Anda di halaman 1dari 8

TENGGELAM (Drowning)

A. Definisi

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia)


disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Pada peristiwa tenggelam
(drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut
berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa
tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat
terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air.
Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban
sudah meninggal sebelum masuk kedalam air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat
mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30
sampai 40 mililiter untuk bayi

B. Jenis-Jenis Tenggelam

Jenis-jenis tenggelam antara lain

1. Wet drowning

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam.

2. Dry drowning

Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme
laring.

3. Secondary drowning

Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam
air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndrome

Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks
vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
C. Sebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh:

1. Vagal Reflex

Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex


disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-
mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya
sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).

2. Spasme Laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya
tidak didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga
disebut tenggelam tipe I.

3. Pengaruh air yang masuk paru-paru

a. Tenggelam di air tawar

Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai


gangguan elektrolit. Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah,
maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli
dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran
darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion
kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma
meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam
serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat
anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. Pemeriksaan post mortem
ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung
kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini
disebut tenggelam tipe II A.
b. Tenggelam di air asin

Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan
hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Konsentrasi
elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik
dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru yang akan menimbulkan
edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium
dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. Pemeriksaan post mortem ditemukan
adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada
janung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah
tenggelam (lebih lambat dibandingkan dengan tenggelam tipe IIA).

D. Cara Kematian

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:

1. Kecelakaan

Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut,
danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di kolam renang atau galian
tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain
karena mabuk atau mendapat serangan epilepsi.

2. Bunuh diri

Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-
kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam.

3. Pembunuhan

Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau
memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Pemeriksaan di tempat kejadian dapat
membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di
tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh lebih dahulu
dengan cara lain.
E. Pemeriksaan Post Mortem

Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar
mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam
keadaan membusuk. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:

1. Menentukan identitas korban

Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:

o Pakaian dan benda-benda milik korban

o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain

o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut

o Sidik jari

o Pemeriksaan gigi

o Teknik identifikasi lain

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam

Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah
meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan :

a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu
tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus
d. d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisika
dan kimia
e. sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai nilai bermakna.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning

Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe drowning
dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian

Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obat-obatan,


alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.

5. Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran nafas,
maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat
membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain.

6. Penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian

- Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka
perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran
pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin
disebabkan oleh sudden cardiac arrest. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan
kadang-kadang keracunan alkohol.

- Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian
terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan
sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang
bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke
dalam saluran pernapasan.

F. Gambaran Post Mortem Kasus Tenggelam

Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:

a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda
asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air

b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.

c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan.

d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat

kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air. Gambaran
kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut.

e. Washer woman’s hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan

dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya

membutuhkan waktu lama

f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban
berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau
benda-benda lain dalam air.
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-benda
dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu terbenam, tetapi dapat pula
terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.

Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:

a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran

pernafasan.

b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung

jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada

kasus tenggelam di laut.

c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.

Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat

robeknya penyekat alveoli (Polsin).

d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan

tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.

e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk

ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah


(melalui proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan

g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat

dalam usus h. halus.

G. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Diatom.

Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan asam
kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila seseorang
mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran nafas atau
pencernaan kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakkan
dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, sumsum
tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal
dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup
banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup
ditemukan satu

2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru

dan pemeriksaan getah paru.

3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada

darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air
tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung
kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.Perbedaan kadar
elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.

4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan

5. Pemeriksaan keracunan
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
2007.
5. Darmono, Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Penerapannya Dalam Penyidik Kasus
Tindak Pidana Kejahatan, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009.
6. Mohan S. Dharma, Dkk., Makalah Investigasi Kematian Dengan Toksikologi
Forensik FK, 2008, Tersedia di:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-dengan-
toksikologi-forensik-files-of-drsmed.pdf., Diakses pada tanggal 05 Januari 2012.
7. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di:
http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html. Diakses Pada Tanggal
05 Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai