Anda di halaman 1dari 53

KARAKTERISTIK KASUS FISTULA UROGENITAL

DI DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP. H. ADAM MALIK DAN RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

OLEH :

MHD. ASWIN PRANATA

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H.ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2007

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK

Tujuan : penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah dan persentase kasus


serta gambaran penyebab dan penanganan fistula urogenital.

Rancangan penelitian : penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif


retrospektif dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi dalam rangka
mengetahui jumlah dan persentase fistula urogenital, penyebab fistula dari data
rekam medik yang memenuhi kriteria penerimaan di departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, mulai
periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2006. Sampel penelitian
adalah jumlah total populasi fistula urogenital yang tercatat dalam rekam medik
rumah sakit.

Hasil : didapatkan sebanyak 29 kasus fistula urogenital di departemen Obsteri


dan Ginekologi. Sebaran penderita fistula urogenital menurut umur, dijumpai
umur terbanyak adalah antara 20 – 30 tahun dan pada umur > 35 tahun.
Sebaran tingkat pendidikan yang menderita fistula urogenital terbanyak memiliki
pendidikan sekolah menengah atas 14 wanita (48,3 %). Status perkawinan
fistula urogenital terbanyak dijumpai adalah sudah menikah (82,8 %). Jumlah
paritas penderita fistula urogenital terbanyak adalah primiparitas yaitu 11 wanita
(37,9 %). Berdasarkan etiologi terbanyak adalah akibat faktor obstetrik (72,4
%), akibat persalinan yang lama. Distribusi jenis fistula berdasarkan diagnosis
terbanyak adalah fistula vesikovaginal pada 18 wanita (62,1 %). Riwayat
penolong persalinan terbanyak adalah oleh dokter ahli obstetri sebanyak 9
wanita (42,9 %). Berdasarkan diameter fistula terbanyak dijumpai 2 cm
sebanyak 14 wanita (48,3 %). Umumnya dilakukan tindakan pembedahan
fistulaplastik, yaitu pada 17 wanita (58,7 %) dan terbanyak dilakukan
pendekatan transvaginal. Terdapat keberhasilan pembedahan sebanyak 15
kasus (88,2 %).

Kesimpulan : dari penelitian ini diperoleh karakteristik penderita fistula


urogenital di RSUPHAM dan RSUDPM, bahwa wanita penderita fistula
urogenital terbanyak adalah fistula obstetri, yang termasuk pada klasifikasi
fistula vesikovaginal pada usia 20 – 30 tahun. Umumnya penderita ditangani
dengan melakukan pendekatan pembedahan melalui transvaginal, dengan
tingkat keberhasilan mencapai 88,2 %.

Kata kunci : fistula urogenital, fistula obstetri, karakteristik, vesikovaginal

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perhatian terhadap kesehatan organ reproduksi wanita merupakan suatu faktor


yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup wanita dimana saja
dalam menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Banyak hal yang dapat
mengganggu perjalanan kehidupan seorang wanita sehingga dapat
menurunkan produktifitasnya dan mengganggu perjalanan hidup keseharian
wanita yaitu antara lain katidakmampuan menahan pengeluaran air kemih
dalam proses berkemih secara normal.

Fistula urogenital adalah salah satu penyebab penurunan kualitas hidup wanita
sebagaimana dimaksud diatas. Ketidakmampuan wanita tersebut dalam proses
berkemih secara normal tentu akan sangat mengganggu kehidupan wanita itu
sendiri sepanjang hidupnya jika tidak mendapat perhatian yang serius.

Gambar 1. Negara asal kasus fistula vesiko vaginal (WHO1991)

Pembedahan pelvis, terutama histerektomi, dapat mengakibatkan fistula,


terutama fistula uterovaginal. Dalam pengamatan 15 tahun terakhir, di Mayo
Clinic1 sebanyak 303 kasus fistula urogenital, 31 diantaranya adalah fistula
ureterovaginal, dan yang terbanyak adalah dampak dari histerektomi. Di negara
maju, fistula terjadi akibat dari tindakan histerektomi, sedangkan di negara

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
berkembang atau miskin menunjukkan kejadian fistula yang berkaitan dengan
kasus obstetrik. Mabeya2, dari data dua rumah sakit di Kenya mulai dari
Januari 1999 sampai dengan Desember 2003, menyebutkan tingginya insidensi
fistula adalah dampak tindakan obstetri. Prevalensi fistula adalah 1 dari 1000
wanita, 65 % telah mengalami fistula sejak usia 20 tahun atau kurang, 55 %
adalah primigravida, 59 % tidak pernah menjalani pendidikan formal, 68 %
adalah akibat kehamilan dengan kematian janin dan 73 % adalah akibat
persalinan lama. Disimpulkan bahwa persalinan lama, usia, robekan organ
genitalia, pendidikan rendah, paritas, kurangnya mobilisasi transportasi, dan
perkawinan usia muda adalah menjadi karakteristik kasus fistula.

Di rumah sakit rujukan di kota Medan belum ada dijumpai gambaran yang
khusus untuk menjelaskan angka kejadian penderita yang mengalami fistula
urogenital, khususnya pada 7 tahun terakhir. Sedangkan dari perkiraan yang
dilakukan oleh peneliti dari luar negeri terhadap gambaran jumlah kasus fistula
di Asia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan dijumpai
kasus fistula terbanyak. Pada kampanye pencegahan dan penanganan fistula
yang dilakukan oleh UNFPA (2003) menyebutkan bahwa dari 2 juta wanita
penduduk Asia, Afrika dan Arab, terdapat 50.000 hingga 100.000 kasus baru
fistula setiap tahunnya.3

1.2. Tujuan penelitian

1. Mengetahui jumlah dan persentase kasus fistula urogenital yang


datang ke departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik
dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode Januari 2000 – Desember
2006.
2. Mengetahui gambaran faktor resiko dan penyebab fistula urogenital
dari penderita fistula urogenital yang datang ke kedua rumah sakit
tersebut.
3. Mendapatkan gambaran tentang sebaran umur, pendidikan,
pekerjaan, tempat tinggal, status marital, asal rujukan, riwayat
persalinan dan penyakit ginekologi, pembedahan ginekologi dan
radiasi serta penatalaksanaan fistula urogenital di kedua rumah sakit
tersebut.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
1.3. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam bentuk
data bagi pendidikan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU serta
dapat menjadi data dasar dalam upaya pelayanan dan peningkatan kualitas
kesehatan wanita dan reproduksi di kedua rumah sakit rujukan yaitu RSUP. H.
Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi di kota Medan khususnya pada bagian
uroginekologi.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Defenisi

Bukti terakhir yang pernah ditemukan adalah pada tahun 1923, saat Derry
melakukan pemeriksaan pada tubuh mumi yang berasal dari tahun 2050 SM.
Dari sayatan yang dilakukannya tampak fistula vesikovaginal yang besar
dengan tanda-tanda kesempitan panggul. Istilah fistula tidak pernah dikenal
sampai tahun 1597 yaitu oleh Luiz de Mercado, sebelumnya dikenal adalah
istilah ruptura.4

Prinsip dasar pembedahan untuk memperbaiki fistula vesiko vaginal pertama


kali dijelaskan oleh Hendrik Von Roonhuyse (1663)5, yang menekankan
penggunaan spekulum dan posisi litotomi untuk prosedur pemindahan agar
didapat tampilan fistula yang adekuat saat dilakukan tindakan. Hingga pada
abad 19 keberhasilan tindakan perbaikan terhadap fistula kemudian banyak
mendapat keberhasilan.

Fistula urogenital diartikan sebagai suatu hubungan abnormal antara dua atau
bahkan lebih organ internal urogenital atau terbentuknya hubungan antara
saluran kemih (uretra, kandung kemih, ureter) dan saluran genitalia (vagina,
uterus, perineum).6,7

Namun penderitaan sebenarnya tidak selalu dapat dilihat secara jelas, sebab
kebanyakan wanita yang menderita fistula enggan mencari penolong untuk
mengatasi permasalahannya. Akibatnya angka yang menunjukkan jumlah
penderita sebenarnya tidak diketahui secara pasti.

2.2. Epidemiologi fistula urogenital

Salah satu insidensi yang pernah dikemukakan secara umum adalah 1–2 per
1000 kelahiran dari seluruh populasi di dunia. Terbesar adalah dinegara
berkembang, berkaitan dengan persalinan dan penyakit keganasan serta
radiasi.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Laporan lainnya menjelaskan perkiraan terdapat 2 juta wanita menderita fistula
urogenital di seluruh dunia. Namun demikian angka tersebut masih lebih kecil
dari yang sebenarnya.7,8

Besarnya permasalahan fistula diseluruh dunia belum diketahui secara jelas,


namun diyakini sangat memprihatinkan. Sebagaimana salah satu penelitian
yang dilakukan di Nigeria saja, dari tahun ke tahun, Harrison (1985)
melaporkan fistula vesikovaginal mencapai jumlah frekuensi 350 kasus dari
100.000 wanita bersalin di rumah sakit pendidikan. Hajiya (2001)
memperkirakan jumlah fistula yang tidak ditangani adalah antara 800.000 –
1.000.000 kasus. Fistula vesikovaginal sebagai hasil trauma obstetrik telah
diketahui sejak lama, yaitu saat Marion Sims pada pertengahan 1800,
keberhasilan pembedahan fistula dikerjakan. Namun pada negara berkembang
hingga saat ini belum menunjukkan penurunan jumlah kasus yang berarti.9

Wall Lewis (2006)10, total jumlah kasus 932 dengan fistula, kebanyakan adalah
berkaitan dengan keterlambatan persalinan (899; 96,5 %). 33 kasus sisanya
adalah disebabkan faktor lain, 4 kasus trauma dan 8 kasus keganasan. 764
kasus obstetri dijumpai fistula vesikovaginal saja, 99 kasus (11%) dijumpai
campuran fistula vesikovaginal dan rektovaginal dan 36 kasus (4%) fistula
rektovaginal.

Wanita dengan fistula sering dijumpai menikah pada usia muda. Menurut data
yang terkumpul, nilai median umur penderita fistula adalah 27 tahun. Usia rata-
rata menikah 15,5 tahun, namun demikian 352 wanita yang telah menikah
tersebut belum mengalami menars.

Wanita yang mengalami fistula cenderung adalah pendidikan rendah dan


diantaranya 700 penderita tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Hanya
126 penderita pernah mengikuti pendidikan dasar. 13 wanita hanya sampai
pendidikan lanjut pertama, dan tidak ada yang pernah mengikuti pendidikan
tahap selanjutnya.

Fistula umumnya terjadi pada wanita primigravida, 45,5 % (412) dari fistula
terjadi pada kehamilan pertama dan 20 % terjadi pada kehamilan dengan multi

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
paritas (183 kasus). Terdapat angka kematian janin lahir mati sebesar 91,7 %
(824 kasus), 75 kelahiran hidup. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa 647
diantara wanita tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya secara rutin
(antenatal care ).

Sedangkan 211 wanita (23,5 %) melahirkan dirumah. Terdapat 688 wanita


lainnya melahirkan dibeberapa fasilitas kesehatan. Keterlambatan menuju
fasilitas rujukan kesehatan yang memadai mengakibatkan seringnya persalinan
macet. Hanya 190 wanita yang mengalami fistula bersalin dalam waktu < 24
jam. Kebanyakan penderita mengalami persalinan yang lebih lama, yaitu 272
wanita (30,2 %) melahirkan > 24 jam, 244 wanita melahirkan setelah 27 jam.

Tabel 1. Distribusi Pembedahan Fistula


Peneliti Tahun Negara Jumlah penderita

Aziz 1965 India 100

Bird 1967 Kenya 70

Lawson 1989 (1960s) Nigeria 369

Bhasker Rao 1972 India 269

Ashworth 1973 Ghana 152

Abbo and Mukhtar 1975 Sudan 70

Gunarat and Mati 1982 Kenya 254

Kelly 1983 Ethiopia 248

Ahmad 1988 Pakistan 325

Martey 1989 Ghana 100

Ward 1989 Nigeria 1789

Ojengbede 1989 Nigeria 150

Waaldijk 1989 Nigeria 500

Elkins 1993 Ghana, Nigeria 82


Dikutip dari 11

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
2.3. Etiologi fistula urogenital

Sejumlah faktor berperan dalam kejadian fistula pada wanita. Umumnya


dijumpai di daerah yang memiliki budaya perkawinan pada usia muda dan
kehamilan pada usia muda. Malnutrisi kronis merupakan faktor terjadinya fistula
jangka panjang, keadaan persalinan yang abnormal seperti disproporsi kepala
panggul dan malpresentasi janin, yang tidak ditangani oleh tenaga kesehatan
yang terampil selama persalinan, sehingga mengakibatkan persalinan macet.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan letak daerah yang
sulit untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan yang lebih memadai.

Bentuk penyebab fistula dapat berupa obstetrik atau ginekologi. Fistula yang
paling umum terjadi adalah akibat trauma obstetrik, selanjutnya akibat trauma
pembedahan, radiasi, penyakit radang saluran usus, penyakit infeksi, dan
neoplasma.

Penyebab fistula berhubungan dengan komplikasi, yaitu :

1. Komplikasi obstetri
Nekrosis jaringan dinding depan vagina dan kandung kemih, dan dapat
menimbulkan fistula, tindakan ekstraksi cunam dan tindakan obstetri lainnya
berupa vakum, kuretase dan sectio cesarea (SC) yang kurang hati-hati dan
lege artis dapat mengakibatkan trauma dan fistula kandung kemih.

2. Komplikasi ginekologi
Merupakan faktor yang paling sering dewasa ini. Komplikasi histerektomi
abdominal dan histerektomi vaginal paling sering menjadi penyebabnya, juga
komplikasi radioterapi. Terjadinya fistula pada histerektomi dapat juga
diakibatkan oleh :
a. Kurang pengalaman, kurang hati-hati operator dalam
membebaskan kandung kemih dari portio vagina.
b. Kegagalan mengenal jaringan kandung kemih waktu melakukan
hemostatis pada puncak kandung kemih dengan jahitan.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
c. Kegagalan mengenal atau tidak melakukan pengujian terhadap
adanya kemungkinan cedera kandung kemih waktu tindakan
operasi.
d. Terputarnya kandung kemih karena mioma yang besar atau
oleh endometriosis.
3. Radiasi pelvis
4. Penyakit kanker, infeksi dan batu saluran kemih
5. Instrumentasi: kateterisasi, trauma endoskopik, dilatasi

Penyebab lain adalah didapat dari budaya tertentu yang mengharuskan bayi
wanita untuk dilakukan insisi pada bagian depan vagina atau insisi Gishiri untuk
mempermudah persalinan kelak dan budaya yang cenderung untuk
meningkatkan daya tarik dengan pembedahan dinding vagina agar tetap ketat
seperti nullipara. Pembedahan khusus lainnya seperti prosedur suburetral sling,
pembedahan untuk koreksi uretral divertikulum, pembedahan pada keganasan
pelvis.

2.4. Patofisiologi

Trauma pada kandung kemih saat melakukan tindakan histerektomi yang sulit
atau persalinan operatif sectio cesarea (SC) dapat menimbulkan fistula
vesikovaginal. Kebanyakan terbentuknya fistula vesikovaginal adalah saat
melakukan diseksi tumpul yang luas pada daerah kandung kemih saat
memisahkan lapisan kandung kemih. Hal ini menyebabkan devaskularisasi atau
robekan yang tidak teridentifikasi pada dinding posterior kandung kemih. Hal
lain dalam tindakan pembedahan yang menyebabkan terjadinya fistula adalah
jahitan pada puncak vagina yang secara kebetulan melibatkan kandung kemih,
keadaan ini menjadikan jaringan sekitarnya iskemia, nekrosis dan selanjutnya
menjadi fistula.11

Fistula sebagai hasil dari suatu proses persalinan terjadi saat persalinan lama
atau dengan kesulitan. Bagian kepala janin akan menekan bagian trigonal dan
leher kandung kemih dengan penekanan ke bagian tulang pubis pada simfisis.
Keadaan demikan juga dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis.12

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Hampir 10 – 15 % fistula tidak dijumpai pada 10 – 30 hari setelah tindakan
pembedahan atau persalinan. Bahkan ada fistula yang tidak manifes dalam
hitungan bulan. Fistula yang timbul sebagai komplikasi radiasi tidak tampak
dalam kurun waktu tahun setelah radiasi. Manifestasi lambat tersebut
disebabkan oleh perubahan lanjutan oleh efek radiasi. Timbul fibrosis pada
jaringan subepitelial, hialinisasi jaringan ikat akan tampak dengan pemeriksaan
histologi. Terjadi perubahan vaskularisasi berupa obliterasi pembuluh darah
arteri. Perubahan pada pembuluh darah tersebut akan menghasilkan atropi
atau nekrosis pada epitel kandung kemih, kemudian terjadi ulserasi atau
terbentuk fissura.12

Gambar 2. Penekanan bagian keras janin terhadap panggul

2.5. Klasifikasi fistula

Belum dijumpai kesepakatan yang menjadi standar untuk menentukan satu


pembagian ataupun tingkat keparahan fistula urogenital. Berbeda penulis
nampaknya menentukan klasifikasi yang berbeda pula. Hamlins menentukan
klasifikasi berdasarkan penilaian subjektif dari hasil penilaian kerusakan yang
dijumpai. Arrowsmith menyarankan pemakaian sistem skoring untuk dapat
memprediksi luaran penderita fistula.9

Klasifikasi terdahulu oleh Sims (1852) yang melakukan pembagian fistula


berdasarkan lokasinya pada vagina, klasifikasi tersebut adalah 9 :

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
1. Uretro-vaginal, yaitu kerusakan terjadi melibatkan uretra
2. Fistula yang melibatkan leher kandung kemih atau pangkal uretra
3. Fistula yang melibatkan dasar kandung kemih
4. Fistula utero-vesikal, dengan bagian terbuka pada uterus dan kanalis
serviks

Klasifikasi umum dari fistula urogenital dapat dikelompokkan dalam 4 jenis,


yaitu :

1. Vesikouterina
2. Urethrovaginal
3. Vesikovaginal
4. Ureterovaginal

Namun pada umumnya, terdapat dua faktor yang sangat penting yang harus
dilibatkan dalam setiap pembagian suatu fistula urogenital dengan maksud
untuk mendapatkan prediksi nilai luaran yang lebih akurat. Faktor tersebut
adalah :

1. Besarnya kerusakan, yang diukur berdasarkan besarnya fistula, jaringan


parut yang ada pada vagina dan kandung kemih.

2. Keterlibatan dengan mekanisme aliran urin, yang berarti penentuan lokasi


pada uretra dan leher kandung kemih. Untuk menilai kerusakan objektif yang
terjadi pada bagian leher kandung kemih sangat sulit dilakukan, namun
demikian pengukuran panjang urethra yang sehat dapat menghasilkan suatu
penilaian yang cukup terpercaya.13

Fistula vesikovaginal dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi anatomi fistula


tersebut. Klasifikasi tersebut adalah13 :

1. Juxtauretral, melibatkan lehir kandung kemih dan proksimal uretra


dengan kerusakan mekanisme spingter dan terkadang disertai hilangnya
uretra.
2. Midvaginal, tanpa melibatkan leher kandung kemih dan trigonum

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
3. Juxtaservikal, terbuka sampai forniks anterior dengan kemungkinan
melibatkan ureter bagian distal
4. Vesikoservikal atau vesikouterina
5. Masife, kombinasi 1 sampai 3 dengan bekas parut dan melibatkan tulang
simfisis, sering melibatkan ureter pada pinggir fistula dan prolapsus
kandung kemih melalui lubang fistula yang besar.
6. Compound, melibatkan rekto vaginal atau ureterovaginal

Gambar 3. A. Fistula vesikosevikal, B. Juxtaservikalis, C. midvaginal vesikovaginal,


D. Suburethral vesikovaginal, E. Fistula urethrovaginal

Secara sedarhana dapat diklasifikasikan kedalam 2 jenis fistula, yaitu4 :

1. Fistula simple, panjang vagina normal, fistula diameter tidak lebih 2 cm


dan tidak dijumpai riwayat radiasi atau keganasan vaginal atau serviks.
2. Fistula complex, panjang vagina lebih pendek, terdapat riwayat penyakit
keganasan yang menjalani radiasi dan panjang fistula > 3 cm.

2.6. Diagnosis fistula urogenital

Kebocoran urin sebagian tidak disadari oleh penderita itu sendiri. Kemungkinan
timbul sekali–sekali tergantung pada posisi penderita, atau pada saat kandung
kemih sedang terisi penuh. Evaluasi sebaiknya melibatkan pemeriksaan fisik

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
yang lengkap dan terperinci tentang perjalanan penyakit penderita fistula
urogenital dan tercatat dalam suatu sistem pencatatan yang mudah diakses.

Tabel 2. Penilaian fistula urogenital1


Gejala klinis
Pemeriksaan vaginal
Test diagnostik
Bahan pewarna atau susu
Air dan udara (flat-tire)
Radiologi
Urografi intravena
Urografi retrograde
Sistografi
CT-Scan
Laboratorium

2.6.1. Gejala Klinis

Adanya kebocoran urin melalui vagina tanpa nyeri dan terjadi setelah proses
persalinan atau operasi dan radiasi. Pada fistula yang kecil urin dapat
merembes atau mungkin terjadi sekali – sekali tergantung pada vesika yang
terisi penuh atau posisi tubuh. Gejala yang paling sering pada fistula vaginal
adalah inkontinensia total involunter. Dijumpai iritasi daerah vulva, paha dan
infeksi saluran kemih. Dalam anamnesa harus diupayakan mengetahui
penyebab fistula dengan pertanyaan yang spesifik tentang etiologi. Juga perlu
diperoleh catatan medis sebelumnya tentang penyakit, kondisi atau terapi yang
bisa saja menyebabkan berkembangnya fistula dan juga setiap pengobatan
atau prosedur yang mungkin pernah dilakukan untuk menyembuhkan
fistula.14,15

Gambar 4. Fistula Urethrovaginal

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
2.6.2. Pemeriksaan Vagina

Vulva dan perineum biasanya basah dan disertai bau urin. Dengan bantuan
spekulum biasanya mudah mencari lokasi fistula urogenital yang melibatkan
kandung kemih atau urethra bila pasien diperiksa dalam posisi litotomi. Dipakai
spekulum sims untuk pemeriksaan dinding vagina, dan bisa digunakan probe
kecil untuk memperlihatkan fistula diantara urethra atau kandung kemih dengan
vagina. Adanya urin di forniks posterior vagina merupakan keadaan yang
abnormal. Walaupun pemeriksaan vagina dapat menentukan lokasi fistula dan
kebocoran dapat diperlihatkan, namun penilaian lebih lanjut masih
16
dibutuhkan.
2.6.3. Uji Diagnostik

Uji bahan warna (misalnya, Indigo carmine atau methylene blue dalam air steril
atau saline normal) atau susu (misalnya, formula bayi steril) bisa digunakan
untuk mengisi kandung kemih melalui kateter transurethral. Bila ada fistula
vesikovaginal, cairan berwarna atau susu biasanya bisa dilihat bocor ke dalam
vagina. Bila fistula kecil, mungkin perlu menempatkan sedikit bola kapas secara
longgar melalui liang vagina dan pasien diinstruksikan bergerak-gerak berganti
posisi agar terjadi kebocoran dari kandung kemih ke dalam vagina. Bila ini
terjadi, bola kapas akan basah dan berwarna biru di dalam vagina. Namun jika
metoda ini gagal, atau tampon terlihat basah tapi tidak terdapat pewarnaan,
dapat dilakukan cara Pyridium oral atau indigo carmine intravena kemudian
dapat ditentukan adanya fistula ureterovaginal, ureterouterin dan
ureteroservikal.

Double-dye test digunakan untuk mendeteksi fistula ureterovaginal. Pasien


diberikan phenazopyridine oral (Pyridium) dan indigo carmine atau methylene
blue dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui kateter urethra. Pyridium
membuat urin warna merah dan methylene blue atau indigo carmine membuat
urin berwarna biru. Adanya warna biru pada tampon menunjukkan fistula
vesikovagina atau urethrovagina dan jika berwarna merah menunjukkan fistula
ureterovagina.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Test tampon Moir dapat digunakan untuk membantu mendeteksi fistula
ureterovaginal. Setelah fistula vesikovaginal disingkirkan dan semua cairan
berwarna biru telah dikeluarkan dari kandung kemih. Beberapa tampon
ditempatkan secara longgar pada keseluruhan panjang liang vagina, dan indigo
carmine (5 mL) diberikan secara intravena. Kemudian pasien disuruh berjalan -
jalan di sekitar ruangan. Setelah 10 sampai 15 menit, tampon satu persatu
diambil dari vagina, apabila tampon bagian bawah tidak berwarna biru dan
tampon pada puncak vagina berwarna biru, maka harus dicurigai adanya
fistula ureterovaginal.

Uji air dan udara (flat-tire) bisa digunakan untuk mendeteksi fistula
vesikovaginal. Pasien dengan knee-chest position, vagina diisi dengan air steril
atau saline normal dan udara atau karbon dioksida dimasukkan ke dalam
kandung kemih melalui kateter transurethral kecil. Gas yang keluar melalui
fistula dibuktikan oleh gelembung-gelembung cairan di dalam vagina. Ini sama
halnya dengan menguji sebuah tabung atau ban apabila ada bagian yang
bocor. Uji ini sangat membantu dalam mendiagnosis fistula vesikovaginal yang
sangat kecil.

2.6.4. Endoskopi

Cystourethroscopy adalah bagian penting dari penilaian prabedah pasien


dengan fistula urogenital. Ini membantu memastikan lokasi anatomis yang pasti
dari fistula dan hubungan fistula vesicovaginal dengan muara ureter. Yang
penting, cystourethroscopy juga memungkinkan penilaian jaringan di sekitar
fistula. Kondisi jaringan ini menentukan ketepatan waktu perbaikan secara
bedah. Ada kemungkinan bahwa cystourethroscopy harus diulang beberapa
kali selama penanganan prabedah fistula urogenital.17

2.6.5. Radiologi

Urografi intravena harus dipertimbangkan pada wanita penderita fistula


urogenital, terutama bila fistula merupakan akibat dari proses penyakit,
histerektomi atau terapi radiasi yang dapat menyebabkan fistula ureterovaginal

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
atau obstruksi ureter. Ureterografi retrograde dilakukan pada kasus yang
dicurigai keterlibatan ureter tapi belum dapat dideteksi pada gambaran urogram
intravena. CT-Scan dilakukan pada penderita yang terkait dengan neoplasma
pelvis dan obstruksi ureter.18

Kebanyakan fistula yang terjadi adalah cukup besar untuk dapat diketahui
dengan pemeriksaan sederhana. Tapi banyak juga yang diameter fistula terlalu
kecil untuk dapat dideteksi dan kemudian dapat menutup dengan sendirinya
tanpa lanjutan gejala klinis. Fistula vesikoservikal sebagai suatu bentuk fistula
yang terjadi sebagai akibat dari tindakan sesarea. Fistula tersebut sangat sulit
untuk diidentifikasi dan jarang dijumpai. Lesi mungkin tidak diketahui dan dapat
pula salah dalam diagnosis sebagai sekret vagina biasa atau inkotinensia urin
transien.

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan menyeluruh pada saluran urineren


bagian atas dan bawah secara sistematik. Riwayat perjalanan penyakit
penderita dan pemeriksaan fisik diikuti dengan uji pewarnaan ganda dapat
menerangkan terjadinya fistula tersebut. Urografi ekskretori dan pielografi
retrograde dipergunakan untuk evaluasi saluran urineren bagian atas untuk
menghilangkan kemungkinan adanya kelainan pada ureter oleh sebab lain,
sedangkan sistografi, evaluasi untuk saluran urineren bagian bawah.

Fistula sebaiknya dapat diketahui segera dan kemudian merencanakan untuk


tindakan perbaikan fistula. Pada kasus fistula vesikovagina dapat dideteksi
secara visual. Sedangkan jenis lain seperti fistula ureterovaginal atau
vesikouterina dapat dibantu dengan pemeriksaan urogram atau flouroskopi.17

2.6.6. Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan kadar urea dari cairan yang keluar dari vagina yang
dicurigai suatu fistula, hasil kadar urea yang tinggi menandakan cairan tersebut
adalah urin. Cairan urin sebaiknya dilakukan kultur dan uji sensitivitas, apabila
ada infeksi diberikan terapi antibiotik yang sesuai.1,16

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
2.7. Penatalaksanaan fistula urogenital

2.7.1. Manajemen konservatif

Jika suatu fistula dijumpai beberapa hari setelah pembedahan ginekologi,


kateter surprapubis atau transurethral terpasang dan dipertahankan sampai 30
hari. Fistula vesikovaginal (FVV) yang kecil < 1 cm akan hilang atau berkurang
selama periode waktu tersebut.

Kebocoran urin dari fistula yang kecil dapat sembuh dengan pemasangan
kateter foley, fistula yang terjadi dapat menutup spontan kembali setelah 3
minggu pemasangan kateter untuk drainase urin. Selain itu jika dalam kurun
waktu 30 hari setelah pemasangan kateter, fistula semakin mengecil, dari uji
klinis yang dilakukan, mempertahankan kateter tersebut 2 – 3 minggu lagi dapat
memberikan manfaat. Jika lebih dari 30 hari tidak ada perubahan, dalam kasus
FVV tidak akan menutup secara spontan.

Untuk itu tidak dibenarkan lagi mempertahankan kateter lebih lama sebab akan
memberikan kesempatan untuk terjadi infeksi yang lebih besar daripada
pengecilan fistulanya sendiri.4,21

Pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memfasilitasi percepatan


penyembuhan dengan mengurangi edema dan fibrosis pada fistula. Dosis
kortikosteroid yang dianjurkan, diberikan kortison 100 mg setiap hari. Setelah
10 hari kateter dilepas apabila fistel tidak menutup dilakukan tindakan operasi.19

Suatu fistula semakin besar kemungkinan untuk sembuh sendiri pada keadaan
; fistula yang terjadi dalam waktu 7 hari setelah pembedahan, ukuran fistula < 1
cm, suatu fistula simple, tidak ada riwayat radiasi dan penyakit keganasan
genitalia dan penderita telah menjalani setidaknya 4 minggu pemasangan
kateter menetap.4

Sebagian fistula vesikovaginal yang berdiameter hingga 3 mm bisa


disembuhkan dengan superficial electro surgical coagulation dari epitel saluran
yang mengalami fistula diikuti dengan drainase kandung kemih dalam waktu
yang lama. Akan tetapi, koagulasi yang lebih dalam akan lebih besar

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
kemungkinan memperberat dan memperbesar fistula. Penyembuhan spontan
dapat juga dirangsang dengan pemberian Argentum nitrat 5% atau tinctura jodii
memakai kapas lidi di pinggir fistula, selain perawatan rendam (sitzbad)
memakai larutan betadine, Kamillosan atau Permanganas kalikus 2-3 kali
sehari.16,20

2.7.2. Perawatan Prabedah

Perlu dilakukan tindakan untuk memperbaiki keadaan umum. Penderita yang


sudah menopause dan sudah menjalani oophorectomy diberikan terapi
estrogen dapat secara topikal atau sistemik yang berguna untuk memperbaiki
jaringan vagina, diberikan suntikan IM 1 mg estradiolbenzoat setiap hari selama
1-2 minggu dan dilanjutkan 2 minggu paska bedah. Infeksi saluran kemih dan
vagina harus diatasi sebelum tindakan bedah. Topikal dapat diberikan estrogen
vaginal cream dengan dosis 2-4 gr setiap pada waktu hendak tidur, atau 1 gr
tiga kali seminggu pada waktu tidur. Kulit yang mengalami dermatitis akibat
pengaruh urin diatasi dengan pemberian salep antibiotika dan setelah
peradangan sembuh kulit dilindungi dengan pemberian pasta zinc. Penilaian
keadaan umum dan kondisi jaringan di sekitar fistula menentukan waktu
pembedahan fistula urogenital.1,20

2.7.3. Penentuan waktu operasi

Penentuan waktu melakukan tindakan operasi atau fistelplastik masih


merupakan kontroversi dan menjadi kendala bagi dokter maupun penderita
sendiri. Padahal penentuan waktu tindakan sangat penting dalam menentukan
keberhasilan tindakan operasi. Selama ini dipahami adalah interval 3 bulan
sejak terjadinya fistula atau selama 1 tahun jika fistula yang berhubungan
dengan terapi radiasi. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan peradangan atau
infeksi telah diatasi atau dalam masa pengobatan seperti antibiotik, estrogen
atau steroid.

Mempersingkat waktu untuk dapat segera melakukan tindakan operasi fistula


sangatlah bermanfaat sebab dampak sosial dan psikologis akibat fistula itu

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
sendiri sudah cukup mengganggu penderita, namun demikian
mempertimbangkan upaya-upaya yang bertujuan untuk keberhasilan tindakan
operasi fistula adalah yang lebih utama.

Belum ada kesepakatan berkenaan dengan tindakan bedah segera atau


penundaan dalam penatalaksanaan bedah fistula. Pemahaman segera adalah
bila dalam kurun waktu 1 – 3 bulan atau kurang dari 6 bulan, sedangkan
penundaan adalah dalam interval 2 – 4 bulan atau 6 bulan dan lebih.26
Keberhasilan tindakan operasi lambat dan segera menunjukkan perbedaan
angka keberhasilan tindakan. Keberhasilan tindakan segera lebih efektif
diutarakan oleh Waaldijk (2004)21. Sedangkan penundaan tindakan untuk
menghilangkan infeksi biasanya dianjurkan pada kasus fistula obstetrik.
Keadaan lain jika infeksi dan peradangan sudah hilang, langsung dilakukan
tindakan bedah fistula. Perbedaan pendapat tersebut tercetus dari besarnya
dampak sosial dan psikologis penderita yang mengalami penundaan tindakan,
sebab terjadi penurunan kualitas hidup dan isolasi lingkungan. Dampak
tersebut bisa lebih besar daripada morbiditas yang terjadi. Untuk itu sebagian
peneliti menganjurkan pemilihan penderita agar tidak semua kasus fistula
urogenital dilakukan penundaan tindakan operasi repair.

Waktu yang tepat untuk dilakukan tindakan operasi berbeda pada setiap
penderita, penilaian tergantung keadaan jaringan fistula. Operasi dapat
dilakukan apabila jaringan fistula tidak ada peradangan, sudah terjadi
epitelialisasi dan tidak ada jaringan granulasi dan jaringan yang nekrotik.
Keberhasilan operasi fistulaplastik sangat dipengaruhi beberapa faktor antara
lain peradangan pada pinggir fistula, edema jaringan sekitarnya sehingga tidak
dapat dijahit, atau dinding vagina yang atrofi. Semua ini memerlukan persiapan
prabedah yang baik dan ideal membutuhkan waktu yang cukup untuk
pemulihan jaringan agar fistula tersebut laik untuk direparasi.20

Untuk mendapatkan keberhasilan yang tinggi dari operasi fistelplastik dimana


jaringan dinding fistula dan sekitarnya sudah layak untuk dilakukan operasi
dengan pertimbangan berikut :

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
1. Fistula akibat partus lama yang menyebabkan nekrosis jaringan sehingga
menimbulkan fistula, maupun akibat tindakan pembedahan ginekologik atau
akibat trauma lainnya, maka saat yang baik untuk melakukan operasi yaitu 3
bulan setelah terjadinya fistula.

2. Fistula yang terjadi akibat terapi radiasi terhadap proses keganasan maka
saat yang baik untuk melakukan operasi yaitu 1 tahun setelah terjadinya fistula.

2.7.4. Penanganan Bedah

Prinsip dasar pembedahan untuk menutup suatu fistula adalah sama, yaitu
mobilitas jaringan, vaskularisasi yang baik dan penyatuan jaringan yang baik.
Namun demikian terdapat beberapa perbedaan seiring dengan perkembangan
penanganan kasus fistula dalam penentuan waktu pembedahan dan tehnik
pembedahan. Keutamaan dalam pelaksanaan tindakan bedah fistula adalah
tampilan fistula yang adekuat, hemostasis yang baik, mobilisasi yang luas dari
vagina dan kandung kemih dan menghilangkan jaringan yang mengalami
devaskularisasi dan benda asing, jaringan bebas regangan, permukaan
jaringan sesuai jalur dan konfermasi penutupan fistula dan drainase kandung
kemih selama 10 – 14 hari.22,23
Pendekatan operasi untuk fistula urogenital pada prinsipnya ada 3 pilihan yaitu :
1. Transvaginal
2. Transabdominal (suprapubik)
3. Kombinasi transvaginal dan transabdominal
Ahli Obstetri dan Ginekologi yang sudah terlatih dan terbiasa untuk menangani
fistula urogenital lebih memilih pendekatan transvaginal sebab lebih mudah,
tidak berbahaya dan lebih besar keberhasilannya dibandingkan dengan
pendekatan transabdominal. Pendekatan abdominal digunakan pada kasus
fistula ureterovaginal, fistula urogenital yang melibatkan organ lain (misalnya,
uterus, usus), penyakit keganasan di daerah pelvis yang rekuren atau terapi
radiasi pelvis yang ekstensif sebelumnya. Untuk fistula yang lebih besar dan
pinggirnya terfiksasi oleh jaringan sikatriks pada simfisis pubis maka operator
akan memilih kombinasi keduanya.20,25

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
a. Pendekatan Transvaginal

Penanganan fistula urogenital dengan pendekatan transvaginal hanya


dikerjakan pada jenis-jenis fistula urethrovaginal, vesikovaginal dan tidak
dilakukan pada fistula ureterovaginal yang sering terjadi sebagai komplikasi
operasi histerektomi.
Posisi penderita menjadi perhatian untuk tujuan pamaparan daerah fistula yang
lebih adekuat, beberapa posisi dalam pendekatan transvaginal antara lain
adalah :
• Posisi Lawson
Posisi ini ideal untuk fistula pada urethra proksimal dan leher kandung
kemih. Pasien ditempatkan dalam posisi prone dengan lutut diangkat
melebar disangga dengan penyangga kaki, dikombinasi dengan anti
tredelenberg sehingga lapangan operasi lebih jelas.
• Posisi Jackknife
Posisi ini ideal untuk fistula pada urethra proksimal dan leher kandung
kemih. Pasien ditempatkan pada posisi prone dengan abduksi dan fleksi
panggul.

• Posisi dorsal litotomi


Posisi dorsal litotomi dengan tredelenberg merupakan posisi yang baik
untuk reparasi fistula vesikovaginal yang tinggi.

Gambar 5. Posisi Lawson Gambar 6. Posisi Jackknife

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
a.1. Tehnik Latzko20
Tehnik Latzko diindikasikan untuk fistula vesikovaginal kecil pada puncak
vagina sebagai komplikasi dari histerektomi transvaginal atau transabdominal.
Karena prosedur biasanya merupakan kolpokleisis apikal dan tidak melibatkan
bedah pada saluran fistula atau kandung kemih, prosedur ini bisa dilakukan
segera setelah berkembangnya fistula vesikovaginal.

a. Dengan pasien pada posisi litotomi, empat jahitan penggantung ditempatkan


di sekitar puncak vagina pada posisi jam 12, 3, 6 dan 9, sedikitnya 2 cm dari
tepi fistula.
b. Dengan tarikan pada jahitan penggantung ini, dibuat gambaran lingkaran
atau oval 2 cm ke segala arah dari tepi lubang fistula, dan ini secara kasar
dibagi menjadi empat kuadran.
c. Hidrodiseksi dengan saline atau bahan vasokonsriktif encer bisa digunakan
untuk memisahkan epitelium vagina di dalam lingkaran dari lapisan otot di
bawahnya. Semua jaringan epitelium di daerah lingkaran tersebut dibuang.
Penempatan kateter balon kecil melalui fistula dapat membantu dalam
mobilisasi dan memaparkan puncak vagina.
d. Setelah seluruh epitelium vagina diangkat, vagina ditutupkan ke atas saluran
fistula dengan lapisan pertama jahitan terputus bahan yang dapat diserap
(chromoic 3-0 atau 4-0) dan kemudian dua lapisan jahitan terputus dengan
benang absorpsi lambat (misalnya, polyglactin atau asam polyglycolat 3-0
atau 4-0 ).
e. Dilakukan pengujian kedap air dengan menempatkan 250 sampai 300 mL
larutan steril (misalnya, air dengan bahan pewarna indigo carmine, saline
atau susu) ke dalam kandung kemih. Apabila terjadi kebocoran, pada
tempat kebocoran dilakukan jahitan secara terputus menutupi tepi
kebocoran. Sesudah jahitan kedap air, epitelium vaginal diaproksimasi
dengan jahitan terputus dan benang absorpsi lambat.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Gambar 7. Fistelplastik tehnik Latzko

a.2. Tehnik Füth20


Persiapan operasi :
a. Penderita terlentang diatas meja operasi dengan posisi litotomi dan
sebelumnya telah dilakukan klisma dengan baik.
b. Lampu penerangan yang baik, istrumen yang halus dan panjang serta jarum
yang atraumatik.
c. Preparasi dan mobilisasi jaringan sekitar fistula dengan cara sangat berhati-
hati adalah sangat penting. Operator yang kurang hati-hati, akan
menyebabkan terjadinya kegagalan sebab setiap kerusakan jaringan karena
tidak hati-hati akan menambah luasnya defek jaringan yang ada.
d. Apabila vagina sempit dan mengkerut disarankan untuk melakukan
episiotomi atau insisi Schuchardt untuk memperluas lapangan operasi
sehingga memudahkan tindakan.
e. Pada fistula yang oleh jaringan sikatrik terfiksasi erat pada simfisis pubis
atau tulang panggul maka kandung kemih harus dimobilisasi dengan
membuka rongga paravesikal di sisi kanan dan kiri.

Gambar 8. Insisi Schuchardt

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tehnik operasi :
a. Dipasang 4 buah jahitan penggantung 2 cm dari pinggir fistula secara
simetris pada dinding depan vagina. Dengan penggantung ini fistula dapat
ditampilkan lebih kedepan dan dinding vagina dapat diregangkan untuk
memudahkan sirkumsisi.
b. Dilakukan insisi sirkuler 1 cm dari pinggir fistula, sayatan dimulai dari
belakang dan dilanjutkan kedepan.
c. Terpenting bahwa dinding vagina yang diinsisi melingkar dimobilisasi
secukupnya ke segala arah dengan melakukan preparasi yang luas dari
muara fistula dengan sangat hati–hati.
d. Dengan cara menjepit dan menarik portio kebawah dengan tenakulum maka
pole belakang kandung kemih dapat lebih mudah dipreparasi dari dinding
depan serviks hingga mendekati plika vesiko uterina. Dengan demikian di
daerah belakang sirkumisisi didapatkan permukaan kandung kemih yang
bebas dan luas untuk memudahkan melakukan jahitan penutupan fistula
lapis demi lapis.
e. Rangkaian pertama adalah jahitan melintang satu-satu dengan jarum
atraumatik dan benang halus tetapi lama diabsorbsi (®Vicryl/Dexon 2-0)
untuk melipatkan mulut fistula ke arah kandung kemih dan menutupnya.
Tusukan jarum tidak boleh menembus dinding fistula. Segera sesudah
rangkaian jahitan pertama ini selesai harus dilakukan test dengan larutan
methylen blue 100 ml dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk menguji
apakah sudah kedap urin sehingga tidak bocor.
f. Rangkaian jahitan kedua juga melintang depan cara dan benang yang sama
seperti rangkaian jahitan pertama.
Jahitan kedua ini harus cukup jauh ke lateral dan melewati jauh dari
rangkaian jahitan pertama dengan demikian diharapkan sudut-sudut dari
rangkaian jahitan pertama ditutupi dengan baik oleh jahitan kedua.
g. Semua jahitan tersebut seperti juga pada rangkaian pertama dipasang
dahulu seluruhnya baru disimpulkan satu persatu.
h. Terakhir adalah rangkaian jahitan ketiga pada mukosa vagina yang dijahit
memanjang dengan jahitan satu-satu memakai benang yang lebih besar
yaitu ®Vicryl/Dexon No.0.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
a.3. Tehnik Martius (Bulbokavernosus Plastik)20
Teknik ini cocok pada fistula yang dengan jaringan sekitar yang memiliki
vaskularisasi minimal.
Tehnik operasi :
a. Fistula vesikovaginal dilipatkan kedalam kandung kemih dan ditutup dengan
2 rangkaian jahitan pada fascia kandung kemih seperti cara Füth. Pole
bawah buli-buli dibebaskan hingga mendekati plika vesiko uterina. Untuk
menutupi dan melindungi jahitan pada kandung kemih tersebut ambil
jaringan bulbokavernosus sebagai bantalan.
b. Dilakukan insisi memanjang ± 8 cm pada kulit labium mayor kiri dengan
ujung kranial insisi setinggi klitoris. Pinggir sayatan kulit tersebut dipegang
dan direntangkan satu sama lain dengan klem jaringan (klem Allis) atau
klem Pean. Lapisan otot-lemak bulbokavernosus tersebut 2/3 bagian kranial
dilepaskan dari fascia, pembuluh darah yang terbuka dihematosis dengan
ikatan. Pada ujung kranial yang bebas tersebut dibuat 2 jahitan
penggantung dengan benang chromic catgut.
c. Dengan klem yang ujungnya tumpul dan sedikit lebih besar dibuat
terowongan dari luka di labia kearah vagina dan keluar di daerah operasi
fistula sambil menjepit membawa 2 benang penggantung yang dijahit pada
ujung bulbokavernosus yang bebas tadi. Dengan menarik kedua
penggantung dengan hati–hati jaringan bulbokavernosus tadi ditarik ke
vagina.
d. Luka pada labium mayor ditutup dan ditinggalkan drain.
e. Jaringan bulbokavernosus dibentangkan sehingga menutupi seluruh luka
operasi dan dijahitkan pada fascia kandung kemih dengan kedua benang
penggantung tadi.
f. Kemudian dinding vagina dijahit satu-satu arah memanjang dengan benang
yang sedikit lebih lama diabsorbsi ®Vicryl atau Dexon no.0.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Gambar 9. Fistelplastik tehnik Martius ( Bulbokavernosus Plastik)

a.4. Tehnik Symonds-Knapstein (Myokutan-Bulbokavernosus-Plastik)20


Cara ini dipakai pada kasus fistula vesikovaginal dengan defek dinding
vagina yang luas sehingga pinggir dinding vagina tersebut tidak dapat bertemu
karena jarak yang terlalu jauh. Maka dilakukan penambalan defek dinding
vagina tadi dengan mempergunakan kulit perivulva.
Tehnik Operasi
a. Fistula vesiko-vagina direparasi seperti pada Fistelplastik cara Füth sampai
dengan penutupan fistula dengan 2 rangkaian jahitan pada fascia kandung
kemih.
b. Dibuat sayatan pulau kulit perivulva dengan bentuk dan ukuran yang sesuai
dengan besarnya defek pada dinding vagina minimal 4 x 2 cm.
c. Dimulai dengan insisi longitudinal lateral sepanjang 1/3 distal labium mayor
kemudian bulbokavernosus dibebaskan ke kaudal sampai sebatas
perineum. Untuk menjaga vaskularisasi terhadap kulit yang akan dijadikan
tambahan maka preparasi bulbokavernosus tadi langsung dilapisan bawah
kulit labium mayor jangan terlalu dalam. Pada ujung kranial lempengan kulit
tadi dipasang jahitan penggantung benang monofil.
d. Dibuat terowongan subkutan dari luka labia ke vagina guna memindahkan
lempengan kulit tadi menutupi luka jahitan fistula untuk menambal dinding

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
vagina yang defek dengan menarik benang penggantung tadi. Perdarahan
harus dirawat sebaik mungkin sebab transportasi lempeng kulit tadi melalui
terowongan tersebut harus hati–hati sekali jika tidak akan menimbulkan
perdarahan.
e. Kemudian lempengan pulau kulit tadi pinggirnya dijahit satu-satu pada
dinding vagina memakai benang monofil yang diabsorbsi yaitu No.3-0 atau
4-0.
f. Setelah dilakukan hemostasis yang cukup baik maka luka kulit perivulva
ditutup dengan jahitan satu-satu memakai benang monofil no.3-0 atau 4-0.
Subskutis tidak dijahit akan tetapi dipasang drain untuk selama 3-4 hari.

Gambar 10. Fistelplastik tehnik Symonds-Knapstein (Myokutan-Bulbokavernosus-Plastik)

a.5. Tehnik G.Doederlein (Gulungan-Plastik)20


Indikasi:
Fistulaplastik cara G. Doederlein ini ditujukan untuk :
a. Penutupan lubang fistula yang besar.
b. Reparasi fistula residif.

Tehnik Operasi
a. Mula-mula dilakukan sondase urethra ke kandung kemih
b. Dipasang balon katheter No. 24 dalam kandung kemih untuk menarik
fistula ke depan dan menegangkan dinding vagina.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
c. Dibuat insisi setengah lingkaran di depan fistula sejauh 1,5 cm dari
pinggirnya dan dilanjutkan ke lateral kiri dan kanan. Dinding vagina di
preparasi dan dibebaskan dari fascia kandung kemih. Posisi balon
katheter pada tahap ini ditarik kedepan dan kebawah.
d. Kemudian sayatan tidak dilanjutkan sirkuler pada dinding fistel bagian
belakang melainkan insisi tersebut dilanjutkan kebelakang dalam bentuk
lidah sepatu sepanjang 7 cm. Dilakukan preparasi dinding belakang
vagina yang berbentuk lidah sepatu ini dibebaskan sampai 0,5 cm dari
pinggir belakang fistula. Posisi balon kateter pada tahapan ini ditarik
kedepan dan keatas. Balon kateter ini dilepas setelah selesai preparasi.
e. Dinding belakang vagina yang berbentuk lidah sepatu tadi digulung dan
diiikat agar tetap dalam gulungan dan digunakan untuk menutupi lubang
fistula.
f. Penutupan fistula dimulai dengan memasang jahitan-jahitan sudut,
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan benang-benang jahitan pada
fascia kandung kemih dari depan menembus gulungan polster dan
dilanjutkan pada fascia kandung kemih dibelakang fistula. Setelah
semua benang jahitan terpasang dengan baik barulah satu-persatu
disimpul sehingga seluruh lubang fistula tertutup dengan sempurna.
g. Dilakukan test dengan larutan methylen blue untuk menguji kekedapan
jahitan. Setelah terbukti tidak bocor maka dilanjutkan dengan jahitan
lapisan kedua.
h. Tahap berikut terlebih dahulu dilakukan jahitan memanjang pada dinding
vagina bekas pengambilan gulungan polster tadi dan terakhir jahitan
melintang terhadap dinding vagina penutup fistula.

b. Pendekatan Transabdominal26,27

b.1. Fistula vesikovaginal


Pendekatan abdominal diindikasikan untuk fistula urogenital yang
kompleks yang melibatkan ureter atau organ pelvis lainnya (misalnya, uterus,
usus) atau yang mungkin terkait dengan penyakit keganasan atau akibat dari
radioterapi. Operasi transabdominal juga dikerjakan apabila fistula tinggi
sehingga sulit dicapai dari vagina. Komponen vesikovaginal dari fistula bisa

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
dicapai dengan cystotomy sagital untuk memberikan akses ke tempat fistula.
Saluran fistula dieksisi, dan ruang vesikovaginal disayat lebar. Lubang ke dalam
vagina ditutup dengan dua lapisan menggunakan benang absorpsi lambat
(misalnya, polyglactin atau asam polyglyconat 3-0), dan lubang pada kandung
kemih ditutup dengan tiga lapisan menggunakan jahitan benang yang dapat
diabsorpsi (misalnya, 3-0) untuk aproksimasi submukosa dan dua lapis jahitan
dengan benang absorpsi lambat (polyglactin atau asam polyglyconat 3-0) untuk
imbrikasi otot yang berdekatan. Dianjurkan agar omentum atau peritoneum
diatur tempatnya sedemikian rupa sehingga memisahkan vagina dan kandung
kemih. Keterlibatan organ-organ yang berdekatan haruslah ditangani satu per
satu.

b.2. Fistula Ureterovaginal


Fistula ureterovaginal biasanya berlokasi 4 sampai 5 cm bagian distal
ureter. Hal ini paling tepat ditanggulangi dengan ureteroneocystostomy, yang
paling umum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan abdominal.
Fistula ureterovaginal yang melibatkan ureter bagian atas dan yang mengenai
segmen ureter distal yang bisa dipertahankan, ditanggulangi dengan
ureteroureterostomy.

Gambar 11. Fistelplastik fistula vesikovaginal transabdominal

b.3. Ureteroneocystostomy
Ureteroneocystostomy dilakukan dengan pendekatan abdominal.
Segmen distal ureter di samping kandung kemih diligasi atau dijahit atas
dengan bahan jahitan permanen. Kandung kemih dibuka dibagian apex, dan

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
fundus kandung kemih digeser ke arah ujung proksimal ureter yang akan
diimplantasikan ke dalam kandung kemih. Anastomosis antara ujung ureter dan
kandung kemih harus bebas tegangan. Apabila ada keraguan akan hal ini,
kandung kemih bisa dimobilisasi dengan memotong ruang retropubis dan
membebaskan kadnung kemih dari perlekatan di retropubik. Pergeseran
kandung kemih ke arah ujung ureter bisa dipertahankan dengan menjahit
fundus kandung kemih ke otot psoas (psoas hitch) dengan bahan jahitan
permanen.

Kandung kemih wanita dianggap merupakan organ bertekanan rendah, karena


itu, pelaksanaan implantasi langsung ujung ureter ke dalam kandung kemih
biasanya memuaskan. Ureter proksimal diimplantasikan ke kandung kemih
dengan jarak sekitar 0,5 cm dari kedua muara ureter, dijahit dengan benang
yang dapat diserap (misalnya, 3-0 atau 4-0 chromic).

Kemudian peritoneal flap yang membungkus ureter dijahitkan ke kandung


kemih pada sisi luar dengan benang yang diabsorpsi lambat (misalnya, 3-0
atau 4-0 polyglactin atau asam polyglycolat). Kandung kemih ditutup dengan
dua lapis jahitan absorpsi lambat (misalnya, 3-0 polyglactin atau asam
polyglyconat).

Gambar 12. Ureteroneocystostomy

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
b.4. Fistula Urogenital Kompleks
Pada kasus ini, cacat pada ureter, kandung kemih dan urethra diperbaiki
dengan menggunakan prinsip-prinsip umum perbaikan fistula urogenital melalui
pendekatan vaginal atau abdominal. Penanganan organ lain yang mungkin
terlibat dalam fistula harus ditangani satu per satu. Dianjurkan menggunakan
peritoneum atau omentum untuk memisahkan lapisan-lapisan yang diperbaiki
yang melibatkan saluran kemih, vagina dan usus.

2.8. Perawatan Pasca Operasi


Perawatan pasca operasi tidak kalah pentingnya dari tehnik operasi dalam
keberhasilan penatalaksanaan fistula. Setelah operasi dipasang kateter hisap
selama 8-10 hari, setelah itu kateter dilepaskan dan dilakukan latihan otot
vesika dengan cara menjepitkan dan membuka kateter tiap 4 jam selama 2
hari, kemudian kateter dilepas dan penderita disuruh berkemih sendiri setiap 4 -
6 jam, dan diukur sisa urinnya dan dapat dipulangkan bila sisa urin kurang dari
100 ml. Bila sisa urin lebih dari 100 ml dilakukan kateterisasi intermiten setiap 4
jam, sebelumnya penderita disuruh minum 100-125 ml/jam.13
Metode ini dihentikan bila sisa urin kurang dari 100 ml. Sesudah operasi
dianjurkan tidak melakukan senggama selama 10-12 minggu. Diberikan
antibiotika oral untuk mencegah infeksi saluran kemih dan kontrasepsi oral
selama 1-2 bulan sebelum dan sesudah reparasi.

2.9. Komplikasi pasca operasi


Komplikasi pasca operasi yang umum dapat dikelompokkan menjadi komplikasi
segera atau komplikasi lambat (tabel 3). Fistula dapat terbuka kembali,
kegagalan penutupan fistula biasanya diketahui setelah hari ke 7-10 pasca
operasi, penderita mengeluh mengompol kembali. Mengganti kateter dengan
ukuran lebih besar untuk memastikan urin dapat keluar dengan lancar,
penutupan spontan diharapkan dapat terjadi. Jika tetap bocor, dilakukan
operasi ulang setelah 3 bulan.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 3. Komplikasi pascaoperasi
Segera
Perdarahan
Spasme kandung kemih
Infeksi luka
Dehisensi luka

Lambat
Stress Inkontinensia
Stenosis vaginal
Kandung kemih kapasitas kecil
Dyspareunia
Rekurensi

Dikutip dari 13

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif retrospektif.

3.2. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H.


Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan bekerjasama dengan
bagian Rekam Medik dari kedua rumah sakit tersebut.

3.3. Populasi penelitian dan besar sampel

Populasi penelitian adalah semua kasus yang didiagnosis dengan salah


satu atau lebih fistula urogenital di Departemen Obstetri dan Ginekologi
RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan selama periode
Januari 2000 – Desember 2006 (7 Tahun). Sampel penelitian adalah
jumlah total dari populasi.

3.4. Kriteria penerimaan

a. Kasus yang didiagnosis dengan salah satu atau lebih jenis fistula
urogenital.
b. Kasus tercatat dalam rekam medik yang diterima di departemen
Obstetri dan Ginekologi.
c. Rekam medik periode Januari 2000 - Desember 2006.

3.5. Kriteria penolakan


Catatan rekam medik hilang, tidak lengkap, tidak memiliki nomor
rekam medik atau rusak

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
3.6. Kerangka konsep

REKAM MEDIS
RSUP.HAM
RSUD.PM Fistula Urogenital
Dep.Obstetri & Ginekologi

Nomor MR
Umur
Paritas
Asal rujukan
Riwayat persalinan
Riwayat penyakit Ginekologi
Riwayat pembedahan & Radiasi
Keberhasilan repair fistula
Pendekatan pembedahan

3.7. Bahan dan cara kerja

Data untuk penelitan diperoleh dari :

1. Sistem pencatatan dan pelaporan atau rekam medik Rumah sakit


H. Adam Malik dan Dr. Pirngadi Medan.
2. Catatan operasi rekam medik Rumah sakit H. Adam Malik dan Dr.
Pirngadi Medan.

Dari bahan penelitian tersebut dicatat mengenai hal berikut :

a. Karakteristik penderita yang mengalami fistula urogenital, seperti :


umur, perkerjaan, pekerjaan suami, tempat tinggal, status marital,
paritas, pendidikan, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat
penyakit ginekologi, pembedahan ginekologi dan radiasi, serta asal
rujukan penderita.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
b. Jenis fistula urogenital, lama keluhan berkemih, penatalaksanaan
pembedahan, lama rawatan pasca bedah dan keberhasilan
pembedahan fistula.

3.8. Batasan operasional

1. Fistula urogenital adalah hubungan abnormal antara dua organ saluran


genital dengan saluran urinaria.
2. Fistula osbtetrik adalah fistula yang terjadi berhubungan dengan
persalinan dan tindakan dalam menolong persalinan.
3. Fistula ginekologik adalah fistula urogenital yang terjadi adalah akibat
tindakan pengobatan atau pembedahan penyakit ginekologi.
4. Fistula vesikovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vesika
urinaria dan vaginal.
5. Fistula urethrovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vaginal
dengan saluran uretral.
6. Fistula ureterovaginal adalah fistula yang terbentuk pada daerah vagina
dengan saluran ureter.
7. Fistula vesikouterina atau vesikoservikal adalah fistula yang terbentuk
pada daerah rongga uterus atau serviks uteri dengan vesika urinari.
8. Fistulaplastik adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
menutup fistula.
9. Paritas adalah jumlah bayi viabel yang pernah dilahirkan.
10. Partus lama yaitu fase laten mamanjang ≥ 20 jam pada nullipara, dan ≥
14 jam pada multipara, dan fase aktif memanjang jika telah melewati
garis waspada dan bertindak dalam partograf.

3.9. Pengolahan data

Dari hasil pengumpulan catatan tersebut dirangkum dalam bentuk tabel induk
untuk diolah secara statistik menggunakan data komputer SPSS versi 12.0
program windows dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi jumlah dan
persentase.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data dengan metode pencatatan data rekam


medik dari bagian pengelolaan rekam medik rumah sakit H. Adam Malik dan
Dr. Pirngadi Medan, rekam medik periode Januari 2000 – Desember 2006,
didapatkan 29 kasus fistula urogenital dalam rekam medik yang ditangani oleh
departemen Obstetri dan Ginekologi yang memenuhi kriteria penerimaan.

4.1. Karakteristik wanita penderita dan jenis fistula urogenital

Karakteristik kasus fistula urogenital berikut ini disajikan dalam bentuk tabel
jumlah dan persentase berdasarkan umur, pendidikan, status perkawinan,
jumlah paritas, lama keluhan dan jenis fistula yang dijumpai.

Tabel 4. Karakteristik penderita fistula urogenital menurut umur

Umur (tahun) Jumlah %

< 20 2 6,9

20 - 30 11 37,9

31 - 35 5 17,3

> 35 11 37,9

Total 29 100

Tabel 4 menunjukkan sebaran umur penderita fistula urogenital. Umur


terbanyak yang menderita fistula urogenital adalah pada umur antara 20-30
tahun (37,9 %), jumlah ini sama dengan sebaran pada umur lebih dari 35 tahun.
Fistula obstetrik adalah terjadi pada usia reproduktif karena kaitannya dengan
persalinan dan kehamilan.

Sarker dkk (2001)28, mendapatkan sebaran umur antara 21-30 tahun adalah
kelompok umur yang paling sering dijumpai fistula, yaitu sebanyak 105 kasus
(74,8 %).

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Mabeya dkk (2003)2, mendapatklan sebaran umur penderita fistula adalah 20
tahun yaitu sebanyak 65 %. Holme dkk (2007)29, umur penderita fistula adalah
22 tahun dan dijumpai berkaitan dengan umur menikah pada usia muda.

Tabel 5. Fistula urogenital menurut pendidikan

Pendidikan Jumlah %

TIDAK SEKOLAH - 0

SD 8 27,6

SMP 7 24,1

SMA 14 48,3

SARJANA - 0

Total 29 100

Pendidikan terakhir wanita penderita fistula adalah penting untuk dijabarkan


mengingat faktor resiko terjadinya fistula urogenital adalah pendidikan rendah
dan kurangnya pemahaman terhadap dampak buruk terhadap keadaan psikis
penderita, seluruhnya berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan
wanita tersebut. Menurut Sarker dkk (2001)28 didapati jumlah terbanyak
penderita fistula urogenital adalah wanita yang hanya sampai pendidikan dasar
yaitu sebanyak 84 kasus (60,4 %) sedangkan pada wanita yang memiliki
pendidikan setingkat menengah atas atau lebih tinggi, tidak ada yang menderita
fistula urogenital atau 0 %.

Menurut Wall dkk (2004)10. didapati 700 pasien (77,9%) tidak mempunyai
pendidikan formal, 126 pasien (14%) pendidikan setingkat SD, 13 pasien
(1,4%) sampai pendidikan setingkat SMP.

Pada tabel 5 dijabarkan sebaran tingkat pendidikan wanita yang menderita


fistula urogenital, yaitu terbanyak memiliki pendidikan terakhir adalah sekolah
menengah atas (SMA) 14 wanita (48,3 %) dan sisanya adalah pendidikan dasar
(SD) dan menengah pertama (SMP), masing-masing 27,6 % dan 24,1 %.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 6. Kasus fistula urogenital menurut status perkawinan

Status perkawinan Jumlah %

Tidak kawin 1 3,4

Kawin 24 82,8

Janda 4 13,8

Total 29 100

Penderita fistula dijumpai umumnya adalah berstatus menikah, yaitu sebanyak


24 wanita (82,2 %). Status janda dalam penelitian terdapat 4 wanita (13,8 %),
namun demikian status janda tersebut tidak dapat menjelaskan bahwa status
tersebut adalah ada kaitannya dengan perceraian, sebab tidak cukup
keterangan dari rekam medik untuk menerangkan hal tersebut.

Miller dkk (2005)3 memaparkan dampak sosial akibat dari terjadinya suatu
fistula pada wanita, berdasarkan jumlah sebanyak 63,3 % wanita yang
menderita fistula diceraikan oleh suami, oleh karena tidak mampu memenuhi
kebutuhan seksual suami.

Tabel 7. Fistula urogenital menurut asal rujukan penderita

Asal rujukan Jumlah %

Datang sendiri 1 3,4

Bidan 11 37,9

Dokter umum 9 31,0

Dokter ahli Obstetri & Ginekologi 8 27,6

Total 29 100

Dari tabel 7 menunjukkan jumlah wanita yang datang ke rumah sakit untuk
mendapat pertolongan terhadap keluhan berkemihnya, terbanyak adalah
berasal dari rujukan bidan dan dokter umum, masing-masing 11 wanita (37,9%)

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
rujukan bidan dan 9 wanita (31,0 %) berasal dari dokter umum dan 27,6 % dari
rujukan dokter ahli. Hanya 1 (3,4 %) wanita yang secara langsung datang
sendiri ke rumah sakit.

Tabel 8. Jumlah paritas penderita fistula urogenital

Paritas Jumlah %
0 1 3,4
1 11 37,9
2 8 27,6
≥3 6 20,8
≥5 3 10,3
Total 29 100

Jumlah paritas penderita fistula urogenital, terbanyak adalah primiparitas, yaitu


11 wanita (37,9%), kemudian paritas 2 sebanyak 8 wanita (27,6 %). Data
tersebut menunjukkan hubungannya dengan riwayat persalinan terdahulu
sebagai pencetus terjadinya fistula obstetrik, bahwa kehamilan dan persalinan
pertama meningkatkan resiko untuk terjadinya fistula.

Cron J (2003)30, menjelaskan penelitian yang dilakukan di Nigeria, didapati 30


% wanita dengan fistula adalah primiparitas dan rata-rata usia muda. Lebih dari
60% kasus fistula yang diteliti adalah timbul setelah persalinan pertama kali.

Tabel 9. Jenis fistula urogenitalis berdasarkan etiologi

Jenis fistula urogenital Jumlah %


Fistula obstetrik 21 72,4
Fistula ginekologi 6 20,7
Fistula oleh sebab radiasi 2 6,9
Fistula trauma - 0
Fistula oleh sebab kongenital - 0
Total 29 100

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Jenis fistula urogenital berdasarkan etiologi ditampilkan pada tabel 9.
Terbanyak adalah fistula obstetrik, sebanyak 21 wanita (72,4 %). Fistula
ginekologi terjadi pada 6 wanita (20,7 %), 1 wanita diantaranya adalah dengan
riwayat kuretase dan 1 wanita dengan riwayat insisi himen atas indikasi himen
inferporata sedangkan 4 wanita fistula ginekologi lainnya adalah dengan riwayat
pembedahan histerektomi total abdominal (HTA). 2 wanita (6,9 %) adalah
fistula yang disebabkan oleh radiasi atas indikasi kanker serviks.

Khan dkk (2005)31, mendapatkan gambaran dari 30 kasus fistula dari rumah
sakit pendidikan Abbottabad 24 kasus (79 %) adalah fistula obstetrik.

Tabel 10. Klasifikasi fistula menurut diagnosis kasus

Klasifikasi fistula Jumlah %


Vesikovaginal 18 62,1
Vesikouterina 3 10,3
Ureterovaginal 1 3,4
Urethrovaginal 7 24,2
Total 29 100

Menurut tempat timbulnya fistula disaluran urogenital, dan dari pemeriksaan


yang dilakukan sehingga ditegakkan diagnosis, didapati 4 jenis fistula
urogenital. Distribusi jenis fistula berdasarkan diagnosis kasus adalah
terbanyak dijumpai fistula vesikovaginal 18 wanita (62,1%), vesikouterina 3
wanita (10,3 %), urethrovaginal sebanyak 7 wanita (24,1 %) dan hanya 1 wanita
menderita fistula ureterovaginal (3,4 %).

El-lamie dkk (2001)32, menemukan fistula terbanyak atau 80 % adalah fistula


vesikovaginal sebagai akibat yang berhubungan dengan persalinan yang lama
atau macet.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 11. Fistula urogenital menurut lama keluhan

Lama keluhan Jumlah %

≤ 1 bulan 2 6,9

> 1 bulan - < 1 tahun 17 58,6

≥ 1 tahun 10 34,5

Total 29 100

Tabel 11 menunjukkan lamanya penderita mengalami keluhan berkemih


sebagai akibat adanya fistula saluran urogenital. Namun demikian alasan
penundaan penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tidak dapat
dijelaskan karena tidak terdapat data yang cukup untuk menerangkan alasan
tersebut. Lama keluhan fistula terbanyak adalah > 1 bulan sampai < 1 tahun
sebanyak 17 wanita (58,6 %) dan > 1 tahun sebanyak 10 wanita (34,5%).

Sisanya hanya 2 (6,9 %) wanita yang mengalami keluhan berkemih selama 1


bulan atau kurang. Lamanya keluhan diantara penderita fistula tersebut, 1
wanita telah mengalami fistula urogenital selama 20 tahun, 2 wanita lainnya
masing-masing telah 10 tahun dan 13 tahun mengalami keluhan fistula
urogenital.

Wall (2006)33 memperoleh wanita yang telah menderita fistula selama 1 – 4


tahun sejak terjadinya keluhan berkemih sebanyak 41,5 %, sedangkan
sebanyak 39 kasus (4,3 %) telah mengeluhkan fistula yang terjadi selama < 3
bulan saja.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
4.2. Riwayat obstetrik wanita penderita fistula

Tabel 12. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula


obstetrik menurut penolong persalinan
Penolong Jumlah %
Dukun 4 19,0
Bidan 7 33,3
Dokter umum 1 4,8
Dokter ahli obstetri & ginekologi 9 42,9
Total 21 100

Persalinan penderita fistula obstetrik, riwayat persalinan penderita ditolong oleh


dokter ahli obstetri sebanyak 9 wanita (31,0 %), riwayat persalinan ditolong oleh
bidan sebanyak 7 wanita (24,1 %). Persalinan yang ditolong oleh dukun adalah
sebanyak 4 wanita (13,8%), sedangkan 1 wanita persalinannya ditolong oleh
dokter umum.

Kebanyakan persalinan yang menjadi fistula urogenital adalah persalinan yang


ditolong oleh dokter ahli obstetri. Namun hal ini berhubungan dengan lamanya
wanita bersalin dirujuk ke dokter obstetri untuk mendapatkan pertolongan
persalinan. Dari data didapati adalah kebanyakan wanita memilih bidan sebagai
penolong persalinan, namun terdapat kesulitan selama persalinan, kemudian
wanita tersebut dirujuk pada dokter ahli Obstetri dan Ginekologi. Terdapat 8
wanita yang datang ke dokter osbtetri setelah 24 jam atau lebih dan 6 wanita
diantaranya, sebelumnya telah ditangani oleh bidan terlebih dahulu, kemudian
dirujuk ke dokter ahli obstetri dan 1 wanita lainnya akibat terjadinya robekan
jalan lahir.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 13. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula
obstetrik menurut lama persalinan

Lama persalinan Jumlah %


≤ 24 jam 6 28,6
25 – 48 jam 7 33,3
> 48 jam – 72 jam 8 38,1
Total 21 100

Lama persalinan penderita fistula urogenital adalah dijabarkan pada tabel 13,
lama persalinan adalah waktu yang dijalani oleh ibu untuk bersalin dan
mengedan sebelum persalinannya dapat diselesaikan oleh penolong.
kebanyakan penderita fistula obstetrik adalah berhubungan dengan persalinan
lebih dari 24 jam. Riwayat persalinan 25 – 48 jam terjadi pada 7 wanita (33,3 %)
dan lebih dari 48 jam – 72 jam pada 8 wanita (38,1 %).

Lamanya persalinan dinilai adalah pemicu terjadinya nekrosis pada jalan lahir,
yaitu akibat penekanan pada daerah antara bagian keras janin dan tulang
panggul ibu. Holme dkk (2007)29 melaporkan lamanya persalinan wanita yang
menderita fistula urogenital adalah 24 jam sampai 72 jam, yaitu 197 (84,5 %),
26 % lama persalinan lebih dari 72 jam. Sisanya hanya 4,3% yang bersalin
kurang dari 24 jam.

Menurut Wall (2004)10, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa


keterlambatan untuk mendapat pertolongan persalinan yang mengakibatkan
persalinan yang lama adalah suami atau keluarga tidak segera membuat
keputusan untuk membawa ibu sedang bersalin ke tempat pelayanan
kesehatan untuk bersalin, sebanyak 258 kasus (28,7 %), dan 225 kasus
(25,0%) akibat dari tidak ada akses untuk transfortasi.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 14. Karakteristik riwayat kehamilan atau persalinan penderita fistula
obstetrik menurut komplikasi persalinan

Komplikasi persalinan Jumlah %

Tidak ada komplikasi persalinan - 0


Persalinan lama 5 23,8
Persalinan dengan bantuan alat 7 33,3
Kematian janin dalam persalinan 1 4,8
Persalinan dengan sectio cesarea 3 14,3
Robekan jalan lahir 5 23,8

Terdapat data yang menunjukkan riwayat kesulitan selama persalinan atau


komplikasi persalinan. Pada tabel 14 menunjukkan adanya komplikasi
persalinan yaitu terbanyak akibat adanya tindakan persalinan dengan bantuan
alat sebanyak 7 wanita (33,3 %) yaitu menggunakan ekstraksi vakum (EV) dan
robekan jalan lahir sebanyak 5 wanita (23,8 %). Persalinan lama terjadi pada 5
(23,8 %) wanita penderita fistula urogenital, kemudian persalinannya
diselesaikan secara spontan setelah 24 sampai > 48 jam. Sedangkan 3 wanita
(14,3 %) menjalani persalinan SC atas indikasi partus tidak maju.

4.3. Karakteristik fistula urogenital berdasarkan penatalaksanaan fistula


urogenital dan besarnya ukuran diameter fistula.

Tabel 15. Karakteristik diameter fistula urogenital

Diameter fistula Jumlah %


≤ 1 Cm 10 34,5
2 Cm 14 48,3
> 2 Cm 5 17,2
Total 29 100

Sebanyak 14 wanita (48,3%) dijumpai diameter lubang fistula 2 cm dan 5


wanita dijumpai diameter > 2 cm. Sedangkan 10 wanita (34,5 %) diameter

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
fistula ≤ 1 cm. Diameter fistula yang dijumpai pada 29 wanita tersebut, terkecil
adalah 0,5 cm dan diameter terbesar adalah 7 cm. Ukuran diameter fistula
dalam populasi penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sistoskopi,
bekerjasama dengan departemen bedah urologi.

Hafeez dkk (2004)34, mencatat dari 2570 wanita yang mengalami fistula
urogenital dan mendapatkan diameter fistula antara 0,5 cm - 3,5 cm.
Kebanyakan 64,3% diameter fistula yang dijumpai adalah antara 1,1 cm - 3 cm.
Sohail dkk (2005)35, diameter fistula yang didapat adalah rata-rata 1,4 cm,
antara 1,2 cm – 2,5 cm.

Tabel 16. Penatalaksanaan pembedahan fistula urogenital

Penatalaksanaan fistula Jumlah %


urogenital
Tidak dilakukan tindakan 12 41,3

Dilakukan tindakan 17 58,7

Total 29 100

Sebanyak 17 wanita (58,7 %) penderita yang datang kerumah sakit, adalah


yang dapat dilakukan tindakan berupa fistulaplastik atau pembedahan untuk
rekonstruksi saluran kemih dan genitalia. Sisanya 12 wanita (41,3 %) tidak
dilakukan tindakan oleh departemen Obstetri dan Ginekologi disebabkan, 4
wanita dirujuk ke departemen bedah urologi untuk pertimbangan pembedahan
karena dijumpai batu saluran kemih dan terdapat penyempitan pada saluran
uretra, sedangkan 9 wanita dilakukan penundaan tindakan 3 bulan tetapi
kemudian tidak pernah datang kembali. Seluruh 9 wanita ini tercatat adalah
berasal dari luar kota Medan.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
Tabel 17. Pendekatan yang dipilih untuk tindakan pembedahan
fistulaplastik
Pendekatan pembedahan Jumlah %

Transabdominal - 0

Transvaginal 15 88,2

Transvaginal-transabdominal 2 11,8

Pendekatan pembedahan yang dipilih adalah melalui transvaginal, sebanyak 15


kasus (88,2 %), dan 2 kasus (11,8 %) adalah dilakukan pendekatan secara
transvaginal - transabdominal yaitu pada kasus fistula ureterovaginal dan
urethrovesikovaginal , dengan melakukan kerjasama departemen bedah urologi
untuk melakukan perbaikan saluran ureter dan vesika urinaria transabdominal.

Didepartemen Obstetri dan Ginekologi RSCM dari tahun 1993-1998 telah


dilakukan reparasi fistula urogenital sebanyak 17 kasus, dan seluruhnya
dilakukan pendekatan transvaginal.20

Dari berbagai metoda tindakan pembedahan fistula yang dipilih oleh setiap ahli
bedah, satu diantaranya adalah Huang dkk (2002)36 mengemukakan pendapat
bahwa setiap pembedahan urologi harus diawali dengan pemilihan prosedur
yang sesuai dengan jenis fistula yang dijumpai, karena setiap fistula adalah
unik. Pilihan pendekatan transabdominal maupun transvaginal, yang terpenting
adalah penutupan jaringan sehat yang bebas regangan.

Tabel 18. Keberhasilan tindakan pembedahan rekontruksi saluran kemih

Keberhasilan Jumlah %
operasi
Gagal 2 11,8

Berhasil 15 88,2

Dari semua penderita fistula urogenital yang tercatat dalam rekam medik, 17
wanita diantaranya dilakukan tindakan fistulaplastik dan 15 (88,2 %) wanita

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
yang dilakukan tindakan, menunjukkan keberhasilan. 2 kasus (11,8 %)
mengalami kegagalan pembedahan. Kedua kasus tersebut adalah fistula yang
disebabkan oleh radiasi. Keberhasilan adalah ditentukan dari tidak adanya
kebocoran air seni melalui saluran genitalia.

Waaldijk (2004)21 melaporkan keberhasilan pembedahan fistula urogenital


adalah mencapai 95,2 % pada kasus fistula yang pertama sekali menjalani
pembedahan.

Tabel 19. Lama penggunaan kateter uretra pascabedah

Lama penggunaan Jumlah %


kateter
10 -14 hari 6 35,3

> 14 hari 11 64,7

Lama penggunaan kateter uretra pasca bedah terbanyak adalah > 14 hari yaitu
11 kasus (64,7 %). Penggunaan kateter 10 – 14 hari adalah sebanyak 6 kasus
(35,3 %). Dari tabel 19 didapati lama penggunaan kateter lebih dari 14 hari rata-
rata 21 hari, terlama 25 hari terjadi pada 2 kasus. Hal ini berhubungan dengan
pemasangan kateter intermiten untuk latihan otot vesika urinaria dan pada luka
operasi yang masih terjadi perdarahan dari luka operasi, dalam rawatan pasca
pembedahan. Lama rawatan pasca bedah juga dipengaruhi oleh lamanya
penggunaan kateter uretra pasca bedah sebagai upaya untuk menurunkan
tekanan intravesika urinari sehingga tercapai keberhasilan penutupan fistula.

Vasavada dkk (2002)12, melakukan pemasangan kateter foley ukuran 8F pada


saluran uretral selama 10-14 hari setelah pembedahan. Pada fistula yang
berhubungan dengan akibat radiasi, pemasangan kateter dapat dipertahankan
lebih lama.

Josoprawiro (2002)20, penanganan pasca bedah fistula di RSCM adalah


melakukan pemasangan kateter selama 2 minggu agar vesika urinaria tetap
kosong. Hal ini bertujuan untuk menghindari jahitan tergenang air seni dan
vesika urinari tidak teregang.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Wanita penderita fistula urogenital terbanyak adalah fistula obstetrik, dan


termasuk kelompok fistula vesikovaginal, usia 20-30 tahun, dengan
keluhan berkemih atau menderita kebocoran urin akibat fistula urogenital
adalah > 1 bulan sampai dengan 1 tahun dan lebih. Diameter fistula
yang dijumpai terbanyak adalah > 2 cm, sehingga kebanyakan kasus
fistula urogenital memerlukan tindakan pembedahan.

2. Paritas umumnya adalah primiparitas, yang berhubungan dengan


terjadinya fistula pada persalinan primigravida. Riwayat penolong
persalinan pada penderita fistula obstetrik terbanyak adalah oleh dokter
ahli Obstetri dan Ginekologi, persalinan penderita terlebih dahulu sudah
ditangani sebelum persalinannya diselesaikan oleh dokter ahli. Lama
persalinan pada wanita penderita fistula obstetrik adalah > 24 jam - 48
jam dan lebih, sampai 72 jam. Komplikasi yang sering terjadi selama
persalinan wanita penderita fistula adalah persalinan diselesaikan
dengan menggunakan alat bantu persalinan, dari penelitian ini dijumpai
menggunakan alat ekstraksi vakum.

3. Keberhasilan tindakan fistulaplastik mencapai 88,2 % umumnya tindakan


yang dipilih adalah pendekatan secara transvaginal untuk kasus fistula
vesikovaginal yang bukan disebabkan oleh radiasi atau keganasan dan
selama rawatan pasca bedah dilakukan pemasangan kateter uretral
selama ± 14 hari, rata-rata lebih lama hingga 21 hari.

5.2. SARAN

1. Memberikan penanganan obstetri yang sehat sehingga tidak terjadi


persalinan lama yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya fistula
setelah persalinan.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
2. Diperlukan kerjasama yang baik dengan departemen bedah urologi
dalam penanganan kasus fistula urogenital sehingga didapatkan tingkat
keberhasilan pembedahan fistula yang lebih tinggi.

3. Diharapkan data dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data


dasar karakteristik dan penatalaksanaan kasus fistula urogenital dan
untuk penelitian lanjutan fistula urogenital, di departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP. H. Adam Malik dan RSUD.Dr. Pirngadi Medan
sebagai rumah sakit pendidikan.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

1. Riley V.J., Vesicovaginal Fistula, available at Emedicine,2004;1-25.

2. Mabeya H.M, Characteristic of Women Admitted with Obstetric Fistula in the


Rural hospitals in West Pokot, Kenya, 2003.

3. Miller S, Lester F, Webster M, et al, Obstetric Fistula ; A Preventable Tragedy, J


Midwife Women Health, 2005 ;5(4),286-294.

4. Kohli N, Miklos J.R, Managing Vesico-Vaginal Fistula, Womens Health and


Education Center – Urogynecology, Boston, 2007.

5. Kataria S., Vesico-vaginal Fistula : the Need for Safe Matherhood Practices in
India, Women’s Health and Education Cent. 2007:1-4.

6. Clement K.M, Hilton P, Diagnosis and Management of Vesicovaginal Fistula,


the Obstet and Gynecol., 2001;3:173-78.

7. Roy K.K, Malhotra N., Kumar S., et al, Genitourinary Fistula : an Experience
from a Tertiary Care Hospital, 2006, Vol.8(3).

8. Raut V., Bhattacharga W., Vesical Fistula, an Experience from a Developing


Country, J.Postgrad.Med,1993;39:20-1.

9. Wall L.L, Arrowsmith S.D, Briggs N.D, Urinary Incotinence in the Developing
Word: the Obstetric Fistula, Comittee 12, available at fistulafoundation.org.

10. Wall L. L, The Obstetric Vesicovaginal Fistula; Characteristics of 894 Patients


from Nigeria, Am J Obstet and Gynecol, 2004;4, vol.190.

11. Elkin T.E, Surgery for the Obstetric Vesicovaginal Fistula; A Review of 100
Operation in 82 patients, Am J Obstet Gynecol., 1994;170:1108-20.

12. Vasavada S.P., Vesicovaginal and Ureterovaginal Fistula, available at


Emedicine, 2006;1-12.

13. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al, Obstetric Fistula and its Physical,
Social and Psychological dimension : The Etiopian Scenario. Acta Urologica,
2006, 23 ; 4:25-31.

14. Djokic J.H, Dzamic Z, Tulic C.,et al, Vesico-Vaginal Fistulas:Diagnosis and
treatment, Med and Biol.,1999, Vol.5,No.1,69-71.

15. Smith E.L, Williams G, Vesicovaginal Fistula, BJU Int.,1999;83:564-70

16. Santoso B. I, Fistula Urogenital,Uroginekologi I,Uroginekologi Rekonstruksi,


Obstet dan Ginekologi FK-UI, Jakarta, 2002,6-8.

17. Shobeiri S.A., Chesson R.R, Echols K.T, Cystoscopy Fistulography: A new
Technique for the Diagnosis of Vesicocervical Fistula,2001;1-4

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
18. Porcano A.B, Antoniolli S.Z, Zicari M.,et al, Vesico Uterine Fistulas Following
Cesarean Section ; Report on case, review and Update of the Literature, Int. J.
Uro and Nephro., 2002,34 :335-344.

19. Junizaf, Fistula Vesiko Vagina, Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi


Obstet dan Ginekol., FK-UI, Jakarta,2002,14-19.

20. Josoprawiro M.J, Penanganan Fistula Urogenital dengan Pendekatan


Transvagina, Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi Obstet dan Ginekol.,
FK-UI, Jakarta,2002,20-37.

21. Waaldijk K, The Immediate Management of Fresh Obstetric Fistulas. Am. J.


Obstet and Gynecol., 2004, Vol.9,3.

22. Sims J.M, On the treatment of Vesico-Vaginal Fistula, Am J. Obstet and


Gynecol., 1995, Vol. 172, 6.

23. Hanif N.S, Saeed K., Sheikh M.A., Surgical Management of Genitourinary
Fistula, JPMC,2003;1-8.

24. Muleta M., Obstetric Fistula in Developing Countries : A review Article,


JOGC,2006;28(11):962-6.

25. Santosh K, Nitin K.S, Ganesh G., Vesicovaginal Fistula ; an Update, Indian J.
Urology, 2007;23:187-191.

26. Kam M.H, Tan Y.H, Wong M.Y.C, A 12 Year Expirience in the Surgical
Management of Vesicovaginal Fistula, Singapore Med.J.,2003,Vol.44(4) :181-4.

27. Thompson J.D, Vesicovaginal and Urethrovaginal Fistula, TeLinde’s Operative


Gynecology, 8th Ed, Chap.14, Lippincott Raven Pub, 1996,1175-1203.

28. Sarker B, Ghoshroy S., Saha S.K,et al., A Study of Genitourinary Fistula in
North Bengal, Obstet and Gynecol. India, 2001;51:165-9.

29. Holme A, Breen M, MacArthur C, Obstetric Fistulae; a Study of Women


Managed at the Monze Mission Hospital,Zambia, BJOG,Int J Obstet and
Gynecol.2007,114(8),1010-17.

30. Cron J, Lessons from the Developing World: Obstructed labor and the Vesico-
vaginal Fistula, available at Medscape General Med,5(3),2003.

31. Khan R.M, Jehanzaib M., Vesicovaginal Fistula : An Expirience of 30 Cases at


Ayub teaching Hospital Abbottabad, J. AyubMed Coll., 2005;17(3).

32. El-lamie I.K, Urogenital Fistulae:Changing Trends and Personal Experience of


46 cases, Int Urogynecol J,2007.

33. Wall L.L, Obstetric Vesicovaginal fistula as an International Public Health


Problem , available at global sisterhood - Network, 2006;368,1201-09.

34. Hafeez M., Asif S., Hanif H., Profile and Repair Succes of Vesicovaginal Fistula
in Lahore, JCPSP,2005;15(3):142-4.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008
35. Sohail S, Transvaginal Sonography Evaluation of Vesicovaginal Fistula, Org.
Art. Dept. Radiology, 2005, 1-2.

36. Huang W.C, Zinman L.N, Bihrle W, Surgical Repair, Uro Clin North Am, 2002 :
19(3), 709-23.

Mhd. Aswin Pranata : Karakteristik Kasus Fistula Urogenital Di Departemen Obstetri Dan Ginekologi RSUP H. Adam..., 2007
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai