PENDAHULUAN
jiwa kemudian pada bulan Januari sampai bulan April 2015, didapatkan angka
kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik) menempati posisi
keempat dari 10 penyakit terbesar di kota Palembang dengan jumlah penderita
18.260 jiwa.
Puskesmas Basuki Rahmat Palembang merupakan wilayah yang padat
penduduk dimana kasus Artritis Reumatoid sering terjadi pada wilayah
tersebut dengan total kunjungan pasien mencapai 1.000 sampai 2.000 jiwa
pada setiap bulannya. Data dari Puskesmas Basuki Rahmat menunjukkan
bahwa pada tahun 2013 penyakit akut pada system otot dan jaringan pengikat,
tulang sendi serta reumatik termasuk dalam urutan ke-2 dari 10 penyakit
terbesar dengan jumlah penderita sebanyak 3.499 jiwa. Sedangkan pada tahun
2014 terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit akut pada system otot dan
jaringan pengikat, tulang sendi serta rematik yaitu sebanyak 3.562 jiwa (Profil
Puskesmas Basuki Rahmat Palembang, 2014).
Dampak dari penyakit rematik adalah terganggunya aktivitas karena
nyeri, tulang menjadi keropos, terjadi perubahan bentuk tulang. Dari 100 jenis
rematik, diketahui Artritis Reumatoid yang dapat menyebabkan kecacatan
yang paling parah pada penderitanya. Asupan makanan yang kurang sehat,
kurangnya berolahraga, stress dan lain sebagainya diketahui sebagai faktor
pencetus terjadinya rematik. Salah satu solusi untuk penyakit ini adalah
dengan menjaga perilaku hidup sehat baik dari aktivitas, seperti rajin
berolahraga, dan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan sempurna dengan cara
memenuhi asupan makanan yang bergizi, hal itu dianjurkan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi, dan untuk meminimalisirkan bagi yang sudah menderita
penyakit rematik tidak berulang atau mengalami kekambuhan (Purwoastuti,
2009).
Pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan artritis reumatoid
tentu saja akan berdampak pada ekonomi keluarga tersebut karena kronisitas
serta resiko kecacatan yang dialami penderita menyebabkan banyaknya
pengeluaran yang akan digunakan untuk meminimalisir tingkat keparahan
penyakit. Selain itu, karena artritis reumatoid dapat menimbulkan kelemahan
yang disebabkan oleh serangan nyeri yang terus menerus, maka hal ini
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan proses Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn.
B dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki Rahmat
Palembang tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan Pengkajian Keperawatan Pada Keluarga Tn.B
dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki
Rahmat Palembang tahun 2015.
b. Mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan Pada Keluarga Tn.B
dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki
Rahmat Palembang tahun 2015.
c. Mampu menyusun Rencana Keperawatan Pada Keluarga Tn.B
dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki
Rahmat Palembang tahun 2015.
d. Mampu melakukan Tindakan Keperawatan Pada Keluarga Tn.B
dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki
Rahmat Palembang tahun 2015.
e. Mampu melakukan evaluasi hasil Asuhan Keperawatan Pada
Keluarga Tn.B dengan Artritis Reumatoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Basuki Rahmat Palembang tahun 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa
teori yang dikemukakan mengenai penyebab arthtritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolic
5. Faktor genetik serta faktor pemicu
Pada saat ini, arthtritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II ;
2.1.3 Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak
tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak
yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta
ulet untuk gerakkan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula
fibrosa dan mensekresi cairan ke dalam ruangan antar tulang. Fungsi dari
cairan sinovial ini yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam
arah yang tepat.
Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering
terkena inflamasi. Meskipun memilki keankearagaman mulai dari
kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multisistem yang
sistemik, semua penyakit rematik meliputi inflamasi dan degenerasi
dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan
terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik
inflamatori, inflamasi adalah proses primer dan degenerasi yang terjadi
merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus
(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi tersebut merupakan akibat dari
respon imun tersebut.
Sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya
untuk terlihat pada penyakit lanjut. Pelepasan proteoglikan tulang rawan
yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi dapat
berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-faktor imunologi dapat
pula terlibat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus.
Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang,
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu
gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot (Lukman, 2009).
Gangguan body
image
Erosi kartilago
Ankilosis fibrosa
Keterbatasan gerakan
sendi Mudah luksasi dan Hilangnya kekuatan
subluksasi otot
2.1.5 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
anti inflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis
rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran
yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Arthtritis Reumatoid yaitu :
1. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid
adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang
penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang
2. Extended family
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan
sebagainya.
3. Reconstitude nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-
anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4. Middle age/Aging couple
Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-duanya bekerja di
luar rumah, dan anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/meniti karir.
5. Dyadic nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.
6. Single parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan
anak-anaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah.
7. Dual carrier
Suami istri atau keduanya berkarir dan tanpa anak.
8. Commuter married
Suami/istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
10. Three generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam satu panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group marriage
Suatu rumah terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu
keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried parent and child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya
diadopsi.
15. Cohibing couple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
Keterangan :
Tipe Keluarga: Keluarga Inti
: Laki-laki : Perempuan
: Meninggal, Laki-laki : Tinggal serumah
: Meninggal, Perempuan : Klien
: Hubungan suami istri
3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan
perabot rumah tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber
air. Data karakteristik rumah disertai juga dalam bentuk
denah.
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat
Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,
kebiasaan dan budaya yang mempengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas Geografis Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga
berkumpul, sejauh mana keterlibatan keluarga dalam
pertemuan dengan masyarakat. (Widyanto, 2014)
4. Struktur Keluarga
a. Sitem Pendukung Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga
yang sehat, fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan
masyarakat sekitar terkait dengan kesehatan dan lain
sebagainya.
b. Pola Komunikasi Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan
keluarga serta frekuensinya.
c. Struktur Peran
Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dan
masyarakat yang terbagi menjadi peran formal dan informal.
d. Nilai/Norma Keluarga
Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut
keluarga terkait dengan kesehatan.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai
b. Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,
sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,
budaya, serta perilaku.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah.
6. Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota
keluarga, serta metode apa yang digunakan keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
7. Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Bagaimana keluarga memanfaatkan
sumber yang ada di masyarakat guna meningkatkan status
kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
metode yang digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda
dengan pemeriksaan fisik di klinik. Pada pemeriksaan fisik kita
juga bisa menanyakan mengenai status kesehatan dari klien.
Pada klien dengan Artritis Reumatoid, kita dapat mengkaji
mengenai nyeri yang dialami klien, yaitu :
a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu
b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu
c. Keluhan utama : Jika nyeri, tanyakan mengenai PQRST,
1) Provokative/pemicu nyeri
2) Quality/kualitas nyeri
3) Region/daerah nyeri
4) Severity Scale/skala nyeri (0-10)
5) Timing/waktu terjadi nyeri (pagi, siang, malam hari)
2.4.3 Perencanaan
Rencana keperawatan keluarga adalah kumpulan rencana
tindakan yang dibuat oleh perawat yang nantinya diimplementasikan
dalam tindakan yang nyata dengan mengerahkan segala kemampuan
yang dimiliki untuk perbaikan kesehatan keluarga yang lebih baik
dari sebelumnya.
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari tujuan (umum
dan khusus), rencana intervensi, serta rencana evaluasi yang memuat
2.4.5 Evaluasi
Menurut Mubarak (2012), evaluasi proses keperawatan ada
dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.
1. Evaluasi Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah
pelayanan, atau kegiatan yang telah dikerjakan.
2. Evaluasi Kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat
difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saling terkait.