Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keganasan hati terutama hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan penyakit

keganasan terbanyak ketujuh didunia. Angka prognosis dari keganasan hati meningkat

dalam 10 tahun terakhir, hal ini tidak lepas dari meningkatnya screening pada populasi resiko

tinggi, meningkatnya modalitas pencitraan, meningkatnya penilaian indikasi dari reseksi hati

pasien yang ketat, perbaikan dalam teknik operasi dan perawatan paska operasi yang baik.

(Philip D,2004, Fan, 1995).

Penilaian perioperatif diantaranya pemeriksaan fungsi hati menjadi suatu hal yang sangat

penting dalam menetukan batas anatomi dan besarnya tumor untuk meningkatkan efektifitas

reseksi. Hingga saat ini reseksi hati tetap menjadi pilihan utama dalam penanganan

keganasan hati. Pentingnya menentukan fungsi hati juga disebabkan meningkatnya

kebutuhan untuk meningkatkan cadangan fungsi hati dengan berbagai terapi perioperatif

sebelum dilakukan reseksi sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

Gagal hati merupakan penyebab kematian terbanyak setelah hepatektomi yang dilakukan

tanpa memperhitungkan cadangan fungsi hati. Penelitian cheng fang dkk, membuktikan

bahwa adanya hubungan antara keadaan perioperatif dengan angka kejadian terjadinya gagal

hati setelah operasi.

Universitas Sumatera Utara


Kriteria untuk melakukan reseksi dan perluasan reseksi hati bervariasi diantara ahli bedah

maupun institusi tetapi meliputi kombinasi pemeriksaan skor Child Pugh (CP) ,computed

tomography volumetric analysis, indocyanine green retensi 15 menit (ICG- R15) dan yang

terbaru dengan scintigraphy.(Roslyn, 2006) Dengan mempergunakan skor CP, maka pasien

dengan CP C merupakan kontra indikasi untuk reseksi hati, CP B dapat dilakukan minor

reseksi, dan pasien dengan CP A merupakan kandidat untuk mayor hepatectomi.(Kim, 2007)

Jika berdasarkan hasil pemeriksaan ICG-R15, menurut makuuchi apabila nilainya

normal (<10%) dapat dilakukan trisectorectomi, bila hasilnya 10-20% dilakukan

hepatektomi kiri atau kanan, dan bila hasilnya 30-39% hanya dapat dilakukan reseksi

terbatas, kemudian bila hasilnya >39% tindakannya hanya terbatas pada enukleasi

saja.(Makuuchi, 1999) Pada beberapa kasus, klasifikasi CP tidak selalu sesuai dengan ICG

R-15, misalnya; CP A dengan skor 5 atau 6 dapat memiliki nilai ICG-R15 diatas 10%, dan

tentu saja pasien ini bila dilakukan mayor hepatektomi memiliki angka morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki CP A dan hasil

ICG-R15 yang normal.(Schneider, 2004).

Saat ini di Indonesia pasien dengan tumor hati hanya diperiksa dengan menggunakan

Child Pugh, sementara yang berkembang saat ini modalitas pemeriksaan ICG menjadi

pilihan utama pada perioperatif pasien. Untuk itu penulis ingin mengetahui tentang hubungan

antara kedua pemeriksaan tersebut pada pasien tumor hati

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara hasil pemeriksaan ICG-R15 dengan skor CP pada penderita

tumor hati di RSUP H. Adam Malik Medan

Universitas Sumatera Utara


1.3 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan positif antara ICG-R15 dengan skor CP pada penderita tumor hati di RSUP H.

Adam Malik Medan

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara hasil pemeriksaan ICG-R15 dengan skor CP pada

penderita tumor hati di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Akademik / Ilmiah

Sebagai pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Bedah

Pelayanan masyarakat

Sebagai bahan masukan dan memberikan informasi bagi pihak RSUP H. Adam Malik

medan,terutama bagi pembuat keputusan dan pelaksana layanan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan dalam perawatan dan pengobatan penderita tumor hati.

Pengembangan penelitian

Memberikan data awal kepada divisi bedah digestif tentang adanya hubungan antara hasil

pemeriksaan ICG-R15 dengan skor CP yang besar manfaatnya untuk pasien pasien yang

menjalani reseksi hati dan transplantasi hati.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai