GANGGUAN INSOMNIA
A. Kriteria Diagnosis
1. Keluhan utama berupa ketidakpuasan dengan kuantitas maupun kualitas
tidur, yang berhubungan dengan satu (atau lebih) gejala berikut.
2. Kesulitan dalam memulai tidur. (Pada anak-anak gejala ini dapat
bermanifestasi sebagai kesulitan memulai tidur tanpa intervensi
pengasuh.)
3. Kesulitan dalam mempertahankan tidur, ditandai dengan episode
terbangun yang berulang atau kesulitan untuk kembali tidur setelah
terbangun. (Pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi sebagai
kesulitan untuk kembali tidur ranpa intervensi pengasuh.)
4. Episode terbangun pada dini hari dan ketidakmampuan untuk kembali
tidur.
B. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
gangguan dalam kehidupan sosial, bekerja, bersekolah, akademik, perilaku,
atau gangguan fungsional penting lainnya.
C. Kesulitan tidur terjadi paling tidak 3 malam dalam 1 minggu.
D. Kesulitan tidur muncul palng tidak selama 3 bulan.
E. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan tidur yang adekuat.
F. Insomnia tidak dapat dijelaskan dengan dan tidak muncul khas seperti
gangguan tidur lain (misalnya narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan
dengan pernapasan, gangguan tidur ritme sirkadian, dan parasomnia).
G. Insomnia bukan merupakan edek fisiologis dari substansi tertentu (misalnya
penyalahgunaakn obat, obat terapi).
H. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan secara adekuat
mengenai keluhan utama insomnia yang muncul.
Perlu dirincikan apabila:
Disertai dengan komorbid mental yang bukan gangguan tidur, termasuk
gangguan penyalahgunaan substansi.
Disertai dengan komorbid medis lainnya.
Disertai dengan gangguan tidur lainnya.
Perlu dirincikan juga:
Episodik: Gejala berlangsung paling tidak selama 1 bulan namun kurang dari
3 bulan.
Persisten: Gejala berlangsung selama 3 bulan atau lebih.
Rekuren: Terjadi dua atau lebih episode dalam rentang waktu 1 tahun.
Catatan:
1. Inomnia akut dan short-term (yaitu gejala berlangsung kurang dari 3 bulan
namun selain itu memenuhi semua kriteria lainnya seperti frekuensi,
intensitas, distress, dan/atau gangguan sosial) maka disebut dengan gangguan
insomnia lainnya (other specified insomnia disorder).
2. Diagnosis gangguan insomnia diberikan baik jika kondisinya muncul secara
dependen maupun dengan kondisi komorbid dengan gangguan mental lain
(seperti gangguan depresi mayor), kondisi medis lain (seperti rasa nyeri), atau
gangguan tidur lain (seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernapasan). Sebagai contoh, insomnia dapat berkembang dengan sendirinya
disertai gejala-gejala ansietas dan depresi, namun tanpa ditemukan gejala yang
cukup memenuhi kriteria gangguan mental apapun. Insomnia persisten bahkan
dapat menjadi faktor risiko depresi dan seding menjadi gejala residual setelah
pengobatan untuk kondisi ini. Pada insomnia dengan komorbid gangguan
mental, pengobatan yang dilakukan harus ditargetkan pada kedua kondisi
tersebut. Pada kondisi komorbid tersebut, tidak perlu menentukan aspek
sebab-akibat di antara keduanya, dan diagnosis insomnia dapat ditegakkan
dengan spesifikasi bersamaan dengan kondisi klinis komorbidnya. Diagnosis
insomnia yang dilakukan berasmaan hanya dapat dipertimbangkan apabila
insomnianya cukup berat sehingga membutuhkan perhatian klinis tersendiri.
Penegakkan Diagnosis
Keluhan utama pada gangguan insomnia adalah ketidakpuasan dengan
kuantitas dan kualitas tidur dengan keluhan kesulitan dalam memulai dan
mempertahankan tidur. Keluhan tidur tersebut disertai dengan distress signifikan
secara klinis atau gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau gangguan
fungsional penting lainnya. Gangguan tidur dapat terjadi bersamaan dengan
kondisi mental atau kondisi medis lainnya, dapat juga muncul sendiri secara
independen.
Manifestasi insomnia yang berbeda dapat muncul pada beberapa waktu saat
periode tidur. Sleep-onset insomnia (atau initial insomnia) mencakup kesulitan
memulai tidur saat waktunya tidur. Sleep maintenance insomnia (atau middle
insomnia) mencakup episode terbangun yang berulang sepanjang malam. Late
insomnia mencakup episode terbangun saat dini hari dengan ketidakmampuan
untuk kembali tidur. Kesulitan untuk mempertahankan tidur merupakan gejala
yang paling banyak muncul pada insomnia, diikuti dengan kesulitan untuk
memulai tidur, dengan kombinasi kedua gejala ini merupakan manifestasi yang
paling banyak muncul secara umum. Tipe spesifik dari keluhan gangguan tidur
bisa berubah seiring berjalannya waktu. Individu dengan keluhan kesulitan
memulai tidur dapat mengeluhkan keluhan kesulitan mempertahankan tidur di
kemudian hari, begitu pula sebaliknya. Gejala kesulitan memulai dan
mempertahakn tidur dapat dikuantifikasi berdasarkan laporan dari individu
tersebut, diari tidur, atau dengan metode lain seperto aktigrafi dan polisomnografi,
namun diagnosis gangguan insomnia didasarkan pada persepdi subjektif individu
terhadap tidurnya, atau dari laporan pengasuh pribadinya.
Nonrestorative sleep atau keluhan kualitas tidur yang buruk yang membuat
seorang individu sekulitan untuk berisitirahat dikarenakan terus menerus
terbangun merupakan keluhan gangguan tidur yang umum dan biasanya terjadi
bersamaan dengan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, namun dapat
juga muncul sendiri tanpa gejala lain. Keluhan ini juga dapat terjadi bersamaan
dengan gangguan tidur lainnya (seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernapasan). Ketika keluhan nonrestorative sleep terjadi sendiri (tanpa gejala lain)
namun seluruh kriteria diagnosis lainnya terpenuhi, dapat ditegakkan diagnosis
gangguan insomnia lainnya (other specified insomnia disorder atau unspecified
insomnia disorder).
Selain dari kriteria frekuensi dan durasi yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis, terdapat kriteria tambahan yang berguna untuk mengkuantifikasi
keparahan insomnia. Kriteria kuantitatif ini digunakan hanya untuk tujuan
ilustratif. Sebagai contoh, kesulitan memulai tidur didefinisikan sebagai fase laten
tidur subjektif lebih dari 20-30 menit, sedangkan kesulitan mempertahankan tidur
didefinisikan sebagai fase terbangun subjektif lebih dari 20-30 menit. Walaupun
belum ada definisi standar mengenai episode terbangun dini hari, gejala ini
biasanya digambarkan dengan episode terbangun estidaknya 30 menit sebelum
waktu yang ditentukan dan sebelum durasi tidur total mencapai 6½ jam. Penting
untuk mempertimbangkan waktu mulai tidur saat malam sebelumnya. Terbangun
saat pukul 4 dini hari tidak memiliki signifikansi klinis yang sama pada individu
yang mulai tidur pukul 9 malam dengan yang mulai tidur sejak pukul 11 malam
harinya. Gejala tersebut juga dapat dikarenakan penurunan kemampuan untuk
mempertahankan tidur yang berhubungan dengan usia, atau karena pergeseran
waktu tidur yang diakibatkan oleh usia.
Gangguan insomnia mencakup gangguan saat siang hari yang diakibatkan
oleh gangguan tidur saat malam harinya. Gejala ini mencakup rasa lelah, rasa
mengantuk saat siang hari yang lebih sering muncul pada individu dengan usia
lebih tua dan saat insomnia muncul komorbid dengan kondiri medis lain (seperti
nyeri kronis) atau gangguan tidur lain (seperti apnea saat tidur). Gangguan
kognitif dapat berupa kesulitan dalam memusatkan perhatian, konsentrasi, dan
memori, bahkan untuk melakukan keterampilan manual sederhana sekalipun.
Gangguan mood yang berhubungan biasanya muncul dalam bentuk iritabilitas
atau labilitas mood, dan dalam bentuk gejala depresif atau ansietas walaupun
lebiih jarang muncul. Tidak semua individu dengan gangguan tidur mengalami
distress atau memiliki gangguan fungsional. Sebagai contoh, kontinuitas tidur
sering terganggu pada orang dewasa sehat namun tetap merasa memiliki
kebiasaan tidur yang baik. Diagnosis gangguan insomnia seharusnya ditegakkan
untuk individu yang mengalami distress atau gangguan fungsional yang signifikan
saat siang hari yang diakibatkan oleh kesulitan tidur saat malam harinya.
Prevalensi
Perkiraan populasi mengindikasikan bahwa sekitar satu pertiga orang
dewasa melaporkan gejala insomnia, 10-15% mengalami gangguan fungsional
pada siang hari, dan 6-10% mengalami gejala yang memenuhi kriteria gangguan
insomnia. Gangguan insomnia memiliki prevalensi tertinggi di antara gangguan
tidur lainnya. Pada fasilitas kesehatan primer, sekitar 10-20% individu
mengeluhkan gejala insomnia yang signifikan. Insomnia lebih besar prevalensinya
pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 1,44:1. Walaupun insomnia dapat
menjadi sebuah gejala ataupun sebagai gangguan independen tersendiri, insomnia
sering ditemukan komorbid dengan kondisi medis ataupun gangguan mental
lainnya. Sebagai contoh, 40-50% individu dengan insomnia juga memiliki
komorbid gangguan mental.
Perkembangan
Onset dari gejala insomnia dapat muncul kapanpun, namun episode pertama
biasanya muncul saat usia dewasa muda. Walaupun lebih jarang, insomnia dapat
juga muncul sejak usia anak hingga remaja. Pada wanita, insomnia onset baru
dapat muncul saat menopause dan menetap bahkan setelah gejala lain (seperti hot
flashes) sudah menghilang. Insomnia dapat muncul lambat, yang biasanya
berhubungan dengan munculnya kondisi lain yang berhubungan dengan
kesehatan.
Insomnia dapat terjadi situasional, persisten, maupun rekuren. Insomnia
situasional atau insomnia akut biasanya berlangsung beberapa hari hingga
beberapa minggu dan sering berhubungan dengan kejadian dalam hidup atau
adanya perubahan jadwal tidur atau perubahan lingkungan. Insomnia jenis ini
biasanya membaik ketika pencetusnya hilang. Pada beberapa individu, insomnia
dapat menetap lama walaupun kejadian pencetusnya sudah hilang. Sebagai
contoh, seseorang dengan rasa nyeri akibat cedera memiliki kesulitan untuk tidur
yang kemudian dapat berkembang menjadi hubungan negatif dengan tidur. Hal
yang serupa dapat terjadi karena stress psikologi akut atau gangguan mental.
Sebagai contoh, insomnia yang muncul saat episode depresi mayor dapat menetap
bahkan setelah resolusi dari episode depresi tersebut. Pada beberapa kasus,
insomnia juga dapat memiliki onset yang kurang jelas, tanpa adanya faktor
presipitasi yang teridentifikasi.
Dalam perjalanannya, insomnia dapat terjadi episodik, dengan episode
rekuren dari kesulitan untuk tidur yang berhubungan dengan kejadian yang
memicu stress. Rentang kronissitasnya antara 45-75% dengan follow up selama 1-
7 tahun. Walaupun perjalanan dari insomnia sudah menjadi kronis, dapat terjadi
variabilitas pola tidur dengan adanya malam dengan tidur yang baik yang
bergantian dengan beberapa malam dengan pola tidur yang buruk. Karakteristik
dari insomnia juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Beberapa individu
dengan insomnia memeiliki gangguan tidur ringan yang kemudian diikuti dengan
gangguan tidur yang lebih persisten.
Keluhan insomnia lebih tinggi prevalenesinya pada usia dewasa menengah
dan usia dewasa akhir. Tipe gejala insomnia dapat berubah sesuai usia, dengan
kesulitan memulai tidur lebih banyak terjadi pada dewasa muda, sedangkan
kesulitan untuk mempertahankan tidur lebih sering ditemukan pada dewasa
menengah dan dewasa akhir.
Kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur juga dapat terjadi pada
anak dan remaja, namun hanya sedikit data yang ditemukan mengenai prevalnesi,
faktr risiko, dan komorbiditas dalam fase berkembang ini. Kesulitan tidur pada
anak dapat dikarenakan oelh faktor pengasuhan (misalnya anak tidak biasa belajar
tidur tanpa ditemani orang tuanya) atau karena jadwal tidur yang tidak konsisten.
Insomnia pada remaja sering dipicu oleh jadwal tidur yang ireguler. Pada anak
dan remaja, faktor psikologis dan faktor medis dapat berkontribusi terhadap
insomnia.
Prevalensi insomnia yang cenderung meningkat pada usia dewasa akhir
dapat sedikit dijelaskan karena adanya masalah kesehatan yang juga meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan pada pola tidur yang berhubungan
dengan proses perkembangan nomral harus dapat dibedakan dengan perubahan
yang berlebihan yang berhubungan dengan usia. Walaupun polisomnografi jarang
digunakan rutin untuk evaluasi insomnia, hal tersebut dapat menjadi lebih
bermanfaat untuk diagnosis banding insomnia pada usia dewasa akhir, karena
etiologi insomnia (misalnya karena sleep apnea) lebih sering teridentifikasi pada
individu dengan usia tua.
Resiko dan Faktor Prognostik
Sembari laman ini mendiskusikan faktor risiko dan prognostik yang
meningkatkan kerentanan penderita insomnia, gangguan tidur lebih mungkin
terjadi pada individu yang memiliki kecenderungan terpapar kejadian yang
menjadi pencetus, seperti kejadian pada kehidupan (contoh, penyakit, perpisahan)
atau tidak lebih parah tetapi stress kronis pada keseharian. Sebagian besar
individu akan kembali pada pola tidur normalnya setelah kejadian pencetus
inisialnya telah menghilang, tetapi sebagian lainnya—mungkin lebih rentan
terhadap insomnia—sehingga tetap mengalami gangguan tidur yang persisten.
Faktor yang dapat mengekalkan seperti kebiasaan tidur yang buru, jadwal tidur
yang ireguler, dan ketakuan untuk tidak tidur dapat menambah masalah insomnia
dan berkontribusi kepada siklus buruk yang dapat menjadi insomnia persisten.
Temperamen. Kepribadian cemas atau mudah-khawatir atau gaya kognitif,
peningkatan gairah, dan kecenderungan untuk menekan emosi dapat
meningkatkan kerentanan terhadap insomnia
Lingkungan.Bising, cahaya, suhu tinggi atau rendah yang tidak nyaman, dan
ketinggian dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia
Genetik dan Fisiologik. Jenis kelamin wanita dan usia lanjut berhubungan
dengan peningkatan kerentanan terhadap insomnia. Tidur yang kacau dan
insomnia juga berhubungan dengan hubungan keluarga. Prevalensi insomnia
lebih tinggi relatif pada kembar monozigotik dibandingkan pada kembar
dizigotik; juga lebih tinggi pada anggota keluarga derajat pertama
dibandingkan populasi umum. Luasnya hubungan ini diturunkan melalui
kecenderungan genetik, yang dipelajari dari model observasi orang tua, atau
dicanangkan oleh psikopatologi lainnya belum dapat ditentukan.
Modifikasi kebiasaan.Menghilangkan kebiasaan termasuk kebiasaan
kebersihan tidur yang buruk (contoh, penggunaankafein yang berebihan,
jadwal tidur yang ireguler).
Penanda Diagnostik
Polisomnografi biasanya menunjukkan gangguan pada kontinuitas tidur
(contoh, peningkatan latensi tidur dan onset waktu bangun setelah tidur, dan
penurunan efisiensi tidur [persentasi waktu tidur di tempat tidur] dan dapat
menunjukan peningkatan tidur tahap 1 dan penurunan tidur tahap 3 dan 4.
Keparahan pada gangguan tidur tidak selalu sesuai dengan presentasi klinis setiap
individu atau keluhan subjektif tidur yang buruk, individu dengan insomnia sering
meremehkan durasi tidur dan berlebihan dalam relatif tidur pada polisomnografi.
Analisis kuantitatif elektroensefalografi mungki mengindikasikan, individu
dengan insomnia memiliki frekuensi lebih tinggi pada kekuuatan relative eeg dari
individu yang memiliki tidur baik, tentang periode onset tidur dan saat tidur pada
gerakan mata non-rapid, sebuah sifat menandakan peningkatan aktifitas kortikal.
Individu dengan gangguan insomnia mungkin memiliki kecenderungan tidur
lebih rendah dan secara tipikal tidak menunjukkan rasa kantuk pada siang haru
pada pemeriksaan objektif di laboratorium tidur dan dibandingkan dengan
individu tanpa gangguan tidur.
Pengukuran laboratorium lainnya menunjukkan bukti, walaupun tidak
secara konsisten, adanya peningkatan aktifitas dan aktifaasi umum aksis
hipotalamik-pituitary-adrenal (contoh, peningkatan level kortisol, variabilitas
denyut jantung, reaktifitas terhadap stress, dan laju metabolik).Secara umum,
penemuannya konsisten dengan hipotesis dimana peningkatan aktifitas fisiologis
dan kognitif memegang peranan penting pada gangguan insomnia.
Individu dengan ganggaun insomnia mungkin dapat terlihat lelah, lesu,
gairah berlebih dan “aneh”.Walaupun demikian, tidak ada konsistensi atau
karakteristik abnormal pada pemeriksaan fisik. Bisa ada peningkatan insidensi
gejala psikofisiologi yang berhubungan dengan stress (contoh, nyeri kepala
tegang, tegang otot atau nyeri otot, gejala gastrointestinal).
Konsekuensi fungsional dari gangguan insomnia
Masalah interpersonal, social, pekerjaan dapat terjadi sebagai akibat dari
insomnia atau kekhawatiran berlebih terhadap tidur, peningkatan iritabilitas waktu
siang, dan kurang konsentrasi.Penurunan perhatian dan konsentrasi adalah umum
dan dapat berhubungan dengan tingginya angka kecelakaan yang di observasi
pada insomnia.Insomnia persisten juga berhubungan dengan konsekuensi jangka
panjang, termasuk peningkatan resiko gangguan depresi berat, hipertensi, dan
infark miokardia; peningkatan ketidak hadiran dan penurunan produktifitas saat
kerja; penurunan kualitas hidup; dan peningkatan beban ekonomi.
Diagnosis diferensial
Variasi tidur normal. Durasi tidur normal bervariasi memandang para
individu.Sebagian individu yang memerlukan tidur yang sebentar (“short
sleeper”) mungkin khawatir tentang durasi tidur mereka.Short sleeper berbeda
dengan individu dengan gangguan insomnia, bedanya dari kesulitan untuk jatuh
tidur atau tetap dalam kondisi tertidur, dan tidak adanya karakteristik gejala siang
hari (contoh, kelelahan, masalah konsentrasi, iritabilitas).Meski demikian,
sebagian short sleeper mungkin menginginkan atau mencoba untuk tidur dengan
periode waktu yang lebih lama, dengan memperpanjang waktu di tempat tidur,
dan dapat menciptakan pola tidur seperti insomnia. Insomnia klinis harus
dibedakan dari perubahan tidur yang berhubungan dengan usia. Insomnia harus
dibedakan dari kehilangan tidur akibat tidak adekuatnya kesempatan atau kondisi,
contohnya, dari kondisi kewajiban pekerjaan di bagian gawat darurat, atau kondisi
keluarga yang memaksa individu untuk tetap terbangun.
Komorbiditas
Insomnia adalah komorbiditas yang umum pada banyak kondisi medis,
termasuk diabetes, penyakit jantung coroner, penyakit paru obstruktif, artritis,
fibromyalgia, dan kondisi penyakit kronis lainnya. Hubungan risiko muncul
sebagai bidireksional: insomnia meningkatkan risiko kondisi medis, dan masalah
medis meningkatan risiko insomnia. Arah hubungannya tidak selalu jelas dan
dapat berbuah setiap waktu; karena alas an ini, komorbid insomnia adalah
terminology yang lebih disukai untuk adanya insomnia dengan kondisi medis
lainnya (atau gangguan mental).
Individu dengan gangguan insomnia sering memiliki gangguan mental
komorbid, beberapa bipolar, depresi, dan gangguan cemas.Insomnia persisten
menunjukkan faktor risiko atau gejala awal bipolar subsekuen, depresi, cemas,
dan gangguan penggunaan obat.Individu dengan insomnia dapat menyalah gunaan
medikasi atau alcohol untuk membantu tidur pada malm hari, anxiolotik unruk
melawan ketegangan atau kecemasan, dan kafein atau stimulant lainnya untuk
melawan kelelahan yang berat.Selain memperburuk insomnia, penggunaan
substansi jenis ini dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi gangguan
penggunaan substansi.
Karakteristik diagnostic
Hipersomnolen adalah terminologi diagnosis yang umum dan termasuk
gejala dari kuanitas yang berlebihan untuk tidur (contoh, tidur malam yang lebih
panjang atau tidur yang tidak disadari pada siang hari), kualitas sadar yang buruk
(contoh, kecenderungan untuk tidur saat terjaga ditunjukkan dengan kesulitan
untuk tetap terjaga atau tidak dapat tetap bangun jika diperlukan), dan tidur inersia
(contoh, periode gangguan performa dan penurunan kewaspadaan yang dikuti dari
episode tidur regular atau dari tidur siang)(Kriteria A). Individu dengan gangguan
ini tidur dengan sangat cepat dan efisiensi tidur baik (>90%). Mereka mungkin
kesulitan untuk bangun di pagi hari, terkadangan terlihat bingung, agresif, atau
ataksik.Kegagalan yang lebih lama untuk tetap waspada saat transisi bangun-tidur
sering direferensikan sebagai tidur inersia (yakni tidur mabuk).Hal itu juga dapat
ketika bangun dari tidur siang.Dalam periode tersebut, individu terlihat bangun,
tetapi terdapat penolakan dalam ketangkasan motoric, tingkah laku mungkin tidak
sesuai, deficit memori, disorientasi tempat dan situasi, dan perasaan pening dapat
terjadi.Periode ini dapat bertahan dalam menit hingga jam.
Kebutuhan yang menetap untuk tidur dapat menimbulkan tingkah laku
otomatis (biasanya tipenya sangat rutin, tidak kompleks) dimana individu tersebut
membawa sedikit atau tidak sama sekali ingatan. Contohnya, individu tersebut
dapat menemukan dirinya menyetir beberapa mil dari dimana mereka pikir
mereka berasa, dan tidak menyadari mereka menyetir dalam beberapa menit
karena hal tersebut otomatis. Untuk beberapa individu dengan gangguan
hipersomnolen, episode tidur mayor (untuk sebagian besar individu, tidur
nocturnal) menghabiskan durasi 9 jam atau lebih. Tetapi, tidur tersebut tidak
membuat mereka nyaman ketika bangun dan akan diikuti dengan kesulitan
bangun ketika pagi. Sebagian individu dengan gangguan hipersomnolen, episode
tidur mayor adalah tidur nocturnal yang normal dengan durasi 6-9 jam.Pada kasus
ini, tidur yang berlebih di karakteristikan dengan beberapa tidur siang yang tidak
direncanakan.Tidur siang ini menjadi lebih panjang (sering berlangsung lebih dari
1 jam atau lebih), dan terasa tidak menyegarkan saat bangun, dan tidak
meningkatkan kewaspadaan.Individu dengan hipersomnolen memiliki waktu tidur
siang hampir setiap hari diluar dari tidur malamnya.Kualitas tidur secara subjektif
dapat atau tidak dapat di laporkan sebagai baik.Individunya secara tipikal merasa
ngantuk dalam beberapa waktu, dibanding mengalami serangan tidur yang tiba-
tiba. Tidur yang tidak disengaja tipikalnya terjadi pada stimulasi rendah dan
situasi dengan aktifitas ringan (contoh, mengikuti kuliah, membaca, menonton tv,
atau menyetir jarak jauh), tetapi pada kasus yang lebih parah dapat bermanifestasi
di situasi dengan aktifitas tinggi seperti bekerja, rapat, atau kumpul social.
Prevalensi
Sekitar 5-10% individu yang berkonsultasi dengan klinis gangguan tidur
dengan keluhan kantuk pada siang hari di diagnosis sebagai gangguan
hypersomnia. Diperkirakan sekitar 1% di eropa dan united stase, populasi umum
memiliki episode tidur ineria. Hipersomnolen terjadi secara relative sama
jumlahnya pada laki-laki dan perempuan.
Kurang tidur dan tidur nocturnal yang tidak efisien. Kurang tidur dan tidur
tidak efisien adalah hal yang umum pada remaja dan pekerja dengan giliran.Pada
remaja, kesulitan untuk jatuh tidur pada saat malam adalah umum, dan
memnyebabkan sulit tidur.Hasil MSLT dapat positif jika dilakukan ketika
individu tersebut kurang tidur atau tidurnya terganggu.
Sindrom tidur apnu. Apnu saat tidur biasanya muncul pada individu dengan
obesitas. Karena apnu saat tidur akibat obstruksi lebih banyak kejadiannya
daripada narkolepsi, katapleksi mungkin di abaikan (atau tidak ada), dan individu
tersebut di asumsikan mengalami apnu saat tidur akibat obstruktif yang tidak
respon terhadap terapi biasanya.
Komorbiditas
Narkolepsi dapat muncul bersamaan dengan bipolar, depresi, dan gangguan
kecemasan, pada kasus yang jarang dengan skizoprenia.Narkolepsi juga
dihubungan dengan indeks msa tubuh atau obesitas, terutama jika narkolepsi tidak
diobati.Peningakatan berat badan berlebih yang cepat adalah umum pada anak-
anak muda dengan onset penyakit yang tiba-tiba.Komorbid tidur dengan apnu
harus dipertimbangan jika ada gangguan yang tibatiba dari preeksis narkolepsi.
Diagnosis Banding
Variasi tidur normatif. “Normal” durasi tidur seseorang berbeda beda. “Tidur
lama” (Individu yang membutuhkan lebih banyak tidur dari normalnya durasi
tidur seseorang) tidak mempunyai rasa kantuk berlebihan, inertia tidur, atau
kebiasaan yang secara otomatis saat mereka memperoleh tidur yang cukup saat
malam hari. Tidur dilaporkan sebagai kegiatan yang menyegarkan. Jika kebutuhan
secara sosial atau pekerjaan menuntut untuk tidur lebih sedikit saat malam hari,
gejala pagi hari dapat muncul. Dalam gangguan hipersomnolen, secara terbalik,
gejala dari rasa kantuk berlebih terjadi terlepas dari durasi tidur saat malam hari.
Jumlah tidur yang cukup, atau sindrom mengurangi tidur akibat kebiasaan, dapat
menghasilkan gejala kantuk pada pagi hari yang sangat mirip dengan gangguan
hipersomnolen. Rata rata durasi tidur kurang dari 7 jam tiap malam menunjukkan
secara kuat kurangnya waktu tidur, dan rata rata jumlah tidur lebih dari 9-10 jam
per hari menunjukkan hipersomnolen. Individu dengan tidur malam yang kurang
secara tipikal akan “mengejar” dengan menningkatkan durasi tidur pada siang hari
saat mereka bebas dari kebutuhan sosial atau pekerjaan atau saat berlibur. Tidak
seperti hipersomnolen, kekurangan waktu tidur tidak selamanya akan menetap
selama bertahun tahun. Diagnosis gangguan hipersomnolen sebaiknya tidak
dibuat jika terdapat pertanyaan yang merujuk pada keadekuatan dari tidur saat
malam hari. Diagnostik dan percobaan terapi pemanjangan waktu tidur selama 10-
14 jam per hari dapat memperjelas diagnosis.
Komorbiditas
Gangguan hipersomnolen dapat dihubungnkan dengan gangguan depresi,
gangguan bipolar (saat episode depresi), dan gangguan mental berat dengan pola
musiman. Banyak seseorang dengan gangguan hipersomnolen mempunya gejala
dari depersi yang memenuhi kriteria untuk gangguan depresi. Hal ini
menunjukkan kemungkinan hubungan pada konsekuensi psikososial dari
meningkatnya kebutuhan tidur. Seseorang dengan gangguan hipersomnolen juga
beresiko untuk memiliki gangguan akibat penggunaan obat-obatan, terutama pada
seseorang yang dalam pengobatan obat obatan stimulan. Kurangnya spesifitas
dapat berkontribusi pada berbagai keunikan pada profil antar individu yang
gejalanya memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan hipersomnolen. Kondisi
neurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, dan atrofi
sistem multipel, juga dapat berhubungan dengan hipersomnolen.
Hubungan Dengan International Classification Of Sleep Disorder
International Classification of Sleep Disorder, edisi Kedua (ICSD-2),
membedakan 9 subtipe dari “pusat hipersomnia”, termasuk didalamnya
hipersomnia berulang (Sindrom Kleine-Levin).
NARCOLEPSY
Kriteria Diagnostik
A. Episode berulang dari kebutuhan tidur yang tidak dapat ditahan, tertidur, atau
tidur siang pada hari yang sama. Setidaknya terjadi 3 kali per minggu dalam 3
bulan terakhir.
B. Ada setidaknya satu dari gejala dibawah :
1. Episode katalepsi, didefinisikan sebagai (a) atau (b) yang terjadi
setidaknya beberapa kali dalam satu bulan;
a) Pada seseorang dengan penyakit kronis, episode singkat (detik atau
menit) pada munculnya kelemahan tonus otot bilateral dengan tetap
mempertahankan kesadaran pada kondisi tertawa atau dalam
candaan.
b) Pada anak anak atau seseorang dengan onset 6 bulan, menyinyir
spontan atau adanya mulut menganga dengan lidah terdorong atau
global hipotoni, tanpa adanya dorongan emosional yang jelas.
2. Defisensi hypocretin, yang diukur menggunakan nilai reaksi imun
hypocretin-1 pada cairan serebrospinal (CSS) (kurang atau sama dengan
satu per tiga dari nilai normal pada seseorang yang normal diuji dengan
metode yang sama, atau kurang dari sama dengan 110 pg/ml).
Rendahnya level hypocretin-1 pada cairan CSS tidak boleh diamati pada
seseorang dengan trauma otak akut, peradangan, atau infeksi.
3. Polysomnografi malam hari menunjukkan gerakan mata cepat kurang
dari atau sama dengan 15 menit, atau tes multipel latensi tidur
menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8 menit
dan dua atau lebih waktu tidur dengan REM.
Tentukan apakah;
347.00 (G47.419) Narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan
hypocretin: memenuhi kriteria B tapi tidak adanya tanda katapleksi (Kriteria B1
tidak terpenuhi).
347.01 (G47.411) Narcolepsy dengan katapleksi tapi tanpa penurunan
hypocretin: Pada subtipe jarang ini (kurang dari 5% kasus narcolepsy), kriteria B
yang menujukkan katapleksi dan polysomnografi positif atau test latensi tidur
telah terpenuhi namun level hypocretin-1 pada CSS normal (kriteria B2 tidak
terpenuhi).
347.00 (G47.019): subtipe ini disebabkan oleh mutasi DNA exon 21 (cytosin-5)-
methyltransferase-1 dan dikarakteristikkan dengan onset yang lambat (usia 30-40
tahun) narcolepsy (dengan nilai tengah hypocretin-1 pada CSS rendah),
ketidakmampuan mendengar, ataksia cerebri, dan akhirnya demensia.
347.00 (G47.019) Narcolepsy autosomal dominan, obesitas, dan diabetes
melitus tipe 2: narcolepsy, diabetes, dan diabetes melitus tipe 2 dan rendahnya
nilai hypocretin-1 telah dijabarkan pada kasus yang jarang yang berhubungan
dengan mutasi pada gen myelin oligodendrosit glikoprotein.
347.00 (G47.429) Narcolepsy sekunder hingga kondisi medis lain: subtipe
narcolepsy ini adalah untuk narcolepsy sekunder akibat kondisi medis yang
menyebabkan infeksi (contoh penyakit Whipple, sarcoidosis), trauma, atau
destruksi akibat tumor pada neuron hypocretin.
Fitur Diagnostik
Fitur yang penting pada rasa kantuk dalam narcolepsy adalah berulang tidur
siang atau jatuh tertidur mendadak. Rasa kantuk biasanya muncul tiap hari namun
harus terjadi minimal 3 kali tiap minggunya selama 3 bulan (kriteria A).
Narcolepsy secara umum akan menghasilkan katapleksi, dengan tanda yang
muncul paling umum adalah episode hilangnya tonus otot secara mendadak (detik
hingga menit) ditutupi dengan emosi, biasanya dengan tertawa atau candaan. Otot
terkena efeknya biasanya leher, rahang, tangan, kaki, atau seluruh tubuh,
menyebabkan munculnya “head bobbing”, “jaw dropping”, atau jatuh sempurna.
Seseorang dengan katapleksi akan sadar pada saat katapleksi. Untuk memenuhi
kriteria B1 (a), katapleksi harus diakibatkan oleh tertawa atau candaan dan harus
melibatkan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan dengan kondisi tidak
mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Katapleksi harus dibedakan dengan kelamahan yang dalam konteks ini
adalah dalam hal aktivitas atletik (fisiologis) atau secara khusus dirangsang oleh
emosi tidak normal seperti stress atau cemas (menujukkan kemungkinan
psikopatologi). Tiap episodenya bertahan beberapa jam hingga hari, atau tidak
terangsang oleh emosi, tidak mungkin dari katapleksi, atau berguling guling saat
tertawa terbahak bahak.
Pada anak anak yang dekat dengan onset, katapleksi asli dapat terjadi
secara atipikal, efek utamanya pada muka, menyebabkan muka menyiyir atau
mulut mengangan dengan lidah terdorong (“muka katapleksi”). Secara singkat,
katapleksi mungkin muncul sebagai hipotonus tingkat rendah, kaki diseret saat
berjalan. Pada kasus ini kriteria B1(b) dapat ditemukan pada anka anak atau
individu dengan durasi 6 bulan atau onset cepat.
Narcolepsy-katapleksi hampir selalu menunjukkan penurunan produksi
hypocretin (orexin) di hipothalamus, emnyebabkan penurunan hypocretin (kurang
dari sama dengan satu per tiga dari nilai kontrol, atau 110 pg/ml pada sebagian
besar laboratorium). Kehilangan sel mungkin diakibatkan oleh proses autoimun,
dan hampir 99% dari efek HLA-DQB1 manusia (melawan 12-18% dari kontrol).
Sehingga, melihat HLA-DQB1 sebelum dilakukan pungsi lumbal untuk
mengevaluasi rekasi imunitas hypocretin-1 CSS mungkin bermanfaat. Namun
jarang ditemukan, rendahnya nilai hypocretin-1 CSS terjadi tanpa katapleksi,
tercatat pada usia muda yang memiliki bakat untuk katapleksi pada waktu
kedepan. Penghitungan hypocretin-1 CSS menjadi standar baku, keculai
berhubungan dengan kondisi keparahan (neurologis, inflamasi, infeksi, trauma)
yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Penelitian dengan polysomnografi malam hari diikuti dengan MSLT juga
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis (kriteria B3). Test ini harus
dilakukan setelah individu menghentikkan seluruh pengobatan psikotropi, diikuti
selama 2 minggu tidur yang adekuat (yang terdokumentasi dalam catatan tidur
harian, actigrafi). Gerakan cepat-lambat mata (REM) yang laten (onset tidur
periode REM, REM laten kurang dari 15 menit) saat polysomnografi cukup untuk
memastikan diagnosis dengan memenuhi kirteria B3. Alternatifnya, hasil tes
MSLT harus positif, menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama
dengan 8 menit dan 2 atau lebih periode REM dalam 2 sampai 5 kali waktu tidur
siang.
Fitur Yang Berhubungan Untuk Menunjang Diagnosis
Saat rasa kantuk berlebihan, sikap otomatis akan muncul, dengan tiap
individu melanjutkan aktivitasnya dalam semi-otomatis, ingatan atau kesadaran
seperti berkabut. Setidaknya 20-60% individu yang merasakan halusinasi
hypnagogic yang jelas sebelum atau saat tertidur atau halusinasi hyponopompic
sesaat setelah bangun. Halusinasi ini jelas namun kurang meyakinkan, mimpi
tanpa halusinasi saat tidur terjadi pada seseorang dengan tidur normal. Mimpi
buruk dan perasaan mimpi yang nyata umum pada narcolepsy, sama seperti
gangguan tidur REM. Setidaknya 20-60% individu dengan paralisis saat tertidur
atau bangun, menyebabkan seseorang tersebut bangun namun tidak dapat
bergerak atau berbicara. Meski demikian, banyak orang normal tidur juga
melaporkan adanya paralisis saat tidur, terutama seseorang dengan stress atau
tidur yang terganggu. Makan saat malam hari juga dapat terjadi. Obesitas adalah
hal yang paling umum. Gangguan tidur malam hari dengan frekuensi bangun tidur
yang lama atau pendek adalah umum dan dapat dihilangkan.
Seorang individu dapat memperlihatkan rasa kantuk atau tertidur di ruang
tunggu atau saat pemeriksaan fisik. Saat katapleksi, individu mungkin akan
terpeleset saat duduk dan salah bicara atau kelopak mata menutup. Jika klinisi
memiliki waktu untuk memeriksa reflek saat katapleksi (tiap serangan biasanya
kurang dari 10 detik), reflek akan hilang dan merupakan hasil yang penting dalam
menegakkan katapleksi asli dari gangguan konversi.
Prevalensi
Narcolepsy-katapleksi menyerang 0,02-0,04% dari populasi di suatu negara,
narcolepsy menyerang laki laki ataupun perempuan dengan kemungkinan laki laki
terserang sedikit lebih besar.
Penanda Diagnostik
Gambaran fungsional menunjukkan respon hipotalamus terhadap stimulus
humoral. Polysomnnografi malam hari diikuti dengan MSLT digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis pada narcolepsy, terutama bila gangguan pertama
dibuat dan sebelum pengobatan dimulai, dan bila penurunan hypocretin belum
dilakukan secara biokimia. Polysomnografi/MSLT harus dilakukan setelah
seseorang tidak lagi mengkonsumsi obat psikotropik dan setelah pola tidur-
bangun normal, tanpa perubahan kerja atau gangguan tidur yang telah
terdokumentasi.
Periode onset tidur REM saat polysomnografi (REM latensi kurang dari
atau sama dengan 15 menit) lebih spesifik (mendekati 1% postif pada subjek
kontrol) tetapi lebih kurang sensitif (mendekati 50%). Hasil MSLT positif
menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8 menit, dengan
onset tidur REM dalam 2 atau lebih pada 4-5 kali tidur siang. Hasil MSLT positif
pada 90-95% individu dengan narcolepsi melawan 2-4% dari subjek kontrl atau
individu dengan gangguan tidur lainnya. Tambahan temuan dari polysomnografia
dalah adanya gairah yang menigkat, penurunan efisiensi tidur dan peningkatan
keinginan tidur. Gerakan tungkai yang periodeik (ditemukan pada 40% orang
dengan narcolepsy) dan apnea saat tidur tercatat. Penurunan hypocretin
ditunjukkan dengan mengukur reaksi imun pada hypocretin-1 CSS. Tes ini saat
berguna pada individu dengan dugaan gangguan konversi dan orang yang tidak
memiliki katapleksi yang khas, atau dalam kasus yang sulit diobati. Nilai
diagnostik dari tes ini tidak dipengaruhi oleh obat obatan, kekurangan waktu tidur,
atau waktu irama sirkadian, tetapi temuan lain menenukan jika sesorang dengan
penyakit kronis atau sakit yang parah, trauma kepa atau koma memiliki
kecenderungan untuk tidak dapat diobati. Sitologi, protein dan nilai glukosa pad
CSS dalam nilai normal atau bahkan ketika sampel diambil pada beberapa minggu
setelah onset cepat. Nilai hypocretin-1 CSS pada kasus baru ini biasanya sudah
sangat berkurang atau bahkan tidak terdeteksi.
Diagnosis Banding
Hipersomnia lainnya. Hipersomnolen dan narcolepsy memiliki kesamaan
dengan derajat rasa kantuk pada siang hari, usia onset, dan pola yang stabil
beriringan dengan berjalannya wkatu dapat.