Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putri Rahmawati Utami

NIM : G4A016113
Isu Etik di Rumah Sakit
Seorang dokter spesialis menjatuhkan teman sejawatnya didepan anak didik nya dan
didepan pasien.
Sebagai contoh dr.X membicarakan dr. Y kepada anak didik nya , menurut dr. X
penatalaksanaan terapi dr. Y itu hanya pantes pantesan saja tidak seharusnya begitu.
Dan membicarakan kejelekan lainnya.

Nama : Naufal Sipta Nabilah

NIM : G4A016112

ISU ETIK DI RUMAH SAKIT

1. Pasien Nn. X usia 14 tahun terdiagnosa kista bartolini dimana faktor risiko salah
satunya sering melakukan hubungan seksual pada usia muda. Awalnya pasien
tidak mengaku kepada dokter spesialis dan koass. Namun, ketika divisit dokter
residen obsgyn dan orang tua pasien, pasien mengaku bahwa pernah melakukan
hubungan seksual dengan pacarnya yang berusia 18 tahun. Pasien takut terhadap
orang tuanya dan meminta dokter residen untuk tidak memberitahu orang tua
pasien, sehingga dokter residen obsgyn tersebut tidak memberitahukan orang tua
pasien. Akan tetapi, pasien merupakan anak-anak dimana orang tua merupakan
wali pasien sehingga orang tua juga butuh informasi mengenai anaknya.
2. Pasien Ny. Y datang ke poliklinik bedah dan terdiagnosa FAM. Dokter spesialis
bedah mengedukasi pasien untuk dilakukan biopsy namun pasien menolak. Pasien
hanya ingin di rontgen saja. Dokter tersebut menjelaskan bahwa tidak ada indikasi
untuk foto thorax, gold standarnya adalah biopsy untuk curiga apakah jinak atau
ganas. Namun, pasien tetap bersikeras untuk rontgen thorax, lalu dokter tersebut
marah-marah tidak mau memberikan lembar pengantar foto thorax dan tetap
memaksa untuk dilakukan biopsy.
3. Seorang dokter muda sedang berjaga di IGD, saat itu ada pasien sdr X setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas dan terdiagnosa EDH, sedangkan EDH adalah
indikasi CITO Cranitomi saat itu GCS pasien masih 12. Seorang dokter muda
tersebut mengkonsulkan ke dokter spesialis bedah saraf dan dokter residen bedah
saraf tentang kondisi pasien tetapi dokter yang jaga tersebut tidur dan tidak
membalas, sedangkan dokter muda tidak berani untuk menelepom dokter spesialis
karena aturannya yaitu dokter muda tidak boleh menelepon ke dokter spesialis
tetapi lewat dokter residen. Sedangkan, dokter muda tersebut juga tidak tahu
apakah boleh menelepon dokter residen jika CITO karena tidak diberitahu oleh
senior. Akibatnya, pasien tersebut tidak tertangani dan GCS turun menjadi 3 dan
meninggal.

Nama : Ajeng Oktri Dewanti

NIM: G4A016129

Pasien dengan HIV/AIDS semakin hari jumlahnya semakin meningkat hal itu
dibuktikan dengan semakin tingginya permintaan tes VCT atau oleh dokter
penanggung jawab pasien di RSUD Margono. Pemberitahuan hasil tes HIV/AIDS
terkadang dilakukan langsung kepada keluarga dan tanpa ijin dari pasien yang
sebenarnya masih sehat dan mampu untuk berdiskusi, bahkan ada dokter yang
menyampaikan hasil tes tersebut didalam ruangan yang tidak hanya berisi pasien dan
keluarganya.
Nama : Jehan Arinda Pridiabdhy

Nim Koas : G4A016123

"Pasien menuntut"

Suatu saat ada keluarga pasien bercerita mengenai pengalamannya yang tidak
menyenangkan di RS margono, ketika itu saya sedang menjalani kepaniteraan ilmu
kesehatan masyarakat di puskesmas 1 wangon dam pada hari itu ada kegiatan
posbindu di balai desa kelapa gading kulon tiba-tiba saya di datangi keluarga pasien
menceritakan pengalaman istrinya di rawat di RS margono.

Pasien tersebut di rawat diruang VIP Suparjo Rustam dengan pembayaran


umum tidak menggunakan asuransi/BPJS, selang beberapa hari pasien tersebut
meninggal di ruang perawatan setelah tidak tersedia ruang HCU selama 2 hari. Pasien
pada saat itu di indikasikan untuk di rawat di ruang hcu karena pasien kondisinya
memburuk. Setelah itu keluarga pasien menemui perawat ruangan utk meminta detail
rekam medis, namun tidak di perbolehkan oleh perawat karena dokter DPJP tidak ada
di tempat.

Di esok harinya keluarga pasien menemui dokter utk memberikan penjelasan


prosedur mediknya, namun keluarga pasien hanya di beri penjelasan saja secara lisan
dtidak disertakan dengan rekam medis pasien. Keluarga pasien akhirnya menuntut
kepada atasan organisasi RS margono utk di berikan RM utk keperluan pemberian
Hak saham perusahaan yg dimiliki pasien tersebut selama masih hidup, namun hal itu
dianggap percuma karena tidak ada tanggapan dari pihak rumah sakit.

Nama: Intan Savitri

NIM: G1A014084

1. Beberapa kali saya melihat adanya ketidaksinambungan antara obat yang


diberikan kepada pasien di IGD dengan kondisinya, seperti pemberian obat-
obatan yang dapat memperberat kerja hati kepada pasien yang dicurigai memiliki
gangguan fungsi hati. Terkadang ada juga ketidaksinambungan antara pengobatan
yang diberikan pada pasien di RS sebelum rujuk dengan RS Margono Soekarjo
seperti follow-up pemberian antibiotik.
2. Beberapa hari lalu ada seorang pasien yang masuk ke IGD post kecelakaan lalu
lintas. Pasien mendapat surat rujukan dari RSUD setempat, namun surat tersebut
ditujukan kepada seorang dokter dengan menyebut nama dokter tersebut, padahal
seharusnya surat tersebut ditujukan kepada RS Prof. Dr. Margono Soekarjo
sebagai suatu institusi yang juga memiliki hak otonomi untuk mengalokasikan
dokter yang bekerja disana.

Nama : Hanna Kalita M

NIM : G1A014094

1. Pemeriksaan pasien di IGD oleh dokter maupun koas sering kali hanya seadanya
dan tergesa-gesa sehingga anamnesis dan pemeriksaan fisiknya kurang lengkap,
akibatnya diperlukan pemeriksaan penunjang yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk menegakkan diagnosis.
2. Kegiatan perkoasan yang sibuk menuntut koas untuk tidak diperbolehkan sakit,
ditambah lagi dengan aturan akademik yang membatasi hari minimal sakit
seringkali membuat koas harus memaksakan dirinya untuk tetap masuk dan
melaksanakan tugasnya.
3. Pasien post SC mengalami perdarahan dan perlu dilakukan tindakan histerektomi
segera. Namun dikarenakan adanya sistem konsul yang rumit menyebabkan
lamanya penanganan.

Nama : Nadila Nur Pratiwi

NIM : G1A014111

Seorang pasien post kecelakaan lalu lintas mengalami patah tulang pada kaki
kiri. Penatalaksanaan dari dokter yang bertanggung jawab adalah pemasangan gips.
Pasien dipantau oleh dokter muda. Beberapa jam setelah pemasangan gips, pasien
meminta dokter muda untuk melepas gips karena pasien merasakan sakit yang luar
biasa. Pasien mengalami sakit pada bagian yang di gips hingga berteriak. Dokter
muda telah mengedukasi pasien tentang patah tulang pasien yang harus di gips.
Namun pasien tetap ingin melepas gips sambil meronta kesakitan.

Nama : Nada Shauti Sadida


NIM : G1A014112

Obat sitostatika merupakan obat golongan keras yang sering digunakan dalam
kemoterapi untuk penyakit kanker, autoimun dan penyakit lainnya. Cara kerja obat
tersebut diantaranya yaitu membunuh, menghambat replikasi dan regenerasi sel
patologis namun sering juga menyebabkan kematian sel tubuh fisiologis sehingga
seringkali timbul efek samping yang cukup berat. Oleh karena itu, pemberian obat
sitostatika pada pasien di RS memiliki standar operasi dan aturan khusus, yaitu hanya
boleh diberikan oleh perawat kemoterapi dengan syarat administrasi berupa surat
protap yang ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pasien.
Saat itu saya sedang bertugas menjadi koas bangsal stase kulit, di bangsal ada
seorang pasien dengan diagnosis psoriasis yang perlu diberikan obat injeksi
methotrexat (sitostatika). Perawat kemoterapi yang seharusnya memberikan obat itu
sendiri kepada pasien tidak datang ke bangsal tempat pasien dirawat dan
menyerahkan kepada perawat jaga bangsal. Kemudian perawat jaga bangsal
menyerahkan tugas tersebut kepada kami koas kulit dengan alasan kami sudah
terbiasa menginjeksikan obat tersebut pada pasien di poli kulit.

Anda mungkin juga menyukai