Anda di halaman 1dari 104

KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF

DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

MARWA PRINANDO

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
SUMMARY

MARWA PRINANDO. E34070087. Diversity of Invasive Alien Plants Species


at Campus of IPB Darmaga, Bogor. Under supervision of AGUS HIKMAT
and ERVIZAL A.M. ZUHUD.

Campus of IPB Darmaga has an area about 256, 97 ha. This area has
diversity of vegetation cover included both of homogenous and mixed vegetation
which is used as an experimental garden and also green open spaces. Existing
vegetation at campus are partly derived from species introductions. Sometimes,
introductions of this species can disturb the plant‟s ecology that exists at this
campus, especially invasive plants. By reason of that, it is necessary to do an
research about species of invasive alien plants for identification species
composition and spatial distribution patterns of invasive alien plants at campus of
IPB Darmaga.
This research was conducted on January to February 2011 at ten units of
locations. They are Fahutan Arboretum, Tropical Forest Arboretum, Lanskap
Arboretum, Forest beside Al-Hurriyyah Mosque, Cikabayan Forest, Rubber Stand
in front of Rusunawa and C4 Silva Dormitory, Teak Stand at Sengked, Pine Stand
at Cangkurawok, and Sengon Stand at Rektorat. Data collecting was done by
vegetation analysis using double plots method with 2 m x 2 m as the size, the
distances between plots is about 5 m. There were 25 plots for each unit locations.
The identification of these invasive alien plants species used Webber‟s field guide
book (2003) and ISSG (2005).
The results of vegetation analysis found that the numbers of species which
can be identified are 153 species from 60 families. Pine Stand at Cangkurawok
has the highest species composition with 56 species from 33 families. On the
contrary, Rubber Stand in front of C4 Silva Dormitory has the lowest species
composition with 26 species from 19 families. Campus of IPB Darmaga has
eleven species which classified as invasive alien species from nine families,
namely; Ageratum conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King &
H.E.Robins (Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis
guineensis Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania
micrantha H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass & Walp. (Fabaceae)
Piper aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea
campanulata Beauv. (Bignoniaceae), and Swietenia macrophylla King.
(Meliaceae). Meanwhile, the spatial distribution patterns of all these species were
clumped.

Keywords: Diversity, Introduction, Invasive alien species, Vegetation analysis.


RINGKASAN

MARWA PRINANDO. E34070087. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan


Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Dibimbing oleh AGUS
HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD

Kampus IPB Darmaga dengan luas sekitar 256,97 ha memiliki tutupan


vegetasi yang beragam, baik itu vegetasi homogen maupun campuran yang
digunakan sebagai kebun percobaan dan ruang terbuka hijau. Vegetasi yang ada di
kampus ini sebagian berasal dari spesies introduksi. Introduksi spesies ini
adakalanya dapat mengganggu ekologi tumbuhan yang ada di kampus ini,
terutama tumbuhan yang bersifat invasif. Sehubungan dengan itu, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai spesies tumbuhan asing invasif untuk
mengidentifikasi komposisi spesies dan pola penyebaran spesies tumbuhan asing
invasif di Kampus IPB Darmaga.
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari–Februari 2011 di sepuluh unit
lokasi, yaitu Arboretum Fahutan, Arboretum Hutan Tropika, Arboretum Lanskap,
Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan Cikabayan, Tegakan Karet di
depan Rusunawa dan Asrama C4 Silva, Tegakan Jati Sengked, Tegakan Pinus
Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat. Pengambilan data dilakukan
dengan analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda ukuran 2 m x 2 m,
jarak antar petak 5 m, dan sebanyak 25 petak contoh untuk setiap unit lokasi.
Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif menggunakan buku panduan lapang
Webber (2003) dan ISSG (2005).
Jumlah spesies hasil analisis vegetasi yang dapat diidentifikasi sebanyak
153 spesies dari 60 famili. Tegakan Pinus Cangurawok memiliki komposisi
spesies tumbuhan tertinggi, yakni 56 spesies dari 33 famili, sementara Tegakan
Karet di depan Asrama C4 Silva memiliki komposisi spesies terendah, yakni 26
spesies dari 19 famili. Spesies tumbuhan yang tergolong spesies asing invasif di
Kampus IPB Darmaga berjumlah sebelas spesies dari sembilan famili yaitu;
Ageratum conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King &
H.E.Robins (Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis
guineensis Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania
micrantha H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass & Walp. (Fabaceae)
Piper aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea
campanulata Beauv. (Bignoniaceae), dan Swietenia macrophylla King.
(Meliaceae). Sementara itu, pola penyebaran seluruh spesies tersebut adalah
mengelompok.

Kata kunci : Keanekaragaman, Introduksi, Spesies asing invasif, Analisis


vegetasi.
KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF
DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

MARWA PRINANDO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman


Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor” adalah
benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai Karya Ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Marwa Prinando
NIM E34070087
Judul Skripsi : Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Di Kampus IPB Darmaga, Bogor
Nama : Marwa Prinando
NIM : E34070087

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS
NIP. 19620918 198903 1 002 NIP 19590618 198503 1 003

Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS


NIP 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Galuh, 25 Maret 1989 sebagai


anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Fitriadi dan
Halimah Tussa‟diah. Pendidikan formal yang ditempuh
penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDN 017
Bangun Jaya, lulus pada tahun 2001, Sekolah Menengah
Pertama di SMPN 22 Tebo, lulus pada tahun 2004, dan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Tebo, lulus pada tahun 2007. Pada tahun
2007 penulis mendapat Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintah Provinsi
Jambi untuk melanjutkan studi S1 di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di berbagai kepanitian dan
organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai Ketua Dewan Presidium Himakova
(2008), Wakil Direktur LS Bina Desa BEM KM IPB (2008), Ketua Divisi
Keagamaan Himpunan Mahasiswa Jambi-Bogor (2009), Ketua Departemen
Kajian Strategis dan Advokasi BEM Fakultas Kehutanan (2010), dan anggota
Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM “Tarsius”) Himakova (2008-2011). Prestasi
yang pernah penulis dapatkan selama kuliah diantarnya; Juara III LKT Komunitas
Adat Terpencil Tingkat Nasional (2007), Dibiayai Dikti dalam PKM-Penelitian
(2009), Juara I Lomba Essay se-Bogor Raya (2010), Penghargaan Dikti untuk
PKM-Artikel Ilmiah dan PKM-Gagasan Tertulis (2010), dan Mahasiswa
Berprestasi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (2010).
Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA. Leuweng
Sancang-TWA. Papandayan, Jawa Barat (2009), Praktek Pengelolaan Hutan
(P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2010). Selain itu, penulis juga
melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran,
Jawa Timur (2011).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing
Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor” di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus
Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB
Darmaga, Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Skripsi ini diharapkan memberikan informasi mengenai spesies
tumbuhan asing invasif yang ada di Kampus IPB Darmaga, sehingga dapat
dijadikan pertimbangan dalam upaya-upaya pengelolaan, pengembangan dan
perlindungan spesies tumbuhan di kampus IPB Darmaga, serta dapat dianalogikan
di tempat lainnya, terutama di kawasan konservasi di Indonesia.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan skripsi ini
yang masih menyimpan kekurangan-kekurangan. Harapannya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dunia kehutanan pada khususnya.
Amin.

Bogor, Juni 2011

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak,
sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F, selaku dosen pembimbing pertama dan Prof. Dr.
Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS., selaku dosen pembimbing kedua, yang telah
memberikan arahan, motivasi dan bimbingan selama penelitian serta
penyusunan dan penulisan skripsi
2. Eva Rachmawati, S.Hut., M.Si, selaku ketua sidang dan Ir. Iwan Hilwan, MS.,
selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur pada sidang komprehensif
penulis
3. Semua Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
yang telah memberikan dan mengajarkan banyak ilmu kepada penulis
4. Ayahanda Fitriadi, Ibunda Halimah Tussa‟diah, Adik-adik ku; Ayu Santika
dan Suci Utami, serta keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih
sayang serta pengorbanan baik moril maupun materi
5. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi yang telah memberikan Beasiswa untuk
menempuh studi di IPB sampai lulus
6. Dahlan, Rona, Oman Nurrohman, Anang Wahyudi, Prakoso Bayu dan Hadi
Surono yang telah membantu penelitian di lapangan
7. Bapak Riyadi, S.Pd, Ibu Badriyah, S.Pd, Ibu Nurhasni S.Pd, Bapak
Syukmaidi, S.Pd, dan Bapak Rismawaldi, S.Pd, sekeluarga yang telah
memberikan motivasi dan wejangan-wejangan selama menempuh studi di IPB
8. Kartika Irmawati, atas semangat dan motivasi yang selalu diberikan
9. Muhrina A.S. Hasibuan, Novriyanti, dan Siti Prihatin atas kebersamaanya
dalam perjuangan menyelesaikan skripsi
10. Teman-teman Laboratorium Konservasi Tumbuhan atas canda dan tawa serta
pengalaman selama kuliah dan penelitian
11. Keluarga Besar KSHE ‟44 KOAK , yang memberi warna selama perkuliahan
dan penelitian
12. Keluarga Besar Himakova yang telah berbagi ilmu dan pelajaran hidup
13. Teman-teman BUD Jambi „44, dengan suka, duka, dan semangat empat
tahunnya
14. Semua pihak yang tidak dapat sebutkan satu persatu yang dengan caranya
masing-masing baik langsung maupun tidak langsung yang telah membantu
terselesaikannnya skripsi ini.
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 2
1.3 Manfaat ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spesies Tumbuhan Asing Invasif ............................................... 4
2.2 Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif ................. 6
2.3 Peraturan Mengenai Spesies Asing Invasif ................................ 7
2.4 Pengendalian Spesies Asing Invasif .......................................... 10
2.5 Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Tumbuhan ............... 10
2.6 Tumbuhan Bawah ...................................................................... 11
2.7 Habitus ....................................................................................... 12
2.8 Pola Penyebaran Tumbuhan....................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu ..................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 14
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan .................................................. 15
3.4 Batasan Penelitian .................................................................... 15
3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 15
3.6 Analisis Data ........................................................................... 17
3.6.1 Komposisi tumbuhan ....................................................... 17
3.6.2 Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan ................... 18
3.6.3 Tingkat kemerataan spesies tumbuhan ........................... 18
3.6.4 Indeks kesamaan ............................................................. 18
3.6.5 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif .......... 19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Luas ........................................................................ 21
4.2 Topografi, Iklim dan Jenis Tanah ............................................. 21
4.3 Flora dan Fauna ........................................................................ 21
4.4 Tutupan Lahan ......................................................................... 22
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Tumbuhan ................................................................ 23
5.1.1 Komposisi spesies dan famili .......................................... 23
5.1.2 Dominansi spesies tumbuhan .......................................... 25
5.1.3 Keanekaragaman dan kemerataan spesies tumbuhan ...... 27
5.1.4 Kesamaan komunitas spesies tumbuhan ......................... 29
5.2 Spesies Tumbuhan Asing Invasif ............................................... 30
5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif ........................... 30
5.2.2 Dominansi spesies tumbuhan asing invasif ..................... 30
5.2.3 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif ........... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 50
5.2 Saran ........................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................... 56
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa Taman Nasional
di Indonesia.. ............................................................................................ 6
2. Spesies tumbuhan dengan INP≥10% di lokasi penelitian ......................... 26
3. Indeks kesamaan tumbuhan antar komunitas di Kampus IPB Darmaga .. 29
4. Spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga ...................... 30
5. INP spesies tumbuhan asing invasif dan peringkatnya dalam komunitas 31
6. Nilai Indeks Penyebaran Morishita spesies tumbuhan asing invasif ........ 44
7. Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga .... 45
DAFTAR GAMBA R

No. Halaman
1. Lokasi penelitian ....................................................................................... 14
2. Petak ganda untuk analisis vegetasi ........................................................... 16
3. Komposisi spesies dan famili tumbuhan di lokasi penelitian Kampus IPB
Darmaga ..................................................................................................... 23
4. Pemotongan tumbuhan bawah di lokasi penelitian .................................... 25
5. Indeks Keanekaragaman dan Kemarataan spesies di lokasi penelitian
Kampus IPB Darmaga ............................................................................... 28
6. Anakan Kelapa sawit (Elaeis guineensi Jacq.) .......................................... 32
7. Harendong bulu (Clidemia hirta G. Don.) ................................................. 33
8. Sembung rambat (Mikania micrantha H.B.K) .......................................... 34
9. Tembelekan (Lantana camara L.) ............................................................. 35
10. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) .................................. 37
11. Babandotan (Ageratum conyzoides L.) ..................................................... 38
12. Hareueus (Rubus moluccanus L.) dan Hutan Cikabayan yang dikonversi
jadi kebun Kelapa sawit ............................................................................ 39
13. Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins) dan
anakannya ............................................................................................... 40
14. Putri malu (Mimosa pudica Duchass & Walp.) ....................................... 41
15. Kiengsrot (Spathodea campanulata Beauv.) ........................................... 42
16. Seuseureuhan (Piper aduncum L.) ........................................................... 43
17. Penyebaran mengelompok pada tumbuhan ............................................. 44
18. Peta penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di setiap lokasi
penelitian di Kampus IPB Darmaga ....................................................... 46
19. Bekas pemotongan pada Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan
Kondisinya setelah pemotongan ........................................................... 47
19. Perkebunan Kelapa sawit (E. guineensis) yang berbatasan dengan
kawasan konservasi di Kalimantan dan pembongkaran E. guineensis
yang merambah TN Tesso Nilo, Riau ...................................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi yang teridentifikasi
di Kampus IPB Darmaga……………………………………………….. 57
2. Hasil perhitungan INP di tiap lokasi penelitian ........................................ 64
3. Hasil Indeks kesamaan spesies antar komunitas tumbuhan di Kampus
IPB Darmaga ............................................................................................ 85
4. Perhitungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif………….. 87
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kampus IPB Darmaga dengan luas sekitar 256,97 ha memiliki tutupan
vegetasi yang beragam, baik itu vegetasi homogen maupun campuran yang
digunakan sebagai kebun percobaan dan ruang terbuka hijau (Kurnia 2003).
Vegetasi yang ada di kampus ini mulai dari semak, padang rumput, tegakan karet,
tegakan pinus, tegakan sengon, hutan campuran, arboretum bambu, dan taman.
Keragaman vegetasi ini menyebabkan kampus IPB Darmaga juga memiliki
keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi.
Kondisi vegetasi yang ada saat ini tidak hanya terdiri dari spesies asli
Kampus IPB Darmaga saja, akan tetapi beberapa spesies tumbuhan merupakan
hasil dari introduksi. Keberadaan spesies yang diintroduksi ini tidak terlepas dari
pembangunan taman-taman dan arboretum-arboretum yang berguna sebagai ruang
terbuka hijau atau kebun percobaan untuk kegiatan belajar mengajar di Kampus
IPB Darmaga. Namun, Spesies yang diintroduksi tersebut dapat berdampak
negatif dalam bidang ekonomi dan ekologi, terutama yang bersifat invasif.
Beberapa studi telah melaporkan bahwa kerugian secara ekonomi yang
ditanggung suatu negara akibat invasi spesies asing dapat mencapai 375 juta dolar
per tahun, bahkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun
2000 kerugiannya mencapai 5 milyar dolar (Purwono et al. 2002). Secara ekologi,
spesies asing invasif dapat menimbulkan masalah yang serius pada habitat yang
baru. Menurut Mooney dan Cleland (2001) beberapa spesies asing invasif dapat
mengubah jalur evolusi dari spesies lokal melalui kompetisi, pemindahan relung,
dan akhirnya kepunahan. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
introduksi suatu spesies tumbuhan yang melewati batas geografis, baik disengaja
maupun tidak, dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi komunitas
tumbuhan di ekosistem yang baru. Hal ini menyebabkan keberadaan spesies
tumbuhan asing invasif pada suatu habitat baru cenderung merugikan karena
dapat mengancam ekosistem dan keanekaragaman hayati (Wittenberg & Cock
2003).
Spesies tumbuhan asing invasif dilaporkan telah menjadi permasalahan
ekologi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, seperti Acacia nilotica di
Taman Nasional Baluran, Passiflora suberosa di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Chromolaena odorata di Taman Nasional Ujung Kulon, Lantana
camara di Taman Nasional Meru Betiri, Merremia peltata di Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, dan Eichhornia crassipes di Taman Nasional Wasur (BLK
2010; Purwono et al. 2002).
Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif pada habitat yang baru dapat
menyebabkan homogenitas biotik dan pergantian spesies lokal dengan spesies
tersebut (Olden et al. 2004). Hal ini dikarenakan spesies tumbuhan asing invasif
mampu beradaptasi dan memungkinkan terjadinya kompetisi interspesifik.
Kemampuan adaptasi yang tinggi dari spesies tumbuhan asing invasif
menyebabkan spesies tersebut terkadang mampu mendominasi suatu habitat yang
baru. Dominasi tentu saja akan mengancam spesies lokal di habitat yang baru
tersebut. Spesies tumbuhan asing invasif yang paling serius mengancam ekologi
tumbuhan di suatu habitat adalah spesies yang memiliki perkembangan vegetatif
dan generatif yang baik dan penyebarannya mudah, terutama yang memiliki
habitus semak, liana, herba, pohon dan palem.
Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga
perlu mendapat perhatian, sementara penelitian mengenai spesies ini belum
banyak diungkap. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai spesies
tumbuhan asing invasif tersebut, sebagai salah satu upaya preventif dalam
melindungi keanekaragaman hayati di Kampus IPB Darmaga.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi komposisi dan keanekaragaman spesies tumbuhan asing
invasif di Kampus IPB Darmaga.
2. Mengidentifikasi pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus
IPB Darmaga.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai spesies
tumbuhan asing invasif yang ada di Kampus IPB Darmaga, sehingga dapat
dijadikan pertimbangan dalam upaya-upaya pengelolaan, pengembangan dan
perlindungan spesies tumbuhan di kampus IPB Darmaga. Selain itu, dapat juga
dianalogikan untuk upaya preventif dalam perlindungan sumberdaya alam hayati,
khususnya tumbuhan di kawasan hutan, terutama kawasan konservasi di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spesies Tumbuhan Asing Invasif


Spesies invasif erat kaitannya dengan spesies asing (alien species), maka
seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien species). Spesies asing
invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu
ekosistem, dan yang menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan,
serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell 2005). Sementara itu,
menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun
fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh
dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi, gulma, hama,
dan penyakit pada spesies-spesies asli.
Spesies asing invasif juga juga erat kaitannya dengan spesies eksotik.
Spesies eksotik menurut Primack (1998) adalah spesies yang terdapat di luar
distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat
yang baru, namun, sekian persen dari spesies itu dapat tumbuh dan berkembang di
lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.
Spesies asing invasif tidak dapat terlepas dari adanya upaya introduksi
yang dilakukan pada suatu habitat yang baru. Introduksi menurut IUCN diacu
dalam Purwono et al. (2002) adalah suatu pergerakan, oleh kegiatan manusia,
berupa spesies, subspesies atau organisme pada tingkatan takson yang lebih
rendah, keluar dari tempat asalnya. Introduksi spesies menurut Primack (1998)
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni; kolonisasi bangsa-bangsa Eropa,
hortikultura, pertanian, perikanan, pengangkutan yang tidak sengaja dan kontrol
biologi. Selain itu, banyak spesies tumbuhan yang secara sengaja maupun tidak
terbawa oleh manusia ke belahan bumi yang lain. Namun, menurut Jose et al.
(2009) tidak semua introduksi yang dilakukan menghasilkan spesies yang bersifat
invasif, hanya sebagian kecil saja spesies yang diintroduksi bersifat invasif di
habitatnya yang baru.
Aktivitas dan mobilitas manusia telah menyebabkan spesies tumbuhan
terbawa dan menyebar ke berbagai belahan bumi (Mooney dan Cleland (2001).
Hal ini dimungkinkan dengan dimulainya era eksplorasi yang dapat
menghilangkan penghalang biogeografi yang sebelumnya biota benua selama
jutaan tahun. Sifat invasif tumbuhan ini dapat terjadi pada tumbuhan akuatik dan
terestrial.
Spesies tumbuhan asing invasif secara umum memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan gulma. Karakteristik tersebut menurut Sukisman (2010)
adalah:
1. Mempunyai alat penyebaran yang mudah tersebar
2. Biji dormansinya lama, akan pecah apabila kondisi lingkungan sesuai, dan
perkecambahan tidak serentak
3. Biji berkecambah dalam cahaya, dan tidak dapat berkecambah dalam gelap
4. Kecambah teradaptasi dengan tempat terbuka dalam berbagai variasi suhu
dan kelembaban
5. Tidak tergantung pada jenis tanah tertentu
6. Populasi tinggi dan mampu memproduksi biji sangat banyak dan
berkesinambungan
7. Tumbuh dan menjadi dewasa sangat cepat
8. Tidak tergantung pada polinator, dapat melakukan penyerbukan sendiri atau
apomixis
9. Apabila berumur panjang (tahunan, bereproduksi secara vegetatif atau
fragmentasi )
10. Mampu berkompetisi interspesifik dengan berbagai cara.
Sukisman (2010) juga menyatakan bahwa yang paling menonjol dari
karakteristik spesies tumbuhan asing invasif adalah:
1. Cepat membangun naungan yang lebat
2. Tumbuhan asing invasif juga dapat bersifat different phenology dan tumbuh
lebih dulu (pioner) dibanding tumbuhan lain, dan
3. Tumbuhan asing invasif tidak mempunyai musuh alami, bahkan sifat ini
sangat menonjol pada tumbuhan asing invasif seperti Chromolaena odorata,
Mimosa pigra, Mikania micrantha, dan lain sebagainya.
2.2 Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Spesies asing invasif berkembang demikian pesat, sehingga merugikan
spesies asli. Melalui kompetisi perebutan sumberdaya yang terbatas, spesies asing
invasif dapat menggantikan spesies asli, mengalahkan spesies asli hingga punah,
atau mengubah kondisi habitat sehingga spesies asli tidak dapat bertahan lagi.
Wilcove et al. (1998) melaporkan bahwa spesies eksotik yang invasif merupakan
ancaman terhadap spesies terancam punah di Amerika Serikat, dan berdampak
buruk, terutama bagi burung dan tumbuhan. Spesies asing invasif juga dapat
mendominasi suatu habitat baru dimana spesies tersebut tumbuh salah satu
faktornya adalah ketiadaan predator dan parasit alami di habitat tersebut (Primack
1998). Saat ini, spesies tumbuhan asing invasif juga telah menjadi permasalahan
ekologi di Indonesia, terutama kawasan konservasi. Beberapa Taman Nasional di
Indonesia yang telah terinvasi oleh spesies tumbuhan asing invasif disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa Taman Nasional di
Indonesia
No. Lokasi Spesies
1. TN Baluran Acacia nilotica, Thespesia lampas, Brachiaria reptans,
Abelmoschus moschatus, Flemingea lineata
2. TN Gunung Gede Pangrango Passiflora suberosa, Eupatorium sordidum, Eupatorium
riperum, Eupatorium inulifolium, Cestrum aurantiacum,
Brugmansia suaveolens, Clidemia hirta, Cobaea
scandens, Musa acuminata
3. TN Ujung Kulon Chromolaena odorata
4. TN Meru Betiri Lantana camara, Chromolaena odorata, Hyptis capitata,
Synedrella nodiflora, Paspalum conjugatum, Ottochloa
nodosa, Sida acuta, Cyperus sp., Kyllingia monocephala,
Ageratum conyzoides, Vernonia cinerea, Sclerea
purpurea, Urena lobata
5. TN Bukit Barisan Selatan Merremia peltata, Imperata cylindrica
6. TN Wasur Eichhornia crassipes, Chromolaena odorata, Mimosa
pigra, Stachytarpheta urticaefolia, Lantana camara,
Acacia nilotica
Sumber: BLK (2010), Purwono et al. (2002).
Spesies tumbuhan asing invasif juga dapat mempengaruhi kondisi
populasi, kekayaan, keanekaragaman, komposisi, kelimpahan, dan interaksi
(termasuk mutualisme), berdampak langsung pada tingkat spesies yang terjadi
pada proses predasi, kompetisi, dan penyebaran parasit pada individu organisme
(Reaser et al. 2007). Salah satu contoh adanya gangguan ekologis akibat invasi
spesies tumbuhan asing adalah invasi Acacia nilotica yang telah menginvasi 5000
hektar kawasan Taman Nasional Baluran atau seperlima dari luas kawasan
seluruhnya. Hal ini berdampak negatif pada habitat banteng yang menjadi fokus
konservasi di kawasan ini dan satwa lainnya (Mutaqin 2002).
Contoh kasus lain adalah enceng gondok (Eichhornia crassipes) yang saat
ini telah menimbulkan permasalahan dengan perkembangbiakannya yang cepat
sehingga sulit dikendalikan. Enceng gondok telah menginvasi daerah irigasi di
Indonesia (Pane & Hasannudin 2002). Menurut TAES (2008) diacu dalam
Ujiyani (2009) bentangan enceng gondok dapat menyebabkan terjadinya
kekurangan oksigen perairan dan membunuh ikan-ikan yang ada di dalamnya.
Sementara Cock (2001) diacu dalam Ujiyani (2009) mengemukakan bahwa
enceng gondok dapat menyebabkan tergantikannya populasi tumbuhan air yang
sudah ada.

2.3 Peraturan Mengenai Spesies Asing Invasif


Peraturan yang ada di Indonesia terkait dengan spesies asing baik bersifat
invasif atau tidak, tertuang dalam beberapa produk hukum berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 3 Ayat (1) mengenai usaha dan atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup, termasuk introduksi tumbuh-tumbuhan, spesies
hewan, dan spesies jasad renik. Kegiatan introduksi ini wajib melakukan
AMDAL.
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat (3)
mengenai impor produk hortikultura dilakukan melalui pintu yang telah
ditetapkan. Pintu yang ditetapkan dimaksudkan untuk memudahkan
pengawasan terkait dengan masuknya OPT karantina, keamanan hayati,
spesies asing yang invasif dan keamanan pangan.
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation
Convention on Biological Diversity (CBD) Pasal 8 butir h mengenai setiap
pihak yang menandatangani konvensi ini diwajibkan untuk mencegah
masuknya serta mengendalikan atau membasmi spesies-spesies asing yang
mengancam ekosistem, habitat atau spesies lain di habitat yang asli.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Pasal 5 Ayat (1) suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib
ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila: butir 1.b, terjadi
penurunan yang tajam jumlah individunya di alam. Adapun dalam
penjelasannya penurunan populasi ini terkait dengan ancaman dari faktor luar
termasuk jenis asing (jenis introduksi). Pada Ayat (2) butir 2.e dijelaskan
mengenai pemasukan jenis asing harus dihindarkan, butir 2.f dijelaskan selain
jenis tumbuhan dan satwa asli, jenis asing juga termasuk di dalamnya,
sehingga jenis-jenis asing ini perlu untuk dimusnahkan.
5. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman
Hayati dan Ekosistemnya; Bab IV, Pasal 19, Ayat (3) yang mengatur dan
melarang aktivitas yang dapat mengubah kondisi alami kawasan suaka alam
seperti menambah spesies yang tidak asli, Bab VII, Pasal 33, Ayat (2) yang
melarang melakukan aktivitas yang dapat merubah zona inti taman nasional
seperti menambah spesies satwa dan tumbuhan yang tidak asli.
6. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
yang menegaskan perlindungan dan pencegahan kehilangan tumbuhan dari
gulma atau tumbuhan pengganggu lainnya, serta aksi pemberantasan
organisme pengganggu yang mampu berkembang seperti gulma di beberapa
lokasi dan menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 7, 8,
Bab III, Pasal 21). Selain itu, dalam pasal 10 menyebutkan mekanisme
introduksi spesies asing dan beberapa pasal mengenai monitoring dan
manajemen gulma dan spesies asing.
7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan yang mengatur tugas dan fungsi utama karantina hewan dan
tumbuhan di pelabuhan, bandara, daerah perbatasan dan pelabuhan antar
pulau. Karantina dilaksanakan berdasarkan berbagai komoditas, seperti
persediaan makanan, tanaman budidaya, hasil perkebunan dan hasil hutan
yang bertujuan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan hewan dan
tumbuhan tersebut.
Spesies asing invasif juga menjadi perhatian dunia internasional sejak
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Adapun
perangkat hukum mengenai pengendalian spesies asing invasif di dunia
internasional sebagai berikut:
1. Convention on Biological Diversity (CBD) tahun 1992 mengenai konservasi
insitu yang berkaitan dengan pencegahan masuknya spesies asing invasif,
mengendalikan dan membasmi spesies yang mengancam ekosistem, habitat,
dan spesies (Pasal 8 butir h).
2. Konferensi Ramsar di Iran tahun 1971 dan Kosta Rika tahun 1998. Resolusi
VII.4 mengenai spesies invasif dan lahan basah terkait dengan kesadaran akan
beberapa ancaman spesies asing terhadap ekologi dan karakteristik lahan
basah, spesies lahan basah, daratan dan lautan.
3. CITES dalam Konferensi Resolusi 13.10 tahun 1997 mengenai perdagangan
spesies asing invasif dengan hasil rekomendasi diantaranya:
a). Mempertimbangkan masalah spesies asing invasif dalam peraturan dan
perundang-udangan yang terkait dengan hewan dan tumbuhan yang
diperdagangkan secara hidup-hidup, b). Berkonsultasi dengan otoritas
manajemen terkait tujuan impor suatu negara, kemungkinan dan
penerapannya, serta pertimbangan ekspor yang berpotensi sebagai spesies
asing invasif, untuk memutuskan peraturan yang diberlakukan dalam hal
impor, dan c). Mempertimbangkan peluang sinerginya CITES dan CBD untuk
bekerjasama dan berkolaborasi antara dua kovensi dalam isu introduksi
spesies asing yang berpotensi invasif.
Ramsar juga mengembangkan aksi strategis dalam rencana kerja periode
2003-2008. Dalam konvensi ini, Ramsar memandatkan untuk mengembangkan
pedoman dan aksi untuk mencegah, mengontrol, dan memusnahkan spesies asing
invasif di ekosistem lahan basah (BLK 2010).
2.4 Pengendalian Spesies Asing Invasif
Indonesia telah memiliki rencana pengelolaan keanekaragaman hayati
nasional 2003-2020 yang biasa disebut Rencana Aksi dan Strategi
Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) (BLK 2010). Strategi ini
memerlukan penerapan yang efektif dalam meminimalisir krisis keanekaragaman
hayati. Dokumen dari lembaga tersebut berisikan tindakan yang seharusnya
diambil sehingga dapat dijadikan alat untuk memperkuat kebijakan dalam
pengelolaan keanekaragaman hayati, meliputi program pengendalian dan
pencegahan berkembangnya spesies asing invasif seperti spesies yang
dibudidayakan (BLK 2010).
Tindakan pengendalian juga dilakukan melalui karantina. Perkarantinaan
di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Berdasarkan peraturan tersebut, karantina
didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan sebagai upaya
pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme
pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau
keluarnya dari wilayah Negara Republik Indonesia.
Khusus untuk karantina tumbuhan telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Karantina Tumbuhan. Karantina
tumbuhan merupakan tindakan upaya pencegahan masuk dan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area
lainnya di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Republik Indonesia.
Tindakan karantina tumbuhan terdiri atas delapan tindakan yakni, pemeriksaan,
pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan
pelepasan. Strategi lain yang digunakan di Indonesia untuk mengendalikan spesies
asing invasif, termasuk di dalamnya spesies tumbuhan adalah pemberantasan,
penahanan, pengawasan, dan mitigasi (Tjitrosoemito 2004).

2.5 Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Tumbuhan


Keanekaragaman spesies adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara
anggota-anggota kelompok spesies tersebut (Mcnaughton & Wolf 1990). Suatu
komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang
hampir sama, sebaliknya apabila komunitas disusun oleh sedikit spesies yang
dominan, maka keanekaragaman spesiesnya rendah. Keanekaragaman spesies
terdiri dari dua komponen, yaitu jumlah spesies yang ada, umumnya mengarah
pada kekayaan (richness) dan kelimpahan relatif spesies yang mengarahkan ke
kesamaan (evenness) (Mcnaughton & Wolf 1990).
Keanekaragaman spesies erat kaitanya dengan komposisi spesies dalam suatu
komunitas. Komposisi komunitas tumbuhan menurut Misra (1974) merupakan
variasi spesies flora yang menyusun suatu komunitas dan daftar floristik dari
spesies tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas. Komposisi tumbuhan juga
digunakan untuk menyatakan beragamnya spesies yang ada di hutan (Richard
1966). Sementara itu, menurut Sorianegara dan Indrawan (1998) komposisi
spesies berbeda antara populasi dan komunitas yang ada di dalam hutan.

2.6 Tumbuhan Bawah


Definisi hutan menurut UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkunganya,
yang mana komponen-komponennya saling terkait dan tidak dapat terpisahkan.
Tegakan hutan dapat berupa kumpulan dari beberapa spesies pohon atau
satu spesies saja. Namun, di dalam tegakan hutan pasti akan dijumpai stratifikasi
atau pelapisan tajuk. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan
tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem
hutan. Stratifikasi terjadi karena dua hal penting yang dialami atau dimiliki
tumbuhan dalam persekutuan hidupnya dengan tumbuhan lain, yakni akibat
persaingan tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas
radiasi matahari (Indriyanto 2006).
Salah satu penyusun hutan adalah tumbuhan bawah atau ground
vegetation. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan liar yang tumbuh secara alami di
bawah tegakan hutan (Setiadi 1984). Tumbuhan bawah dapat dijadikan indikator
kondisi lingkungan suatu tegakan hutan. Menurut Smith (1957) diacu dalam
Setiadi (1986) adanya tumbuhan bawah seringkali dapat menunjukkan perbedaan
kualitas tanah seperti suplai hara, drainase, aerasi, dan pH tanah. Perbedaan
tersebut dapat dicirikan oleh sejumlah spesies atau oleh ketahanan tumbuh dari
spesies tersebut. Spesies tumbuhan bawah dapat dijadikan indikator ekologi
apabila spesies tersebut dominan pada suatu habitat tertentu (Walter 1971).

2.7 Habitus
Habitus didefinisikan sebagai bentuk atau sosok tubuh (Prent et al. 1969).
Habitus erat kaitannya dengan bentuk pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan
merupakan penggolongan tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat,
atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum menurut
Indriyanto (2006) diantaranya pohon, semak, perdu, herba, dan liana. Adapun
menurut Depdikbud (1989), definisi dari masing-masing bentuk pertumbuhan dan
umumnya lebih dikenal sebagai habitus adalah:
1. Pohon, merupakan tumbuhan yang berbatang keras dan besar,
2. Semak, merupakan tumbuhan seperti perdu, tetapi lebih kecil dan rendah,
hanya cabang utamanya yang berkayu,
3. Perdu, merupakan tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh rendah
dekat dengan permukaan tanah, dan tidak mempunyai batang yang tegak,
4. Herba, merupakan tumbuhan yang mempunyai batang basah karena banyak
mengandung air dan tidak mempunyai kayu, dan
5. Liana, merupakan tumbuhan yang merambat, hanya ada di hutan tropis,
mempunyai batang berkayu panjang, dan terkadang berbentuk unik.

2.8 Pola Penyebaran Tumbuhan


Penyebaran merupakan paramater kualitatif yang menggambarkan
keberadaan spesies organisme pada ruang horizontal. Penyebaran tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yakni acak (random), merata (uniform), dan
berkelompok (clumped) (Indriyanto 2006).
Penyebaran secara acak jarang sekali ditemukan, keadaan ini hanya
ditemukan pada tempat dengan banyak faktor kecil bersimbiosis dalam suatu
populasi. Sementara itu, sebaran seragam terjadi apabila terdapat persaingan yang
ketat antar individu dalam populasi atau terdapat organisme yang bersifat
antagonis positif (Ewusie 1980). Menurut Ewusie (1980) pada umumnya
pengelompokkan dalam berbagai tingkat merupakan pola yang paling sering
ditemukan apabila mengkaji sebaran individu di alam. Namun, apabila suatu
populasi membentuk berbagai kelompok seperti yang dijumpai pada klon
vegetatif pada tumbuhan, sebaran klon tersebut sebagai satuan cenderung acak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga, yaitu di Arboretum
Fakultas Kehutanan, Arboretum Hutan Tropika (Leuwikopo), Arboretum
Lanskap, Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan Cikabayan, Tegakan
Karet di depan Rusunawa dan Asrama C4 Silva (Silvalestari), Tegakan Jati
Sengked, Tegakan Pinus Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat. Penelitian
dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Januari sampai Februari 2011. Adapun
gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunitas tumbuhan di
Kampus IPB Darmaga, serta alkohol 70%. Sementara alat-alat yang digunakan
meliputi kamera, GPS, Tally Sheet, kompas, meteran, patok kayu, koran bekas,
karton, gunting, pisau, golok, sprayer, meteran jahit, sasak dari kayu, kantong
plastik, spidol permanen, papan jalan, kalkulator, dan alat tulis.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan


Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data spesies
tumbuhan, meliputi nama ilmiah, jumlah individu, dan habitus. Data penunjang
berupa kondisi umum Kampus IPB Darmaga, meliputi letak dan luas, kondisi
fisik dan biotik, dan iklim.

3.4 Batasan Penelitian


Pengambilan data mengenai tumbuhan hanya dilakukan pada tumbuhan
yang berhabitus herba, liana, semak, perdu, semai atau permudaan pohon, dan
palem.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi, pembuatan spesimen
herbarium, identifikasi spesies tumbuhan, dan studi literatur. Berikut adalah
penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut:
1. Analisis Vegetasi
Analisisi vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak ganda
ukuran 2 m x 2 m dengan jarak antar petak 5 m. Peletakan petak contoh dilakukan
secara systematic sampling with random start. Petak ganda yang dibuat untuk
tiap-tiap lokasi adalah 25 petak. Analisis vegetasi ini dilakukan pada kelompok
tumbuhan yang berhabitus herba, liana, semak, perdu, semai atau permudaan
pohon, dan palem. Analisis vegetasi dengan metode petak ganda ini dapat dilihat
pada Gambar 2.
Paramater yang diamati adalah nama spesies baik lokal maupun ilmiah,
jumlah individu, dan habitus. Pengumpulan spesimen herbarium untuk spesies
yang belum teridentifikasi di lapangan dilakukan dengan mengambil bagian-
bagian tumbuhan yang dapat dijadikan kunci identifikasi, seperti daun, ranting,
bunga, dan buah. Sementara untuk herba dan liana bagian akar juga diambil
sebagai spesimen.
Gambar 2 Petak ganda untuk analisis vegetasi.

2. Pembuatan herbarium
Pembuatan herbarium dilakukan terhadap semua spesies tumbuhan yang
ditemukan dan belum teridentifikasi di lokasi penelitian. Tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah:
a. Mengambil contoh spesimen herbarium yang terdiri dari ranting lengkap
dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil. Pengambilan
contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan analisis
vegetasi.
b. Contoh spesimen herbarium tersebut dipotong dengan panjang kurang lebih
40 cm atau disesuaikan dengan ukuran tumbuhan, dengan menggunakan
gunting.
c. Spesimen herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan
etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor
spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.
d. Selanjutnya spesimen herbarium disusun di atas koran bekas dan disemprot
dengan alkohol 70%.
e. Spesimen herbarium yang telah tersusun rapi kemudian diapit dengan
menggunakan karton dan sasak yang terbuat dari kayu dan diikat erat dengan
tali rafia kemudian dioven selama tujuh hari dengan suhu ± 700C.
f. Spesimen herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-
keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama
ilmiahnya.
3. Identifikasi spesies tumbuhan dan tumbuhan asing invasif
Identifikasi spesies tumbuhan (spesimen herbarium) dilakukan untuk
mengetahui nama ilmiah dari spesies tersebut. Identifikasi spesimen herbarium
dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Herbarium Bogorinense LIPI. Sementara
itu, identifikasi spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan menggunakan
buku panduan lapang tentang tumbuhan asing invasif dengan cara melakukan cek
silang pada buku panduan lapang, seperti yang ditulis Webber (2003) dan ISSG
(2005).
4. Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi
umum Kampus IPB Darmaga yang meliputi letak dan luas, kondisi fisik dan
biotik, dan iklim, yang diperoleh dari literatur yang ada di perpustakaan atau
kantor pengelola Kampus IPB Darmaga.

3.6 Analisis Data


3.6.1 Komposisi tumbuhan
Komposisi tumbuhan di Kampus IPB Darmaga dapat diketahui dengan
menggunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP). Menurut Soerianegara dan
Indrawan (1998) formula matematika yang dapat digunakan dalam perhitungan
analisis vegetasi, termasuk tumbuhan bawah adalah sebagai berikut:
Jumlah Individu setiap spesies
Kerapatan (K) (ind/ha) =
Luas seluruh petak

Kerapatan suatu spesies


Kerapatan Relatif (KR) = X 100%
Kerapatan seluruh spesies

Jumlah petak dijumpai spesies


Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu spesies
Frekuensi Relatif (FR) = X 100%
Frekuensi seluruh spesies
INP untuk tumbuhan bawah adalah KR + FR.
3.6.2 Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan
Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan
Indeks Keanekaragaman Shannon (H‟). Indeks ini menurut Magurran (2004)
dapat dihitung dengan rumus:
H‟ = -∑ Pi ln Pi
ni
Pi =
N

Dimana : H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon


ni = Jumlah INP suatu spesies
N = Jumlah INP seluruh spesies
3.6.3 Tingkat kemerataan spesies tumbuhan
Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies
(Evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam
spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan
rumus:
H′
E=
ln S

Dimana : H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon


S = Jumlah spesies
E = Indeks kemerataan spesies (Evenness)
3.6.4 Indeks kesamaan
Indeks kesamaan atau index of similarity diperlukan untuk mengetahui
tingkat kesamaan antar komunitas yang diteliti. Indeks kesamaan ini menurut
Soerinagera dan Indrawan (1998) dapat ditentukan dengan rumus:
2W
IS = X 100%
a+b
Dimana: IS = Indeks kesamaan
W = Jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua
spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas
a = Total nilai penting dari komunitas A
b = Total nilai penting dari komunitas B
3.6.5 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif
Penyebaran spesies dalam suatu komunitas tumbuhan dapat diketahui
dengan rumus penyebaran Morishita. Rumus ini digunakan untuk mengetahui
pola penyebaran spesies tumbuhan yang meliputi penyebaran merata (uniform),
mengelompok (clumped), dan acak (random). Adapun rumus Morishita menurut
Morishita (1965) diacu dalam Krebs (1972) adalah sebagai berikut:
Xi 2 − Xi
Iδ = n ( )
( Xi )2 − Xi

Dimana: Iδ = Derajat penyebaran Morishita


n = Jumlah petak ukur
∑Xi2 = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu
komunitas
∑Xi = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas
Selanjutnya dilakukan uji Chi-square, dengan rumus:
Derajat Keseragaman
X 2 0,975−n+ Xi
Mu =
Xi −1

Dimana: X20,975 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan
97,5%
∑Xi = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
n = Jumlah petak ukur
Derajat Pengelompokan
X 2 0,025−n+ Xi
Mc =
Xi −1

Dimana: X20,025 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan
2,5%
∑Xi = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
n = Jumlah petak ukur
Standar derajat Morishita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut:
Bila Iδ≥Mc> 1.0, maka dihitung:
Iδ−Mc
Ip = 0,5 + 0,5 ( )
n−Mc
Bila Mc>Iδ ≥ 1.0, maka dihitung:
Iδ−1
Ip = 0,5 ( )
Mc −1

Bila 1,0> Iδ>Mu, maka dihitung:


Iδ−1
Ip = -0,5 ( )
Mu −1

Bila 1,0> Mu>Iδ, maka dihitung:


Iδ−1
Ip = -0,5 + 0,5 ( )
Mu −1

Perhitungan nilai Ip akan menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan


yang dominan dalam suatu komunitas. Nilai dan pola penyebaran spesies tersebut
adalah sebagai berikut:
Ip = 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran acak (random)
Ip >0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran mengelompok (clumped)
Ip<0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran merata (uniform).
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Luas


Kampus IPB Darmaga berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Bogor.
Secara Administratif kampus ini terletak di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Menurut Balen et al. (1986) diacu dalam
Kurnia (2003) secara Geografis kampus ini terletak antara 6030‟ – 6045 „LS dan
106030‟ – 106045‟ BT dengan luas sekitar 256,97 ha. Adapun batas-batas Kampus
IPB Darmaga adalah sebagai berikut:
- sebelah Utara : Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus
- sebelah Timur : Desa Babakan
- sebelah Selatan : Jalan Raya Bogor- Leuwiliang
- sebelah Barat : Sungai Cihideung.

4.2 Topografi, Iklim dan Jenis Tanah


Kampus IPB Darmaga terletak di ketinggian tempat 142-200 mdpl dengan
kondisi topografi yang beragam dari datar di sebelah Timur dan Selatan kemudian
bergelombang di sebelah Utara, dengan kemiringan lahan sekitar 0-5%.
Berdasarkan Klasifikasi Schmid dan Ferguson, kampus ini termasuk ke dalam tipe
iklim A, dengan curah hujan rata-rata tahunan sekitar 3500 mm per tahun. Jumlah
hari hujan sebanyak 187 per tahun dengan kelembaban nisbi per tahun sekitar
88%. Temperatur udara tahunan adalah 23,20 C. Jenis tanah di Kampus IPB
Darmaga termasuk ke dalam jenis latosol, selain itu juga terdapat asosiasi
podsolik coklat dan podsolid merah kekuningan dengan bahan induk volkan
(Syadeli 1966 diacu dalam Mardhotillah 2001).

4.3 Flora dan Fauna


Vegetasi di Kampus IPB Darmaga umumnya berupa vegetasi semak
berumput, tegakan karet, pinus, hutan campuran, arboretum bambu, dan taman.
Sementara fauna yang ada di kampus ini mulai dari mamalia, burung, reptil dan
ikan. Beberapa spesies yang mudah ditemukan diantaranya; Bajing kelapa
(Callosciurus notatus), Monyet ekor panjang (Macaca fasciularis), Koak malam
kelabu (Nycticorax nycticorax) dan Kutilang (Pygnonotus aurigaster) (Hernowo
et al. 1991).

4.4 Tutupan Lahan


Penutupan lahan di Kampus IPB Darmaga semula didominasi oleh karet
(Hevea braziliensis) (Mulyani 1985). Selain itu, Prijono (1998) diacu dalam
Kurnia (2003) juga menyatakan bahwa kampus IPB Darmaga merupakan
kawasan pendidikan yang dikonversi dari lahan perkebunan karet. Namun, seiring
dengan perkembangan dan pembangunan kampus yang dilakukan, maka terjadi
perubahan penutupan lahan oleh unsur mikrohabitat yang semakin beragam
(Kurnia 2003).
Vegetasi di Kampus IPB Darmaga memiliki unsur utama berupa
pepohonan yang lebih beragam, baik dalam spesies maupun vegetasinya (Kurnia
2003). Beberapa spesies yang cukup dominan adalah Sengon (Paraserienthes
falcataria), Akasia (Acacia sp.), Kemlandingan (Leucaena glauca), Flamboyan
(Delonix regia), dan Gmelina (Gmelina arborea). Seluruh spesies tumbuhan
ditanam dengan sengaja dengan tujuan untuk penghijauan di tepi jalan atau
rehabilitasi lahan kosong, serta koleksi di arboretum atau taman. Selain spesies
pohon, tumbuhan bawah dan rerumputan juga hampir tersebar di seluruh kawasan
kampus IPB Darmaga (Kurnia 2003).
Kampus IPB Darmaga sebagai kawasan pendidikan juga terdiri dari
berbagai sarana pendidikan diantaranya bangunan fisik. Mardhotillah (2001)
melaporkan bahwa kurang lebih 21 ha atau 8% dari seluruh kawasan kampus IPB
Darmaga adalah bangunan fisik berupa gedung, perumahan, kandang ternak,
sarana olahraga, serta jalan beraspal.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Tumbuhan


5.1.1 Komposisi spesies dan famili
Komposisi spesies tumbuhan di setiap lokasi penelitian secara umum
berbeda-beda. Berdasarkan analisis vegetasi dengan metode petak ganda seluas
0,01 ha untuk masing-masing lokasi diperoleh komposisi spesies tumbuhan yang
teridentifikasi sebanyak 153 spesies dari 60 famili (Lampiran 1). Tegakan Pinus
Cangkurawok memiliki komposisi spesies tumbuhan tertinggi, yakni 56 spesies
dari 33 famili, sementara Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva (Silvalestari)
memiliki komposisi spesies terendah, yakni 26 spesies dari 19 famili. Data
mengenai komposisi spesies dan famili untuk masing-masing lokasi disajikan
pada Gambar 3.

Tegakan Sengon Rektorat 22 41


Tegakan Pinus Cangkurawok 33 56
Tegakan Jati Sengked 21 39
Tegakan Karet Asrama C4 Silva 19 26
Tegakan Karet Rusunawa 24 46
27 Kompisisi Famili
Hutan Cikabayan 51
33 Komposisi Spesies
Hutan Al-Hurriyyah 49
Arboretum Lanskap 26 40
Arboretum Hutan Tropika 29 47
Arboretum Fahutan 25 45

0 10 20 30 40 50 60

Gambar 3 Komposisi spesies dan famili tumbuhan di lokasi penelitian Kampus


IPB Darmaga.

Hasil analisis vegetasi ini menggambarkan komposisi spesies setiap


komunitas tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga berbeda. Tegakan Pinus
Cangkurawok memiliki komposisi spesies dan famili tertinggi, padahal pohon
pinus merupakan salah satu spesies tumbuhan yang mengelurkan zat allelopati.
Zat allelopati merupakan senyawa kimia yang dihasilkan tumbuhan saat masih
hidup atau setelah mati (bagian tumbuhan yang membusuk), yang keberadaanya
dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies-spesies lain di sekitarnya (Sastroutomo
1990). Keberadaan zat allelopati ini seharusnya berimplikasi pada komposisi
spesies dan famili yang ada di Tegakan Pinus Cangkurawok menjadi sedikit jika
dibandingkan dengan komunitas tumbuhan lainnya di Kampus IPB Darmaga.
Tingginya komposisi spesies dan famili di Tegakan Pinus Cangkurawok
erat kaitannya dengan mekanisme dikeluarkannya senyawa alelokimia oleh
tumbuhan. Pengeluran senyawa alelokimia menurut Sastroutomo (1990) sangat
dipengaruhi oleh intensitas cahaya, ketersediaan unsur hara, dan air. Semakin
tinggi intensitas cahaya akan membuat pengeluaran senyawa ini semakin banyak,
sedangkan ketersediaan unsur hara dan air yang sedikit di dalam tanah justru
menyebabkan semakin banyak senyawa ini dikeluarkan. Kondisi intensitas
cahaya, unsur hara, dan air saat dilakukan penelitian, yakni bulan Januari sampai
Februari merupakan kondisi yang memungkinkan bagi tanaman pinus untuk tidak
mengeluarkan senyawa alelokimia. Hal ini disebabkan pada waktu tersebut,
intensitas cahaya berkurang, sementara ketersediaan unsur hara dan air melimpah
karena curah hujan meningkat. Hal ini sesuai dengan data BMKG yang mencatat
bahwa curah hujan dan intensitas cahaya di Dramaga pada waktu tersebut
mencapai 460,7 mm dan 223 Cal/cm2 per menit yang merupakan salah satu curah
hujan tertinggi dan intensitas cahaya terendah untuk wilayah Dramaga setiap
bulannya (BMKG 2010).
Komunitas tumbuhan di Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dan Hutan
Cikabayan juga relatif tinggi dibandingkan dengan komunitas lainnya. Hal ini
dikarenakan struktur vegetasi yang ada di dua lokasi tersebut sudah seperti hutan
alam, dimana terjadi stratifikasi tajuk yang mendukung terjadinya kelimpahan
spesies tumbuhan di tempat tersebut. Keberadaan stratifikasi tajuk menurut
Indriyanto (2006) memungkinkan adanya tumbuhan yang merambat, menempel,
dan menggantung pada dahan-dahan pohon, sehingga komposisi spesies dan
familinya semakin beragam. Komposisi spesies dan famili tumbuhan yang ada di
Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dapat melebihi data yang diperoleh dari
hasil analisis vegetasi yang dilakukan. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan
setelah adanya perlakuan pembersihan lahan, berupa pemotongan tumbuhan
bawah di lokasi tersebut, sehingga ada kemungkinan beberapa spesies tidak
terhitung karena tidak terlihat atau telah mati (Gambar 4).
Komposisi spesies dan famili terendah dijumpai pada Tegakan Karet di
depan Asrama C4 Silva. Rendahnya komposisi spesies dan famili ini selain
karena komunitas tegakan pohon yang homogen, juga disebabkan oleh perlakuan
yang diberikan secara berkala di bawah tegakan karet terhadap tumbuhan bawah,
yakni berupa pemotongan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi di bawah tegakan
karet yang relatif bersih dari semak, perdu atau habitus lain yang termasuk
tumbuhan bawah, kecuali rumput (Gambar 4). Spesies tumbuhan yang ada di
bawah tegakan ini kebanyakan yang berhabitus herba berupa rerumputan.

A B

Gambar 4 Pemotongan tumbuhan bawah di lokasi penelitian. (A) Hutan Al-Hurriyyah,


(B) Tegakan Karet Asrama C4 Silva.

5.1.2 Dominansi spesies tumbuhan


Dominansi suatu spesies dalam komunitas tumbuhan dapat menggunakan
Indeks Nilai Penting (INP) sebagai paramaternya. Spesies tumbuhan yang paling
mendominasi atau memiliki INP terbesar di setiap lokasi hanya terdiri dari lima
spesies, yaitu Calophyllum soulattri , Ficus repens, Lepidagathis javanica, Piper
sarmentosum dan Wedelia calendulacea . C. soulattri dan F. repens, hanya
mendominasi di satu lokasi, yakni masing-masing di Arboretum Fahutan dan
Hutan Cikabayan. L. javanica, paling mendominasi di Arboretum Lanskap,
Tegakan Karet di depan Rusunawa, dan Asrama C4 Silva. P. sarmentosum, paling
mendominasi di Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dan Tegakan Pinus
Cangkurawok. Sementara W. calendulacea, paling mendominasi di Arboretum
Hutan Tropika, Tegakan Jati Sengked, dan Tegakan Sengon Rektorat. Sementara
itu, berdasarkan hasil analisis vegetasi, spesies yang memiliki INP ≥10%
berjumlah 27 spesies (Tabel 2).
Tabel 2 Spesies tumbuhan dengan INP ≥10% di lokasi penelitian
Lokasi/INP (%)
Nama Spesies
1* 2* 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* 10*
Axonopus
compressus 11,37 28,92 11,4
Borreria laevicaulis 15.46
Borreria latifolia 10,9
Brachiaria mutica 13,87 22,4 25,3 14,34 17,03 10,11 14,23
Caladium bicolor 10,1
Calophyllum soulattri 57,65
Centrosema
pubescens 10,87
Clidemia hirta 17,26
Commelina
benghalensis 17,47
Costus speciosus 11,32
Cyathula prostata 10.86
Dieffenbachia
seguine 11,04
Elaeis guineensis 18,74 35,95
Ficus aurata 13,09
Ficus montana 42,37 13,58 17,15
Ficus repens 25,93
Gleichenia linearis 17,03
Hedyotis verticillata 13,46
Lantana camara 12,34
Lephatherum gracile 11,07 13,43
Lepidagathis
javanica 74,15 37,86 44,85 22,5
Piper caninum 14,67
Piper sarmentosum 29,23 25,23
Stelechocarpus
burahol 13,31
Syzygium polyanthum 14,69 10,75
Tetracera scandens 16,36
Wedelia
calendulaceae 54,03 33,74 28,68
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan Al-
Hurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4
Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon
Rektorat.

Spesies tumbuhan yang mendominasi di lokasi penelitian (lima spesies)


termasuk ke dalam lima famili, yakni Cluciaceae (C. soulattri), Moraceae (F.
repens), Piperaceae (P. sarmentosum), Acanthaceae (L. javanica), dan Asteraceae
(W. calendulacea). Menurut Sastroutomo (1990) dari kelima famili tersebut,
famili Asteraceae merupakan salah satu famili dalam 12 famili spesies tumbuhan
penting yang termasuk gulma berbahaya di dunia. Dominannya W. calendulacea
(Asteraceae) di Kampus IPB Darmaga (di tiga lokasi) erat kaitanya dengan
ekologi dan penyebaran tumbuhan tersebut. Pujowati (2006) juga mengungkapkan
bahwa W. calendulacea merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di
daerah Pulau Jawa.
INP yang tinggi menunjukkan bahwa kelima spesies yang dominan
memiliki jumlah individu paling banyak, kerapatan dan frekuensi perjumpaannya
dalam komunitas juga tinggi. Spesies yang dominan merupakan spesies yang
berhasil mengefisiensikan energi yang ada di dalam lingkungannya. Dominansi
dikarenakan kelima spesies tersebut mampu bertahan dan beradaptasi terhadap
lingkungannya dengan lebih baik dibanding spesies lain dalam komunitasnya.
Sutisna (1981) diacu dalam Rosalia (2008) mengemukakan bahwa suatu
spesies tumbuhan dapat dikatakan berperan atau berpengaruh dalam suatu
komunitas apabila memiliki INP untuk tingkat semai ≥ 10%, begitu juga dengan
tumbuhan bawah. Hal ini berarti 27 spesies (Tabel 2) yang memiliki INP ≥10%,
merupakan spesies-spesies yang berpengaruh di masing-masing komunitasnya.
Sementara itu, spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan biasanya
memiliki INP paling tinggi diantara spesies lainnya. Selain itu, besarnya nilai INP
juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu
komunitas tumbuhan (Indriyanto 2006).
5.1.3 Keanekaragaman dan kemerataan spesies tumbuhan
Keanekaragaman spesies tumbuhan di masing-masing lokasi penelitian
bervariasi. Lokasi yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi adalah
Tegakan Pinus Cangkurawok dengan nilai 3,48, sedangkan yang terendah adalah
Tegakan Karet Asrama C4 Silva dengan nilai 2,44. Sementara itu, untuk indeks
kemerataan, lokasi tertinggi adalah Tegakan Pinus Cangkurawok dengan nilai
0,85 dan terendah adalah Arboretum Fahutan dan Arboretum Lanskap dengan
nilai 0,69. Data mengenai keanekaragaman dan kemerataan spesies ini disajikan
pada Gambar 5.
Tegakan Sengon Rektorat 0.83
3.1
Tegakan Pinus Cangkurawok 0.85
3.48
Tegakan Jati Sengked 0.83
3.04
Tegakan Karet Asrama C4 Silva 0.74
2.44
0.81
Lokasi

Tegakan Karet Rusunawa 3.13


Hutan Cikabayan 0.84
3.33 E
Hutan Al-Hurriyyah 0.84 H‟
3.3
Arboretum Lanskap 0.69
2.55
Arboretum Hutan Tropika 0.79
3.04
Arboretum Fahutan 0.69
2.66

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4


Nilai Index

Gambar 5 Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan spesies di lokasi penelitian


Kampus IPB Darmaga.

Nilai derajat keanekaragaman (H‟) suatu komunitas biasanya lebih besar


dari nol. Menurut Shannon-Wiener (1963) diacu dalam Fachrul (2008) apabila
derajat keanekaragaman (H‟) dalam suatu komunitas <1, maka keanekaragamanya
rendah, 1≤H‟≥3 keanekaragamannya sedang, dan H‟>3 maka keanekaragamannya
tinggi. Sehubungan dengan itu, maka tujuh dari sepuluh lokasi penelitian yaitu
Arboretum Hutan Tropika, Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan
Cikabayan, Tegakan Karet di depan Rusunawa, Tegakan Jati Sengked, Tegakan
Pinus Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat termasuk ke dalam kategori
tinggi keanekaragaman spesiesnya. Sementara itu, tiga lokasi lainnya termasuk ke
dalam kategori sedang.
Nilai indeks kemerataan (E) berkisar antara nol sampai satu. Menurut
Krebs (1978) nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa
suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sementara apabila semakin mendekati
nol, maka semakin tidak merata. Sehubungan dengan itu, maka komunitas
tumbuhan di sepuluh lokasi penelitian seluruhnya memiliki penyebaran individu
spesies yang relatif merata, karena nilai indeksnya mendekati satu atau lebih
tepatnya ≥0,69. Namun, dua lokasi yaitu Arboretum Fahutan dan Arboretum
Lanskap relatif kurang merata dibandingkan dengan lokasi lainnya.
5.1.4 Kesamaan komunitas spesies tumbuhan
Komunitas tumbuhan di sepuluh lokasi yang diteliti tidak menunjukkan
adanya komunitas yang benar-benar sama. Hal ini dilihat dari nilai indeks
kesamaan yang tidak mencapai ≥75%. Komunitas tumbuhan yang memiliki
indeks komunitas tertinggi atau dapat dikatakan mendekati sama adalah
komunitas tumbuhan di Arboretum Hutan Tropika dan Arboretum Lanskap
dengan nilai indeks sebesar 73,78%. Sedangkan komunitas tumbuhan yang tidak
menunjukkan kesamaan adalah komunitas tumbuhan di Arboretum Fahutan
dengan Hutan Cikabayan dengan nilai indeks 6,52%. Data mengenai indeks
kesamaan antar komunitas tumbuhan di lokasi penelitian disajikan secara lengkap
pada Tabel 3.
Tabel 3 Indeks kesamaan komunitas tumbuhan antar komunitas di Kampus IPB
Darmaga
Lokasi/IS (%)
Komunitas
1* 2* 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* 10*
1* 22,42 15 35,42 6,52 32,47 26,69 24,23 26,45 20,32
2* 73,78 31,71 28,65 71,07 28,94 59,31 52,3 65,41
3* 31,56 11,25 68,18 60,07 31,89 24,48 60
4* 14,87 42,13 51,27 49,34 45,09 33,56
5* 27,8 11,7 10,2 28,5 16,5
6* 64,56 58,36 50,18 50,36
7* 47.08 34,63 40,44
8* 39,46 50,24
9* 37,8
10*
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan Al-
Hurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4
Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon
Rektorat.

Nilai indeks kesamaan yang bervariasi antara satu lokasi penelitian dengan
lokasi lainnya menunjukkan susunan komunitas (komposisi dan struktur)
tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga memiliki perbedaan antar
komunitas, meskipun tingkat perbedaanya juga bervariasi antara komunitas yang
dibandingkan. Hal ini sesuai dengan Soerianegara dan Indrawan (1998) yang
menyatakan bahwa pada dua komunitas, apabila nilai IS 0%, maka komunitas
yang dibandingkan berbeda sama sekali, dan apabila IS 100%, maka dua
komunitas yang dibandingkan tersebut benar-benar sama.
5.2 Spesies Tumbuhan Asing Invasif
5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif
Jumlah spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif apabila
dibandingkan dengan jumlah tumbuhan secara keseluruhan di sepuluh lokasi
penelitian termasuk rendah. Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di
Kampus IPB Darmaga hanya berjumlah 11 spesies. Daftar spesies yang tergolong
tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga
No. Nama Spesies Famili Habitus
1. Ageratum conyzoides L. Asteraceae Herba
2. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins Asteraceae Semak
3. Clidemia hirta G. Don. Melastomataceae Semak
4. Elaeis guineensis Jacq. Arecaceae Palem
5. Lantana camara L. Verbenaceae Semak
6. Mikania micrantha H. B. K. Asteraceae Herba
7. Mimosa pudica Duchass. & Walp. Fabaceae Herba
8. Piper aduncum L. Piperaceae Semak
9. Rubus moluccanus L. Rosaceae Semak
10. Spathodea campanulata Beauv. Bignoniaceae Pohon
11. Swietenia macrophylla King. Meliaceae Pohon
Sumber: Webber (2003), ISSG (2005)

Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga


terdiri dari sembilan famili, dan famili Asteraceae juga termasuk di dalamnya.
Famili Asteraceae merupakan famili terbanyak setelah Poaceae yang spesies-
spesiesnya termasuk ke dalam gulma berbahaya di dunia (Sastroutomo 1990).
Selain itu, Famili Asteraceae juga termasuk tumbuhan yang mudah tumbuh liar
dan tersebar di beberapa habitat, mulai dari halaman pekarangan, ladang, kebun,
sampai di pinggir jalan (Pujowati 2006). Dilihat dari segi habitus, spesies
tumbuhan asing invasif yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga kebanyakan
berhabitus semak (5 spesies). Hal ini juga sesuai dengan database spesies
tumbuhan asing invasif di dunia yang memang didominasi oleh tumbuhan
berhabitus semak (ISSG 2005).
5.2.2 Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif
Spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas seharusnya
mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. Hal ini dikarenakan spesies ini dapat
mengefisiensikan sumberdaya yang ada di lingkungannya untuk memenuhi
kebutuhan hidupanya, sehingga dapat bertahan meskipun berada pada lingkungan
yang tidak sesuai dengan kebutuhannya (habitat alaminya). Namun, berdasarkan
jumlah INP, secara umum nilainya tidak menunjukkan adanya dominansi dari
spesies-spesies tersebut dalam komunitasnya. Nilai INP spesies asing invasif dan
peringkatnya dalam komunitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 INP spesies tumbuhan asing invasif dan peringkatnya dalam komunitas
Peringkat
No. Nama Spesies INP (%) Lokasi*
INP#
1. Elaeis guineensis Jacq. 35,95 2 7
2. Clidemia hirta G. Don. 17,26 2 9
3. Mikania micrantha H. B. K. 8,34 6 2
4. Lantana camara L. 6,95 10 2
5. Swietenia macrophylla King. 6,36 7 1
6. Ageratum conyzoides L. 2,48 29 10
7. Rubus moluccanus L. 2,30 36 5
8. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins 1,77 41 2
9. Mimosa pudica Duchass. & Walp. 1,50 31 10
10. Spathodea campanulata Beauv. 1,33 34 3
11. Piper aduncum L. 1,08 37 10
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan Al-
Hurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 9. Tegakan Pinus
Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat.
# : Peringkat INP dalam komunitasnya.

Spesies tumbuhan asing invasif yang memiliki pengaruh dalam


komunitasnya hanyalah Harendong bulu (Clidemia hirta) dan Kelapa sawit
(Elaeis guineensis). Hal ini dikarenakan dua spesies tersebut memiliki INP ≥10%
(Tabel 5). Sementara itu, spesies lainnya dapat dikatakan tidak memiliki peranan
signifikan dalam menekan spesies lain yang ada dalam komunitas yang sama.
Penyebab berpengaruh atau tidaknya spesies tumbuhan asing invasif di Kampus
IPB Darmaga dikarenakan oleh faktor bioekologis dan mekanis berupa
pengelolaan tumbuhan bawah yang ada di kampus tersebut. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing spesies tumbuhan asing yang ada di Kampus IPB
Darmaga:
1. Elaeis guineensis Jacq.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (Gambar 6) merupakan temuan baru
yang dinyatakan invasif di Indonesia. Hal ini juga didukung dengan hasil
perhitungan INP spesies ini sebesar 35,95%. (Tabel 5). Saat ini, di Indonesia,
memang belum ada yang mengungkapkan bahwa spesies ini termasuk ke dalam
spesies invasif. Namun, spesies ini telah ditemukan sebagai spesies sangat invasif
di Negara Bagian Bahia, Timur Laut Brasil (ISSG 2005).

Gambar 6 Anakan Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

E. guineensis berasal dari Afrika Barat, di Negara-negara seperti Nigeria,


Liberia, dan Angola (ISSG 2005). Pertama kali dintroduksi ke Indonesia pada
tahun 1848 di Kebun Raya Bogor, dan dikembangkan pertama kali sebagai
tanaman perkebunan pada tahun 1911 di Sumatera Utara (Sastrosayono 2006).
Daya tarik ekonomi menjadi salah satu alasan dibudidayakannya E. guineensis di
Negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Dalam hal ini IPB sebagai Perguruan
Tinggi yang berbasis pertanian dalam arti luas, tentu saja berusaha untuk
mengembangkan spesies ini sebagai komoditi pertanian yang unggul dan diterima
masyarakat. Oleh karena itu, di beberapa lokasi seperti Cikabayan telah ditanam
E. guineensis sebagai bahan percobaan dan budidaya.
Tingginya INP E. guineensis yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga
meskipun berada di bawah tegakan erat kaitannya dengan mekanisme kebutuhan
cahaya. E. guineensis bersifat intoleran pada saat dewasa dan toleran pada saat
anakan (juvenile) (Pahan 2008), sehingga adanya naungan tidak mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, E. guineensis juga dapat tumbuh
di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl, bahkan dengan kondisi tanah
asam juga masih memungkinkan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Pahan
2008). Oleh karena itu, budidaya spesies ini perlu mendapat perhatian serius
mengingat sifat invasifnya yang dapat mengganggu ekologi tumbuhan di Kampus
IPB Darmaga.
2. Clidemia hirta G. Don.
Harendong bulu (Clidemia hirta) (Gambar 7) merupakan spesies tumbuhan
asing invasif yang berpengaruh di komunitasnya, dengan INP 17,26 % (Tabel 5).
Berpengaruhnya C. hirta di komunitasnya (Tegakan Pinus Cangkurwok) tidak
terlepas dari kegiatan pemotongan tumbuhan bawah yang belum dilakukan di
tegakan tersebut pada saat dilakukan penelitian. Selain itu, meskipun termasuk
spesies intoleran, namun untuk tegakan yang relatif tidak rapat seperti di Tegakan
Pinus Cangkurawok spesies ini dapat bertahan dan berkembang.

Gambar 7 Harendong bulu (Clidemia hirta G. Don.)

C. hirta berasal Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah


tropis dan Karibia) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Pulau
Jawa (Biotrop 2011). C. hirta kemungkinan dapat terus berkembang di Kampus
IPB Darmaga apabila tidak dilakukan pengendalian berupa pemotongan atau
perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan C. hirta dapat tumbuh di tempat terbuka
atau sedikit naungan, berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian
5-1350 mdpl, sementara Kampus IPB Darmaga memiliki ketinggian rata-rata
175-210 mdpl. Selain itu, C. hirta juga telah tercatat dalam 100 spesies asing
paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004).
C. hirta di habitat aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap
cahaya matahari, dan merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer
(Webber 2003). Dilihat dari reproduksinya C. hirta memproduksi buah melimpah
dan penyebaran biji dibantu oleh burung, namun dapat juga tersebar oleh hewan
lain yang melawati koloni tumbuhan ini. Selain itu, menurut Webber (2003) C.
hirta juga tidak mudah terbakar, sehingga perlakuan pembakaran untuk
pengendaliannya sering menimbulkan ketidakberhasilan.
3. Mikania micrantha H. B. K.
Sembung rambat (Mikania micrantha) (Gambar 8) merupakan spesies
toleran, sehingga meskipun di bawah naungan tegakan, tetap memiliki INP yang
lebih besar dibandingkan spesies yang termasuk spesies tumbuhan asing invasif
selain Elaeis guineensis dan Clidemia hirta. Meskipun termasuk spesies toleran,
namun spesies ini banyak ditemukan di tepian tegakan yang relatif terbuka
dibandingkan dengan di bawah tegakan.

Gambar 8 Sembung rambat (Mikania micrantha H.B.K)

M. micrantha berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan


(daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali diintroduksi di Kebun Raya Bogor
tahun 1949, saat ini telah menyebar di seluruh Indonesia dan menggantikan
Mikania cordata (spesies asli Indonesia) (Biotrop 2011). Perkembangan spesies
ini di Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan karena di habitat aslinya,
termasuk toleran terhadap cahaya matahari dan tumbuh dekat danau dan hutan
terbuka, kadang-kadang melimpah secara lokal (Webber 2003).
M. micrantha merupakan tumbuhan memanjat dan merambat di semak-
semak dan pohon kecil, kemudian membentuk semak tebal oleh campuran antara
batang dan stolon. Spesies ini menyebar cepat setelah terganggu, misalnya karena
terbakar dan memperluas populasi dengan pertumbuhan vegetatif, dan mencegah
regenerasi tumbuhan alami lainnya. Bijinya tersebar melalui angin, sehingga
mudah untuk tersebar dan tak jarang mendominasi di habitat barunya (Webber
2003). Oleh karena itu, Lowe et al. (2004) telah mencatat spesies ini dalam 100
spesies asing paling invasif di dunia.
4. Lantana camara L.
Tembelekan (Lantana camara) (Gambar 9) termasuk tumbuhan asing
invasif yang memiliki INP rendah dalam komunitasnya. Spesies ini hanya
memiliki INP sebesar 6,95% atau peringkat 10 dalam komunitasnya. Menurut
Sharma et al. (2005) spesies ini merupakan salah satu dari 10 spesies terinvasif di
dunia. Dengan kata lain, dominansinya di dalam komunitas yang ada di Kampus
IPB Darmaga seharusnya tinggi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dobhal et
al. (2011) yang mengemukakan bahwa invasi spesies ini telah mengubah kualitas
(komposisi dan distribusi) dan kuantitas (pertumbuhan dan jumlah) spesies lain
yang berada dalam komunitasnya di sekitar Sungai Nayar, Himalaya.
L. camara diperkirakan akan terus berkambang di kawasan Kampus IPB
Darmaga apabila tidak memperoleh gangguan dari manusia, baik melalui mekanik
maupun kimiawi. Hal ini dikarenakan perkembangan L. camara di habitatnya
yang baru termasuk cepat (ISSG 2005). Sementara itu, Rajwar (2007) diacu dalam
Dobhal et al. (2010) menyatakan bahwa dalam waktu seratus tahun L. camara
dapat menginvasi daerah sepanjang 110 km di sepanjang Sungai Nayar, Pauri
Garhwal, di Himalaya.

Gambar 9 Tembelekan (Lantana camara L.)


L. camara berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika selatan
(daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Sumatera,
Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi (Bitrop 2011). Spesies ini juga telah tercatat
dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004). Hal ini
dikarenakan L. camara dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara
dan mudah beregenerasi seperti kondisi semula setelah terjadi kerusakan. Biji
disebar oleh burung. Meskipun termasuk spesies intoleran, koloni spesies ini
menjadi semak tebal dapat menghilangkan vegetasi asli dan merubah hutan alam
menjadi padang semak (Gentle & Dugin 1997 diacu dalam Dobhal et al. 2010;
Webber 2003). Koloni yang rapat dari L. camara dapat mengganggu area yang
ditempatinya, termasuk pertumbuhan spesies lain di area tersebut (Webber 2003).
Oleh karena itu, perkembangannya di Indonesia, khususnya di Kampus IPB
Darmaga perlu diwaspadai untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat
invasi spesies tersebut.
5. Swietenia macrophylla King.
Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) (Gambar 10) merupakan
spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB dengan habitus
pohon. Keberadaan spesies ini di kampus IPB Darmaga tidak terlepas dari
pembangunan ruang terbuka hijau dan kebun percobaan, berupa arboretum-
arboretum dan fungsi lainnya. Spesies ini termasuk spesies toleran, sehingga dapat
berkembang di bawah tegakan atau naungan. Morris et al. (1999) juga
melaporkan bahwa perkecambahan S. macrophylla semakin meningkat dengan
meningkatnya naungan yang diberikan. Rendahnya nilai INP S. macrophylla lebih
disebabkan faktor reproduksinya, terutama waktu berbuah dan cara penyebaran
bijinya. Menurut Joker (2001) S. macrophylla berbuah antara bulan Juni-Agustus,
dan penyebaran bijinya melalui angin, sehingga biasanya penyebarannya jauh dari
lokasi induknya.
S. macrophylla berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika
Selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia pada
tahun 1872 dan berkembang di Jawa mulai tahun 1892. Spesies ini di Kampus
IPB Darmaga diperkirakan akan terus berkembang, selain karena faktor introduksi
oleh pengelola, secara ekologis spesies ini juga merupakan spesies yang cepat
tumbuh, toleran, dan dapat bertahan di daerah kering.

Gambar 10 Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.)

Perkembangan S. macrophylla sering menjadi spesies dominan dan


menekan spesies asli. Hal ini ditambah dengan setiap proses reproduksi yang
menghasilkan biji banyak (Webber 2003). Selain itu, pemotongan juga tidak dapat
mengatasi perkembangan spesies ini, karena spesies ini juga termasuk spesies
yang mudah tumbuh kembali (bertunas) setelah dilakukan pemotongan (Webber
2003).
6. Ageratum conyzoides L.
Babandotan (Ageratum conyzoides) (Gambar 11) memiliki INP yang
rendah di lokasi contoh penelitian yang dijumpai. Sedikitnya populasi ini erat
kaitannya dengan lokasi contoh penelitian yang relatif tertutup dengan tajuk
spesies utama penyusun komunitas tumbuhan yang diteliti. Tertutupnya lantai
hutan ini menyebabkan spesies tersebut ternaungi sehingga akses untuk
mendapatkan cahaya yang digunakan dalam proses fotosintesis tidak berjalan
dengan baik. Hal ini dikarenakan spesies tersebut merupakan spesies intoleran
dan pertumbuhannya akan teredusir apabila cahaya kurang optimal (Moenandir
1993).
A. conyzoides berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan
(daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali dintroduksi di Pulu Jawa pada tahun
1900-an dan saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia (Biotrop 2011).
Keberadaannya di komunitas tumbuhan Kampus IPB Darmaga dapat
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati. Hal ini berdasarkan penelitian
Singh et al. (2005) yang melaporkan bahwa invasi A. conyzoides telah
menurunkan jumlah spesies, kepadatan, dan biomassa dan sangat berdampak pada
struktur dan komposisi vegetasi alami, serta menurunkan keanekaragaman hayati
tumbuhan di sekitar Shivakila, India.

Gambar 11 Babandotan (Ageratum conyzoides L.)

A. conyzoides dapat tumbuh di sembarang tempat yang tidak tergenang air


dari ketinggian 1-1200 m dpl. Suhu optimum untuk tumbuh yaitu 160 – 24 0C dan
dapat tumbuh berasosiasi dengan tanaman pertanian seperti padi gogo, palawija,
kopi, dan lain-lain (Moenadir 1993).
7. Rubus moluccanus L.
Hareueus (Rubus moluccanus) (Gambar 12) dengan INP 2,3% menempati
peringkat ke-36 dalam komunitasnya (Tabel 5). Menurut Daehler (1997), R.
moluccanus merupakan tumbuhan memanjat dan seringkali mengikat tumbuhan
asli serta menaunginya untuk mendapatkan cahaya, sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan spesies asli yang dinaunginya. Wiriadinata (2008) mengungkapkan
bahwa R. moluccanus merupakan salah satu spesies yang paling dominan di
puncak Gunung Lumut. Surya (2008) juga mengungkapkan bahwa spesies ini
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik mulai dari dataran rendah sampai
ketinggian 2000 m dpl. Sedikitnya populasi R. moluccanus yang ditemukan di
lokasi penelitian terkait dengan pemotongan tumbuhan bawah yang dilakukan di
lokasi penelitian, terutama di Hutan Cikabayan yang wilayahnya sebagian telah
dikonversi menjadi kebun Kelapa sawit (Gambar 12).
A B

Gambar 12 Hareueus (Rubus moluccanus L.) (A). Hutan Cikabayan yang


dikonversi jadi kebun Kelapa sawit (B).

R. moluccanus berasal dari Himalaya, Australia, New Caledonia, Pulau


Solomon dan Fiji (ISSG 2005). Spesies ini dapat mengancam spesies lokal
melalui kompetisi dan koloninya. Namun, R. moluccanus di habitat aslinya,
dilaporkan juga terancam oleh invasi spesies asing yang diintroduksi di daerah
tersebut (Ang et al. 2010).
8. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
Kirinyuh (Chromolaena odorata atau Eupatorium odoratum) (Gambar 13)
hanya memiliki INP sebesar 1,77 % atau peringkat ke-41 di komunitasnya.
Menurut Lai et al. (2006), C. odorata merupakan spesies yang hidup sepanjang
tahun dan menginvasi beberapa tipe ekosistem di alam. Hal ini juga sesuai dengan
Jaya (2006), yang mengemukakan bahwa spesies ini dapat hidup di berbagai tipe
habitat dengan ketinggian yang berbeda-beda. Selain itu, C. odorata juga
diketahui dapat menggantikan spesies tumbuhan invasif lainnya seperti Lantana
camara dan Imperata cylindrica, sehingga menjadi spesies yang dominan di
dalam komunitas yang ditempatinya (Lai et al. 2006).
C. odorata di lokasi penelitian banyak ditemukan dalam kondisi masih
anakan (Gambar 13). Hal ini terkait dengan waktu penelitian yang dilakukan pada
Bulan Januari sampai Februari. Menurut Muniappan et al. (2005) hal ini erat
kaitannya dengan proses reproduksi C. odorata yang memproduksi bunga pada
Bulan November dan Desember, bijinya baru tersebar dan tumbuh sekitar Bulan
Januari atau Februari setiap tahunnya.
A B

Gambar 13 Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins) (A),
Dan anakannya (B).

Penyebab sedikitnya jumlah spesies C. odorata juga erat kaitannya dengan


lokasi yang dipilih, yang merupakan komunitas tumbuhan dengan tajuk yang
sebagian besar menutupi permukaan tanah. Hal ini dikarenakan, meskipun dapat
hidup di berbagai tipe habitat, namun syarat utama habitat tersebut harus
merupakan daerah terbuka (Jaya 2006). Webber (2003) juga melaporkan bahwa
spesies ini merupakan spesies pioner, sehingga membutuhkan cahaya penuh
(intoleran species) agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam
habitatnya.
C. odorata berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan
(daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Lubuk
Pakam, Sumatera Utara tahun 1934, dan saat ini telah tersebar di seluruh pulau
besar Indonesia, dari Aceh sampai Papua (Biotrop 2011). Spesies ini juga telah
tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004). Hal ini
dapat dilihat dari sifat ekologis dan mekanisme invasinya di habitatnya yang baru.
Menurut Webber (2003), C. odorata merupakan spesies pengambil nutrisi dalam
tanah, mudah menggantikan spesies lokal di padang rumput, savana, dan tepi
hutan. Ketika menginvasi suatu area, akan berkoloni rapat dan menutupi area
tersebut serta berbentuk semak tebal yang bertahan dan mencegah munculnya
spesies lain, sehingga dapat menurunkan jumlah spesies asli di hutan, savana, dan
juga tepian hutan. Selain itu, C. odorata juga tumbuh cepat dengan produksi biji
yang banyak dan dapat tersebar melalui angin (Webber 2003).
9. Mimosa pudica Duchass. & Walp.
Putri malu (Mimosa pudica) (Gambar 14) hanya memiliki INP 1,50% atau
peringkat ke-31 dalam komunitasnya. Hampir sama dengan Ageratum conyzoides,
sedikitnya populasi M. pudica yang ditemukan di lokasi penelitian juga
dikarenakan adanya naungan oleh tajuk tegakan di lokasi tersebut.

Gambar 14 Putri malu (Mimosa pudica Duchass & Walp.)

Penyebab sedikitnya populasi M. pudica di lokasi penelitian dikarenakan


spesies ini juga termasuk spesies intoleran (ISSG 2005), sehingga kurang
berkembang baik di bawah naungan, dan dalam penelitian ini banyak ditemukan
di tepi tegakan yang relatif lebih banyak menerima cahaya matahari. M. pudica
berasal dari Amerika Selatan (Brasil, Peru, Panaman, Ekuador) (ISSG 2005).
Pertama kali ditemukan di Kebun Tembakau, Deli, Sumatera Utara, dan saat ini
telah menyebar ke seluruh Indonesia (Biotrop 2011).
Perkembangan M. pudica di Kampus IPB Darmaga memungkinkan pada
daerah-daerah ruderal atau tepian-tepian tegakan pohon. Secara ekologi, M.
pudica dapat dijumpai di lahan pertanian, kebun, padang rumput, daerah terbuka,
di pinggir jalan, tanah lembab, dan semak-semak (ISSG 2005). M. pudica dapat
tumbuh sebagai tumbuhan tunggal atau berasosiasi dengan tumbuhan lainnya
yang berupa semak-semak. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh dari mulai 1-1300 m
dpl dengan curah hujan sekitar 1000-2000 mm per tahun (ISSG 2005).
10. Spathodea campanulata Beauv.
Kiengsrot (Spathodea campanulata) (Gambar 15) hanya memiliki INP
1,33% atau peringkat ke-34 dalam komunitasnya. Rendahnya INP di setiap
komunitas yang dijumpai spesies ini juga disebabkan oleh populasi dan frekuensi
yang sedikit pada tiap komunitas yang dijumpai tersebut. Hal ini erat kaitannya
dengan adanya naungan pada tegakan yang diteliti, sehingga spesies ini tidak
dapat berkembang dengan baik di Kampus IPB Darmaga, terutama di bawah
tegakan pohon.

Gambar 15 Kiengsrot (Spathodea campanulata Beauv.)

S. campanulata tidak dapat berkembang dengan baik di habitatnya yang


baru termasuk di Kampus IPB Darmaga dikarenakan spesies ini termasuk spesies
intoleran (Orwa et al. 2009). S. campanulata berasal dari Afrika Barat (Angola,
Ethipia, Ghana, dan Kenya) (ISSG 2005). Saat ini, S. campanulata telah terbukti
menginvasi beberapa kawasan di Hawaii, Fiji, Guam dan Vugu, serta berpotensi
menjadi tumbuhan invasif pula di lokasi lainnya, terutama daerah tropis (ISSG
2005). Sehubungan dengan itu, perkembangannya di Indonesia, khusunya di
Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan mengingat di habitat aslinya, S.
campanulata dapat berkembang dengan baik pada hutan sekunder, savana, dan
daerah ekoton (Orwa et al. 2009).
Invasifnya S. campanulata juga didukung dengan reproduksinya yang
cepat, dan penyebaran bijinya dibantu oleh angin (Orwa et al. 2009). Menurut
Webber (2003), S. campanulata merupakan spesies yang dapat berkembang cepat
di daerah kering hingga lembab dan membentuk koloni yang tebal. Keberadaanya
di habitat yang baru dapat menghilangkan spesies lokal karena naungannya yang
lebat, sehingga menurunkan kekayaan spesies di bawah kanopi koloninya
(Webber 2003). Selain itu, Lowe et al. (2004) juga telah menggolongkan S.
campanulata ke dalam daftar 100 spesies asing paling invasif di dunia.
11. Piper aduncum L.
Seuseureuhan (Piper aduncum) (Gambar 16) merupakan spesies tumbuhan
asing invasif dengan INP terendah diantara spesies asing lainnya. INP spesies ini
hanya 1,08% atau peringkat ke -37 dalam komunitasnya. Rendahnya INP spesies
dipengaruhi oleh jumlah populasi dan frekuensi perjumpaanya yang rendah untuk
setiap komunitas yang di teliti. Hal ini juga erat kaitannya dengan kebutuhan
spesies ini terhadap cahaya yang berupa cahaya penuh atau termasuk spesies
intoleran.

Gambar 16 Seuseureuhan (Piper aduncum L.)

P. aduncum berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan


(daerah tropis dan Karibia) (Webber 2003). Pertama kali diintroduksi di Kebun
Raya Bogor pada tahun 1900-an, dan saat ini telah tersebar ke seluruh Indonesia
(Biotrop 2011). Dilihat dari sisi ekologis dan tempat tumbuh spesies ini dapat
tumbuh pada ketinggian 0-1200 mdpl di sepanjang jalan di daerah hutan terbuka
dan tanah lembab (Haertmink 2010). Habitat aslinya ada di hutan selalu hijau
yang berdekatan dengan sumber air. Berkembang biak dengan biji, dan
penyebarannya dibantu oleh angin, kelelawar dan burung, namun dapat juga
tersebar oleh aktivitas manusia di dalam hutan (Haertmink 2010). Berdasarkan
sifat bioekologisnya tersebut, spesies ini dapat berkembang lebih banyak lagi di
Kampus IPB Darmaga apabila kondisinya lingkungannya mendukung.
5.2.3 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif
Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di
Kampus IPB Darmaga memiliki pola penyebaran mengelompok (clumped), sesuai
dengan nilai indeks penyebaran Morishita yang diperoleh dari hasil analisis data
pola penyebaran spesies-spesies tersebut. Data mengenai nilai Indeks Morishita
disajikan secara lengkap pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Indeks Penyebaran Morishita spesies tumbuhan asing invasif
No. Indeks
Nama Spesies Pola Penyebaran
Morishita
1. Agratum conyzoides L. 0,61 Mengelompok
2. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins 0,58 Mengelompok
3. Clidemia hirta G. Don. 0,52 Mengelompok
4. Elaeis guineensis Jacq 0,54 Mengelompok
5. Lantana camara L. 0,58 Mengelompok
6. Mikania micrantha H. B. K. 0,52 Mengelompok
7. Mimosa pudica Duchass. & Walp. 0,66 Mengelompok
8. Piper aduncum L. 0,67 Mengelompok
9. Rubus moluccanus L. 0,63 Mengelompok
10. Spathodea campanulata Beauv. 0,69 Mengelompok
11. Swietenia macrophylla King. 0,61 Mengelompok

Nilai indeks Morishita menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan


dalam suatu komunitas. Menurut Morishita (1965) diacu dalam Krebs (1972),
apabila nilai indeks Morishita>0, maka pola penyebaran spesies tersebut adalah
mengelompok (Gambar 17). Pola penyebaran dari spesies tumbuhan asing invasif
yang mengelompok erat kaitannya dengan faktor lingkungan dan ketersediaan
sumberdaya yang dibutuhkannya. McNaughton dan Wolf (1990) mengemukakan
bahwa kondisi iklim dan faktor ketersediaan hara merupakan faktor lingkungan
yang paling berperan dalam penyebaran suatu spesies di alam. Ketersediaan unsur
hara yang cukup pada sekitar induk tanaman akan menyebabkan tumbuhan
cenderung membentuk pola penyebaran mengelompok.

A B

Gambar 17 Penyebaran mengelompok pada tumbuhan. Kelapa sawit (Elaeis


guineensis) (A) dan Tembelekan (Lantana camara) (B).
Soegianto (1994) juga menyatakan bahwa pola penyebaran organisme di
alam jarang ditemukan dalam pola yang seragam, tetapi umumnya mempunyai
pola penyebaran mengelompok. Hal ini dikarenakan adanya naluri-naluri dari
individu-individu spesies tersebut untuk mencari lingkungan tempat hidup yang
sesuai dengan kebutuhannya. Lebih jauh, Ewusie (1980) juga mengemukakan,
pada umumnya pengelompokkan dalam berbagai tingkat pertumbuhan suatu
spesies merupakan pola yang paling sering ditemukan apabila mengkaji sebaran
individu di alam. Pola penyeberan spesies asing invasif di Kampus IPB Darmaga
menunjukkan pola yang sama, namun untuk perjumpaanya di setiap lokasi contoh
penelitian menunjukkan frekuensi yang berbeda-beda setiap spesies (Tabel 7).
Tabel 7 Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga
No. Nama Spesies Lokasi ditemukan*
1. Elaeis guineensis Jacq. 1,2,3,4,5,7,8, 9,10
2. Mikania micrantha H. B. K. 1,2,3,4,5,6,8,10
3. Clidemia hirta G. Don. 1,2, 4,5,6,9
4. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins 2,3,6,10
5. Piper aduncum L. 5,8,9,10
6. Lantana camara L. 2,5,6
7. Mimosa pudica Duchass. & Walp. 2,3,10
8. Ageratum conyzoides L. 1,3,10
9. Rubus moluccanus L. 5,9
10. Spathodea campanulata Beauv. 3,4
11. Swietenia macrophylla King. 1
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan Al-
Hurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4
Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon
Rektorat.

Spesies yang paling tinggi frekuensi ditemukannya di lokasi penelitian


adalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan Sembung rambat (Mikania
micrantha) dengan frekuensi masing-masing sembilan dan delapan lokasi dari
sepuluh lokasi yang diteliti. Sementara spesies dengan frekuensi paling sedikit
adalah Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla), dengan frekuensi hanya satu
lokasi dari sepuluh lokasi yang diteliti.
Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif dilihat dari segi ditemukannya
spesies tersebut di setiap lokasi contoh penelitian berbeda-berbeda jumlahnya.
Lokasi dengan spesies tumbuhan asing invasif terbanyak adalah Arboretum Hutan
Tropika, Arboretum Lanskap, Hutan Cikabayan, dan Tegakan Sengon Rektorat,
dengan masing-masing sebanyak enam spesies. Sedangkan lokasi yang paling
sedikit yaitu Tegakan Karet di depan Asarama C4 Sylva dengan dua spesies.
Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif untuk tiap lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Peta Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di setiap lokasi


penelitian di Kampus IPB Darmaga.

Elaeis guineensis berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 18 tersebar hampir di


seluruh lokasi contoh penelitian di Kampus IPB Darmaga. Penyebaran spesies ini
di Kampus IPB Darmaga diduga disebabkan oleh Bajing kelapa (Callosciurus
notatus) atau satwa pengerat lainnya. Hal ini sejalan dengan Meyer et al. (2008)
yang mengungkapkan bahwa penyebaran E. guineensis di Lembah Tahiti dan
Raiatea banyak disebabkan oleh tikus hutan dan babi hutan.
Penyebaran E. guineensis di Kampus IPB Darmaga juga didukung dengan
daya tahan tumbuhan tersebut terhadap gangguan baik oleh manusia maupun
secara alami. Hal ini terkait dengan pengelolaan kebun percobaan dan ruang
terbuka hijau yang ada di Kampus IPB Darmaga. Dalam pengelolaannya, untuk
mengurangi vegetasi semak dan supaya terlihat bersih, pengelola kampus sering
melakukan pemotongan tumbuhan bawah di area-area kebun percobaan dan ruang
terbuka hijau tersebut. Berdasarkan pengamatan di Tegakan Sengon di depan
gedung SEAFAST Centre, spesies ini mampu bertahan dan tumbuh kembali
setelah dipotong, sehingga dapat dikatakan keberadaannya dalam komunitas
tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga tidak terganggu dengan adanya
pemotongan tersebut (Gambar 19).

A B

Gambar 19 Bekas pemotongan pada Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (A) dan
Kondisinya setelah pemotongan (B).

E. guineensis merupakan spesies tumbuhan asing invasif yang


menunjukkan sifat invasifnya berdasarkan nilai INP di komunitasnya dan
penyebarannya di setiap komunitas tumbuhan yang diteliti di Kampus IPB
Darmaga. Hal ini apabila dianalogikan terhadap kawasan konservasi
mengindikasikan bahwa perkembangan spesies ini di Indonesia melalui
perkebunan-perkebunan besar menjadi ancaman tersendiri secara ekologis bagi
kawasan konservasi yang merupakan tempat perlindungan keanekaragam hayati,
terutama yang berbatasan langsung atau di sekitar perkebunan tersebut.
Perkembangan perkebunan E. guineensis di Indonesia terus mengalami
peningkatan beberapa tahun terkahir. Pada tahun 2003 luas seluruh kebun E.
guineensis di Indonesia mencapai 5,237 juta ha, terdiri dari perkebunan
pemerintah 0,645 juta ha, perkebunan rakyat 1,827 juta ha, dan perkebunan
swasta 2,765 ha (Goenadi et al. 2005). Pada tahun 2005 luas perkebunan E.
guineensis di Indonesia mencapai 5,6 juta ha, terdiri dari perkebunan pemerintah
0,7 ha, perkebunan rakyat 1,9 juta ha, dan perkebunan swasta 3,0 juta ha (Tryfino
2006). Serta pada tahun 2009 mencapai 7,3 juta ha (TAMSI & DMSI 2010).
Sebagian besar lahan perkebunan E. guineensis di Indonesia terletak di
Pulau Sumatera (69%) dan Kalimantan (26%) (Tryfino 2006). Sementara itu,
Pemerintah Repulik Indonesia masih memiliki rencana membangun 850 km
perkebunan E. guineensis sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di
Kalimantan. Apabila pembanguan tersebut terealisasi, maka pada tahun 2020
diprediksikan luas perkebunan spesies ini di Indonesia mencapai 9 juta ha,
sehingga komposisinya menjadi 35% di Kalimantan dan 56% di Sumatera
(Tryfino 2006). Selain itu, di Pulau Sumatera perkembangan perkebunan E.
guineensis juga semakin meluas, bahkan beberapa kawasan konservasi juga telah
dirambah. Perkembangan dan rencana pembangunan yang signifikan ini tentu
akan berkorelasi terhadap kawasan konservasi, terutama yang berbatasan
langsung atau bahkan merambah kawasan konservasi yang ada di kedua pulau
tersebut (Gambar 20).

A B

Gambar 20 Perkebunan Kelapa sawit (E. guineensis) yang berbatasan dengan


hutan (kawasan konservasi) di kalimantan (A) dan pembongkaran
E. guineensis yang merambah kawasan TN Tesso Nilo, Riau
(B).(sumber: www.mongabay.com dan www.antaranews.com).

Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki 19 Taman Nasional dengan 11


diantaranya di Sumatera dan delapan lainnya di Kalimantan, dan kawasan
konservasi lainnya berupa Suaka Margasatwa dan Cagar Alam yang menjadi
tempat konservasi plasma nutfah dan sumberdaya alam hayati di Indonesia,
khususnya pulau Sumatera dan Kalimantan (DJPHKA 2010). Pengembangan
perkebunan E. guineensis di kedua pulau tersebut dapat mengancam
keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang ada di sekitarnya. Hal ini
dikarenakan potensi penyebaran E. guineensis secara alami sangat besar apabila
dilihat dari biji yang dihasilkan setiap tandannya.
Buah (biji) rata-rata yang dihasilkan untuk setiap satu tandan E. guineensis
adalah 1600 buah, dengan potensi tandan yang dihasilkan untuk tanaman normal
mencapai 20-22 tandan per tahun dan tanaman tua sekitar 12-14 tandan per tahun
(Liang 2007). Apabila diasumsikan bahwa peluang biji berkecambah dan bertahan
hidup sekitar 10% saja setiap tahunnya, maka untuk satu batang E. guineensis
dapat menghasilkan sekitar 3200-3520 anakan untuk tanaman normal dan 1920-
2240 anakan untuk tanaman tua. Oleh karena itu, perkembangan perkebunan E.
guineensis di Indonesia terutama yang berdekatan dengan kawasan konservasi
perlu mendapat perhatian serius, mengingat potensi invasinya yang dapat
mengancam kelestarian dan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi
tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga
ditemukan sebanyak 11 spesies dari sembilan famili yaitu; Ageratum
conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
(Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis guineensis
Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania micrantha
H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass. & Walp. (Fabaceae) Piper
aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea
campanulata Beauv. (Bignoniaceae), dan Swietenia macrophylla King.
(Meliaceae). Namun, dari sebelas spesies tersebut, hanya Elaeis guineensis
Jacq. (Arecaceae) yang menunjukkan sifat invasif.
2. Pola penyebaran seluruh spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di
Kampus IPB Darmaga adalah mengelompok (clumped).

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan kegiatan pemantauan terhadap perkembangan spesies
tumbuhan asing invasif terutama Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Kampus IPB Darmaga. Hal ini juga dapat dianalogikan pada kawasan hutan di
Indonesia, terutama kawasan konservasi yang berbatasan atau di sekitar
perkebunan Kelapa sawit, agar tidak terjadi invasi spesies ini di kawasan
konservasi tersebut.
2. Perlu dilakukan inventarisasi spesies tumbuhan asing invasif di lokasi atau
tipe habitat yang belum diteliti di Kampus IPB Darmaga.
DAFTAR PUSTAKA

Ang WF, Alvin F, Chong LKY, Ng BYQ, Suen SM, Tan HTW. 2010. The
distribution and status in Singapore of Rubus moluccanus L. var.
Angilosus Kalkman (Rosaceae). Nature in Singapore 3: 91-97.
Biotrop. 2011. Invasive alien species.
http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias. [18 April 2011].
[BLK] Badan Litbang Kehutanan. 2010. Baseline information on IAS in
Indonesia. [makalah]. Disampaikan dalam: Workshop Pilot Site Selection
and Capacity Building. Bogor, 23 Desember 2010. Bogor: Badan Litbang
Kehutanan.
[BMKG] Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Data klimatologi
tahun 2010. Bogor: Stasiun Klimatologi Bogor.
Campbhell S. 2005. A global perspective on forest invasive species: the problem,
causes, and consequences. Dalam: Mckenzie P, Brown C, Su J, Wu J.
editor. The unwelcome guests: proceedings of the Asia-Pasific forest
invasive species conference; Kunming, 17-23 Agustus 2003. Bangkok:
FAO. 9-10.
Daehler CC. 1997. The taxonomic distribution of invasive angiosperm plants:
Ecological insight and comparison to agricultural weeds. Biological
conservation 84: 167-180.
[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
DJPHKA [Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam]. 2010.
50 Taman Nasional di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kehutanan RI.
Dobhal PK, Kohli KR, Batish DR. 2011. Impact of Lantana camara L. invation
on riparian vegetation of Nayar Region on Garhwal, Himalayas
(Uttarakhand, India). Ecologi and The Natural Environment 3 (1): 12-22.
_____________________________.2010. Evaluation of the impacts of Lantana
camara L. invation of four major woody shrub, along Nayar river of
Pauri Garhwal, in Uttarakhand Himalaya. International Journal of
Biodiversity and Conservation 2 (7): 155-161.
Ewusie JY. 1980. Ekologi Tropika: Membicarakan alam tropika Afrika, Asia, dan
Dunia Baru. Tanuwidjaja U, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari: Elements of Tropical Ecology.
Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Goenadi DH, Dradjat B, Emingpraja L, Hutabarat B. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.
Hartemink AE. 2010. The invasive shrub Piper aduncum in Papua New Guinea:
A review. Jurnal of Tropical Forest Science 22 (2): 202-213.
Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di
Kampus IPB Darmaga. Media Konservasi 3 (2): 43-57.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2005. Global invasive species
database: http://www.issg.org/database. [11 Januari 2011].
Jaya AH. 2006. Implikasi eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson
(Asreaceae) dan agen hayatinya Cecidochares connexa Macquart
(Diptera: Tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan
tumbuhan lokal. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Joker D. 2001. Informasi singkat benih: Swietenia macrophylla King. Bandung:
Indonesia Forest Seed Project.
Jose S, Kohli RK, Singh HP, Batish DR, Pieterson EC. 2009. Invasive plants: a
threat to the integrity and sustainibility of forest ecosystem. Dalam: Kohli
RK, Jose S, Singh HP, British DR. 2009. Invasive Plants and Forest
Ecosystem. New York: CRC Press.
Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. New York: Harper & Row Publishing.
________. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper & Row Publisher.
Liang T. 2007. Seluk beluk kelapa sawit.
http://sawitkalbar.blogspot.com/2007_10_01_archive.html. [29 Mei
2011].
Kurnia I. 2003. Studi keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata
birdwatching di Kampus IPB Darmaga. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Lai PY, Muniappan R, Wang TH, Wu CJ. 2006. Distribution of Chromolaena
odorata and its biological control in Taiwan. Hawaiian Entomol 38: 119-
122.
Lowe S, Browne M, Boudjelas S, De Poorter M. 2004. 100 of the world‟s
invasive alien species: A selection from the global invasive species
database. Auckland: Holland Printing Ltd.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and
computing. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford: Blackwell
Publishing.
Mardhotillah A. 2001. Analisis pola penggunaan lahan, pola transportasi, dan pola
perilaku beraktivitas (studi kasus mobilitas civitas IPB menuju ke dalam,
di dalam, dan ke luar Kampus IPB Darmaga).[skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
McNaughton SJ, Wolf LL. 1990. Ekologi Umum edisi ke-dua.Pringgoseputro S,
Srigandono, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Meyer JY, Lavergne C, Hodel DR. 2008. Time bombs in garden: Invasive
ornamental palms in Tropical Islands with emphasis on French Polynesia
(Pasific Ocean and the mascarences (Indian Ocean). Palms 52(2): 71-83.
Misra KC. 1974. Manual Plant Ecology. New Delhi: Oxford & IBH Publishing.
Moenandir J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Jakarta: Rajawali
Press.
Mooney HA, Cleland EE. 2001. The evolutionary impact of invasive species.
PNAS (98)10: 5446-5451.
Morris MH, Castillo PN, Mize C. 1999. Sowing date, shade, and irrigation affect
big-leaf mahagony (Swietenia macrophylla King). Ann Arbor: University
of Michigan.
Mulyani YA. 1985. Studi keanekaragaman jenis burung di lingkungan Kampus
IPB Darmaga. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Muniappan R., Reddy GVP, Lai PY. 2005. Distribution and biological control of
Chromolaena odorata. Dalam: Invasive Plants: Ecological and
Agricultural Aspects. Switzerland: Birkhauser Verlag.
Mutaqin IZ. 2002. Upaya penanggulangan tanaman eskotik Acacia nilotica di
kawasan Taman Nasional Baluran. Dalam: Purwono B, Wardhana BS,
Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. Keanekaragaman Hayati dan
Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy.
Olden JD, Poff NL, Douglas ME, Faucsh KD. 2004. Ecological and evolutionary
consequences biotic homogenezation. Tren in Ecol an Evol 19(1): 18-24.
Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Anthony S, 2009. Agroforestree
Database: a tree reference and selection guide version 4.0. Kenya: World
AgroforestryCentre.http://www.worldagroforestry.org/resources/database
s/agroforestree. [26 Juni 2011].
Pahan I. 2008. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Pane H, Hasannudin A. 2002. Gulma invasif jajagoan dan enceng gondok di lahan
irigasi. Dalam: Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E,
Kurniawati DS. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing
Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
dan The Nature Consevancy.
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2004 tentang Karantina Tumbuhan.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa.
Prent K, Adisubrata J, Poerwadarminta JS. 1969. Kamus Latin-Indonesia.
Semarang: Penerbit Jajasan Kanisisus.
Primack RB. 1998. Biologi Konservasi. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M,
Kramadibrata P, penerjamah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Terjemahan dari: A Primer of Conservation Biology.
Pujowati P. 2006. Pengenalan ragam tanaman lanskap Asteraceae (Compositae).
[laporan]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. 2002.
Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta:
Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature
Consevancy.
Reaser JK, Meyerson LA, Cronk Q, Poorter MD, Eldrege LG, Green E, Kairo M,
Latasi P, Mack RC, Mauremootoo J, O‟dwond D, Orapa W,
Sasatroutomo S, Sanders A, Shine C, Sigurdur T, Vaiutu L. 2007.
Ecological and socioeconomic impacts of invasive alien species in alien
ecosystems. Environment Conservation 34 (2): 98-111.
Richard PW. 1966. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. New York:
Cambridge University Press.
Rosalia N. 2008. Penyebaran dan karakteristik tempat tumbuh pohon tembesu
(Fragaea fragrans Roxb.) (Studi kasus di kawasan Taman Nasional
Danau Sentarum Kapusa Hulu Kalimantan Barat). [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sastrosayono S. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Depok: PT AgroMedia Pustaka.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Setiadi D. 1984. Inventarisasi vegetasi tumbuhan bawah dalam hubungannya
dengan pendugaan sifat hebitat bonita tanah di daerah hutan jati
Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. [laporan penelitian]. Bogor:
Bagian Ekologi Departemen Botani Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
_________. 1986. Catatan jenis tumbuhan bawah daerah hutan jati KPH
Perwakarta.[laporan penelitian]. Bogor: Laboratorium Ekologi Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Sharma GP, Raghubanshi AS, Singh JS. 2005. Lantana invasion: An overview.
Weed Biology and Management. 5: 157-165.
Singh HP, Batish DR, Kohli RK, Arora V, Kaur S. 2005. Impact of the invasive
weed Ageratum conyzoides in the Shivalik Ranges of the north-western
Himalayas, India. Chandigarh. Department of Botany, Panjab University.
Sukisman T. 2010. Tumbuhan invasif di hutan [slide presentasi].Bogor:
BIOTROP.
Surya MI. 2009. Keanekaragaman dan potensi Rubus spp. koleksi Kebun Raya
Cibodas. Warta Kebun Raya 9 (1): 20-25.
Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[TAMSI, DMSI] Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia, Dewan Minyak Sawit
Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: DMSI.
Tjitrosemito S. 2004. Management of invasive alien plants species.[makalah].
Disampaikan dalam: Regional Training Course on Integrated
Management of Invasive Alien Plant Species. Bogor, 18-28 Mei 2004.
Bogor: BIOTROP.
Tryfino. 2006. Potensi dan prospek industri kelapa sawit. Economic Review 206:
1-7.
Ujiyani F. 2009. Inventarisasi dan kajian potensi invasif arthropoda dan tumbuhan
yang masuk wilayah Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta dan
Pelabuhan Tanjung Priok. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Holtikultura.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Undang-undang No.5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention
on Biological Diversity (CBD).
Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan.
Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati
dan Ekosistemnya.
Walter H. 1971. Ecology of Tropical and Subtropical Vegetation. Edinburg:
Oliver & Boyd.
Webber E. 2003. Invasive Plant Species of the World : A Refererence Guide to
Environmental Weeds. Cambridge: CABI Publishing.
Wilcove DS, Rothstein D, Dubow J, Phillips A, Losos E. 1998. Quantifying
threats to imperiled species in United States. BioSciences 48(8): 607-615.
Wiriadinata H. 2008. Keanekaragaman tumbuhan hutan “Gunung Lumut”
Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Berita Biologi 9 (3): 313-323.
Wittenberg R, Cock MJW. 2003. Invasive Alien Species: A Toolkit Best
Preventation and Management Practices. Cambridge: CABI Publishing.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi yang teridentifikasi di Kampus IPB Darmaga

No. Nama Ilmiah Nama Lokal Famili Habitus Lokasi*


1. Acalypha sp. Teh-tehan pangkas Euphorbiaceae Semak 4
2. Adenanthera pavonina L. Saga pohon Fabaceae Pohon 3
3. Ageratum conyzoides L. Babandotan Asteraceae Herba 1,3,10
4. Aglaia sp. Kayu palado Meliaceae Pohon 2
5. Amaranthus spinosus L. Bayam duri Amaranthaceae Herba 9
6. Amorphophalus variabilis Bl. Iles-iles Araceae Semak 1,2,4,6,8,10
7. Andrographis paniculata Ness. Sambiloto Acanthaceae Herba 1
8. Aneilema nudiflorum R.Br. Gewor Commelinaceae Herba 6
9. Anthurium andreanum Linden. Kuping gajah Araceae Semak 7,8,9
10. Archidendron jiringa (Jack) I. Nielsen Jengkol Fabaceae Pohon 2,9
11. Arcypteris irregularis (Pr) Holt. Paku mlukut Polypodiaceae Semak 9
12. Ardisia crispa A.DC. Mata ayam Myrsinaceae Semak 4
13. Asplenium nidus L. Paku sarang burung Polypodiaceae Herba 1
14. Athyrium sorzogonense (Presl) Milde. Paku kijang Polypodiaceae Semak 9
15. Axonopus compressus (SW). Beauv Jukut pait Poaceae Herba 3,5,6,7,8,9,10
16. Boehmeria sp. Rami Urticaceae Herba 2,3,4,10
17. Borreia alata (Aubl). DC. Gletak Rubiaceae Herba 9
18. Borreia latifolia (Aubl) K. Schum. Rumput Setawar Rubiaceae Herba 2,3,4,6,9,10
19. Borreria laevicaulis (Miq) Ridl. Kenikir Rubiaceae Herba 2,5,6,10
20. Borreria hispida Schum. Gempur batu Rubiaceae Herba 7
21. Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. Rumput braciaria Poaceae Herba 2,3,4,5,6,7,8,10
22. Caladium bicolor (W.Ait). Vent. Keladi hias Araceae Herba 1,2,3,4,5,6,7,9,10
23. Calathea sp. Pisang hias Maranthaceae Herba 1
24. Calliandra haematocephala Hassk. Kaliandra Fabaceae Semak 1
25. Calophyllum inophyllum L. Nyamplung Clusiaceae Pohon 4,6,7
26. Calophyllum soulattri Burm F. Solatri Clusiaceae Pohon 1
27. Carex filicium Ness. Kerisan Cyperaceae Herba 5,6
28. Caryota mitis Lour. Palem sarai Arecaceae Palem 5,6
29. Castanopsis argentea DC. Saninten Fagaceae Pohon 1
30. Cecropia sp. Pohon terompet Cecropiaceae Pohon 9
31. Ceiba pentandra Gaert. Kapuk randu Bombacaceae Pohon 3
32. Centella Asiatica (L).Urb Pegagan Apiaceae Herba 1,10
33. Centrosema pubescens Jack. Kacang-kacangan Fabaceae Semak 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
34. Cerbera manghas L. Bintaro Apocynaceae Pohon 2
35. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins Kirinyuh Asteraceae Semak 2,3,6,10
36. Cinnamomum burmanii Bl. Kayu manis Lauraceae Pohon 1,2,5
37. Cissus repens Lam - Vitaceae Liana 4,6,10
38. Clidemia hirta G. Don. Harendong bulu Melastomataceae Semak 1,2,4,5,6,9
39. Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf. - Poaceae Herba 2,3,5,10
40. Coffea robusta Lindl .Ex De Will. Kopi Rubiaceae Pohon 9
41. Colocasia esculenta L.Schott. Talas Araceae Herba 6,7,8
42. Combretum tetralopum Clarke - Combretaceae Semak 9
43. Commelina benghalensis Forsk. Gewor Commelinaceae Herba 4,5,10
44. Costus speciosus (Koenig) Smith Pacing Zingiberaceae Herba 1,4,5
45. Cuphea ignea A.DC. Bunga serutu Lyrtaceae Herba 3
46. Curanga fel-terrae (Lour.) Merr. Daun kukurung Scrophulariaceae Herba 6
47. Cyathula prostrata (L.) Blume Bayam pasir Amaranthaceae Herba 6
48. Cyclosorus aridus O.K Paku kadal Thelypteridaceae Semak 2,3,4,5,6,7,8,9,10
49. Cymbopogon nardus (L) Randle. Sereh Poaceae Herba 1
50. Cyperus kyllingia Endl. Rumput kenop Cyperaceae Herba 3
51. Dalbergia latifolia Roxb. Sonokeling Fabaceae Pohon 3,4,5,6,10
52. Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot. Sri rezeki Aveaceae Herba 1,4
53. Digitaria sp. Rumput digitaria Poaceae Herba 1
54. Dioscorea pyrifolia Kunth Huwi upas Dioscoreaceae Herba 2,4,9
55. Diplazium esculantum Swartz. Paku sayur Polypodiaceae Semak 1,6,9
56. Dracaena sp. Sugi Putih Liliaceae Herba 4,9
57. Drymoglossum piloselloides (L.)Presl. Sisik naga Polypodiaceae Herba 3,5,8
58. Diospyros celebica Bakh. Eboni Ebenaceae Pohon 2
59. Dysoxylum gaudichaudianum (Juss.) Miq. Kedoya Meliaceae Pohon 8
60. Elaeis guineensis Jacq. Kelapa sawit Arecaceae Palem 1,2,34,5,,7,8,9,10
61. Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip. - Asteraceae Herba 5,10
62. Etlingera solaris (Blume) R. M. Sm. Tepus Zingiberaceae Herba 4
63. Syzygium aquea Burm.F Jambu air Myrtaceae Pohon 8
64. Euphorbia hirta L. Patikan kebo Euphorbiaceae Herba 1,9
65. Ficus aurata Corner Kayu ara Moraceae Pohon 5,6,7,9,10
66. Ficus elastica Nois. Ex Bl. Karet kerbau Moraceae Pohon 8
67. Ficus fistulosa Reinw ex. Bl Beunying Moraceae Pohon 3,9
68. Ficus montana Burm.f. Perlasan Moraceae Pohon 1,2,3,4,5,6,7,8,10
69. Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith Daun dolar Moraceae Liana 5,9
70. Ficus septica Burm F. Awar-awar Moraceae Perdu 3
71. Fleurya aestuans (L.) Gaudich Jelatang Urticaceae Herba 8
72. Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B Reusam Polypodiaceae Semak 9
73. Glochidion rubrum Blume Dempul lelet Euphorbiaceae Semak 5,9
74. Gmelina arborea Roxb. Gmelina Verbenaceae Pohon 5,8
75. Graptophyllum pictum (L.) Griffith. Daun ungu Acanthaceae Perdu 4
76. Gymnopetalum cochinchinense Kurz. Areui bobontengan Cucurbitaceae Liana 3
77. Hedyotis verticillata (L.) Lam. - Rubiaceae Herba 2,4,5,6,9
78. Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek. Sengengen Acanthaceae Herba 1,5,6
79. Hevea brasieliensis Muell. Arg. Karet Euphorbiaceae Pohon 1,2,4,5,6,7
80. Hymenaea courbaril L. Marasi Fabaceae Pohon 3
81. Impatiens balsamina L. Pacar air Balsaminaceae Herba 7
82. Jacquemontia paniculata (Brum. f) Hallier F. - Convolvulaceae Herba merambat 2,10
83. Jasminum funale Decne. - Oleaceae Pohon 5
84. Justicia gendarussa Blanco. - Acanthaceae Semak 6
85. Arachis hypogeae L. Kacang tanah Fabaceae Herba 10
86. Lantana camara L. Tembelekan Verbenaceae Semak 2,5,6
87. Leea indica (Brum F.) Merr. Girang merah Leeaceae Semak 2,5,6
88. Lepidagathis javanica Blume Daun segugur Acanthaceae Herba 2,3,5,6,7,10
89. Lindernia crustacea F.Muell. Juku mata keuyeup Scrophulariaceae Herba 3
90. Litsea sp. Garau Lauraceae Pohon 2,3
91. Lophaterum gracile Brongn. Rumput bambu Poaceae Herba 2,3,4,5,6,7,10
92. Macaranga sp. Mahang Euphorbiaceae Pohon 9
93. Manihot utilisima Pohl. Singkong Euphorbiaceae Semak 5,6
94. Maniltoa grandiflora Scheff. Sapu tangan Caesalpiniaceae Pohon 4
95. Melastoma malabathricum L. Harendong Melastomataceae Semak 1,2,3,5,9,10
96. Melicope latifolia (DC) T.G. Hartley - Rutaceae Perdu 2,4,5,8,9
97. Merremia umbellata (L.) Hall Daun bisul Convolvulaceae Liana 1,9
98. Mikania micrantha H. B. K. Sembung rambat Asteraceae Herba 1,2,3,4,5,6, 8,10
99. Millettia splendidissima Blume ex Miq. Sergantung Fabaceae Pohon 9
100. Mimosa pudica Duchass. & Walp. Putri malu Fabaceae Herba 2,3,10
101. Muntingia calabura L. Kersen Elaeocarpaceae Pohon 6,9
102. Nephrolepis bisserata (SW.) Schoot Paku harupat Dryopteridaceae Semak 9
103. Ophiopogon sp. - Liliaceae Herba 6,7
104. Oxalis corniculata L. Calincing Oxalidaceae Herba 1
105. Paku larat Polypodiaceae Semak 2,4,5,8,9
106. Panicum brevifolium L. - Poaceae Herba 9
107. Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen. Sengon Fabaceae Pohon 6,10
108. Parashorea sp. Parashorea Dipterocarpaceae Pohon 1,3
109. Paspalum commersonii Lamk - Poaceae Herba 3,6,10
110. Passiflora foetida L Rambusa Passifloraceae Herba 4,5,7,8,9,10
111. Peperomia pellucida (L.) H.B. K. - Piperaceae Semak 3,10
112. Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. Mahkota dewa Thymelaeaceae Perdu 2
113. Phylanthus urinaria L. Meniran Euphorbiaceae Semak 1,2,3,6,8,10
114. Piper aduncum L. Seuseurehan Piperaceae Semak 5,8,9,10
115. Piper caninum Blume. Kemekes Piperaceae Semak 7,8
116. Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter Karuk Piperaceae Semak 2,4,7,8,9,10
117. Piper umbellatum Jacq. - Piperaceae Semak 4,5,8,9,10
118. Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum Paku-pakuan Polypodiaceae Semak 8
119. Pometia pinnata J.R.& G.Forst Matoa Sapindaceae Pohon 4,8
120. Pterocarpus indica Wild. Angsana Papilionaceae Pohon 1,6
121. Putihan Semak 9
122. Quercus gemelliflora Bl. Pasang Fagaceae Pohon 1
123. Rhaphidophora sp. - Araceae Herba 4
124. Rhaphidophora sp. 2 - Araceae Herba 4
125. Rostellularia obtuse Nees. - Acanthaceae Semak 6
126. Rubus moluccanus L. Hareueus Rosaceae Liana 5,9
127. Salacca edulis Reinw. Salak Arecaceae Palem 1,2,4,8
128. Sauropus adrogynus Merr. Katuk Euphorbiaceae Semak 1,4,5
129. Scindapsus hederaceus Schott. - Araceae Herba 4
130. Selaginella doederleinii Hieron. Cakar ayam Sellaginellaceae Herba 7,9
131. Setaria palmifolia (J. Koenig) Satpf. Rumput palem Poaceae Herba 2,3,8,10
132. Setaria plicata Lamk. Jambean Poaceae Herba 2,5
133. Shorea leprosula Miq. Meranti Dipterocarpaceae Pohon 1
134. Shorea pinanga R.Scheffer Meranti merah Dipterocarpaceae Pohon 1
135. Solanum sp. Terung-terungan Solanaceae Semak 7
136. Solanum torvum Swartz. Takokak Solanaceae Semak 1,2,5,9,10
137. Spathodea campanulata Beauv. Kiengsrot Bignoniaceae Pohon 3,4
138. Strobilanthes sp. - Acanthaceae Herba 1,5
139. Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl. Pecut Kuda Verbenaceae Herba 1,2,5,9,10
140. Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f & Th. Burahol Annonaceae Pohon 1
141. Stephania japonica Miers. - Menispermaceae Liana 2,3,4,5,6,7,8,10
142. Swietenia macrophylla King. Mahoni daun lebar Meliaceae Pohon 1
143. Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Mahoni daun kecil Meliaceae Pohon 9
144. Syzygium lineatum (DC.) Merr.& Perry. Galam Myrtaceae Pohon 2
145. Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Salam Myrtaceae Pohon 1,2,3,4,5
146. Tacca palmata Blume. Gadung tikus Taccaceae Semak 4
147. Taenitis blechnoides SW. Paku ringin Polypodiaceae Semak 2,3,4,5,6,7,9
148. Tetracera indica Merr. Ki asahan Dilleniaceae Semak 1,4,9
149. Tetracera scandens L. Merr. Kasapan Dilleniaceae Semak 2,5,6,9
150. Theme gigantea ( Icav.) Hack. Rumput gajah Poaceae Herba 1
151. Typhonium flagelliforme Lodd. Keladi tikus Araceae Herba 1,4,7,8
152. Wedelia calendulacea Less. Seruni Asteraceae Herba 2,3,6,8,9,10
153. Zingiber sp. Jahe-jahean Zingiberaceae Herba 9

Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan,


2. Arboretum Hutan Tropika
3. Arboretum Lanskap
4. Hutan Al-Hurriyyah
5. Hutan Cikabayan
6. Tegakan Karet Rusunawa
7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva
8. Tegakan Jati Sengked
9. Tegakan Pinus Cangkurawok
10. Tegakan Sengon Rektorat.
Lampiran 2 Hasil perhitungan INP di tiap lokasi penelitian
1. Arboretum Fahutan
No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi ln Pi Pi ln Pi H’ E
1 Ficus montana Burm.f. 54600 0.76 31.63 10.73 42.37 0.21 -1.55 -0.33 2.66 0.69
2 Digitaria sp. 2200 0.16 1.27 2.26 3.53 0.02 -4.04 -0.07
3 Lophatherum gracile (Brongn) 300 0.04 0.17 0.56 0.74 0.00 -5.60 -0.02
4 Centella asiatica (L).Urb 5000 0.48 2.90 6.78 9.68 0.05 -3.03 -0.15
Hemigraphis brunelloides (Lam)
5
Bremek 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
6 Ageratum conyzoides L. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
7 Quercus gemelliflora Bl. 600 0.04 0.35 0.56 0.91 0.00 -5.39 -0.02
8 Andrographis paniculata Ness. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
9 Merremia umbellata (L.) Hall 800 0.08 0.46 1.13 1.59 0.01 -4.83 -0.04
10 Shorea leprosula Miq 500 0.08 0.29 1.13 1.42 0.01 -4.95 -0.04
11 Asplenium nidum L. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
12 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl. 400 0.16 0.23 2.26 2.49 0.01 -4.39 -0.05
13 Cymbopogon nardus (L) Randle. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
14 Srobilanthes sp. 900 0.12 0.52 1.69 2.22 0.01 -4.50 -0.05
15 Costus speciosus Smith. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
16 Pterocarpus indica Wild 1200 0.16 0.70 2.26 2.96 0.01 -4.21 -0.06
17 Tetracera indica Merr. 400 0.08 0.23 1.13 1.36 0.01 -4.99 -0.03
18 Tidak teridentifikasi 200 0.04 0.12 0.56 0.68 0.00 -5.68 -0.02
19 Calathea sp. 1000 0.04 0.58 0.56 1.14 0.01 -5.16 -0.03
Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f
20
& Th. 6400 0.68 3.71 9.60 13.31 0.07 -2.71 -0.18
21 Oxalis corniculata L. 200 0.04 0.12 0.56 0.68 0.00 -5.68 -0.02
22 Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
23 Melastoma malabathricum L. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
24 Clidemia hirta G. Don. 1100 0.12 0.64 1.69 2.33 0.01 -4.45 -0.05
25 Amorphophalus variabilis Bl. 600 0.16 0.35 2.26 2.61 0.01 -4.34 -0.06
26 Centrosema pubescens Jack. 1600 0.2 0.93 2.82 3.75 0.02 -3.98 -0.07
27 Calliandra haematocephala Hassk. 1200 0.08 0.70 1.13 1.83 0.01 -4.70 -0.04
28 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
29 Sauropus adrogynus Merr 600 0.08 0.35 1.13 1.48 0.01 -4.91 -0.04
30 Cinnamomum burmanii Bl. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
31 Caladium bicolor (W.Ait.). Vent 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
32 Typhonium flagelliforme Lodd. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
33 Swietenia macrophylla King. 2200 0.36 1.27 5.08 6.36 0.03 -3.45 -0.11
34 Phylanthus urinaria L. 400 0.12 0.23 1.69 1.93 0.01 -4.64 -0.04
35 Shorea pinanga R.Scheffer 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
36 Mikania micrantha H. B. K. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
37 Calophyllum inophyllum L. 76100 0.96 44.09 13.56 57.65 0.29 -1.24 -0.36
38 Diplazium esculantum Swartz. 2200 0.48 1.27 6.78 8.05 0.04 -3.21 -0.13
39 Parashorea sp 200 0.04 0.12 0.56 0.68 0.00 -5.68 -0.02
40 Euphorbia hirta L. 600 0.12 0.35 1.69 2.04 0.01 -4.58 -0.05
41 Theme gigantea Icav.) Hack. 200 0.04 0.12 0.56 0.68 0.00 -5.68 -0.02
42 Salacca edulis Reinw. 200 0.04 0.12 0.56 0.68 0.00 -5.68 -0.02
43 Castanopsis argentea DC. 100 0.04 0.06 0.56 0.62 0.00 -5.77 -0.02
44 Elaeis guineensis Jacq 1300 0.32 0.75 4.52 5.27 0.03 -3.64 -0.10
45 Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot. 7600 0.36 4.40 5.08 9.49 0.05 -3.05 -0.14
46 Solanum torvum Swartz 300 0.04 0.17 0.56 0.74 0.00 -5.60 -0.02
Jumlah 172600 7.08 100 100 200 -2.66
2. Arboretum Hutan Tropika

No. Nama spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Boehmeria sp. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02 3.04 0.79
2 Ficus montana Burm.f. 7000 0.28 4.00 3.33 7.34 0.04 -3.31 -0.12
3 Stephania japonica Miers. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
4 Borreria latifolia 1700 0.2 0.97 2.38 3.35 0.02 -4.09 -0.07
5 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 10100 0.68 5.77 8.10 13.87 0.07 -2.67 -0.19
6 Borreria laevicaulis 800 0.04 0.46 0.48 0.93 0.00 -5.37 -0.03
7 Cerbera manghas L. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
8 Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf. 5900 0.36 3.37 4.29 7.66 0.04 -3.26 -0.12
9 Diospyros celebica Bakh. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
10 Hedyotis verticillata (L.) Lam. 3200 0.12 1.83 1.43 3.26 0.02 -4.12 -0.07
11 Melastoma malabathricum L. 1300 0.2 0.74 2.38 3.12 0.02 -4.16 -0.06
12 Clidemia hirta G. Don. 1500 0.16 0.86 1.90 2.76 0.01 -4.28 -0.06
13 Lepidagathis javanica Blume 8300 0.32 4.75 3.81 8.56 0.04 -3.15 -0.13
14 Amorphophalus variabilis Bl. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
15 Setaria plicata Lamk. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
16 Centrosema pubescens Jack. 4700 0.56 2.69 6.67 9.35 0.05 -3.06 -0.14
17 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
18 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 200 0.04 0.11 0.48 0.59 0.00 -5.83 -0.02
19 Cinnamomum burmanii Bl. 500 0.08 0.29 0.95 1.24 0.01 -5.08 -0.03
20 Caladium bicolor (W.Ait.). Vent. 1500 0.24 0.86 2.86 3.71 0.02 -3.99 -0.07
21 Chromolaena odorata 600 0.12 0.34 1.43 1.77 0.01 -4.73 -0.04
22 Lantana camara L. 5500 0.32 3.14 3.81 6.95 0.03 -3.36 -0.12
23 Lophaterum gracile Brongn. 6100 0.48 3.49 5.71 9.20 0.05 -3.08 -0.14
24 Mimosa pudica L. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
25 Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. 600 0.12 0.34 1.43 1.77 0.01 -4.73 -0.04
26 Phylanthus urinaria L. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
27 Mikania micrantha H. B. K. 4600 0.48 2.63 5.71 8.34 0.04 -3.18 -0.13
28 Cyclosorus aridus O.K 3300 0.4 1.89 4.76 6.65 0.03 -3.40 -0.11
29 Paku larat 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
30 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl. 600 0.08 0.34 0.95 1.30 0.01 -5.04 -0.03
31 Setaria palmifolia (J. Koenig) Satpf. 2300 0.16 1.32 1.90 3.22 0.02 -4.13 -0.07
32 Salacca edulis Reinw. 200 0.04 0.11 0.48 0.59 0.00 -5.83 -0.02
33 Elaeis guineensis Jacq. 200 0.04 0.11 0.48 0.59 0.00 -5.83 -0.02
34 Wedelia calendulacea Less. 87000 0.36 49.74 4.29 54.03 0.27 -1.31 -0.35
35 Taenitis blechnoides SW. 800 0.2 0.46 2.38 2.84 0.01 -4.26 -0.06
36 Tetracera scandens L. Merr. 1100 0.12 0.63 1.43 2.06 0.01 -4.58 -0.05
37 Solanum torvum Swartz 2900 0.24 1.66 2.86 4.52 0.02 -3.79 -0.09
38 Hymenaea courbarit L. 1200 0.24 0.69 2.86 3.54 0.02 -4.03 -0.07
39 Jacquemontia paniculata Hallier f. 400 0.12 0.23 1.43 1.66 0.01 -4.79 -0.04
40 Litsea sp. 3700 0.36 2.12 4.29 6.40 0.03 -3.44 -0.11
41 Aglaia sp. 4200 0.44 2.40 5.24 7.64 0.04 -3.26 -0.12
42 Archidendron jiringa (Jack) I.Nielsen 300 0.04 0.17 0.48 0.65 0.00 -5.73 -0.02
43 Leea indica Burm.F. 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
44 Syzygium polyanthum 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
Syzygium lineatum (DC.) Merr.&
45 Perry 100 0.04 0.06 0.48 0.53 0.00 -5.93 -0.02
46 Dioscorea pyrifolia Kunth 600 0.12 0.34 1.43 1.77 0.01 -4.73 -0.04
47 Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley 700 0.12 0.40 1.43 1.83 0.01 -4.69 -0.04
Jumlah 174900 8.4 100 100 200 -3.04
3. Arboretum Lanskap

No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Ficus montana Burm.f. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02 2.55 0.69
2 Stephania japonica Miers. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
3 Axonopus compressus (SW). Beauv 5000 0.2 2.23 2.89 5.12 0.03 -3.67 -0.09
4 Borreria latifolia 8900 0.48 3.97 6.94 10.90 0.05 -2.91 -0.16
5 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 30800 0.6 13.73 8.67 22.40 0.11 -2.19 -0.25
6 Ageratum conyzoides L. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
7 Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf. 5000 0.4 2.23 5.78 8.01 0.04 -3.22 -0.13
8 Melastoma malabathricum L. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
9 Lepidagathis javanica Blume 133900 1 59.70 14.45 74.15 0.37 -0.99 -0.37
10 Centrosema pubescens Jack. 4400 0.4 1.96 5.78 7.74 0.04 -3.25 -0.13
11 Ceiba pentandra Gaert. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
12 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent. 4500 0.56 2.01 8.09 10.10 0.05 -2.99 -0.15
13 Chromolaena odorata 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
14 Lophaterum gracile Brongn. 700 0.12 0.31 1.73 2.05 0.01 -4.58 -0.05
15 Phylanthus urinaria L. 1500 0.24 0.67 3.47 4.14 0.02 -3.88 -0.08
16 Mikania micrantha H. B. K. 1200 0.16 0.53 2.31 2.85 0.01 -4.25 -0.06
17 Paspalum commersonii Lamk 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
18 Cyclosorus aridus O.K 2000 0.28 0.89 4.05 4.94 0.02 -3.70 -0.09
19 Parashorea sp. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
20 Mimosa pudica L. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
21 Setaria palmifolia 500 0.04 0.22 0.58 0.80 0.00 -5.52 -0.02
22 Elaeis guineensis Jacq 200 0.08 0.09 1.16 1.25 0.01 -5.08 -0.03
23 Wedelia calendulacea Less. 1900 0.08 0.85 1.16 2.00 0.01 -4.60 -0.05
24 Drymoglossum piloselloides (L.)Presl. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
25 Taenitis blechnoides SW. 200 0.08 0.09 1.16 1.25 0.01 -5.08 -0.03
26 Boehmeria sp. 700 0.16 0.31 2.31 2.62 0.01 -4.33 -0.06
27 Ficus fistulosa Reinw.ex Blume 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
28 Syzygium polyanthum 13500 0.6 6.02 8.67 14.69 0.07 -2.61 -0.19
29 Cyperus kyllingia 1500 0.2 0.67 2.89 3.56 0.02 -4.03 -0.07
30 Ficus septica Brum F. 200 0.08 0.09 1.16 1.25 0.01 -5.08 -0.03
31 Dalbergia latifolia Roxb. 3300 0.24 1.47 3.47 4.94 0.02 -3.70 -0.09
32 Litsea sp. 200 0.04 0.09 0.58 0.67 0.00 -5.70 -0.02
33 Spathodea campanulata Beauv. 400 0.08 0.18 1.16 1.33 0.01 -5.01 -0.03
34 Hymenaea courbaril L. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
35 Gymnopetalum cochinchinense Kurz. 300 0.04 0.13 0.58 0.71 0.00 -5.64 -0.02
36 Lindernia crustacea F.Muell. 300 0.04 0.13 0.58 0.71 0.00 -5.64 -0.02
37 Adenanthera pavonina L. 1000 0.04 0.45 0.58 1.02 0.01 -5.27 -0.03
38 Cuphea ignea A.DC. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
39 Tidak teridentifikasi 200 0.08 0.09 1.16 1.25 0.01 -5.08 -0.03
40 Cissus repens Lam. 600 0.04 0.27 0.58 0.85 0.00 -5.47 -0.02
41 Peperomia pellucida H.B.& K. 100 0.04 0.04 0.58 0.62 0.00 -5.77 -0.02
Jumlah 224300 6.92 100 100 200 -2.55
4. Hutan di samping Masjid Alhurriyyah

No. Nama Spesies K F KR FR INP PI Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Piper umbellatum Jacq. 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03 3.3 0.84
2 Ficus montana Burm.f. 6700 0.48 8.25 5.33 13.58 0.07 -2.69 -0.18
3 Boehmeria sp. 300 0.12 0.37 1.33 1.70 0.01 -4.77 -0.04
4 Spathodea campanulata Beauv. 200 0.04 0.25 0.44 0.69 0.00 -5.67 -0.02
5 Costus speciosus (Koenig) Smith 4500 0.52 5.54 5.78 11.32 0.06 -2.87 -0.16
6 Ficus aurata Cornor 700 0.12 0.86 1.33 2.20 0.01 -4.51 -0.05
7 Stephania japonica Miers. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
8 Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley 1100 0.2 1.35 2.22 3.58 0.02 -4.02 -0.07
9 Borreria latifolia 200 0.04 0.25 0.44 0.69 0.00 -5.67 -0.02
10 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 300 0.04 0.37 0.44 0.81 0.00 -5.50 -0.02
11 Graptophyllum pictum (L.) Griffith. 5200 0.04 6.40 0.44 6.85 0.03 -3.37 -0.12
12 Hedyotis verticillata 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03
13 Clidemia hirta G.Don. 200 0.04 0.25 0.44 0.69 0.00 -5.67 -0.02
14 Amorphophalus variabilis Bl. 700 0.24 0.86 2.67 3.53 0.02 -4.04 -0.07
15 Centrosema pubescens Jack. 400 0.08 0.49 0.89 1.38 0.01 -4.98 -0.03
16 Ceiba pentandra Gaert. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
17 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 2100 0.4 2.59 4.44 7.03 0.04 -3.35 -0.12
18 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 17600 0.68 21.67 7.56 29.23 0.15 -1.92 -0.28
19 Sauropus adrogynus Merr 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03
20 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent. 500 0.08 0.62 0.89 1.50 0.01 -4.89 -0.04
21 Typhonium flagelliforme Lodd. 2700 0.36 3.33 4.00 7.33 0.04 -3.31 -0.12
22 Lophaterum gracile Brongn. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
23 Pometia pinnata J.R.& G.Forst 200 0.04 0.25 0.44 0.69 0.00 -5.67 -0.02
24 Mikania micrantha H. B. K. 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03
25 Calophyllum inophyllum L. 900 0.24 1.11 2.67 3.78 0.02 -3.97 -0.07
26 Passiflora foetida L 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03
27 Cyclosorus aridus O.K 4300 0.72 5.30 8.00 13.30 0.07 -2.71 -0.18
28 Paku larat 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
29 Salacca edulis Reinw. 200 0.08 0.25 0.89 1.14 0.01 -5.17 -0.03
30 Maniltoa grandiflora Scheff. 1400 0.28 1.72 3.11 4.84 0.02 -3.72 -0.09
31 Elaeis guineensis Jacq 8000 0.8 9.85 8.89 18.74 0.09 -2.37 -0.22
32 Dalbergia latifolia Roxb. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
33 Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot. 6800 0.24 8.37 2.67 11.04 0.06 -2.90 -0.16
34 Taenitis blechnoides SW. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
35 Colocasia esculenta Schott. 1100 0.16 1.35 1.78 3.13 0.02 -4.16 -0.07
36 Etlingera solaris (Blume) R. M. Sm. 1300 0.2 1.60 2.22 3.82 0.02 -3.96 -0.08
37 Scindapsus hederaceus Schott. 1100 0.16 1.35 1.78 3.13 0.02 -4.16 -0.07
38 Rhaphidophora sp. 1200 0.32 1.48 3.56 5.03 0.03 -3.68 -0.09
39 Ardisia crispa A.DC. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
40 Caryota mitis Lour. 1400 0.4 1.72 4.44 6.17 0.03 -3.48 -0.11
41 Rhaphidophora sp. 2 1300 0.16 1.60 1.78 3.38 0.02 -4.08 -0.07
42 Syzygium polyanthum 800 0.16 0.99 1.78 2.76 0.01 -4.28 -0.06
43 Tacca palmata Blume 200 0.08 0.25 0.89 1.14 0.01 -5.17 -0.03
44 Cissus repens Lam. 200 0.08 0.25 0.89 1.14 0.01 -5.17 -0.03
45 Dracaena sp. 1500 0.2 1.85 2.22 4.07 0.02 -3.89 -0.08
46 Cyathula prostrata (L.) Blume 1500 0.08 1.85 0.89 2.74 0.01 -4.29 -0.06
47 Dioscorea pyrifolia Kunth 1800 0.32 2.22 3.56 5.77 0.03 -3.55 -0.10
48 Tetracera indica Merr. 300 0.08 0.37 0.89 1.26 0.01 -5.07 -0.03
49 Acalypha sp. 100 0.04 0.12 0.44 0.57 0.00 -5.86 -0.02
Jumlah 81200 9 100 100 200 -3.30

5. Hutan Cikabayan

No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln PI H’ E


1 Ficus montana Burm.f. 1500 0.12 0.97 1.05 2.02 0.01 -4.60 -0.05 3.33 0.84
2 Commelina benghalensis Forsk. 300 0.04 0.19 0.35 0.54 0.00 -5.91 -0.02
3 Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip. 1900 0.32 1.23 2.80 4.02 0.02 -3.91 -0.08
4 Srobilanthes sp. 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
5 Archidendron jiringa (Jack) I.Nielsen 500 0.04 0.32 0.35 0.67 0.00 -5.69 -0.02
6 Ficus aurata Corner 11600 0.64 7.49 5.59 13.09 0.07 -2.73 -0.18
7 Stephania japonica Miers. 1600 0.4 1.03 3.50 4.53 0.02 -3.79 -0.09
8 Piper aduncum L. 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
9 Axonopus compressus (SW). Beauv 1100 0.2 0.71 1.75 2.46 0.01 -4.40 -0.05
10 Borreria laevicaulis 16900 0.52 10.92 4.55 15.46 0.08 -2.56 -0.20
11 Borreia latifolia 1400 0.24 0.90 2.10 3.00 0.02 -4.20 -0.06
12 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 6700 0.64 4.33 5.59 9.92 0.05 -3.00 -0.15
13 Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf. 4000 0.36 2.58 3.15 5.73 0.03 -3.55 -0.10
14 Stachytarpheta jamaicencis (L.) Vahl. 700 0.04 0.45 0.35 0.80 0.00 -5.52 -0.02
15 Gmelina arborea Roxb. 5100 0.6 3.29 5.24 8.54 0.04 -3.15 -0.13
16 Lepidagathis javanica Blume 500 0.08 0.32 0.70 1.02 0.01 -5.28 -0.03
17 Hedyotis verticillata 9000 0.28 5.81 2.45 8.26 0.04 -3.19 -0.13
18 Melastoma malabathricum L. 500 0.12 0.32 1.05 1.37 0.01 -4.98 -0.03
19 Clidemia hirta G. Don. 7000 0.36 4.52 3.15 7.67 0.04 -3.26 -0.13
20 Setaria plicata Lamk. 200 0.08 0.13 0.70 0.83 0.00 -5.49 -0.02
21 Centrosema pubescens Jack. 3100 0.48 2.00 4.20 6.20 0.03 -3.47 -0.11
22 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 3200 0.44 2.07 3.85 5.91 0.03 -3.52 -0.10
23 Sauropus adrogynus Merr 200 0.08 0.13 0.70 0.83 0.00 -5.49 -0.02
24 Cinnamomum burmanii Bl. 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
25 Caladium bicolor (W.Ait) Vent. 400 0.04 0.26 0.35 0.61 0.00 -5.80 -0.02
26 Carex filicium Ness. 3200 0.44 2.07 3.85 5.91 0.03 -3.52 -0.10
27 Lantana camara L. 1200 0.16 0.78 1.40 2.17 0.01 -4.52 -0.05
28 Mikania micrantha H. B. K. 1500 0.28 0.97 2.45 3.42 0.02 -4.07 -0.07
29 Passiflora foetida L 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
30 Cyclosorus aridus O.K 200 0.08 0.13 0.70 0.83 0.00 -5.49 -0.02
31 Paku larat 1600 0.2 1.03 1.75 2.78 0.01 -4.28 -0.06
32 Theme gigantea 700 0.16 0.45 1.40 1.85 0.01 -4.68 -0.04
33 Elaeis guineensis Jacq 300 0.08 0.19 0.70 0.89 0.00 -5.41 -0.02
34 Manihot utilisima 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
35 Drymoglossum piloselloides (L.)Presl. 700 0.08 0.45 0.70 1.15 0.01 -5.16 -0.03
36 Dalbergia latifolia Roxb. 800 0.2 0.52 1.75 2.27 0.01 -4.48 -0.05
37 Taenitis blechnoides SW. 700 0.16 0.45 1.40 1.85 0.01 -4.68 -0.04
38 Tetracera scandens 14500 0.8 9.37 6.99 16.36 0.08 -2.50 -0.20
39 Solanum torvum Swartz 300 0.04 0.19 0.35 0.54 0.00 -5.91 -0.02
40 Piper umbellatum Jacq. 2100 0.36 1.36 3.15 4.50 0.02 -3.79 -0.09
41 Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith 30400 0.72 19.64 6.29 25.93 0.13 -2.04 -0.26
42 Syzygium polyanthum 9700 0.56 6.27 4.90 11.16 0.06 -2.89 -0.16
43 Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek 1900 0.16 1.23 1.40 2.63 0.01 -4.33 -0.06
44 Jasminum funale Decne 3200 0.16 2.07 1.40 3.47 0.02 -4.06 -0.07
45 Costus speciosus (Koenig) Smith 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
46 Tidak teridentifikasi 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
47 Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley 1300 0.08 0.84 0.70 1.54 0.01 -4.87 -0.04
48 Glochidion rubrum Blume 800 0.08 0.52 0.70 1.22 0.01 -5.10 -0.03
49 Tidak teridentifikasi 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
50 Leea indica Burm.f. 100 0.04 0.06 0.35 0.41 0.00 -6.18 -0.01
51 Rubus moluccanus L. 1400 0.16 0.90 1.40 2.30 0.01 -4.46 -0.05
Jumlah 154800 11.44 100 100 200 -3.33

6. Tegakan Karet di depan Rusunawa

No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Ficus montana Burm.f. 5300 0.28 3.44 2.94 6.38 0.03 -3.45 -0.11 3.13 0.81
2 Commelina benghalensis Forsk. 1000 0.2 0.65 2.10 2.75 0.01 -4.29 -0.06
3 Caryota mitis Lour. 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
4 Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek 5300 0.6 3.44 6.30 9.74 0.05 -3.02 -0.15
5 Ficus aurata Corner 3400 0.28 2.21 2.94 5.15 0.03 -3.66 -0.09
6 Stephania japonica Miers. 3400 0.44 2.21 4.62 6.83 0.03 -3.38 -0.12
7 Pterocarpus indica Wild 800 0.08 0.52 0.84 1.36 0.01 -4.99 -0.03
8 Axonopus compressus (SW). Beauv 11700 0.36 7.59 3.78 11.37 0.06 -2.87 -0.16
9 Borreria laevicaulis 2000 0.16 1.30 1.68 2.98 0.01 -4.21 -0.06
10 Borreia latifolia 1100 0.16 0.71 1.68 2.39 0.01 -4.43 -0.05
11 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 24100 0.92 15.64 9.66 25.30 0.13 -2.07 -0.26
12 Coelorachis glandulosa 5900 0.44 3.83 4.62 8.45 0.04 -3.16 -0.13
13 Paspalum commersonii Lamk 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
14 Lepidagathis javanica Blume 42800 0.96 27.77 10.08 37.86 0.19 -1.66 -0.32
15 Hedyotis verticillata 6600 0.08 4.28 0.84 5.12 0.03 -3.66 -0.09
16 Clidemia hirta Don. 2700 0.12 1.75 1.26 3.01 0.02 -4.20 -0.06
17 Amorphophalus variabilis Bl. 400 0.16 0.26 1.68 1.94 0.01 -4.64 -0.04
18 Centrosema pubescens Jack. 5100 0.72 3.31 7.56 10.87 0.05 -2.91 -0.16
19 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 200 0.08 0.13 0.84 0.97 0.00 -5.33 -0.03
20 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 2500 0.08 1.62 0.84 2.46 0.01 -4.40 -0.05
21 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent 3900 0.36 2.53 3.78 6.31 0.03 -3.46 -0.11
22 Muntingia calabura L. 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
23 Chromolaena odorata 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
24 Carex filicium Ness. 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
25 Lantana camara L. 700 0.04 0.45 0.42 0.87 0.00 -5.43 -0.02
26 Lophaterum gracile Brongn. 5400 0.72 3.50 7.56 11.07 0.06 -2.89 -0.16
27 Phylanthus urinaria L 400 0.12 0.26 1.26 1.52 0.01 -4.88 -0.04
28 Mikania micrantha H. B. K. 500 0.08 0.32 0.84 1.16 0.01 -5.15 -0.03
29 Callophylum inophyllum L. 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
30 Cyclosorus aridus O.K 2400 0.36 1.56 3.78 5.34 0.03 -3.62 -0.10
31 Diplazium esculantum SW. 300 0.12 0.19 1.26 1.46 0.01 -4.92 -0.04
32 Parienthes falcataria (L.) Nielsen. 500 0.04 0.32 0.42 0.74 0.00 -5.59 -0.02
33 Wedelia calendulacea Less. 1800 0.16 1.17 1.68 2.85 0.01 -4.25 -0.06
34 Manihot utilisima 400 0.08 0.26 0.84 1.10 0.01 -5.20 -0.03
35 Dalbergia latifolia Roxb. 900 0.12 0.58 1.26 1.84 0.01 -4.69 -0.04
36 Taenitis blechnoides SW. 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
37 Tetracera scandens 2100 0.08 1.36 0.84 2.20 0.01 -4.51 -0.05
38 Colocasia esculenta Schott. 600 0.16 0.39 1.68 2.07 0.01 -4.57 -0.05
39 Rostellularia obtuse Nees 800 0.08 0.52 0.84 1.36 0.01 -4.99 -0.03
40 Justicia gendarussa Blanco 800 0.08 0.52 0.84 1.36 0.01 -4.99 -0.03
41 Cyathula prostata 5200 0.2 3.37 2.10 5.48 0.03 -3.60 -0.10
42 Curanga fel-terrae Merr. 500 0.08 0.32 0.84 1.16 0.01 -5.15 -0.03
43 Leea indica Brum F. 200 0.04 0.13 0.42 0.55 0.00 -5.90 -0.02
44 Tidak teridentifikasi 100 0.04 0.06 0.42 0.49 0.00 -6.02 -0.01
45 Ophiopogon sp. 600 0.08 0.39 0.84 1.23 0.01 -5.09 -0.03
46 Peperomia pellucida H.B.& K. 200 0.04 0.13 0.42 0.55 0.00 -5.90 -0.02
47 Aneilema nudiflorum R.Br. 800 0.04 0.52 0.42 0.94 0.00 -5.36 -0.03
Jumlah 154100 9.52 100 100 200 -3.13

7. Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva

No. Nama spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Piper caninum Blume 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02 2.44 0.74
2 Stephania japonica Miers. 300 0.08 0.16 1.28 1.44 0.01 -4.93 -0.04
3 Axonopus compressus (SW). Beauv 36700 0.6 19.31 9.62 28.92 0.14 -1.93 -0.28
4 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 10200 0.56 5.37 8.97 14.34 0.07 -2.64 -0.19
5 Selaginella doederleinii Hieron. 2600 0.08 1.37 1.28 2.65 0.01 -4.32 -0.06
6 Borreria hispida Schum. 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02
7 Lepidagathis javanica Blume 54800 1 28.83 16.03 44.85 0.22 -1.49 -0.34
8 Centrosema pubescens Jack. 400 0.08 0.21 1.28 1.49 0.01 -4.90 -0.04
9 Hevea brasieliensis Muell. Arg. 200 0.08 0.11 1.28 1.39 0.01 -4.97 -0.03
10 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 200 0.04 0.11 0.64 0.75 0.00 -5.59 -0.02
11 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent. 2200 0.28 1.16 4.49 5.64 0.03 -3.57 -0.10
12 Typhonium flagelliforme Lodd. 600 0.08 0.32 1.28 1.60 0.01 -4.83 -0.04
13 Lophaterum gracile Brongn. 6400 0.56 3.37 8.97 12.34 0.06 -2.79 -0.17
14 Calophyllum inophyllum L. 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02
15 Passiflora foetida L 4100 0.4 2.16 6.41 8.57 0.04 -3.15 -0.13
16 Impatiens balsamina L. 300 0.04 0.16 0.64 0.80 0.00 -5.52 -0.02
17 Cyclosorus aridus O.K 5300 0.36 2.79 5.77 8.56 0.04 -3.15 -0.13
18 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl 200 0.04 0.11 0.64 0.75 0.00 -5.59 -0.02
19 Elaeis guineensis Jacq 46400 0.72 24.41 11.54 35.95 0.18 -1.72 -0.31
20 Taenitis blechnoides SW. 2100 0.12 1.10 1.92 3.03 0.02 -4.19 -0.06
21 Colocasia esculenta Schott. 1400 0.08 0.74 1.28 2.02 0.01 -4.60 -0.05
22 Ficus montana Burm.f. 13100 0.64 6.89 10.26 17.15 0.09 -2.46 -0.21
23 Anthurium andreanum Linden. 1800 0.12 0.95 1.92 2.87 0.01 -4.24 -0.06
24 Ficus aurata Corner 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02
25 Tidak teridentifikasi 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02
26 Ophiopogon sp. 200 0.04 0.11 0.64 0.75 0.00 -5.59 -0.02
27 Solanum sp. 100 0.04 0.05 0.64 0.69 0.00 -5.66 -0.02
Jumlah 190100 6.24 100 100 200 -2.44
8. Tegakan Jati Sengked

No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Axonopus compressus (SW). Beauv 300 0.04 0.22 0.46 0.68 0.00 -5.68 -0.02 3.04 0.83
2 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 11800 0.72 8.70 8.33 17.03 0.09 -2.46 -0.21
3 Coelorachis glandulosa 1400 0.16 1.03 1.85 2.88 0.01 -4.24 -0.06
4 Gmelina arborea Roxb. 4900 0.48 3.61 5.56 9.17 0.05 -3.08 -0.14
5 Hedyotis verticillata 10100 0.52 7.44 6.02 13.46 0.07 -2.70 -0.18
6 Amorphophalus variabilis Bl. 3600 0.28 2.65 3.24 5.89 0.03 -3.52 -0.10
7 Syzigium aquea Burm.F 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
8 Centrosema pubescens Jack. 3700 0.6 2.73 6.94 9.67 0.05 -3.03 -0.15
9 Ficus elastica Nois. Ex Bl. 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
10 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
11 Typhonium flagelliforme Lodd. 700 0.04 0.52 0.46 0.98 0.00 -5.32 -0.03
12 Lophaterum gracile Brongn. 13200 0.32 9.73 3.70 13.43 0.07 -2.70 -0.18
13 Pometia pinnata J.R. & Forst 1300 0.2 0.96 2.31 3.27 0.02 -4.11 -0.07
14 Phylanthus urinaria L 700 0.04 0.52 0.46 0.98 0.00 -5.32 -0.03
15 Mikania micrantha H. B. K. 2200 0.36 1.62 4.17 5.79 0.03 -3.54 -0.10
16 Passiflora foetida L 3600 0.52 2.65 6.02 8.67 0.04 -3.14 -0.14
17 Cyclosorus aridus O.K 1000 0.28 0.74 3.24 3.98 0.02 -3.92 -0.08
18 Quercus gemelliflora Bl 300 0.04 0.22 0.46 0.68 0.00 -5.68 -0.02
19 Paku larat 300 0.04 0.22 0.46 0.68 0.00 -5.68 -0.02
20 Salacca edulis Reinw. 600 0.12 0.44 1.39 1.83 0.01 -4.69 -0.04
21 Elaeis guineensis Jacq 600 0.2 0.44 2.31 2.76 0.01 -4.28 -0.06
22 Wedelia calendulacea Less. 35100 0.68 25.87 7.87 33.74 0.17 -1.78 -0.30
23 Setaria palmifolia 2300 0.12 1.69 1.39 3.08 0.02 -4.17 -0.06
24 Drymoglossum piloselloides (L.)Presl. 700 0.04 0.52 0.46 0.98 0.00 -5.32 -0.03
25 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
26 Colocasia esculenta Schott. 3100 0.48 2.28 5.56 7.84 0.04 -3.24 -0.13
27 Piper caninum Blume 8600 0.72 6.34 8.33 14.67 0.07 -2.61 -0.19
29 Stephania japonica Miers. 2700 0.44 1.99 5.09 7.08 0.04 -3.34 -0.12
30 Ficus montana Burm.f. 5900 0.28 4.35 3.24 7.59 0.04 -3.27 -0.12
31 Dysoxylum gaudichaudianum Miq. 500 0.16 0.37 1.85 2.22 0.01 -4.50 -0.05
32 Cyathula prostrata (L.) Blume 11600 0.2 8.55 2.31 10.86 0.05 -2.91 -0.16
33 Pleocnemia irregularis 600 0.08 0.44 0.93 1.37 0.01 -4.98 -0.03
34 Piper umbellatum Jacq. 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
35 Piper aduncum L. 200 0.04 0.15 0.46 0.61 0.00 -5.79 -0.02
36 Fleurya aestuans Gaudich 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
37 Anthurium andreanum Linden. 3100 0.08 2.28 0.93 3.21 0.02 -4.13 -0.07
38 Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley 300 0.08 0.22 0.93 1.15 0.01 -5.16 -0.03
39 Caryota mitis Lour. 100 0.04 0.07 0.46 0.54 0.00 -5.92 -0.02
Jumlah 135700 8.64 100 100 200 -3.04

9. Tegakan Pinus Cangkurawok

No. Nama Spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Arcypteris irregularis (Pr) Holt. 2000 0.32 1.88 3.90 5.78 0.03 -3.54 -0.10 3.48 0.85
2 Melicope latifolia (DC) T.G. Hartley 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
3 Oxalis barrelieri L. 900 0.08 0.85 0.98 1.82 0.01 -4.70 -0.04
4 Dioscorea pyrifolia Kunth 300 0.08 0.28 0.98 1.26 0.01 -5.07 -0.03
5 Axonopus compressus (SW). Beauv 2100 0.16 1.97 1.95 3.92 0.02 -3.93 -0.08
6 Borreia latifolia 1500 0.12 1.41 1.46 2.87 0.01 -4.24 -0.06
7 Amaranthus spinosus L. 1700 0.08 1.60 0.98 2.57 0.01 -4.35 -0.06
8 Archidendron jiringa (Jack) I. Nielsen 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
9 Selaginella doederleinii Hieron. 700 0.12 0.66 1.46 2.12 0.01 -4.55 -0.05
10 Tetracera indica Merr. 500 0.08 0.47 0.98 1.45 0.01 -4.93 -0.04
11 Cecropia sp. 400 0.12 0.38 1.46 1.84 0.01 -4.69 -0.04
12 Combretum tetralopum Clarke 800 0.12 0.75 1.46 2.22 0.01 -4.50 -0.05
13 Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith 1900 0.28 1.79 3.41 5.20 0.03 -3.65 -0.09
14 Macaranga sp. 300 0.12 0.28 1.46 1.75 0.01 -4.74 -0.04
15 Hedyotis verticillata 300 0.08 0.28 0.98 1.26 0.01 -5.07 -0.03
16 Melastoma malabathricum L. 700 0.12 0.66 1.46 2.12 0.01 -4.55 -0.05
17 Clidemia hirta G. Don. 11100 0.56 10.43 6.83 17.26 0.09 -2.45 -0.21
18 Ficus fistulosa Reinw ex. Bl 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
19 Tetracera scandens 1600 0.2 1.50 2.44 3.94 0.02 -3.93 -0.08
20 Cissus repens Lam 200 0.08 0.19 0.98 1.16 0.01 -5.15 -0.03
21 Centrosema pubescens Jack. 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
22 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 20100 0.52 18.89 6.34 25.23 0.13 -2.07 -0.26
23 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent 700 0.2 0.66 2.44 3.10 0.02 -4.17 -0.06
24 Muntingia calabura L. 2600 0.16 2.44 1.95 4.39 0.02 -3.82 -0.08
25 Coffea robusta Lindl .Ex De Will. 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
26 Carreex fillicium Ness. 1000 0.12 0.94 1.46 2.40 0.01 -4.42 -0.05
27 Panicum brevifolium 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
28 Taenitis blechnoides SW. 1800 0.16 1.69 1.95 3.64 0.02 -4.01 -0.07
29 Swietenia mahagoni 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
30 Piper umbellatum Jacq. 200 0.04 0.19 0.49 0.68 0.00 -5.69 -0.02
31 Calophyllum inophyllum L. 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
32 Passiflora foetida L 1500 0.16 1.41 1.95 3.36 0.02 -4.09 -0.07
33 Paku larat 5600 0.36 5.26 4.39 9.65 0.05 -3.03 -0.15
34 Diplazium esculantum SW. 1900 0.36 1.79 4.39 6.18 0.03 -3.48 -0.11
35 Nephrolepis bisserata (SW.) Schoot 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
36 Cyclosorus aridus O.K 300 0.04 0.28 0.49 0.77 0.00 -5.56 -0.02
37 Euphorbia hirta L. 600 0.04 0.56 0.49 1.05 0.01 -5.25 -0.03
38 Putihan 200 0.08 0.19 0.98 1.16 0.01 -5.15 -0.03
39 Borreia alata (Aubl). DC. 400 0.04 0.38 0.49 0.86 0.00 -5.44 -0.02
40 Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B 9300 0.68 8.74 8.29 17.03 0.09 -2.46 -0.21
41 Elaeis guineensis Jacq 3900 0.44 3.67 5.37 9.03 0.05 -3.10 -0.14
42 Widelia calendulaceae Less. 4100 0.2 3.85 2.44 6.29 0.03 -3.46 -0.11
43 Athyrium sorgonense (Presl) Milde. 900 0.04 0.85 0.49 1.33 0.01 -5.01 -0.03
44 Solanum torvum Swartz 500 0.04 0.47 0.49 0.96 0.00 -5.34 -0.03
45 Merremia umbellata (L.) Hallief 400 0.04 0.38 0.49 0.86 0.00 -5.44 -0.02
46 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl. 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
47 Zingiber sp. 6500 0.04 6.11 0.49 6.60 0.03 -3.41 -0.11
48 Glochidion rubrum Blume 400 0.12 0.38 1.46 1.84 0.01 -4.69 -0.04
49 Millettia splendidissima Blume ex Miq. 200 0.08 0.19 0.98 1.16 0.01 -5.15 -0.03
50 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 6600 0.32 6.20 3.90 10.11 0.05 -2.99 -0.15
51 Lephatherum gracile (Brongn) 4600 0.36 4.32 4.39 8.71 0.04 -3.13 -0.14
52 Rubus moluccanus 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
53 Anthurium andreanum Linden. 1300 0.08 1.22 0.98 2.20 0.01 -4.51 -0.05
54 Piper aduncum L. 200 0.04 0.19 0.49 0.68 0.00 -5.69 -0.02
55 Dracaena sp. 300 0.04 0.28 0.49 0.77 0.00 -5.56 -0.02
56 Tidak teridentifikasi 1100 0.08 1.03 0.98 2.01 0.01 -4.60 -0.05
57 Ficus aurata Corner 100 0.04 0.09 0.49 0.58 0.00 -5.84 -0.02
58 Tidak teridentifikasi 200 0.04 0.19 0.49 0.68 0.00 -5.69 -0.02
59 Tidak teridentifikasi 400 0.04 0.38 0.49 0.86 0.00 -5.44 -0.02
60 Tidak teridentifikasi 400 0.04 0.38 0.49 0.86 0.00 -5.44 -0.02
Jumlah 106400 8.2 100 100 200 -3.48

10. Tegakan Sengon Rektorat

No. Nama spesies K F KR FR INP Pi Ln Pi Pi Ln Pi H’ E


1 Ficus montana Burm.f. 1500 0.32 0.73 2.96 3.69 0.02 -3.99 -0.07 3.10 0.83
2 Jacquemontia paniculata Hallier f. 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
3 Boehmeria sp. 200 0.04 0.10 0.37 0.47 0.00 -6.06 -0.01
4 Cissus repens Lam. 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
5 Stephania japonica Miers. 1400 0.2 0.68 1.85 2.53 0.01 -4.37 -0.06
6 Axonopus compressus (SW). Beauv 13100 0.76 6.37 7.04 13.40 0.07 -2.70 -0.18
7 Borreria laevicaulis 1200 0.2 0.58 1.85 2.43 0.01 -4.41 -0.05
8 Borreia latifolia 5900 0.64 2.87 5.93 8.79 0.04 -3.12 -0.14
9 Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf. 14800 0.76 7.19 7.04 14.23 0.07 -2.64 -0.19
10 Ageratum conyzoides L 1300 0.2 0.63 1.85 2.48 0.01 -4.39 -0.05
11 Coelorachis glandulosa 2000 0.2 0.97 1.85 2.82 0.01 -4.26 -0.06
12 Paspalum commersonii Lamk 800 0.08 0.39 0.74 1.13 0.01 -5.18 -0.03
13 Lepidagathis javanica Blume 36400 0.52 17.69 4.81 22.50 0.11 -2.18 -0.25
14 Melastoma malabathricum L. 1300 0.24 0.63 2.22 2.85 0.01 -4.25 -0.06
15 Amorphophalus variabilis Bl. 200 0.08 0.10 0.74 0.84 0.00 -5.48 -0.02
16 Arachis hypogeae L. 6700 0.4 3.26 3.70 6.96 0.03 -3.36 -0.12
17 Centrosema pubescens Jack. 6100 0.72 2.96 6.67 9.63 0.05 -3.03 -0.15
18 Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter 300 0.08 0.15 0.74 0.89 0.00 -5.42 -0.02
19 Caladium bicolor (W.Ait.) Vent. 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
20 Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins 500 0.12 0.24 1.11 1.35 0.01 -5.00 -0.03
21 Lophaterum gracile Brongn. 5000 0.32 2.43 2.96 5.39 0.03 -3.61 -0.10
22 Phylanthus urinaria L. 700 0.08 0.34 0.74 1.08 0.01 -5.22 -0.03
23 Mikania micrantha H. B. K. 2400 0.28 1.17 2.59 3.76 0.02 -3.97 -0.07
24 Passiflora foetida L 7400 0.68 3.60 6.30 9.89 0.05 -3.01 -0.15
25 Cyclosorus aridus O.K 2600 0.4 1.26 3.70 4.97 0.02 -3.70 -0.09
26 Centella asiatica Urb. 3500 0.12 1.70 1.11 2.81 0.01 -4.26 -0.06
27 Mimosa pudica L. 800 0.12 0.39 1.11 1.50 0.01 -4.89 -0.04
28 Setaria palmifera 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
29 Elaeis guineensis Jacq 400 0.12 0.19 1.11 1.31 0.01 -5.03 -0.03
30 Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen. 300 0.12 0.15 1.11 1.26 0.01 -5.07 -0.03
31 Widelia calendulaceae Less. 45300 0.72 22.01 6.67 28.68 0.14 -1.94 -0.28
32 Dalbergia latifolia Roxb. 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
33 Solanum torvum Swartz 1300 0.32 0.63 2.96 3.59 0.02 -4.02 -0.07
34 Commelina benghalensis Forsk. 20700 0.8 10.06 7.41 17.47 0.09 -2.44 -0.21
35 Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl. 10600 0.08 5.15 0.74 5.89 0.03 -3.52 -0.10
36 Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip. 7600 0.32 3.69 2.96 6.66 0.03 -3.40 -0.11
37 Tidak teridentifikasi 1000 0.08 0.49 0.74 1.23 0.01 -5.09 -0.03
38 Ficus aurata Corner 1100 0.32 0.53 2.96 3.50 0.02 -4.05 -0.07
39 Piper aduncum L. 700 0.08 0.34 0.74 1.08 0.01 -5.22 -0.03
40 Piper umbellatum Jacq. 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
41 Tidak teridentifikasi 100 0.04 0.05 0.37 0.42 0.00 -6.17 -0.01
Jumlah 205800 10.8 100 100 200 -3.10
Lampiran 3 Hasil Indeks kesamaan spesies antar komunitas tumbuhan di Kampus IPB
Darmaga.

No. Komunitas W 2w a+b IS IS (%)


1. 1,1 200 400 400 1.000000 100
2. 1,2 44.83 89.66 400 0.224150 22.42
3. 1,3 29.99 59.98 400 0.149950 15.00
4. 1,4 70.83 141.66 400 0.354150 35.42
5. 1,5 13.03 26.06 400 0.065150 6.52
6. 1,6 64.94 129.88 400 0.324700 32.47
7. 1,7 53.37 106.74 400 0.266850 26.69
8. 1,8 48.46 96.92 400 0.242300 24.23
9. 1,9 52.89 105.78 400 0.264450 26.45
10. 1,10 40.63 81.26 400 0.203150 20.32
11. 2,2 200 400 400 1.000000 100
12. 2,3 147.55 295.1 400 0.737750 73.78
13. 2,4 63.41 126.82 400 0.317050 31.71
14. 2,5 57.3 114.6 400 0.286500 28.65
15. 2,6 142.14 284.28 400 0.710700 71.07
16. 2,7 57.87 115.74 400 0.289350 28.94
17. 2,8 118.62 237.24 400 0.593100 59.31
18. 2,9 104.59 209.18 400 0.522950 52.30
19. 2,10 130.82 261.64 400 0.654100 65.41
20. 3,3 200 400 400 1.000000 100
21. 3,4 63.12 126.24 400 0.315600 31.56
22. 3,5 22.49 44.98 400 0.112450 11.25
23. 3,6 136.35 272.7 400 0.681750 68.18
24. 3,7 120.14 240.28 400 0.600700 60.07
25. 3,8 63.78 127.56 400 0.318900 31.89
26. 3,9 48.95 97.9 400 0.244750 24.48
27. 3,10 120.08 240.16 400 0.600400 60.0
28. 4,4 200 400 400 1.000000 100
29. 4,5 29.73 59.46 400 0.148650 14.87
30. 4,6 84.25 168.5 400 0.421250 42.13
31. 4,7 102.54 205.08 400 0.512700 51.27
32. 4,8 98.67 197.34 400 0.493350 49.34
33. 4,9 90.17 180.34 400 0.450850 45.09
34. 4,10 67.11 134.22 400 0.335550 33.56
35. 5,5 200 400 400 1.000000 100
36. 5,6 55.56 111.12 400 0.277800 27.8
37. 5,7 23.36 46.72 400 0.116800 11.7
38. 5,8 20.47 40.94 400 0.102350 10.2
39. 5,9 56.97 113.94 400 0.284850 28.5
40. 5,10 32.95 65.9 400 0.164750 16.5
41. 6,6 200 400 400 1.000000 100
42. 6,7 129.12 258.24 400 0.645600 64.56
43. 6,8 96.71 193.42 400 0.483550 48.36
44. 6,9 100.36 200.72 400 0.501800 50.18
45. 6,10 100.71 201.42 400 0.503550 50.36
46. 7,7 200 400 400 1.000000 100
47. 7,8 94.15 188.3 400 0.470750 47.08
48. 7,9 69.26 138.52 400 0.346300 34.63
49. 7,10 80.87 161.74 400 0.404350 40.44
50. 8,8 200 400 400 1.000000 100
51. 8,9 78.91 157.82 400 0.394550 39.46
52. 8,10 100.47 200.94 400 0.502350 50.24
53. 9,9 200 400 400 1.000000 100
54. 9,10 75.65 151.3 400 0.378250 37.83
55. 10,10 200 400 400 1.000000 100
Lampiran 4 Perhitungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif

1. Perhitungan indeks penyebaran Morishita (Iδ)

A B C Iδ
Spesies ∑Xi ∑Xi2 (∑Xi)2 n
∑Xi2-∑Xi (∑Xi)2-∑Xi A/B n*C
Ageratum conyzoides 15 49 225 250 34 210 0.16 40.48
Chromolaena
odorata 13 29 169 250 16 156 0.10 25.64
Clidemia hirta 232 2760 53824 250 2528 53592 0.05 11.79
Mikania micrantha 114 474 12996 250 360 12882 0.03 6.99
Mimosa pudica 10 32 100 250 22 90 0.24 61.11
Piper aduncum 10 34 100 250 24 90 0.27 66.67
Swietenia
macrophylla 22 106 484 250 84 462 0.18 45.45
Lantana camara 74 852 5476 250 778 5402 0.14 36.01
Elaeis guineensis 533 24951 284089 250 24418 283556 0.09 21.53
Rubus moluccanus 15 61 225 250 46 210 0.22 54.76
Spathodea
campanulata 6 14 36 250 8 30 0.27 66.67

2. Uji Chi2 derajat keseragaman (Mu)

A B C D F G Mu
Spesies 2
E
X (0,975) n ∑Xi A-B C-E D+C G/F
Ageratum
conyzoides 46.98 250 15 -203.02 1 14 -188.02 -13.43
Chromolaena
odorata 46.98 250 13 -203.02 1 12 -190.02 -15.84
Clidemia hirta 46.98 250 232 -203.02 1 231 28.98 0.13
Mikania micrantha 46.98 250 114 -203.02 1 113 -89.02 -0.79
Mimosa pudica 46.98 250 10 -203.02 1 9 -193.02 -21.45
Piper aduncum 46.98 250 10 -203.02 1 9 -193.02 -21.45
Swietenia
macrophylla 46.98 250 22 -203.02 1 21 -181.02 -8.62
Lantana camara 46.98 250 74 -203.02 1 73 -129.02 -1.77
Elaeis guineensis 46.98 250 533 -203.02 1 532 329.98 0.62
Rubus moluccanus 46.98 250 15 -203.02 1 14 -188.02 -13.43
Spathodea
campanulata 46.98 250 6 -203.02 1 5 -197.02 -39.40
3. Uji Chi2 derajat pengelompokan (Mc)

A B C D E F G Mc
Spesies 2
X ( 0,025) n ∑Xi A-B 1 C-E D+C G/F
Ageratum conyzoides 16.79 250 15 -233.21 1 14 -218.21 -15.59
Chromolaena odorata 16.79 250 13 -233.21 1 12 -220.21 -18.35
Clidemia hirta 16.79 250 232 -233.21 1 231 -1.21 -0.01
Mikania micrantha 16.79 250 114 -233.21 1 113 -119.21 -1.05
Mimosa pudica 16.79 250 10 -233.21 1 9 -223.21 -24.80
Piper aduncum 16.79 250 10 -233.21 1 9 -223.21 -24.80
Swietenia macrophylla 16.79 250 22 -233.21 1 21 -211.21 -10.06
Lantana camara 16.79 250 74 -233.21 1 73 -159.21 -2.18
Elaeis guineensis 16.79 250 533 -233.21 1 532 299.79 0.56
Rubus moluccanus 16.79 250 15 -233.21 1 14 -218.21 -15.59
Spathodea campanulata 16.79 250 6 -233.21 1 5 -227.21 -45.44

4. Perhitungan Ip

A B C D E F G H I Ip
Spesies Penyebaran (Ip>0)
Iδ Mu Mc n Iδ-Mc n-MC E/F k H*G H+I
Ageratum conyzoides 40.48 -13.43 -15.59 250 56.07 265.59 0.21 0.5 0.11 0.61 Mengelompok
Chromolaena odorata 25.64 -15.84 -18.35 250 43.99 268.35 0.16 0.5 0.08 0.58 Mengelompok
Clidemia hirta 11.79 0.13 -0.01 250 11.80 250.01 0.05 0.5 0.02 0.52 Mengelompok
Mikania micrantha 6.99 -0.79 -1.05 250 8.04 251.05 0.03 0.5 0.02 0.52 Mengelompok
Mimosa pudica 61.11 -21.45 -24.80 250 85.91 274.80 0.31 0.5 0.16 0.66 Mengelompok
Piper aduncum 66.67 -21.45 -24.80 250 91.47 274.80 0.33 0.5 0.17 0.67 Mengelompok
Swietenia macrophylla 45.45 -8.62 -10.06 250 55.51 260.06 0.21 0.5 0.11 0.61 Mengelompok
Lantana camara 36.01 -1.77 -2.18 250 38.19 252.18 0.15 0.5 0.08 0.58 Mengelompok
Elaeis guineensis 21.53 0.62 0.56 250 20.96 249.44 0.08 0.5 0.04 0.54 Mengelompok
Rubus moluccanus 54.76 -13.43 -15.59 250 70.35 265.59 0.26 0.5 0.13 0.63 Mengelompok
Spathodea campanulata 66.67 -39.40 -45.44 250.00 112.11 295.44 0.38 0.5 0.19 0.69 Mengelompok

Anda mungkin juga menyukai