Lapkas PPOK Aryo BENAR
Lapkas PPOK Aryo BENAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Penyakit Paru Obstruktif Kronik”.
Penulisan laporan kasus ini adalah bagian dari kegiatan Dokter Internship
di RSUD H Andi Abdurahman Noor Tanah Bumbu.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pendamping yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1.Latar Belakang........................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3.Tujuan Penilitian.....................................................................................................2
1.4.Manfaat Penilitian..................................................................................................2
2.1.1. Definisi.........................................................................................................3
2.1.2. Epidemiologi................................................................................................3
2.1.3. Etiologi.........................................................................................................4
2.1.4. Patogenesis...................................................................................................6
2.1.5. Patofisiologi.................................................................................................8
2.1.7. Diagnosis......................................................................................................10
2.1.9. Penatalaksanaan...........................................................................................17
2.1.10. Komplikasi.................................................................................................25
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................37
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan
mortalitas berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini
berhubungan dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan
5
semakin tingginya pajanan terhadap faktor risiko.
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan
sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16
juta jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien
dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya
jumlah perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan
5
perokok.
4
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif
kronis, diantaranya yaitu:
1. Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab
terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90%
kasus. Merokok sigaret mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor
kemotaktik dan elastase, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara
signifikan, PPOK berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini
pasti bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus
6
pertahun, dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas.
2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang,
penggunaan bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam
ruangan kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi
6
PPOK.
kepekaan saluran napas pada awal studi yang kemudian mengalami penurunan
fungsi paru telah menunjukkan bahwa peningkatan kepekaan saluran napas
7
secara jelas merupakan prediktor penurunan fungsi paru di waktu mendatang.
Tetapi studi ini masih belum jelas.
5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok,
obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis
6
carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal.
2.1.4. Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis
terjadinya PPOK diantaranya adalah:
1. Hipotesis Proteinase-antiproteinase
Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa
kerusakan jaringan dan emfisema terjadi karena ketidakseimbangan proteinase
dan inhibitornya. Telah dinyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas enzim
pendegradasi elastik dibandingkan inhibitornya pada emfisema. Konsep ini
8
diusulkan untuk emfisema yang digambarkan dengan defisienasi AAT. Pasien
dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah
mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari hepatosit.
Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di
sirkulasi. Dilaporkan bahwa PiZ-α1 AT cenderung mengalami polimerisasi
yang dapat menghambat sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil
9
dan menyebabkan inflamasi. Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki
kemampuan untuk membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin,
sehingga berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix
Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP (MMP-2, -
9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting dalam
patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta
9
proteinase-3 (dalamnetrofil)
2. Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal
1
terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. .Pasien dengan PPOK
dilaporkan mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan
bronchoalveolar lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam patogensis
PPOK. Level serum immunoglobulin free light chains (IgLC) meningkat pada
PPOK karena rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking
7
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel
9
endotel. Ketika oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak,
karbohidrat, dan DNA terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan
tersebut dapat memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap
pembelahan proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase
(HDAC2) dan menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil (TNF-α dan
IL-8) dan MMP sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung
9
terbentuknya emfisema.
4. Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan
sitokin proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver,
jaringan adiposa dan sumsum tulang untuk melepaskan sejumlah leukosit, CRP,
interleukin (IL)-6, IL-8, fibrinogen dan TNF-α ke sirkulasi dan menyebabkan
10
inflamasi sistemik . Inflamasi sistemik dapat memulai atau memperburuk
penyakit komorbid, seperti penyakit jantung iskemik, osteoporosis, anemia
9
normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain.
5. Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan
sel endotel di paru pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan
proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan
9
jaringan paru dan emfisema.
8
2.1.5. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
1. Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak
Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran pernapasan kecil
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, dan mungkin
3. Hipersekresi Mukus
9
4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan
hipertensi pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel,
dan remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat
11
menyebabkan pembesaran ventrikel jantung kanan. Ada respon inflamasi
pada pembuluh darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas.
Emfisema dan hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya
1
peningkatan tekanan di sirkulasi pulmonal.
5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan
memperburuk prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postma,
dan Boezen, 2006).
Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea).
Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa
12
kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat
melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama
bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap
sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari
seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat
12
menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika
ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung
karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah
4
melalui paru-paru yang terkena dampak. Gejala cor pulmonale adalah edema
12
perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.
2.1.7. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain,
yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
klinis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea,
batuk kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor
resiko penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal;
infeksi respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan lainnya
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis lainnya
d. Pola perkembangan gejala: PPOK biasanya berkembang pada usia dewasa
dan kebanyakan pasien sadar akan peningkatan kesulitan bernapas dan
beberapa keterbatasan sosial beberapa tahun sebelum mencari bantuan
pengobatan medis
e. Riwayat eksaserbasi atau rawat inap karena penyakit pernapasan terdahulu
f. Adanya penyakit komorbid: gangguan jantung, osteoporosis, gangguan
muskuloskeletal, dan keganasan yang juga berperan dalam pembatasan
aktivitas.
g. Dampak penyakit dalam kehidupan pasien, kehilangan pekerjaan dan
dampak ekonomi, efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan depresi,
serta gangguan aktivitas seksual
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok
c. Dispnea
Biasanya progresif dan seiring berjalan waktu menjadi persisten. Saat
onset, gejala ini terjadi saat aktivitas (naik tangga, mendaki bukit, dll)
dan dapat dihindari dengan perubahan perilaku yang tepat (mis.
menggunakan elevator). Bagaimanapun, selama penyakit berkembang,
11
dispnea bahkan akan muncul dalam aktivitas ringan atau istirahat.
Dispnea menjadi penyebab utama ketidakmampuan dan kecemasan yang
dialami pasien berhubungan dengan penyakitnya.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan dada sesak merupakan gejala tidak spesifik dan mungkin
bervariasi setiap hari. Mengi yang dapat terdengar mungkin berasal dari
laring. Dada sesak sering diikuti usaha dalam bernapas, berasal dari
1
kontraksi isometrik otot-otot interkostal.
e. Gambaran pada Penyakit Berat
Lelah, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah utama pasien
dengan PPOK gejala berat dan sangat berat. Sinkop batuk terjadi karena
peningkatan cepat dari tekanan intratorakal selama serangan jangka panjang
batuk. Batuk yang parah ini juga bisa menyebabkan fraktur kosta yang
biasanya asimptomatis. Tanda-tanda kor-pulmonale juga menunjukkan
keadaan penyakit yang buruk. Selain itu, mungkin pasien akan mengalami
1
gejala depresi atau gangguan kecemasan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien PPOK yang masih dini biasanya tidak
2
menunjukkan kelainan. Seiring dengan perjalanan penyakit, muncullah
beberapa tanda dan gejala yang makin lama akan makin khas menjadi
13
gejala PPOK. PPOK memberikan tanda berupa gangguan baik pada sistem
pernapasan maupun sistemik.
a. Tanda Pernapasan
Inspeksi: barrel chest, pursed-lips breathing, gerakan tidak normal dari
dada/abdomen dan penggunaan otot-otot pernapasan. Semua ini
merupakan tanda pembatasan aliran udara, hiperinflasi dan gangguan
11
mekanis dari bernapas
2
Palpasi: ditemukan fremitus melemah pada emfisema
Perkusi: penurunan letak diafragma, suara timpani karena hiperinflasi, hati
11
dapat teraba
Auskultasi: suara napas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki
dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa,
2
ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh
b. Tanda Sistemik
Distensi vena leher, pembesaran hatidan edema perifer dapat terjadi
karena cor pulmonale atau selama inflasi yang parah.
Kehilangan massa otot dan kelemahan otot perifer yang konsisten dengan
malnutrisi dan/atau disfungsi otot skelet.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai dalam mendiagnosis PPOK
adalah:
a. Pemeriksaan darah rutin
Untuk melihat nilai Hb, Ht, leukosit, dll. Peningkatan sel darah merah
(eritrositosis), terjadi ketika level oksigen di darah rendah (hipoksemia)
dalam waktu yang lama. Sel darah merah membawa oksigen di darah.
Karena kerusakan paru, pasien PPOK tidak dapat memperoleh cukup
udara. Sehingga reaksi tubuh adalah meningkatkan produksi sel darah
1
merah untuk meningkatkan jumlah oksigen di darah.
b. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri
Pemeriksaan faal paru merupakan hal yang esensial untuk diagnosis dan
penilaian keparahan penyakit, dan juga membantu memantau progresnya.
14
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80%
prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan
gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas
darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan
hiperkapnia.
16
1
Tabel 2.1 Kriteria GOLD untuk Derajat Keparahan PPOK
Derajat Karakteristik
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup sudah
1
sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa.
2.1.9. Penatalaksanaan
2
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah:
- Mencegah progresifitas penyakit
- Mengurangi gejala
- Meningkatkan tolenransi latihan
- Mencegah dan mengobati komplikasi
- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
- Mencegah dan meminimalkan efek samping obat
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
- Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu
tujuan selama tata laksana PPOK.
a. Terapi Farmakologis
Bronkodilator
18
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
2
obat berefek panjang (long acting).
2
Macam-macam bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidka dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
19
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
2
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
2
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
2
baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
20
-
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
-
Meningkatkan kualitas hidup
2
Indikasi:
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
2
ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara:
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan
selama di rumah.
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Noninvasive Intermitten
Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV).
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
2 2
darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
21
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup pendita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3
2
komponen yaitu:
- Latihan fisik
- Latihan pernapasan dan latihan endurance
- Rehabilitasi psikososial
2
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus
diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi
sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan
tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang
tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan
penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena
penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan
retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator
lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di
rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai
efek samping bronkodilator.
c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada
derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi
mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia
2.1.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah:
2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
2
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 17.24.65
Nama Lengkap : Randiman
Tanggal Lahir : 1 Juli 1960 Umur : 58 Thn Jenis Kelamin : Laki - laki
ANAMNESIS
√ Autoanamnese Alloanamnese
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Sesak Napas
Deskripsi : Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini, sesak muncul
secara tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu,
waktu, dan perubahan posisi. Terbangun tengah malam
karena sesak (-), sesak ketika beraktifitas (+) namun hal ini
28
DISKRIPSI UMUM
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 92 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 37,4°C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit, kesan sesak
THORAX
Depan Belakang
Inspeksi Bentuk barrel chest Bentuk barrel chest
Palpasi SF Ki = Ka, kesan normal SF Ki = Ka
Perkusi Hipersonor pada kedua paru Hipersonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Ekspirasi memanjang SP: Ekspirasi memanjang
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap.
Paru kiri bawah Paru kiri bawah
31
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Dapat berkomunikasi baik
32
Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan
cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan.
Mukus (+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun. Sulit
menahan BAK (+),
33
RENCANA AWAL
No. RM : 17.24.65
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana Rencana Rencana Rencana
No Masalah
Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi
1. PPOK + - Foto thorax Tirah baring -Perbaiki Menjelaskan
Susp. - Darah rutin Diet MB TKTP Kondisi kepada pasien dan
BPH - USG O2 1-2 L Umum keluarga pasien
Abdomen IVFD RL 20gtt/i mengenai penyakit
- BTA DS 3X Inj. yg diderita pasien
- Kultur Dexamethasone 1 mulai dari definisi,
Sputum amp / 8 jam etiologi,
Combivent penatalaksanaan
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
6/12/18 - Sesak Sens : Compos PPOK + Susp. Tirah baring - Foto thorax
Mentis
napas TD : 120/70 BPH Diet MB - Darah rutin
- Batuk mmHg TKTP - USG
Pols : 92 x/i
- Sulit RR : 24 x/i O2 1-2 L abdomen
0
menahan T : 37,4 C IVFD RL - BTA DS 3X
BAK 20gtt/i - Kultur
Inj. sputum
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
35
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
7/12/18 - Sesak Sens: Compos PPOK + Susp. Tirah baring - Darah
Mentis
napas TD:120/80 BPH Diet MB lengkap
- Batuk mmHg TKTP
HR : 90 x/i
- Sulit RR : 24 x/i O2 1-2 L
o
menahan Temp : 37,2 C IVFD RL
BAK 20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
DAFTAR PUSTAKA
38