Anda di halaman 1dari 2

Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral

promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa
lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih
mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervagina untuk
melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus.

Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia
bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval
waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada
distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.

American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa angka


kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan normal.

Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi
yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir
mengikuti kepala.

Etiologi

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat”
ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II
yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan
bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke
dalam panggul.

Penilaian Klinik
1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga
tampak masuk kembali ke dalam vagina.
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
symphisis.

Faktor Risiko
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes
gestasional (Keller, dkk)
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir
yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki
berat kurang dari 4000 g.
3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah
usia 42 mingu.
7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu,
terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
8. Cephalopelvic disproportion

The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau penelitian-


penelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang dikeluarkan oleh the
United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena tidak ada
metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan mengalami komplikasi
ini.
2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang
terbatas.
3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan merupakan
strategi yang beralasan.
4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan perkiraan berat
janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya diperkirakan melebihi
4500 g.

Komplikasi pada Ibu

Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri, rupture uteri,
atau karena laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu (Benedetti
dan Gabbe, 1978; Parks dan Ziel, 1978)

Komplikasi pada Bayi

Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan
pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi
fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal

Anda mungkin juga menyukai