Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya
sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus
dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan
mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.

Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan kerja. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan
perundang-undangan yang yang mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

Di dalam pasal 87 (1): UU No.13 Th 2003 Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa setiap


perusahaan wajib menetapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan. Pada pasal 3 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan
penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem manajemen K3. Dengan demikian kewajiban
penerapan SMK3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan tingkat
potensi bahaya yang ditimbulkan.

I.2 Tujuan dan sasaran

Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 ini adalah :


1. menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
2. terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

PEMBAHASAN

II.1 Peraturan SMK3 Konstruksi

System manejemen keselamatan dan kesehatan didefinisikan sebagai kombinasi dari susunan
organisasi manejemen, termasuk elemen-elemen perencanaan dan kaji ulang, susunan
konsultatif dan program khusus yang terintegrasi untuk meningkatkan kinerja keselamatan
dan kesehatan.( Menurut Clare Gallagher )
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah
bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau
satuaninfrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang pekerjaan umum merupakan kegiatan
konstruksi yang spesifik dan komplek sehingga memerlukan sumber daya yang besar,
melibatkan tenaga kerja yang banyak dan peralatan berat yang tidak sedikit. Hal ini tentu
tidak terlepas dari peluang-peluang kecelakaan dan potensi bahaya yang merupakan bagian
dari pekerjaan itu sendiri. Apalagi patut diakui jika hingga saat ini kecelakaan kerja di bidang
konstruksi masih menjadi pekerjaan bagi pemerintah.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi antara lain :

1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999
menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup Uraian
mengenai : perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak
dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.

2. PPNo.29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.


Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa: penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa
berkewajiban untuk menyusun dokumen penawaran yang memuat :
• rencana dan metode kerja,
• rencana usulan biaya,
• tenaga terampil dan tenaga ahli,
• rencana dan anggaran Keselamatan dan kesehatan kerja dan peralatan.
3. Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk menjamin terwujudnya
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib
memenuhi ketentuan tentang :
• tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
• pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

II.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan
kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi
adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang
terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan
tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat
lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko
tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup
signifikan.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang
paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian.
Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering
kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat
besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi.
Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut
kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan
peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam
pedoman K3 konstruksi.
Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat
aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko
yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat
kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba,
terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi
keesokan harinya.
Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai
perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat yang
mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor dinding
galian serta kecelakaan- kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian.
Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat
mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang
harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-
biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup
kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan
(penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya
reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan
usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh
lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi menjelaskan bahwa rasio antara biaya
tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan
diperkirakan mencapai 4:1 sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).

II.3 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan dilakukan berdasarkan
penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan. Dengan mempertimbangkan
peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat pada masing-masing item pekerjaan,
akan dapat diprediksi peluang kejadian (frequency) dan tingkat keparahan (severity) dari
risiko kecelakaan.
Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah dengan
memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti berikut:

1.Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang mempunyai tingkat


risiko yang paling tinggi/besari;
2.Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman;
3.Engineering:
Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout
4.Administrasi:
Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar untuk mengajak melakukan cara
kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja, ijin kerja, instruksi kerja, papan
peringatan/larangan, pengawasan/inspeksi,dsb).
5.Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

II.4 kebijakan-kebijakan penerapan SMK3 Konstruksi

Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka mewujudkan tertib


penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bidang pekerjaan umum.
Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Sesuai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut adalah untuk
memberikan acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraaan SMK3
konstruksi bidang pekerjaan umum, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, terpadu
dan terkoordinasi serta semua pemangku kepentingan agar mengetahui dan memahami tugas
dan kewajibannya dalam penerapan SMK3.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan SMK3
konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana
mensyaratkan Ahli K3 pada setiap proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki
resiko tinggi.
Lebih jauh peraturan ini juga mengatur stakeholder agar mengetahui dan memahami tugas
dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi bidang pekerjaan umum
sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja konstruksi dan penyakit akibat kerja
konstruksi serta menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman guna tercapainya
peningkatan produktifitas kerja yang maksimal.
Dalam rangka mendukung implementasi peraturan tersebut, maka diperlukan perangkat
pendukung yang menjadi pedoman baik berupa petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk yang
bersifat teknis dalam pelaksanaannya. Sejalan dengan hal ini, BPKSDM sebagai
penanggungjawab Pembinaan Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU perlu untuk
menyusun Monev K3. Konsep juklak Monev K3 ini disusun sesuai kebutuhan yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan konstruksi dan pemanfaatan bangunan perkantoran.
Pelaksanaan Monev K3 terhadap kegiatan konstruksi merupakan cara pemantauan dan
penilaian terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi Bid. PU oleh setiap unit kerja
maupun unit pelaksana terkait, sehingga dapat diketahui sejauh mana penerapan K3
terlaksana pada kegiatan pelaksanaan konstruksi dan pemanfaatan bangunan perkantoran.

II.5 Tugas dan fungsi BPKSDM terhadap pembinaan SMK3


Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia
(BPKSDM) Departemen Pekerjaan Umum, melalui Pusat Pembinaan Penyelenggaraan
Konstruksi telah melakukan beberapa kajian dan bimbingan teknis penerapan SMK3 pada
kegiatan konstruksi bidang pekerjaan umum, termasuk mensosialisasikan Permen PU
No.09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Konstruksi, penyedia jasa maupun pengguna dibeberapa provinsi ditanah air.
Masih kurangnya Ahli K3 Konstruksi pada Institusi Pemerintah maupun Swasta, maka
Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional (LPKN) bersama tim Ahli dari
Departemen PU,LPJK,dan Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
(A2K4) Indonesia, bermaksud mengadakan kegiatan : Workshop dan Ujian Ahli Muda K3
Konstruksi

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah
dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar
masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya
hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka
adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi,
namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke
dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup. Permasalahan K3 pada jasa
konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik . Demikian, tentunya tidak dapat
ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu
segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai
pembina dan juga “the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran
terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi.
III.2 Saran

Dalam perkembangannya pembina tersebut masih banyak yang harus ditingkatkan terutama
pemaham prosedur penyusunan program kegiatan dan penyusunan kebutuhan biaya untuk
penyelenggaraan SMK3. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai
oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan
penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar dalam proses
evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi
dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi,
karena tanpa program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah
K3 konstruksi tidak mungkin tercapai.
Untuk itu pada kesempatan mendatang, berencana menyelenggarakan seminar dengan
mengundang pakar/ahli tentang SMK3 dari berbagai lembaga / asosiasi terkait penyedia jasa,
atau pun perguruan tinggi. Dari penyelenggaraan seminar tersebut diharapkan dapat
dirumuskan upaya yang lebih efektif untuk mendorong terwujudnya penerapan SMK3
sepenuhnya dan disetiap kegiatan konstruksi bidang pekerjaan umum,pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

“Pelaksanaan SMK-3 Perlu Ditingkatkan” dalam http://www.detailberita.com .tanggal 23


oktober 2010. 12.30 WIB

“Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja” (Smk3) Pada Proyek Jasa
Konstruksi (Permen Pu No : 09/Prt/M/2008 & Ohsas 18001:2007)

“Kegiatan pusat pembinaan dan penyelenggaraan konstruksi” dalam


http://www.BadanPembinaanKonstruksi.com .tanggal 23 oktober 2010. 13.00 WIB

“Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di


Indonesia“Oleh REINI D. WIRAHADIKUSUMAH Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Teknologi Bandung.

Edisi 1-2009 buletin BPKSDM “K3 harus diterapkan pada semua pekerjaan konstruksi”
dalam http://www.pu.go.id. Tanggal 23
oktober 2010. 13:45 WIB

Anda mungkin juga menyukai