leptospirosis meningkat setelah banjir
terlebih lama surutnya air sampai 3 hari atau lebih. Pada pasca banjir perlu diwaspadai terutama
sehabis membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki, air genangan
tersebut telah tercemar air kencing binatang terutama tikus yang mengandung bakteri leptospira
yang merupakan sumber penularan.
6. PENANGANAN
6.1. PENGOBATAN
Cara mengobati penderita Leptospirosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
• Pemberian suntikan Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini pada hari ke 4-5 sejak
mulai sakit atau sebelum terjadi jaundice dengan dosis 6-8 megaunit secara 1.v, yang dapat secra
bertahap selama 5-7 hari
• Selain cara diatas, kombinasi crystalline dan procaine penicillin dengan jumlah yang sama dapat
diberikan setiap hari dengan dosis 4-5 megaunit secara i.m, separuh dosis dapat Diberikan selama
5-6 hari. Procaine penicillin 1,5 megaunit i.m, dapat diberikan secara kontinue selama 2 hari
setelah terjadi albuminuria
• Penderita yang alergi terhadap penicilline dapat diberikan antibiotik lain yaitu etracycline atau
Erythromycine, tetapi kedua antibiotik tersebut kurang efektif dibanding Penicilline. Tetracycline
tidak dapat diberikan jika penderita mengalami gagal ginjal. Tetracycline dapat diberikan
secepatnya dengan dosis 250 mg setiap 8 jam i.m atau i.v selama 24 jam, kemudian 250-500 mg
setiap 6 jam secara oral selama 6 hari. Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam
selama 5 hari.

Terapi dengan antibiotika (streptomisin,khlortetrasiklin, atau oksitetrasiklin), apabila


dilakukan pada awal perjalanan penyakit biasanya berhasil. Pemberian (oksitetrasiklin, atau
oksitetrasiklin) apabila dilakukan pada awal perjalanan penyakit, banyak berhasil. Pemberian
oksitetrasiklin dengan dosis 10 mg/kg bb selam lima hari pada ternak babi penderita Leptospirosis,
dapat memberikan kesembuhan cukup baik yaitu 86%. Pemberian per-oral dengan
mencampurkan oksitetrasiklin dengan dosis 500-1000 gr ke dalam setiap makanannya selam 14
hari berturut-turut dapat menghilangkan keadaan sebagai pembawa penyakit pada ternak babi
94%.

6.2.PENCEGAHAN LEPTOSPIROSIS

Menurut WIDARSO pencegahan Leptospirosis dapat dilakukan dengan cara:


• Pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit, berperan dalam upaya
pencegahan penyakit Leptospirosis
• Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh
lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
• Pembersihan tempat-tempat air dan kolam-kolam renang sangat membantu dalam usaha
mencegah penyakit Leptospirosis
• Melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko yang tinggi terhadap
Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan
• Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan vaskin strain lokal
• Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah penduduk serta
daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan tersebut
• Pengamatan terhadap hewan rodent yang ada disekitar penduduk, terutama di desa dengan
melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap kuman Leptospirosis
• Kewaspadaan terhadap Leptospirosis pada keadaan banjir
• Pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain
BAB III
PENUTUP

· SIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira yang
patogen . Penyakit ini merupakan zoonosis, tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis
termasuk Indonesia . Titik sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira
yang mencemari lingkungan . Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat
bahkan dapat menyebabkan kematian penderitanya .
Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat memakan waktu . Diagnosis
leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis . Uji serologis merupakan uji standar untuk
konfirmasi diagnosis, menentukan prevalensi dan studi epidemiologi . Vaksinasi pada hewan
merupakan salah satu cara pengendalian leptospirosis .Pengembangan vaksin untuk hewan masih
terus dilakukan di Indonesia untuk memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira
terdiri dari banyak serovar ..
· SARAN
Pencegahan/ pengendalian leptospirosis dapat dilakukan dengan cara memutus siklus
penularan melalui pengobatan dan vaksinasi bagi ternak atau hewan kesayangan ; mengurangi
populasi tikus dan meningkatkan sanitasi lingkungan . Dalam upaya pencegahan leptospirosis pada
manusia memerlukan aktivitas terintegrasi antara dokter hewan dan dokter, dan peningkatan
pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang bahaya leptospirosis . Penggunaan vaksin yang
sesuai dikombinasikan dengan perbaikan sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian
leptospirosis pada hewan di masa datang.

DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Dr Widodo Judarwanto SpA.(2006). Penyakit leptospirosis pada
manusiahttp://indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/
Priyanto, A, (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Leptospirosis.dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perubahan iklim sekarang sering terjadi tidak menentu, termasuk meningkatnya kejadian
banjir di seluruh dunia, membuat kemungkinan kejadian Leptospirosis global akan meningkat.
WHO percaya angka kematian Leptospirosis mungkin antara 5% sampai 25% dari pasien yang
terinfeksi. Ini tidak berarti bahwa orang yang terinfeksi dengan akses ke pelayanan kesehatan yang
tepat memiliki risiko kematian yang sama.
Leptospirosis merupakan penyakit global, tetapi lebih sering terjadi pada daerah tropis dan
subtropis. Leptospirosis dapat juga terjadi di pemukiman miskin di kota-kota besar negara
berkembang yang tidak berada di daerah tropis.
Berikut ini adalah area/negara/benua yang dikenal memiliki insiden tertinggi
Leptospirosis, antara lain: Afrika, India, Cina, Amerika Tengah, Brasil, Karibia, Asia Tenggara,
dan Rusia Selatan. Kasus infeksi juga dilaporkan di beberapa hotspot wisata seperti: Selandia Baru,
Australia, Hawaii, dan Barbados.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Leptospirosis?
2. Apa saja tanda dan gejala Leptospirosis?
3. Apa penyebab Leptospirosis?
4. Bagaimana proses penularan Leptospirosis?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Penyakit Leptospirosis


Penyakit Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh bakteriLeptospira
sp. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka
di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan.
Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Hewan yang umum
menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah, musang kerbau, sapi
atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing
Tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing tikus.
Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 10 juta orang diperkirakan terserang
Leptospirosis setiap tahun. Tingkat kematian penyakit ini sulit untuk dihitung, karena
Leptospirosis cenderung terjadi di beberapa bagian dunia dengan pelayanan kesehatan masyarakat
yang sangat mendasar yang tidak secara rutin melaporkan banyak penyebab kematian.
2.2. Tanda dan Gejala Penyakit Leptospirosis
Tanda-tanda dan gejala Leptospirosis biasanya muncul secara tiba-tiba, sekitar 7 sampai
14 hari setelah seseorang terinfeksi. Dalam beberapa kasus, tanda dan gejala tersebut mungkin
muncul sebelum atau sesudahnya. Ada dua jenis utama penyakit Lepitospirosis, yaitu :
Leptospirosi ringan dan Leptospirosis berat. Kedua jenis Leptospirosis ini memiliki tanda dan
gejala sebagai berikut:
2.2.1 Tanda dan Gejala Leptospirosis Ringan
Adapun beberapa tanda dan gejala Leptospirosis ringan yaitu :
1. Menggigil
2. Batuk
3. Diare
4. Sakit kepala, bisa datang tiba-tiba
5. Demam tinggi
6. Nyeri otot, khususnya punggung bawah dan betis
7. Mual
8. Hilang nafsu makan
9. Mata merah dan iritasi
10. Nyeri Kulit
Orang yang terkena gejala leptospirosis biasanya membaik dalam waktu satu minggu tanpa
pengobatan. Sebagian kecil dari mereka tidak membaik, dan akan menderita Leptospirosis berat.
2.2.2 Tanda dan Gejala Leptospirosis Berat
Tanda dan gejala ini akan muncul beberapa hari setelah gejala Leptospirosis ringan telah
menghilang. Tanda dan gejala tergantung pada organ vital yang telah terpengaruh oleh
bakteri Leptospira sp.
1. Tanda dan gejala ketika jantung, hati dan ginjal yang terkena:
· Kelelahan
· Detak jantung tidak teratur, seringkali cepat
· Nyeri otot
· Mual
· Mimisan
· Nyeri di dada
· Sesak nafas
· Hilang nafsu makan
· Tangan, kaki atau mata kaki membengkak
· Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
· Putih mata, lidah dan kulit menguning (jaundice)
Orang yang terkena gejala leptospirosis berat yang tidak diobati bisa mengalami gagal
ginjal yang mengancam jiwa.
2. Tanda dan gejala ketika otak yang terkena
Meningitis mengacu pada infeksi pada lapisan luar otak, sedangkan ensefalitis mengacu
pada infeksi jaringan otak. Tanda-tanda dan gejala bagi meningitis dan ensefalitis adalah serupa,
dan dapat mencakup:
· Ruam merah muncul pada kulit. Ketika ditekan, tidak berubah warna atau memudar
· Kebingungan atau disorientasi
· Mengantuk
· Kejang
· Demam tinggi
· Mual
· Fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya)
· Masalah dengan gerakan fisik
· Leher kaku
· Pasien tidak dapat berbicara
· Muntah
· Agresivitas, atau berperilaku tidak biasa
Meningitis atau ensefalitis yang tidak diobati dapat mengakibatkan kerusakan otak serius,
dan dapat mengancam nyawa.
3. Tanda dan gejala ketika paru-paru yang terkena
Tanda dan gejala ini adalah yang paling serius dan mengancam nyawa. Hilangnya fungsi
paru-paru, ketika pasien tidak bisa bernapas adalah kondisi fatal.
Tanda dan gejalanya dapat meliputi:
1. Demam tinggi
2. Sesak nafas
3. Batuk darah
Dalam kasus yang parah, akan ada begitu banyak darah sehingga menyebabkan pasien
tersedak.

2.3. Penyebab Penyakit Leptospirosis


Penyakit Leptospirasis ini umumnya disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.
Bakteri Leptospira sp merupakan golongan bakteri yang biasanya hidup dalam tubuh tikus, babi,
sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Bakteri ini mendiami
ginjal dan dikeluarkan ketika hewan tersebut buang air kecil, dan menginfeksi tanah atau air.
Kontaminasi tersebut dapat bertahan dalam tanah atau air selama berbulan-bulan.
Manusia dapat terinfeksi melalui:
1. Minum air yang terkontaminasi.
2. Melakukan kontak dengan air atau tanah yang tercemar dan memiliki luka terbuka di kulit.
3. Mata, hidung atau mulut melakukan kontak dengan air atau tanah yang tercemar.
4. Melakukan kontak dengan darah hewan yang terinfeksi (kurang umum).
Manusia tidak umum terinfeksi Leptospira, akan
tetapi umumnya wabah dapat muncul ketika ada banjir. Manusia jarang menginfeksi manusia lain,
tetapi mungkin melakukannya selama hubungan seksual atau menyusui.

Gambar 2.1 : Leptospira sp.


Sumber : (http://wikipedia.org.co.id)
2.4. Proses Penularan Penyakit Leptospirosis
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga,
burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan paling sering melalui tikus. Air
kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui permukaan kulit
yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi setitik urin tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum
manusia.
Saat masuk ke ginjal, kuman akan melakukan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan
tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi
gagal ginjal biasanya disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Pada gangguan hati, akan tampak nekrosis sentrilobular dengan
proliferasi sel Kupffer, yang terjadi karena disfungsi sel-sel hati. Leptospira juga dapat menginvasi
otot skletal dan menyebabkan edema (bengkak), vacuolisasi miofibril, dan nekrosis lokal.
Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat
menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat akan menyebabkan
kerusakan endotelium kapiler. Gangguan paru adalah mekanisme sekunder dari kerusakan pada
alveolar and vaskular interstisial yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi
cairan humor (humor aqueus) mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali
mengakibatkan uveitus kronis dan berulang.
Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tetapi lebih sering terjadi self
limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun siostemik dapat mengeliminasi kuman
dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan secondary end-
organ injury.
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis
adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh
dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal.
Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air
dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah
leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh
manusia dan hewan. Sedangkan untuk penularan secara langsung dapat terjadi pada seorang yang
senantiasa kontak dengan hewan (peternak, dokter hewan). Penularan juga dapat terjadi melalui
air susu, plasenta, hubungan seksual, pecikan darah manusia penderita leptospira meski kejadian
ini jarang ditemukan.

Gambar 2.2 : Proses Penularan Penyakit Leptospirosis


Sumber : (http://ciricara.com/2012/06/20/apa-itu-penyakit-leptospirosis/)
2.5. Pencegahan Penyakit Leptospirosis
Berdasarkan dari sumber yang di peroleh, menurut Prof. dr Tjandra Yoga Aditama
SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, selaku Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, memberikan saran
untuk menghindari bahaya penyakit leptospirosis ini dengan cara menghindari tikus yang
berkeliaran di sekitar kita. Kemudian hindari juga bermain air ketika banjir apalagi jika memiliki
luka. Sebaiknya menggunakan pelindung seperti sepatu boot bila terpaksa ke daerah banjir dan
segera berobat jika mengalami demam.

BAB III
SIMPULAN
· Penyakit Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh bakteriLeptospira sp.
· Bakteri Leptospira sp merupakan golongan bakteri yang biasanya hidup dalam tubuh tikus,
babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai.
· Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka
di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan.
· Penyakit ini ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing
tikus.
· Ada dua jenis utama penyakit Lepitospirosis, yaitu :
1. Leptospirosi ringan
2. Leptospirosis berat
· Untuk menghindari bahaya penyakit leptospirosis ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Menghindari tikus yang berkeliaran di sekitar kita.
2. Menghindari bermain air ketika banjir apalagi jika memiliki luka.
3. Sebaiknya menggunakan pelindung seperti sepatu boot bila terpaksa ke daerah banjir dan segera
berobat jika mengalami demam.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. http://wikipedia.org.co.id. (Diakses tanggal 22 Februari 2014)
Anonim. 2014. http://ciricara.com/2012/06/20/apa-itu-penyakit-leptospirosis/.
(Diakses tanggal 22 Februari 2014)

Tabloid Gaul Edisi ke-4. 2014. Awas, Kena Leptospirosis Saat Banjir.
Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widiastuti,
mengatakan, penyakit leptospirosis atau kencing tikus paling banyak ditemukan di Jakarta Barat.
Selama tiga tahun berturut-turut, yakni 2014-2016, kasus penyakit leptospirosis selalu lebih tinggi
dibandingkan daerah-daerah lainnya. "Daerahnya Cengkareng, Kalideres. Karena daerah tersebut
ada genangan-genangan," kata Widiastuti di Kantor Dinas Kesehatan DKI, Jakarta Pusat, Rabu
(19/10/2016). Widiastuti mengatakan, penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptospora
yang terdapat di dalam air kencing tikus. Biasanya, bakteri tersebut akan bercampur di dalam
genangan dan banjir. Makanan dan minuman juga dapat terkontaminasi bakteri leptospora. Tahun
2014, dari 96 warga Jakarta yang menderita leptospirosis, 59 kasus di antaranya terjadi di Jakarta
Barat. Kemudian, 17 dari 25 kasus leptospirosis pada 2015 juga diderita oleh warga Jakarta Barat.
Sementara pada 2016, dari 40 kasus yang sudah ada, 19 kasus di antaranya juga diderita warga
Jakarta Barat. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang teridentifikasi karena pasien dilarikan
ke rumah sakit.

"Tapi ada gejala yang mungkin tidak terdiagnosis," kata dia. Berbeda dengan Jakarta Barat, daerah
yang tidak pernah diagnosis ada kasus leptospirosis yakni Kabupaten Kepulauan Seribu. "Pulau
Seribu enggak ada karena enggak ada banjir, enggak ada genangan. Dia (Kepulauan Seribu)
enggak ada selokan kan," kata Widiastuti. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta,
Widiastuti menyebut jumlah kasus penyakit leptospirosis hanya sedikit. Namun, penyakit tersebut
tidak bisa dibiarkan mengingat Jakarta adalah daerah banjir. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah
merencanakan program "Gerakan Basmi Tikus" yang dicetuskan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot
Saiful Hidayat. Program itu bertujuan untuk mengantisipasi merebaknya penyakit yang ditimbulkan
dari tikus. Sebab, penyakit dari tikus kerap menyerang anak-anak berusia balita.
Leptospirosis termasuk penyakit sistemik yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan.
Masa inkubasi leptospirosis adalah 2 hari sampai 4 minggu setelah terinfeksi.

Seperti kasus infeksi lain, salah satu gejala yang paling menonjol dari leptospirosis
adalah munculnya demam dan naiknya suhu tubuh.

Kondisi ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh mencoba melawan bakteri.

Infeksi bakteri terbagi dalam dua fase, dengan fase kedua lebih parah dari fase
sebelumnya.

Kedua fase dipisahkan oleh periode beberapa hari, dimana pasien merasa lebih
baik.

Beberapa gejala leptospirosis yang biasa nampak pada fase pertama (fase akut)
diantaranya yaitu:

-> Sakit kepala parah


-> Nyeri otot
-> Menggigil
-> Batuk
-> Sakit tenggorokan
-> Warna kulit kekuningan (jaundice)
-> Mata kekuningan
-> Mata berair
-> Mata kemerahan
-> Nyeri pada mata
-> Ruam kulit
-> Sakit perut
-> Diare
-> Muntah
-> Sensitif terhadap cahaya

Gejala-gejala di atas cukup umum sehingga membuat bingung dan sering dikira
sebagai gejala dari penyakit lain.

Identifikasi gejala leptospirosis pada fase awal sangat penting untuk menghindari
komplikasi kesehatan yang parah.

Jika dibiarkan tidak diobati dalam waktu yang lama, maka fase akut akan berlanjut
ke fase kedua.
Gejala fase kedua dari leptospirosis meliputi kerusakan ginjal, meningitis (radang
selaput otak), komplikasi pernapasan, dan gagal hati.

Gejala-gejala fase kedua bisa mengancam jiwa, jadi seseorang yang menderita
leptospirosis harus segera mendapatkan perawatan kesehatan.[]
Bencana banjir pada puncak siklon tropis Cempaka di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa
Timur selatan pada Selasa, 28 November 2017 sangat memprihatinkan. Bahaya ikutan setelah banjir
surut adalah *penyakit leptospirosis yang mematikan.* Leptospirosis adalah penyakit akibat infeksi
bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis). Apa yang perlu kita
waspadai?

Leptospirosis pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Dr. Adolf Weil dengan gejala *demam
tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa.* Penyakit dengan gejala
tersebut di atas oleh Goldsmith 1887 disebut sebagai Weil's Disease. Pada tahun 1915 Dr. Inada
berhasil membuktikan bahwa "Weil's Disease" *disebabkan oleh bakteri Leptospira
icterohemorrhagiae.*

Pada tahun 2016 yang lalu kasus leptospirosis di Indonesia mencapai 343 orang, meninggal 47
orang dan CFR (Case Fatality Rate) 13,70%, sedangkan di DIY dengan jumlah kasus 17 orang,
meninggal 6 orang, *maka CFR di DIY sangat tinggi, yaitu 35,29%.* Pada usia lebih dari 50 tahun
kematian mencapai 56%. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3-54% tergantung
sistem organ yang terinfeksi.

*Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease).* Urin (air
kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada
manusia maupun pada hewan. *Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di
daerah banjir.* Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih
selokan, *karena selokan banyak tercemar bakteri Leptospira.* Leptospirosis dapat juga mengenai
anak, yang tinggal *di lingkungan padat perkotaan dengan banyak tikus rumah yang berkeliaran.*

Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2-26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai
manifestasi yang sangat bervariasi dan *kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan
diagnosis, apalagi pada infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat.* Hampir 40%
penderita terpapar infeksi tidak bergejala *tetapi pemeriksaan serologis positif.* Sekitar 90%
penderita akan *mengalami mata dan kulit kuning ringan, sedangkan 5% kuning berat yang dikenal
sebagai penyakit Weil.* Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, *yaitu fase septisemik dan
fase imun.* Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita mungkin terlihat membaik.

*Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari
darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh.* Pada stadium ini, penderita akan
mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot.
Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya,
gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta *pembesaran limpa dan hati.* Fase Imun
sering disebut *fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi
kuman dari urin,* dan mungkin tidak didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini
terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.

Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada
pemeriksaan hati didapatkan kulit kuning, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati.
Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa
peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau
perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun.

*Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai kulit dan mata kuning atau jaundis,
disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan.* Kondisi ini terjadi pada
akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Manifestasi paru
meliputi batuk, kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas. Penderita dengan
kuning berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan, dan kolaps kardiovaskular. *Kasus berat
dengan gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40%.*

Diagnosa Leptospirosis biasanya *dilakukan dengan pemeriksaan serologis.* Antibodi dapat


ditemukan di dalam darah pada hari ke-5-7 sesudah adanya gejala klinis. Selain pemeriksaan
serologis, untuk mengkonfirmasi infeksi Leptospirosis adalah *Microscopic agglutination test (MAT).*
Kultur atau pengamatan bakteri Leptospira di bawah mikroskop berlatar gelap umumnya tidak
sensitif. Selain itu, diagnosa juga dapat dilakukan melalui pengamatan bakteri Leptospira pada
spesimen organ yang terinfeksi, dengan menggunakan imunofloresen.

Leptospirosis dapat *diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, amoksisillin, eritromisin* dan
antibiotika yang lebih baru. Namun demikian, keterlambatan pengobatan, kesalahan diagnosis,
ataupun terjadinya Sindrom Weil, *dapat meningkatkan angka kematian atau CFR (Case Fatality
Rate).*

Bencana banjir karena siklon tropis Cempaka di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus diantisipasi
sebaik mungkin. *Tidak hanya dengan rekonstruksi bangunan paska banjir, tetapi juga peningkatan
kewaspadaan akan bahaya leptospirosis.*

Anda mungkin juga menyukai