Disusun oleh:
Pendamping
HALAMAN PENGESAHAN
Topik:
Tanggap TB Sejak Dini
Menyetujui,
Hal
JUDUL ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa
2. Memberikan terapi OAT pada TB anak di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Puskesmas
Puskesmas dapat menjadikan program “Tanggap TB Sejak Dini” sebagai
langkah awal untuk menjaring dan memperbanyak penemuan kasus TB anak di
wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
1.3.2 Bagi Penulis
Penulis mendapatkan pengalaman yang berharga mengenai fakta lapangan
sehingga dapat mengaplikasikan pengalaman di kehidupan sehari-hari maupun
saat pelayanan kepada masyarakat.
1.3.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang penyakit TB dan mempermudah alur pelayanan
pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang umum dan sering mematikan
yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium tuberculosis pada
manusia.Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi juga dapat mempengaruhi
bagian lain dari tubuh.Hal ini menyebar melalui udara, ketika orang yang memiliki
penyakit batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan infeksi pada manusia dalam hasil
infeksi, asimtomatik laten, dan sekitar satu dari sepuluh infeksi laten pada akhirnya
berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika dibiarkan tidak diobati membunuh lebih
dari setengah dari korban (Nelson, 2012).
2.2 Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah satunya adalah
TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah
terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika
latin (Nastiti et al, 2007)
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian di Negara berkembang.
Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota
metropolitan, disini presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin
yang memudahkan penularan penyakit ini (DEPKES, 2002)
Paru-paru manusia merupakan dua buah organ yang lunak dan berongga. Di
dalam mediastinum, paru dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah, dan struktur lain
mediastinum. Masing-masing paru berbentuk konus, memiliki apeks yang tumpul dan
menjorok keatas serta dilapisi oleh pleura yang terikat dengan paru pada bagian
hilusnya. Pada hilus pulmonalis yang terletak di bagian medialnya terdapat suatu
lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk
membentuk radiks pulmonalis (Snell, 2012).
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura
oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior (Snell, 2012).
Bronkus merupakan bagian dari traktus respiratorius yang memasuki hilus paru.
Setiap bronkus lobaris akan bercabang menjadi beberapa bronkus segmentalis. Bronkus
segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah
independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk piramid,
mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya mengarah ke
permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan selain bronkus
juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom (Snell, 2012).
2.5 Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari Mycobacterium
yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum,
M. microti dan M. canetti. Dari kelima jenis ini M. tuberculosis merupakan penyebab
paling penting dari penyakit tuberkulosis pada manusia. Ada 3 varian M. tuberculosis
yaitu varian humanus, bovinum dan avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi
manusia M. tuberkulosis varian humanus (Chintu, 2002).
Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. M. tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-
410C dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada
jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya
akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan
komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%), peptidoglikan,
dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam sehingga disebut BTA
dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh karena ketahanannya
terhadap asam, M. tuberculosis dapat membentuk kompleks yang stabil antara asam
mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan golongan aryl methan
seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini dapat bertahan hidup di udara
yang kering atau basah karena kuman dalam keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman
ini kuman dapat reaktivasi kembali (Chintu, 2002).
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler. Kuman ini bersifat
aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi jaringan yang tinggi
mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini adalah bagian apikal paru
karena tekanan O2 pada apikal lebih tinggi dari pada tempat lainnya. M. tuberculosis
dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning telur dan glyserin (medium
Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara lambat, dengan waktu generasi 12-24
jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari media sintetik yang solid membutuhkan
waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap obat membutuhkan tambahan
waktu 4 minggu. Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1-3
minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji
sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari (Chintu, 2002).
2.6 Faktor Risiko
1. Gambaran Karakteristik
a. Umur
Daya tahan tubuh pada anak tergolong lemah dan memiliki sedikit
kekebalan tubuh dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Maka umur
yang lebih muda akan menjadikan lebih rentan terhadap infeksi TB.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan data WHO sumber pembunuh nomor 1 di dunia adalah
pada jenis kelamin wanita karena wanita mempunyai hormon dan
keadaan gizi yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada saat usia
reproduksi atau pada saat hamil, sehingga akan mengakibatkan risiko
lebih tinggi untuk terkena infeksi TB dibanding dengan laki-laki dengan
usia yang sama.
c. Status Gizi
Hubungan antara penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang
merupakan hubungan timbal balik sebab akibat yang terjadi secara tidak
langsung seperti keadaan malnutrisi akan mempengaruhi sistem imun dan
secara tidak langsung akan menyebabkan daya tahan tubuh anak lebih
rentan terkena penyakit infeksi dibandingkan dengan anak yang sehat.
Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis
karena daya tahan tubuh yang rendah.
d. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah pemberian vaksin yang terdiri dari basil hidup
yang dihilangkan virulensinya. Pemberian imunisasi BCG dapat
memberikan perlindungan daya tahan tubuh pada bayi penyakit TB paru
tanpa menyebabkan kerusakan. Imunisasi BCG akan memberikan
kekebalan aktif dalam tubuh sehingga anak tidak mudah terkena penyakit
TB Paru.
Efek dari imunisasi BCG adalah timbul pembengkakan merah kecil
di tempat vaksinasi setelah 1-2 minggu, kemudian akan berubah melepuh
keluar nanah dan tidak lama kemudian berubah lagi jadi keropeng yang
berkerak sampai mengelupas. Luka ini tidak perlu pengobatan khusus
karena akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 8-12 minggu setelah
vaksinasi. Apabila ada yang tidak terjadi pembentukkan scar itu berarti
imunisasi BCG tidak jadi, maka akan diulang dan apabila bayi sudah
berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin)
terlebih dahulu. Efek ini akan bertahan sampai 15 tahun pada anak
dengan gizi yang berkecukupan.
e. Status ekonomi
Dari data WHO ada 90% penderita TB pada kelompok sosial
ekonomi rendah yang sebagian besar terjadi di negara berkembang
sebanyak 15-40%. TB Paru merupakan faktor penyebab kemiskinan, di
mana garis kemiskinan ini menjadi faktor terjadinya infeksi TB yang
diakibatkan adanya faktor lain seperti kondisi kepadatan hunian yang
tinggi, kondisi lingkungan yang buruk, pengetahuan yang kurang, tingkat
pendidikan yang rendah dan kondisi ventilasi yang tidak sehat. Faktor
kondisi sosial ekonomi bukan merupakan faktor penyebab secara
langsung. Salah satu penyebab faktor ekonomi adalah Pendapatan
perkapita. Pendapatan perkapita merupakan variabel terpenting dalam
penggunaan pelayanan kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
a. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan salah satu faktor risiko infeksi TB
yang lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mempunyai
sumber penularan lebih dari satu orang. Apabila hunian semakin padat
maka perpindahan penyakit menular melalui udara akan semakin mudah
dan cepat, apalagi dalam satu rumah terdapat anggota keluarga yang
terkena TB, anak akan sangat rentan terpapar langsung. Jumlah sumber
penularan dalam satu rumah akan meningkatkan risiko infeksi TB pada
anak.
b. Ventilasi Rumah
Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa kondisi rumah yang
mempunyai ventilasi buruk dapat meningkatkan transmisi kuman TB
yang disebabkan adanya aliran udara yang statis, sehingga menyebabkan
udara yang mengandung kuman terhirup oleh anak yang berada dalam
rumah.
3. Perilaku
Perilaku kebiasaan merokok akan menyebabkan penyakit pada perokok
aktif dan pada perokok pasif lebih besar risiko terpapar. Dari hasil survey
sosial ekonomi 90% perilaku merokok dilakukan didalam rumah saat
berkumpul dengan keluarga termasuk pada anak. Kelompok yang rentan
terhadap gangguan saluran pernafasan terjadi pada anak-anak yang di dalam
anggota keluarganya terdapat perokok.
5. Penyakit penyerta
Daerah dengan prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tinggi
diperlukan konseling dan uji HIV yang diindikasikan pasien TB sebagai
bagian dari penatalaksaan rutin. Apabila untuk daerah yang prevalensi dan uji
HIV lebih rendah dapat diindikasikan bahwa pasien TB dengan gejala seta
tanda yang berhubungan dengan HIV pada pasien TB mempunyai riwayat
risiko tinggi terpapar HIV. Semua pasien dengan TB dan infeksi HIV perlu
ditindak lanjuti guna menentukan perlu tidaknya diberikan pengobatan
(Behrman, 2002).
2.8 Klasifikasi
Pasien TB dapat diklasifikasikan berdasarkan (Kemenkes RI, 2016):
1. Lokasi anatomi
a. TB paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim paru.
b. TB ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (<28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB
1) Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh dan saat ini terdiagnosis
kembali.
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(default).
4) Lain-lain
Pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
Adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok (a) dan (b).
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain isoniazid dan rifampisin secara bersamaan.
c. Multi drug resistance (TB MDR): resisten terhadap isoniazid dan rifampisin
secara bersamaan.
d. Extensive drug resistance (TB XDR): TB MDR yang juga resisten terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Status HIV
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
2.9 Diagnosis
Definisi anak menurut IDAI adalah usia 0-18 tahun. Penegakan diagnosis TB paling
tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita
misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll, tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang
didapat sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambar klinis
gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Seorang anak harus dicurugai menderita tuberculosis kalau
• Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
• Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 3–7 hari )
• Terdapat gejala umum TBC pada anak :
- Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure
to thrive).
- Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik (failure to thrive) dengan adekuat.
- Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.
- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel
paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).
- Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada dan nyeri dada.
- Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan
dalam abdomen.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada
tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal.
c. Pemeriksaan radiologi
Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat memberikan
gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan
kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen
apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang
paling khas pada tuberkulosis paru.
d. Pemeriksaan laboratorium:
Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).
Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah
leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap
darah.
Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif
adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi
dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien
kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan
yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan (Supriyatno, 2007)
Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif ( Kontak serumah ),
masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita –penderita yang berkunjung ke
Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit. Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan
system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai
tersebut. Untuk mendiagnosis TB dengan system scoring, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang, antara lain :
- Pemeriksaan mikroskopis dahak BTA untuk anak yang dapat mengeluarkan dahak
- PA : sitologik dan histopatologik kelenjar getah bening
- Pencitraan : USG, Radiologi dan CT Scan termasuk foto tulang dan sendi.
Catatan :
- Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
- Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkarkan penyebab batuk kronik lainnya
seperti asma, sinusitis, dan lain-lain
- Jika dijumpai Skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulti), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberculosis. Beratr badan dinilaisaat pasien dating (moment opname)
- Foto thorak bukan alat diagnostic utama pada TB anak:
- Uji Tuberkulin menggunakan PPD (purified protein derivatives)dengan kekuatan
intermediate 2-5 TU (Tuberculin Unit)
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak
- Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13) dan harus
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
- Pasien usia balita yang mendapat skor <6 tapi secara klinis dicurigai TB, maka perlu
dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
- Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini :
1. Tanda bahaya :
• Kejang, kaku kuduk
• Penurunan kesadaran
• Kegawatan lain, misalnya sesak nafas.
2. Foto thoraks menunjukkan gambaran milier, cavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis (Supriyatno, 2007).
2.10 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan
sesuai dengan berat badan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB
paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB
ekstra paru.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh,
pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
yaitu:
Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 4 minggu.
Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.
Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Kemenkes RI, 2016).
BAB III
METODOLOGI
PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
2) Menemui Pembina (koordinator program pemberantasan penyakit menular TB)
untuk mendiskusikan metode pelaksanaan kegiatan skrining TB anak
3) Mengumpulkan data TB paru di Puskesmas Bumijawa
4) Memilih data penderita TB paru yang serumah dengan anak berusia <14 tahun
5) Mencari referensi tentang TB anak
6) Mempersiapkan sarana untuk melakukan skrining TB anak
2. P2
Penggerakan
1) Mengajukan surat perintah tugas kepada Kepala Puskesmas Bumijawa
2) Berkoordinasi dengan pembimbing dokter internsip, koordinator bidang
tuberkulosis, dan bidan desa tentang metode pelaksanaan kegiatan skrining Tb
anak
Pelaksanaan
1) Menata dan memeriksa sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan.
Daftar penderita TB di Puskesmas Bumijawa
Alat tulis (pulpen, kertas)
Kuesioner
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Timbangan
Metline
Tabel Z-score
Termometer
2) Melakukan kunjungan rumah pada penderita TB yang serumah dengan anak usia
< 18 tahun
3) Melakukan pengisian kuesioner skoring TB anak dengan wawancara dan
melakukan pemeriksaan fisik.
4) Menentukan hasil dari skoring
5) Memberikan terapi OAT pada anak yang memiliki jumlah skor ≥ 6
6) Memberikan biskuit sebagai makanan tambahan.
3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan skrining TB anak sesuai dengan rencana yang telah
disusun, baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak sesuai
dengan perencanaan
Penilaian
Menilai pelaksanaan kegiatan skrining TB anak
OUTPUT
1. Terlaksananya kegiatan kunjungan rumah pada penderita TB
2. Terkumpulnya data penderita TB anak di Puskesmas Bumijawa
3. Tercapainya pemberian OAT pada TB anak dengan skor ≥6
Cara Kerja
a. Daftar Istilah
1) Skrining
Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan
menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat
digunakan secara cepat.
2) TB anak
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculossis, penyakit ini biasanya menyerang paru,
namun dapat juga mengenai hampir semua organ tubuh. Sumber
penuluaran adalah pasien TB paru dewasa melalui percikan dahak
3) Z score
Tabel untuk mengetahui status gizi anak dengan menggunakan berat
badan dan tinggi badan yang disesuaikan dengan usia.
4) KMS
Kartu menuju sehat adalah suatu grafik yang menunjukan pertumbuhan
anak.
b. Daftar Masalah
1) Apakah tujuan skrining TB anak?
2) Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan skrining
TB anak?
3) Apa saja langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak?
4) Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
5) Dimana lokasi pelaksanaan skrining TB anak?
6) Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
7) Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak?
8) Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan untuk
mengantisipasinya?
9) Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang muncul?
b. Pengelompokan Masalah
1) Tujuan
1. Apakah tujuan pelaksanaan skrining TB anak ?
2) Pelaksanaan
1. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
2. Apa saja langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan
skrining TB anak?
3. Siapa saja sasaran pelaksanaan skrining TB anak?
4. Dimana lokasi skrining TB anak?
5. Kapan kegiatan skrining TB anak dilaksanakan?
3) Evaluasi
1. Apakah hasil yang diharapkan dalam skrining TB anak ?
2. Hambatan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
kegiatan skrining TB anak dan upaya apa saja yang dipersiapkan
untuk mengantisipasinya?
4) Hasil
1. Apakah alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang muncul?
BAB IV
HASIL
Tb ekstra paru
42%
Tb paru
58%
BTA -
13%
BTA +
87%
BTA + BTA -
3% 7%
10% 7%
4% 4%
4%
14%
10%
7%
10%
10%
10%
Skor 5
22%
Skor 3
Skor 4 58%
20%
Kegiatan skrining ini dilaksanakan di rumah pasien yang memiliki kontak erat
dengan anak. Rumah pasien tersebar di Kecamatan Bumijawa yaitu Desa Dukuh Benda,
Sokatengah, Begawat, Cintamanik, Sumbaga, Cempaka, Guci, Gunung Agung,
Batumirah, Pagerkasih dan Bumijawa. Kegiatan yang dilakukan berupa konsultasi
kesehatan terutama tentang penyakit TB, pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan
terhadap anak-anak yang memiliki kontak erat terhadap pasien dengan melakukan
skoring TB anak.
5.1 Monitoring
Berdasarkan hasil skoring terhadap anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB dewasa, didapatkan hasil skoring yaitu 3, 4, dan 5. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 yang mana jika ada anak dengan skor ≥ 6
dapat didiagnosis sebagai TB anak dan mendapatkan OAT.
Saat dilakukan kunjungan rumah, penderita beserta keluarga sangat antusias dan
banyak bertanya kepada pemeriksa mengenai penularan TB, gejala TB anak serta
komplikasi jika anak tidak mendapat pengobatan TB secara tuntas. Setelah diberikan
penjelasan mengenai hal tersebut, diharapkan kedepannya penderita dan keluarga lebih
waspada terhadap penularan penyakit TB.
5.2 Evaluasi
Dari hasil kegiatan skrining TB anak dapat dievaluasi dengan bekerja sama antara
petugas kesehatan dan keluarga pada saat penderita kontrol untuk mengambil obat.
Evaluasi dilakukan dengan menanyakan dan melihat kembali perkembangan status
kesehatan penderita dan anak saat ini dan sebelumnya terkait masalah TB.
BAB VI
DISKUSI
6.1 Pembahasan
Salah satu faktor penyebab tingginya kasus TB disebabkan karena kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai TB perihal penyebab, faktor risiko, penularan,
pengobatan, serta komplikasi yang dapat terjadi jika penderita TB tidak diobati sampai
sembuh.
TB pada anak merupakan kasus unik dan mempunyai permasalahan yang berbeda
dengan TB pada orang dewasa. Perbedaan mencolok ini menyebabkan sulitnya
mengenali TB pada anak karena gejalanya tidak khas seperti TB dewasa. Hal ini
menyebabkan orangtua seringkali terlambat mengenalinya. Sebenarnya ada dua
pendekatan yang dapat dilakukan sebagai deteksi awal yaitu investigasi terhadap anak
yang kontak erat dengan penderita TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang
ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB.
Kontak erat yang dimaksud adalah anak yang tinggal satu rumah dengan penderita
TB dewasa. Biasanya TB ditularkan oleh penderita dengan dahak positif (BTA+),
sehingga anak yang memiliki kontak erat wajib dilakukan skrining TB dan dilakukan
upaya pencegahan jika skor ≥ 6.
Tujuan dari skrining ini adalah mengetahui prevalensi serta memberikan terapi
OAT pada anak dengan TB di wilayah kerja Puskesmas Bumijawa. Dari hasil skrining
didapatkan skor 3, 4, dan 5 yang mana tidak memenuhi kriteria TB anak sehingga
pemberian OAT tidak dilakukan. Keterbatasan pada kegiatan ini diantaranya adalah
tidak dilakukannya uji tuberkulin serta rontgen dada sehingga memungkinkan hasilnya
negatif palsu.
Setelah dilakukan kegiatan skrining TB anak sejak dini, diharapkan masyarakat
mendapat bekal pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan TB terutama bagi anak, sedangkan bagi
yang sudah menderita dapat memberikan gambaran bahwa TB adalah penyakit yang
dapat disembuhkan apabila meminum obat dengan rutin sehingga pasien dapat sembuh
secara total dan mengurangi komplikasi yang terjadi akibat putus obat.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil skoring TB pada anak yang memiliki kontak erat dengan
penderita TB di wilayah Puskesmas Bumijawa didapatkan hasil 21 anak dengan
skor 3, 7 anak dengan skor 4, dan 8 anak dengan skor 5. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak ada anak yang memiliki skor ≥ 6 sehingga tidak ada yang diberikan
terapi OAT.
7.2.Saran
Saran untuk pihak puskesmas sesuai dengan program pokok puskesmas:
1. Promosi kesehatan
Meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang penyakit TB, penularan
terhadap orang sekitar termasuk anak, bahaya TB jika tidak diobati, serta
mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan dan pemberantasan
TB di lingkungannya.
2. Kesehatan lingkungan
Skrining TB dilakukan saat pemeriksaan kesehatan lingkungan terutama
bagi lingkungan yang rentan terhadap penyakit TB. Menciptakan lingkungan
yang sehat, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungan sesuai persyaratan baku rumah sehat.
3. Pencegahan pemberantasan penyakit (P2P)
Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terhadap pasien
TB supaya menjalankan pengobatan secara tuntas, rutin kontrol, skrining
terhadap anggota keluarga serta orang yang memiliki kontak erat dengan
penderita. Skrining dapat dilakukan secara aktif (melakukan kunjungan
rumah) atau pasif. Pemberian profilaksis diberikan terhadap anak dengan
keluhan TB yang memiliki kontak erat dengan pasien TB BTA (+), anak usia
kurang dari 5 tahun, dan pasien dengan HIV/AIDS, serta pasien dengan
indikasi lainnya seperti silikosis. Profilaksis dilakukan selama 6 bulan.
4. Kesehatan keluarga dan reproduksi
Skrining dan edukasi TB dilakukan pada keluarga yang datang untuk
kontrol kehamilan maupun pasien yang datang untuk kontrol KB.
5. Perbaikan gizi masyarakat
Apabila menemukan pasien dengan gizi kurang atau gizi buruk, segera
laporkan ke bagian P2P untuk dilakukan pemeriksaan TB.
6. Penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan
Skrining dan edukasi terhadap pasien yang memiliki keluhan dan gejala
TB. Serta menyediakan fasilitas uji tuberkulin dan pemeriksaan rontgen dada.
DAFTAR PUSTAKA
8. Behrman, et al. 2002. Nelson - Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
9. Chintu C, Mudenda V, Lucas S. 2002. Lung Diseases at Necropsy in African
Children Dying from Respiratory Illnesses : a Descriptive Necropsy Study.
Berlin : Lancet
Lampiran
LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah mendapat keterangan secukupnya, serta mengetahui tujuan dan manfaat dari
kegiatan yang akan dilakukan, saya menyatakan (Bersedia/Tidak Bersedia) untuk
menjadi responden tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Bumijawa, .............................
Responden Pemeriksa
......................................... ............................................
5. Data Skoring TB
Anak
DATA SKORING TB ANAK
Identitas
Nama =
Tanggal lahir/usia =
Alamat =
0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA (-) /
BTA tidak
jelas / tidak
tahu
Uji Tuberkulin - - - (+)
BB/Gizi - BB/TB <90% Klinis gizi -
atau BB/U buruk atau
<80% BB/TB
<70% atau
BB/U <60%
Demam yang - ≥ 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran - ≥1 cm, >1 - -
kelenjar colli, KGB, tidak
axilla, inguinal nyeri
Pembengkakan - Ada - -
ulang sendi pembengkakan
lutut, falang
Foto toraks Normal / Gambaran - -
kelainan sugestif /
tidak jelas mendukung TB
Total Skor
6.Usulan SOP Tuberkulosis Anak
4. Pengobatan 2HRZ/4RH :
2 bulan pertama (fase inisial) terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
dan Pirozinamid (Z)
4 bulan (fase lanjutan) terdiri dari Isoniazid (H), dan Rifampisin (R)