TINJAUAN PUSTAKA
yang tinggi dalam pelayanan inseminasi buatan diperlukan pelayanan teknis dan
perencanaan yang baik dalam hal ini melibatkan perencanaan dan pembiayaan
yang memadai dari pengusaha selain itu perlu di inventarisasi data tentang
dan analisa usaha penggemukan sapi potong di Kalimantan Timur ditinjau dari
sosial ekonomi dengan kesimpulan agar usaha ternak sapi potong dapat lebih
peternak.
terhadap kinerja reproduksi induk pasca beranak (studi kasus pada sapi induk PO
bahwa dengan perlakukan pembatasan menyusui pedet pada induk pasca beranak
pada sapi potong yang di sertai suplementasi akan memperpendek onestrus post
partus (APP) days open (DO) dan jarak beranak dengan tidak berpengaruh negatif
kesimpulan isu penting dalam pengembanagan usaha ternak sapi potong adalah
penurunan populasi ternak yang terus berlanjut dari tahun ke tahun. Rendahnya
produktivitas ternak serta kompleknya masalah dalam sistem usaha ternak sapi
usaha sapi potong dengan sumber pakan. Sumber pakan yang belum
dukungan kebijakan yang strategis yang mencakup tiga dimensi utama agribisnis
harga dan pendapatan yang di terima pelaku agribisnis. Kondisi ini akan
Penelitian yang di lakukan oleh Endang Romjali dan Ainur Rayid dengan
judul keragaan reproduksi sapi bali pada kondisi peternakan rakyat di Kabupaten
Margan dan Panebel Kebupaten Tabanan Provinsi Bali dipengaruhi oleh faktor
ketersediaan pakan dan manajemen. Induk sapi bali yang memiliki rata-rata bobot
badan di atas 250 kg memiliki jarak beranak lebih pendek. Jarak beranak pada
sapi yang lebih panjang akibat kegagalan dalam perkawinan dapat di perbaiki
dengan judul kemampuan mengelola usaha peternakan dalam usaha ternak sapi
dinamika kelompok dan status manajerial skill peternak responden, maka dapat
perubahan pola pikir peternak untuk berjiwa agribisnis melalui sistem komunikasi
pemeliharaan induk sapi bali secara intensif lebih tinggi dibanding pemeliharaan
secara tradisional (ekstensif): 2. Induk sapi yang sudah melahirkan akan kembali
estrus yang disertai kebuntingan lebih tinggi pada pemeliharaan secara intensif
pengaruh seperti yang di harapkan. Hal ini dapat di sebabkan karena peternak sapi
Demikian juga menurut Sudrajat (2005) bahwa tanpa ada motivasi dari diri
sendiri jelas merupakan tipe orang yang sulit untuk di ajak bekerja atau berusaha.
Sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang
terutama sebagai bahan makanan berupa daging di samping hasil ikutan lainya
seperti pupuk kandang, kulit dan tulang. Daging sangat besar manfaatnya bagi
pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan
rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang di ubah
menjadi bahan bergizi tinggi kemudian di teruskan kepada manusia dalam bentuk
daging.
lingkungan baru sehingga sering di sebut dengan ternak perintis Astuti (2009) .
Sapi bali di jumpai di Indonesia yang telah didomistikasi dari sapi liar
masih di jumpai di Ujung Kulon di sebut banteng (bos sundaicus). Jantan sapi bali
berwarna coklat tua pada umur 1,5 tahun, dan betina coklat muda. Kehidupan sapi
bali di pulau Bali daily-gain atau pertambahan berat hidup mencapai 0,6-0,7
Sapi bali adalah keturunan sapi liar yaitu banteng yang telah mengalami
proses penjinakan selain itu sapi bali banyak mempunyai keunggulan sama halnya
7. Khusus sapi bali Nusa Penida, selain bebas empat macam penyakit, yaitu
jembrana, penyakit mulut dan kuku, antraks, serta MCF (Malignant Catarrhal
Fever). Sapi Nusa Penida juga dapat menghasilkan vaksin penyakit jembrana.
10. Fertilitas sapi bali berkisar 83 - 86 %, lebih tinggi dibandingkan sapi eropa
yang 60 %.
11. Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280 - 294 hari, rata-
seseorang. Karakteristik ini mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja
maupun situasi yang lainnya Rogers dan Shoemaker, (1971) dalam Rini Sri
Damihartini at All.( 2004). dalam Rini Sri Damihartini dan Amri Jahi, (2005).
2.2.3.1. Umur
Klausmeir dan Goodwin (1966) dalam Haryadi (1997) berpendapat
bahwa umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting
yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kapasitas belajar seseorang tidak
bahwa kapasitas belajar akan terus menaik sejak anak mengenal lingkungan
dimana kenaikan tersebut berakhir pada awal dewasa yaitu umur 25 tahun sampai
dalam mengelola usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan
kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang
kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih
kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai
2.2.3.2. Pendidikan
sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, lebih lanjut Slamet dalam penelitian
manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang
dilakukan.
mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan
yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih dinamis dalam Rini Sri Damihartini
at all. (2004). dalam Rini Sri Damihartini dan Amri Jahi, 2005.
ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu:
(1) pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang panjang yang diperoleh dan
dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi; (3) pendidikan nonformal adalah
pertanian.
satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif
dan ikut membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban
pengertiannya (Margono dan Asngari, 1969). Jumlah ternak sapi yaitu ternak
utama yang diusahakan peternak sebagai mata pencaharian utama oleh peternak,
faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik
yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani (Mosher, 1965). dalam Rini
Sri Damihartini at all. (2004). dalam Rini Sri damihartini dan Amri Jahi (2005).
ini dikarenakan tanpa modal usahatani niscaya petani akan sulit mengembangkan
usahatani yang dilakukan (Wolf, 1985). dalam Rini Sri Damihartini at all. (2004).
2.2.4.1. Pakan
Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun daunan. Termaksud kelompok makanan hijauan ini adalah
bangsa rumput, (grmaninae), legominosa, dan hijauan dari tumbuh tumbuhan lain.
Kebutuhan hijauan makanan pada setiap jenis hewan berbeda –beda. Hewan
hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing memerlukan jumlah hijauan lebih
banyak dari pada hewan hewan seperti babi dan bangsa unggas. Perbedaan ini
Hewan- hewan ternak yang tergolong memiliki sistem alat pencernaan ini
makanan pokok hewan ini adalah hijauan. Sedangkan kebutuhan akan makanan
penguat sekedar makanan tambahan saja. Pada umumnya jumlah hijauan yang di
berikan pada ternak tersebut 10 % dari berat hidup, sedangkan makanan penguat
seluruh makanan yang di perlukan (AKK, 1983). Menurut (Anonim, 2008) bahan
dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan pakan konvensional dan bahan pakan
subtitusi, yaitu:
1. Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan dalam
agar proses pencernaanya berlansung secara optimal. Sumber utama serat kasar
adalah hijauan. Oleh karena itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam
kebutuhan minimal hijauan berkisar antara 0,5-0,8 % bahan kering dari bobot
dilakukan dalam waktu relatif singkat maka di perlukan konsentrat yang banyak
yang lebih dari 60% dalam komponen ransumnya tidak akan ekonomis lagi
walaupun harganya murah. (Kenneth dkk, 1960 dalam Sori Basya Siregar, 1996).
sapi, karena tubuh sapi mudah sekali kotor akibat terkena tanah berair (becek) dan
sebaiknya sapi di mandikan sekali sehari, caranya kulit sapi di gosok- gosok
Air minum yang di berikan pada sapi sebaiknya harus bersih dan tersedia
setiap saat, tempat air minum di buat permanen berupa bak semen dan letaknya
lebih tinggi dari pada permukaan lantai untuk mempermudah sapi minum,
kebutuhan air minum pada sapi mencapai 70 liter / ekor / hari (Sasroamidjojo
1975).
kandang atau halaman. Distribusi air kesetiap lapang ternak atau halaman
pengelolaan harus terjamin, banyaknya air yang tersedia sangat penting sekali
terutama pada ladang ternak (ranch). Ladang ternak yang menampung 180 ekor
sapi dan ternak minum 2 kali sehari akan memerlukan bak air minum dengan
terjadinya kelahiran normal (Jainudeen dan Hafez, 2000). Lama kebuntingan ini
berbeda dari satu bangsa ternak ke bangsa ternak lainnya. Lama kebuntingan sapi
pada penelitian ini adalah 284,4 + 5, 7 hari dengan kisaran 278,8 sampai 290,1
hari. Lama kebuntingan untuk sapi bali telah banyak dilaporkan Davendra et.al
kisaran 276 -295 hari (Lubis dan Sitepu, 1998).lamanya kebuntingan di pengaruhi
oleh jenis sapi, jenis kelamin dan jumlah anak yang dikandung dan faktor lain
oleh Jainudeen dan Hafez (2000) bahwa pertumbuhan dan perkembangan fetus
juga di pengaruhi oleh faktor genetik (spesies, bangsa ukuran tubuh dan genotip),
faktor lingkungan (industri dan plasenta) serta faktor hormonal, sementara Fane
(1990) menyatakan bahwa kisaran bobot lahir sapi bali adalah 13-18 kg atau 9-20
kg (Anonimus ,1979). Bobot lahir anak ditemukan oleh bangsa industri, umur atau
bandingkan dengan sapi bali yang selang beratnya berkisar 350-589 hari
banding lainya karena tingkat kesuburanya yang tinggi, persentase beranak dapat
mencapai 80% dengan bobot lahir berkisar antara 9-20 kg (Anomimus ,1979),
( Jainudeen dan Hafez, 2000). Pada penelitian ini, dari sejumlah 799
Kelahiran ternyata lama kebuntingan pada sapi bali antara anak jantan dan anak
yang mengandung anak jantan adalah 284 lama kebuntingan pada induk yang
yang lebih baik dibading dengan sapi PO (Putu et al.,1998). Aktivitas ovarium
tergantung oleh kondisi tubuh induk selama menyusui (laktasi). Talib et al. (1998)
reproduksi yang baik sangat penting untuk efisiensi manajemen dan keseluruhan
produksi. Reproduksi terbaik adalah seekor induk menghasilkan satu anak setiap
tahun.
Salah satu kesuksesan untuk mendapatkan anak sapi melalui kawin alam
ternak lokal yang telah terbukti adaftip pada lingkungan. Untuk sapi potong,
sekitar 95% sistim perkawinan yang dilakukan di Amerika Serikat dan Australia
beberapa peternakan dan hasil kebuntingan yang didapat cukup tinggi, yaitu
berkisar 74-84% pada IB pertama (Wiltbank, 1970). Beberapa faktor yang perlu
mendapat perhatian antara lain: (1) pemilihan pejantan dan (2) perbandingan
1. Pemilihan Pejantan
yang bersangkutan juga diperlukan antara lain : kondisi kaki, testes, penis, internal
genitalia melalui palpasi rektal, kualitas semen dan cacat. Testes yang kecil dan
lunak merupakan indikasi produksi semen yang rendah. Hubungan antara luas
testes dan kualitas semen sudah ditunjukan oleh Reddy et al. (1996). Faktor lain
yang perlu dilakukan adalah menyiapkan kondisi pejantan yang prima karena
disamping memproduksi semen juga harus mempunyai libido yang tinggi dan
mencapai 12-16 TDN, 1,32-2,37 protein tercerna, 35-45.000 IU carotein dan 18-
20 mg phosphor per hari selama 90-100 hari sebelum penyatuan pejantan dengan
(O'marry dan Dyer ,1978) dalam Polmer Situmorang dan I Putu Gede.
penggembalaan, umur pejantan, kondisi pastura, pakan dan sumber air yang
tersedia dan lama perkawinan. Topografi yang jelek, keadaan pastura dan air yang
dan betina antara 30-60 telah dipraktekkan secara luas (Hafez, 1993), dan nisbah
yang lebih kecil yaitu 1: 25 untuk waktu perkawinan yang lebih singkat, yaitu 60-
90 hari (O'marry and Dyer 1978). Disamping perbandingan jantan betina, jumlah
pejantan per satu kelompok perkawinan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina ataupun sistim rotasi
dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu. Kedua sistim
selama pengeluaran dari kelompok yang tidak sempurna dapat merupakan stress
tambahan untuk pejantan, dan akan mempengaruhi kualitas semen (dalam Polmer
Bahan dan alat berupa padang pengembalaan yang pada umumnya dekat
kecil berupa gubuk untuk memperoleh pakan tambahan atau air minum terutama
pada saat musim kemarau yang banyak diperoleh di dekat hutan atau Indonesia
Bagian Timur (Aryogi 2006 dalam Lukman Affandhy dkk 2007). Model ini
kotoran sapi dan dapat langsung jatuh di ladang milik sendiri atau milik petani
lain yang berfungsi menambah kesuburan tanah ketika musim tanam. Kapasitas
areal angonan sangat luas dan dapat diangon hingga ratusan ekor betina dan
beberapa pejantan, yakni hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio
betina : pejantan 100:3 dengan memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman
hutan). Manajemen perkawinan dengan cara angon dapat dilakukan oleh petani
atau kemitraan antara kelompok perbibitan sapi potong rakyat dengan perkebunan
sebagai berikut:
1. Induk bunting tua maupun setelah beranak tetap langsung diangon bersama
pedetnya.
2. Bila ada sapi yang terlihat gejala birahi langsung dipisah untuk diamati
benar, maka langsung dapat dikawinkan dengan pejantan terpilih dan ditaruh
5. Sapi induk yang positif bunting tua (akan beranak) sebaiknya dipisah dari
konsentrat atau jamu tradisional terutama pada sapi induk pasca beranak.
Perbandingan anak jantan dan betina yang lahir pada kedua musim
tidak menunjukkan adanya pengaruh musim tersebut. Jumlah anak yang lahir
pada musim hujan sebanyak 40 ekor dengan sex ratio 60% jantan dan 40%
betina sedangkan pada musim kemarau jumlah anak yang lahir sebanyak 30
ekor dengan 18 ekor jantan dan 12 ekor betina (60 : 40). Angka kematian
antara umur 0 sampai dengan 5 bulan pada musim kemarau lebih tinggi jika di
bandingkan dengan angka kematian anak yang lahir dan hidup pada musim
hujan. Masing- masing jumlah anak yang lahir dan yang mati selama priode
2.2.4.6. Reproduksi
(Suryana 2009) Produksi daging sapi dalam negeri yang belum mampu
usaha bakalan atau calf-cow operation kurang diminati oleh pemilik modal karena
sebagai bahan pakan belum optimal, 5) efisiensi reproduksi ternak rendah dengan
2.2.5. Produksi
berahi sehingga terjadi perkawinan dengan waktu yang tidak tepat, hal ini juga
1984).
menyebabkan jarak beranak (calving interval) yang terlalu panjang lebih dari 18
dan Akibatnya terjadi penurunan income petani dalam usaha ternaknya, dan
,1969).
Faktor produksi usahatani ternak pada dasarnya adalah tanah dan alam
sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa
target yang di perlukan konsumen, hasil ini di sebabkan oleh produksi daging
1. Populasi rendah
Rendahnya populasi ternak sapi karena umumnya sebagian besar ternak sapi
potong yang di pelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan
2. Produksi rendah
• Faktor bibit
Menurut Guntoro (2008), sapi bali mulai berproduksi antara 2,5 sampai 3
tahun selama 1 tahun sekali. Hal ini juga sangat bergantung pada pakan dan
pemeliharaan yang baik dengan berat bakalan bekisar antara 200-300 kg dengan
Analisis regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab
akibat. Artinya variabel yang satu akan di pengaruhi variabel lainya. Besarnya
pengaruh variabel ini dapat diduga dengan besar yang ditunjukkan oleh koefisien
dan tidak mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karena itu dalam nodel
(Soekartawi, 2002)
Analisis Regresi Linier Berganda merupakan sala satu metode regresi untuk
mengetimasi α dan β yang disebut dengan metode ordinary least squares method
hubungan yang terjadi antara peubah-peubah bebas dengan peubah tetap. Analisis
ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh peubah
bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi dan bisnis,
banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering
dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara
simultan Newbold, et.al. 2003 dalam Daslina 2006. Model umum regresi linear
berganda adalah :
Yi = α+ βX 1i +β 2 X 2i + …+ β n X ni + ε i
terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang
diperoleh menjadi bias, tidak konsisten dan tidak efisien. Asumsi dasar OLS yang
harus dipenuhi menurut Gauss dalam Lains 2003 dalam Daslina 2006 diantaranya
akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak efisien. Yang dimaksud dengan
antara variabel penduga Maddala, 1989 dalam dalam Daslina 2006. Selanjutnya
dengan nilai variance inflation factor (VIF) dengan rumus sebagai berikut :
1
VIF (β i ) =
1 – Ri2
lainnya. Dan Mechling (1997 dalam Daslina 2006 menambahkan bahwa nilai VIF
skala usaha dalam budidaya ternak potong. Beberapa faktor- faktor yang dapat
tanggungan, dan pekerjaan sebelum beternak. Faktor faktor yang lainya yang
ketahui sehingga masalah yang timbul dari proses peternakan tersebut dapat
optimal dan bervariasi maka akan semakin baik pertumbuhan dan penambahan
populasi ternak. Setelah pakan air adalah hal utama dalam pertumbuhan ternak, 70
% dari pertumbuhan ternak bersumber dari air, disamping untuk kebutuhan air
minum, air untuk penyiraman hijauan makanan ternak, air untuk sanitasi dan
lainya sehingga air ini harus tersedia secara terus menerus. Selang beranak
semakin baik. Rasio jantan dengan betina merupakan perbandingan jumlah jantan
dengan betina semakin banyak pejantan unggul yang siap untuk mengawini induk
betina maka semakin baik. Mortalitas bibit dan mortalitas anak merupakan tingkat
kematian bibit dan anak, semakin kecil nilai persentase kematian maka akan
ternaknya secara baik dan efisien sehingga pemeliharaan dapat lebih baik.
Kerangka Pemikiran
berikut:
makan ternak, air, selang beranak, rasio jantan dengan betina, tingkat