Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“Morbili”

Dosen: Ns. Pancaningsih, S.Kep, M.Kes

Tingkat: II-C
Disusun Oleh:
Kelompok 12 :
a. Elsa Andriyani Septia R (34403015280
b. Nur Halimah (34403015304)
c. Tantri Ayu Lestari (34403015322)

AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA


DINAS KESEHATAN PEMERINTAH DKI JJAKARTA
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya Saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Morbili ”. Dan
juga kami berterima kasih pada Ibu Ns. Pancaningsih S.Kep.,M.Kes selaku Dosen mata
kuliah Keperawatan Anak Akademi Keperawatan Jayakarta yang telah memberikan tugas ini
kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Jakarta, 18 Februari 2017

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 1

1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................ 3

2.1 Pengertian Morbili.................................................................................... 3

2.2 Etiologi Morbili........................................................................................ 3

2.4 Gejala Klinis Morbili................................................................................ 4

2.5 Epidemiologi Morbili............................................................................... 5

2.6 Pathway Morbili....................................................................................... 6

2.7 Patogenesis Morbili.................................................................................. 7

2.8 Komplikasi Morbili................................................................................... 8

2.9 Pencegahan Morbili.................................................................................. 9

3.0 Reaksi KIPI............................................................................................... 12

3.1 Tatalaksana .............................................................................................. 12

3.2 Pemeriksaan Penunjang............................................................................ 14

3.3 Konsep Asuhan Keperawatan terkait Morbili.......................................... 14

ii
BAB III TINJAUAN KASUS...................................................................... 22

BAB 1V PENUTUP...................................................................................... 34

3.4 Kesimpulan .............................................................................................. 34

3.5 Saran......................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa
Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam
bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna
merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak,
sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul
ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2 Campak timbul karena
terpapar droplet yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak
dicanangkan, jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat.4,6 Di
Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal
Januari hingga awa. Februari 2015.
Di Indonesia, kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat peningkatan jumlah
kasus yang dilaporkan pada tahun 2014.4 (Jurnal RS. Hosana Medika Lippo Cikarang,
2016)

2. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan Pengertian Morbili
b. Menjelaskan Etiologi Morbili
c. Menjelaskan Gejala Klinis Morbili
d. Menjelaskan Epidemiologi Morbili
e. Menjelaskan Patofisiologi Morbili
f. Menjelaskan Pathogenesis Morbili
g. Menjelaskan Komplikasi Morbili
h. Menjelaskan Pencegahan Morbili
i. Menjelaskan Reaksi KIPI
j. Menjelaskan Tatalaksana
k. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang

Keperawatan Anak: Morbili | 1


l. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili

3. Tujuan Penulisan
a. Mampu Menjelaskan Pengertian Morbili
b. Mampu Menjelaskan Etiologi Morbili
c. Mampu Menjelaskan Gejala Klinis Morbili
d. Mampu Menjelaskan Epidemiologi Morbili
e. Mampu Menjelaskan Patofisiologi Morbili
f. Mampu Menjelaskan Pathogenesis Morbili
g. Mampu Menjelaskan Komplikasi Morbili
h. Mampu Menjelaskan Pencegahan Morbili
i. Mampu Menjelaskan Reaksi KIPI
j. Mampu Menjelaskan Tatalaksana
k. Mampu Menjelaskan Pemeriksaan penunjang
l. Mampu Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili

Keperawatan Anak: Morbili | 2


BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi & Rita Yuliani, 2010)
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi
virus umumnya menyerang anak yang ditandai dengan 3 stadium yaitu kataral
(prodomal), erupsi, dan konvalensi. (Nurarif & Kusuma, 2015)
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi
virus umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri
dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas
berlangsung kira-kira 10-12 hari. (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk
yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring
dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam
mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul
didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam
dan mengelupas. (Sumarmo, 2015)
Kesimpulannya, morbili atau campak adalah penyakit infeksi virus yang sangat
menular dengan ditandai dengan 3 stadium: Stadium kataral, stadium erupsi, dan
stadium konvalensi.

2. Etiologi
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari
orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet
dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang
sangat menular adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada
umumnya pada stadium kataral) (Suriati & Rita, 2010)
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbilivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family yang sama dengan virus
parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA tunggal yang
diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6 struktur protein
utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel
penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel. Protein

Keperawatan Anak: Morbili | 3


M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting dalam
penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP
(Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam
aktivitas polimerasi RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur
protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka
mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform.
Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>37oC), suhu dingin
(<20oC), sinar ultraviolet serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10). Virus ini jangka
hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam (Soegijanto, 2011).

3. Gejala klinis:
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium:
A Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis, dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal
yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke3 atau 4 dari masa
prodromal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis,
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza.

B Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya timbul adalah
koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan
palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau
eritema yang berbentuk macula-papula disertai dengan naiknya suhu badan.
Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bengkak. Ruam kemudian akan
menyebar ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah
pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang
berakhir dalam 2-3 hari.

C Stadium konvalensi

Keperawatan Anak: Morbili | 4


Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan UI, 1985)

4. Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapatkekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat
menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang
dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita
penyakit ini setelah ia dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia
hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus: bila ia
menderita morbili pada trimester 1, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir
rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

PATHWAY MORBILI (CAMPAK)

1.
Paramyxoviridae Mengendap Saluran
Morbili Virus pada Organ Cerna | 5
Keperawatan Anak: Morbili
Epitel
Masuk Sel Nafas Saluran Hiperplasi
Napas Jaringan
Kulit

Ditangkap Oleh
Makrofag

Reflek Batuk

Diare

Dehidrasi

Ketidakseimbangan
Cairan & Elektrolit

Set Poin Meningkat

Intake Nutrisi

Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan
Tubuh

Keperawatan Anak: Morbili | 6


5. Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui
udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat
ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik local, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening
regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuclear yang
terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin),
sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah focus infeksi yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel.
Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan
menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran nafas diikuti dengan batuk pilek
disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada system saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi
klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil
pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tampak pada kasus yang mengalami deficit sel-T.
Focus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan
diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan
saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa

Keperawatan Anak: Morbili | 7


bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia
juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang (Sumarmo, 2015).

Hari Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
permukaan konjungtiva. Infeksi terjadi di sel epitel dan virus
bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat
pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar
5-7 Viremia sekunder
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas
11-14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ
tubuh lain
15-17 Viremia berkurang dan menghilang
Sumber: Halim (2016). Jurnal Campak pada Anak vol.43 no.3

6. Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga data
terjadi energi (uji berkulin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan
ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,
ensefalitis, bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh pneumococcus,
Streptopcoccus, Stayphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematin
bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energy protein, penderita penyakit
menahun (missal tuberculosis ), leukemia, dan lain lain. Oleh karena itu pada keadaan
tertentu perlu dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang
menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin
virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada penderita yang sedang mendapat

Keperawatan Anak: Morbili | 8


pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles encephalopathy) dan sebagai
subacute sclerosing panenchepalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanten, angka kematian rendah
dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili
ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup
adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat.
Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa.
Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba- tiba seperti kekacauan mental, disfungsi
motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita
meninggal dunia dalam 6 bulan- 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun
demikian remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti- bukti bahwa virus morbili memegang
peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur
2tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang
terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira- kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan penderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 – 1,1 tiap 10juta,
sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7 tiap 10 juta. Immunosuppressive
measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang menderita
defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat- obatan
imunosupresif. Diafrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi morbili pada anak
yang menderita malnutrisi. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI)

7. Pencegahan
Imunisasi aktif
Ini dilakukan dengan pemberian “Live attenuated measles vaccine“. Mula-mula
digunakan strain Edmonston B, tetapi karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi
dan eksantem ada hari ketujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain
Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulingama pada lengan yang lain.
Sekarang digunakan starin Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globulin-
gama. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang
berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut
mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin
morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan

Keperawatan Anak: Morbili | 9


diperkirakan anak tidak dapat nenbentuk antibody secara baik karena masih ada
antibody dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah endemis
morbili dan terdapat banyak tuberculosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan
revaksinasi dilakukan pada umur 5 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk.
(1982) pada anak yang divaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak ditemukan antibody,
begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer antibody tidak naik secara
bermakna. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada
anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan
pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam
biakan jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein telur.
Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2
minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberculosis
aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang tidak diobati, penderita leukemia
dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.

Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin
measles- mumps- rubella (MMR)
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan perum biofarma yang terdiri
dari virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Scwarz dan ditumbuhkan
dalam jaringan janin ayam dan kemudian di beku- keringkan. Tiap dosis dari vaksin
yang sudah dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.00 TCID50 dan
neomisin B sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Terjadi
anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah
mendapat immunoglobulin atau transfuse darah maka vaksinasi dengan vaksin
morbili harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh
diberikan kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut
lainnya yang disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang
diberi pengobatan intensif dengan obat imunosupresif

Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan
pemberian globulin- gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses
tuberculosis. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)

Keperawatan Anak: Morbili | 10


Imunisasi Campak
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
campak bernama David Edmonston.
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak,
a. Monovalen
b. Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
c. Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
d. Kombinasi dengan mumps, rubella dan varisela (MMRV)

Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai pemberian imunisasi


untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan
pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah
dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada Bulan imunisasi Anak Sekolah
(BIAS).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak boleh diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ,
mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau
anakimunokompromais yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa
immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak bisa mendapat
imunisasi campak.
Kesulitan untuk mencapai dan mempertahankan angka cukup yang tinggi
bersama-sam dengan keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibody
maternal hilang merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada
anak-anak di Negara berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan,
dan pada anak-anak di Negara maju setelah 15 bulan.

Dosis dan cara pemberian

a. Dosis vaksin campak 0,5 ml

Keperawatan Anak: Morbili | 11


b. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun
dapatdiberikan secara intramuscular
c. Imunisasi campak diberikan lagi pada umur 2 tahun masuk sekolah SD
(program BIAS)
(Rezeki, Sri, 2014)

8. Reaksi KIPI
REAKSI KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari 5-6
sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, yang timbul pada hari ke 7 sampai 10 sesudah imunisasi dan berlangsung 2-4
hari. Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan system saraf pusat, seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua efek samping tersebut
dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000
anak berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 mingu setelah imunisasi
dan berlangsung 2-3 hari (Soegijanto, 2011).
Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping demam, terutama karena
komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,4oC
setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari
setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat
terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca-imunisasi terjadi pada
<1/1.000.000 dosis (Soegijanto, 2011).

9. Tatalaksana
Menurut Halim dalam Jurnal Campak pada Anak (2016):
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4 jam),
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi
sebagai imunomodulator yang meningkatkan respon antibody terhadap virus campak.
Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi diare dan
pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan dosis sebagai
berikut:
a. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
b. 100.000 IU pada anak umur 6-11 bulan

Keperawatan Anak: Morbili | 12


c. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
d. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A
Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia bacterial dapat
diberi antibiotic. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai derajat dehidrasinya.

Suplemen vitamin A pada situasi khusus:


A. Bila ada kejadian luar biasa (KLB), campak, dan infeksi lain, maka
suplementasi vitamin A diberikan pada:
a. Seluruh balita yang ada di wilayah tersebut diberi 1 (satu) kapsul
vitamin A dengan dosis sesuai umurnya.
b. Balita yang telah menerima kapsul vitamin A dalam jangka waktu
kurang dari 30 hari (sebulan) pada saat KLB, maka balita tersebut tidak
dianjurkan lagi untuk diberi kapsul.
B. Untuk pengobatan xerophtalmia, campak, dan gizi buruk:
Bila ditemukan kasus xerophtalmia, campak, dan gizi burul (marasmus,
kwashiorkor, dan marasmik kwashiorkor), pemberian vitamin A mengikuti
aturan sebagai berikut:
a. Saat ditemukan: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau biru sesuai
umur anak.
b. Hari berikutnya: Berikan lagi satu kapsul vitamin A merah atau biru
sesuai umur anak.
c. Dua minggu berikutnya: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau
biru sesuai umur anak.

(Kemenkes RI Bina Gizi Masyarakat, 2010)

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Serologi

Keperawatan Anak: Morbili | 13


Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya.
Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi
hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
b. Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak yang
tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam
sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak). Pada bercak koplik
dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d. Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e. Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap),
bronkopneumonia (dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah).

11. Konsep Asuhan Keperawatan terkait Morbili


Dalam KTI Asuhan Keperawatan Morbili yang ditulis oleh Tri Atmoko (2016):
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistemik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Langlah – langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa data serta perumusan diagnosa
keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan
atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungn pasien

Pengkajian pada pasien morbili :


1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : sakit kepala

Keperawatan Anak: Morbili | 14


3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/ koriza. Perdarahan
hitung ( pada stadium erupsi)
4. Mulut dan bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit
5. Kulit : permukaan kulit (kering),turgor kulit, rasa gatal, ruam pada
leher, muka, lengan, dan kaki ( pada stadium konvalensi),
eritema, panas (demam)
6. Pernapasan : pola napas, RR, batuk, sesak napas, wheezing, ronchi, sputum
7. Timbang : BB, TB, BB lahir, tumbuh kembang riwayat imunisasi
8. Pola defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status nutrisi : intake- output makanan, nafsu makanan baik atau tidak

Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni. Dalam sputum, sekresi
nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.
Pada pemeriksaan serologi dengan cara hematglutination inhibition tesdan
compelement fiksatior tes akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3
hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon individu, keluarga,
dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan potensial, dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menutunkan, membatasi,
mencegah dan merubah status kesehatan pasien.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan pasien. Diagnose keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien yang nyata( actual ) dan
kemungkinan yang terjadi. Dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan yang bisa ditemukan pada pasien dengan morbili adalah
sebagai berikut (Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifsn bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Resiko kekurangan volume cairan
4. Hipertermia

Keperawatan Anak: Morbili | 15


5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Kerusakan integritas jaringan kulit

C. Rencana asuhan keperawatan


Perencanaan adalah proses dua bagian. Pertama identifikasi tujuan dan hasil yang
diinginkan pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah
dikaji, hasil yang diharapkan harus spesifik, realistic, dapat diukur,
mempertimbangkan keinginan dan sumber pasien. Kedua, pemilihan intervensi
keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan ( Doengoes, 2000 )
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu pasien dalam
mencapai criteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen
penyebab dari diagnosa keperawatan
Rencana asuhan keperawatan ang sesuai diagnosa keperawatan diatas (Nurarif, Amin
Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum yang
berlebih. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan napas dapat teratasi. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk
efektif, suara napas bersih, tidak terdapat sianosis dan dispnea, jalan napas paten.
Intervensi : kaji status pernapasan, Auskultasi suara napas, catat adanya suara
napas tambahan, keluarkan sputum dengan batuk efektif dan sunction ( bila
perlu ) , atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan, monitor
respirasi dan status oksigen lakukan fisioterapi dada bila perlu, berikan posisi
yang nyaman , semifowler atau fowler, kolaborasi dalam pemberian nebulizer

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas. Tujuan :


setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah ketidakefektifan pola napas
dapat teratasi, pasien menunjukkan status respirasi, ventilasi : pergerakan udara ke
dalam dan keluar dari paru- paru normal. Criteria hasil : menunjukkan pola
pernapasan efektif, kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas, ekspansi dada
simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, tidak terdapat bunyi
pernapasan tambahan, tanda- tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, suhu, dan pernapasan). Intervensi : monitor TTD, nadi, suhu dan RR, pantau
adanya sianosis, beri posisi semifowler atau fowler pada pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, keluarkan secret (bila ada ) dengan batuk efektif atau

Keperawatan Anak: Morbili | 16


sunction, monitor respirasi dan status oksigen, observasi tanda- tanda adanya
hipoventilasi, monitor pola pernapasan abnormal, kolaborasi dalam pemberian
bronkodilator dan terapi O2

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih (diare ). Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
kekurangan volume cairan dapat teratasi. Criteria hasil : turgor kulit baik,
produksi urine normal ( 0,5 – 1cc/kgBB/jam ), kulit lembab, TTV dalam batas
normal, mukosa mulut lembab, cairan masuk dan keluar seimbang, tidak pusing
pada perubahan posisi, tidak haus. Intervensi : observasi penyebab kekurangan
cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic,
depresi, kelelahan, observasi TTV, pantau tanda- tanda dehidrasi, observasi
pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan secara mendadak, ukur
produksi urin setiap jam, berat jenis, dan observasi warna urine, perhatikan :
cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila
pasien terpasang infuse, pertahankan bedrest selama fase akut, ajarkan tentang
masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan,
kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, obat sesuai indikasi, dan observasi
kadar Hb dan Ht

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan : setelah dilakukan


tindakan keperawatan, masalah dapat teratasi, suhu tubuh normal. Keriteria hasil :
suhu tubuh kisaran 36,5 ͦ C – 37,5 ͦ C, bibir lembab, badi normal, kulit tidak terasa
panas, tidak ada gangguan neurologis (kejang). Intervensi : identifikasi penyebab
atau faktor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh : dehidrasi, infeksi,
efek obat, hipertiroid. Monitr suhu minimal 2 jam, monitor TD, nadi, dan RR,
monitor tanda- tanda hipertermi tingkatkan intake cairan dan nutrisi, observasi
cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan, observasi tanda kejang mendadak,
berikan kompres hangat, anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang
berlebihan bila suhu naik/bedrest total, anjurkan dan bantu pasien menggunakan
pakaian yang mudah menyerap keringat, kolaborasi dalam pemberian antipiretik,
antibiotic, dan pemeriksaan penunjang.

Keperawatan Anak: Morbili | 17


5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan yang kurang, anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapka, masalah ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi, pasien
dapat memperbaiki status gizi (nutrisi) dalam jangka waktu, kriteria hasil : BB
meningkat, mual/ muntah berkurang atau hilang, pasien dapat menghabiskan porsi
makan yang diberikan, nafsu makan meningkat, pasien mengungkapkan kesediaan
mematuhi diit, tidak ada tanda- tanda malnutrisi. Intervensi : kaji pola makan
pasien, observasi mual muntah, jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk
kesembuhan. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan, beri posisi
semifowler atau fowler saat makan, identifikasi faktor pencets mual, muntah,
diare, atau nyeri abdomen, kaji makanan yang disukai dan yang tidak disukai,
sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik, bantu pasien utnuk makan
dan catat jumlah makanan yang dihabiskan, lakukan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan, kolaborasi dalam : penatalaksaan diet yang sesuai dengan ahli
gizi, pemberian nutrisi parenteral, pemberian anti emetic, pmberian mulvitamin

6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash. Tujuan :


setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah kerusakan integritas
kulit dapat teratasi. Kritria hasil : tidak terdapat luka/lesi pada jaringan kulit,
mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit, integritas kulit
yang baik bisa di pertahankan (sensasi elastisitas, temperature, pigmentasi ).
Intervensi : pantau kulit dari adanya : ruam dan lecet, warna dan suhu,
kelembaban dan kekeringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak, mandingan
dengan air hangat dan sabun ringan, anjurkan pasien untuk menghindari
menggaruk dan menepuk kulit, balikkan atau ubah posisi dengan sering, ajarkan
anggota keluarga/ member asuhan tentang tanda kerusakan kulit, jika diperlukan,
konsultasi pada ahli gizi tentang makan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip-
prinsip melakukan asuhan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta
memberikan penjelasan untuk setiap tindakan yang telah diberikan ke pasien.
Pelaksaan bertujuan untuk mengatasi masalah dan diagnose keperawtatan kolaborasi,
dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan memfasilitasi koping.

Keperawatan Anak: Morbili | 18


Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan morbili ( Nurarif, Amin
Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum yang
berlebih. Implementasi : kaji status pernapasan, auskultasi suara napas, catat
adanya suara napas tambahan, ajarkan keluarga untuk melakukan batuk efektif
dan melakukan tindakan sunction ( bila perlu ) , kaji dan monitor intake untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan, pantau respirasi dan status oksigen,
ajarkan keluarga melakukan tindakan fisioterapi dada bila perlu, berikan tindakan
posisi yang nyaman, semifowler atau fowler, kolaborasi untuk melakukan dalam
pemberian nebulizer
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas.
Implementasi : monitor dan kaji, nadi, suhu, dan RR, pantau adanya sianosis,
berikan posisi semifowler atau fowler pada pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
dan ajarkan kembali keluarga untuk mengeluarkan secret (bila perlu ) dengan
batuk efektif atau lakukan tindakan sunction, monitor dan kaji respirasi dan status
oksigen, mengobservasi tanda- tanda adanya hipoventilasi, monitor pola
pernapasan abnormal, melakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian
bronkodilator dan terapi oksigen.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan cairan


berlebih (diare), implementasi : melakukan observasi penyebab kekurangan
cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic,
depresi, kelelahan, melakukan observasi TTV , monitor dan pantau tanda- tanda
dehidrasi, melakukan observasi pemasukan dan pengeluaran cairan bila
kekurangan cairan secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis
dan observasi warna urine, perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan
untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infuse, berikan
informasi keluarga untuk mempertahankan bedrest selama fase akut, ajarkan
keluarga tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang
cairan, dan observasi kadar Hb DAN Ht.

4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Implementasi : monitor dan


mengidentifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu
tubuh : dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid. Monitor dan kaji suhu minimal
setiap 2 jam. Monitor dan pantau TD,nadi, dan RR. Monitor dan pantau adanya

Keperawatan Anak: Morbili | 19


tanda- tanda hipertermi , berikan informasi keluarga untuk meningkatkan intake
cairan dan nutrisi. Mengobservasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan.
Kaji dan observasi tanda kejang mendadak, berikan kompres hangat jika suhu
diatas normal. Anjurkan kepada keluarga untuk pasien mengurangi aktivitas yang
berlebihan bila suhu naik/bedrest total. Anjurkan kepada keluarga dan bantu
pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat. Kolaborasikan
didalam pemberian antipiretik, antibiotic, dan pemeriksaan penunjang.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


asupan makanan yang kurang, anoreksia. Implementasi : kaji dan pantau pola
makan pasien, observasi dan monitor mual muntah, berikan informasi tentang
penjelasan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan, kaji dan pantau
kemampuan untuk mengunyah dan menelan, berikan posisi semifowler atau
fowler saat makan, melakukan dan mengidentifikasi fakyor pencetus mual,
muntah, diare, atau nyeri abdomen, kaji makanan yang disukai dan tidak disukai,
berikan informasi keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik, bantu pasien untuk makan dan catat jumlah makanan yang dihabiskan,
melakukan tindakan dan beri informasi perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan kepada keluarga, kolaborasi dalam : penatalaksanaan diet yang sesuai
dengan ahli gizi, pemberian nutrisi parenteral, pemberian anti emetic, pemberian
multi vitamin.

6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash.


Implementasi : pantau dan kaji kulit dari adanya : ruam dan lecet, warna dan suhu,
kelembapan dan kekringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak, anjurkan
kepada pasien dan beri informasi keluarga untuk memandikan dengan air hangat
dan sabun ringan anjurkan dan beri informasi kepada keluarga pasien untuk
menghindari menggaruk dan menepuk kulit, anjurkan dan beri informasi keluarga
untuk membalikan atau ubah posisi dengan sering, ajarkan anggota keluarga atau
member asuhan tentang tanda kerusakan kulit, jika diperlukan, konsultasi pada
ahli gizi tentang makanan tinggi protein, menieral, kalori dan vitamin.

Keperawatan Anak: Morbili | 20


E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dan efektifitas asuhan keperawatan antara
dasr tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien
yang trampil. Evaluasi yang diharapakan pada pasien morbili adalah merupakan
integral data pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi
untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Tujuan dan intervensi di evaluasi
untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif. Evaluasi
diharapakan dari asuhan keperawatan dengan morbili adalah perjalanan infeksi tidak
terjadi, hipertermi tidak terjadi, intraksi social tidak terganggu, kerusakan integritas
kulit tidak terganggu serta perubahan proses keluarga dapat diterima.

Keperawatan Anak: Morbili | 21


BAB III
TINJAUAN KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 5 bulan datang ke rumah sakit dibawa keluarganya dengan
keluhan demam 39oC sejak 2 hari yang lalu, perawat melakukan pengkajian: Nadi 130 x/menit,
Tekanan darah 120/70 mmhg, RR 40x/menit mengalami muntah, lebih dari 5 kali, muntah
terutama sehabis minum susu. Muntahan yang keluar berupa air yang bercampur susu, nafsu
makan menurun. Diseluruh tubuh anak muncul ruam-ruam makulopapular eritematosa
distribusi merata seluruh tubuh dan tampak jelas pada belakang telinga dan terasa gatal, mata
terlihat merah (konjungtivitis ) terlihat bercak putih kelabu pada molar bagian bawah, anak
juga mengalami batuk yang terdengan bunyi grok-grok, dan pilek. BAK dan BAB encer
pasien tampak rewel, keadaan sadar penuh (komposmentis). Kelenjar getah bening membesar
disekitar leher.

1. Pengkajian
A. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Keluarga pasien mengeluh 1. Nadi 130 x/menit, tekanan darah
anaknya demam 39c sejak 2 hari 120/70 mmhg, RR 40x/menit
yang lalu 2. Pasien mengalami muntah lebih
2. Ibu pasien mengatakan anaknya dari 5 kali setelah minum susu
muntah sehabis minum susu 3. Muntahan yang keluar berupa air
3. Ibu pasien mengatakan nafsu dan susu
makan anak menurun 4. Nafsu makan pasien menurun
5. Diseluruh tubuh anak muncul
ruam-ruam makulopapular
eritematosa
6. Terlihat bercak putih kelabu pada
molar bagian bawah
7. Mata terlihat merah
8. BAB dan BAK pasien terlihat encer
9. Pasien terlihat gatal pada bagian
belakang telinga
10. Pasien terlihat rewel
11. Pasien mengalami batuk yang

Keperawatan Anak: Morbili | 22


terdengar grok-grok dan pilek
12. Keadaan pasien sadar penuh
13. Pasien terlihat ada kelenjar getah
bening yang membesar disekitar
leher

B. Analisa Data
Data Subjektif/ Data Problem Etiologi
Objektif
DS : - Ketidakefektifan bersihan Mucus berlebihan
DO : jalan napas
1. Pasien mengalami
batuk yang
terdengar grok-
grok dan pilek

DS: Hipertermi Penyakit


1. Ibu pasien
mengatakan
anaknya demam
sudah 2 hari yang
lalu
2. Ibu pasien
mengatakan
anaknya muntah
sehabis minum
susu

DO:
1. Suhu 39oC
2. Pasien mengalami
muntah lebih dari 5
kali setelah minum
susu

Keperawatan Anak: Morbili | 23


3. Muntahan yang
keluar berupa air
dan susu
4. BAB dan BAK
pasien terlihat
encer

DS: Resiko kekurangan volume Kehilangan cairan aktif


1. Ibu pasien cairan
mengatakan
anaknya muntah
sehabis minum
susu

DO:
1. Pasien mengalami
muntah lebih dari 5
kali setelah minum
susu
2. Muntahan yang
keluar berupa air
dan susu
3. BAB dan BAK
pasien terlihat
encer

DO: Kerusakan integritas kulit Imunodefisiensi


1. Diseluruh tubuh
anak muncul ruam-
ruam
makulopapular
eritematosa
2. Terlihat bercak

Keperawatan Anak: Morbili | 24


putih kelabu pada
molar bagian
bawah
3. Pasien terlihat gatal
pada bagian
belakang telinga

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan mucus
berlebihan yang dibuktikan dengan Pasien mengalami batuk yang terdengar grok-
grok dan pilek.
b. Hipertermi yang berhubungan dengan penyakit yang dibuktikan dengan pasien
sudah demam 2 hari, suhu 39oC.
c. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imunodefisiensi yang
dibuktikan dengan diseluruh tubuh anak muncul ruam-ruam makulopapular
eritematosa distribusi merata seluruh tubuh dan tampak jelas pada belakang
telinga dan terasa gatal, terlihat bercak putih kelabu pada molar bagian bawah,
mata terlihat merah (konjungtivitis ) terlihat bercak putih kelabu pada molar
bagian bawah

Keperawatan Anak: Morbili | 25


3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana Tindakan Rasional

1 Ketidakefektifan Ketidakefektifan bersihan jalan 1. Manajemen jalan nafas


bersihan jalan napas napas teratasi yang dibuktikan a. Kelola pemberian a. Untuk membantu
yang berhubungan dengan: nebulizer ultrasonik, mengencerkan
dengan mucus 1. Status pernapasan: kepatenan sebagaimana mestinya sputum
berlebihan yang jalan napas b. Monitor status pernapasan b. Untuk memantau
dibuktikan dengan Kriteria hasil: status pernapasan
DO: a) Tidak ada suara napas 2. Monitor tanda-tanda vital pasien
Pasien mengalami tambahan a. Monitor suhu, nadi, status
batuk yang terdengar b) Tidak ada akumulasi pernapasan setiap 2 jam
grok-grok dan pilek. sputum sekali a. Untuk mengetahui
c) Tidak batuk b. Monitor suara paru-paru perkembangan tanda-
/suara nafas tanda vital
b. Untuk mengetahui
adanya kelainan suara
napas
2 Hipertermia Hipertermi teratasi yang 1. Perawatan Demam
berhubungan dengan dibuktikan dengan: a. Monitor warna kulit dan a. Untuk mengetahui
penyakit yang 1. Termoregulasi suhu apakah pasien masih
dibuktikan dengan a. Penurunan suhu kulit b. Kompres seluruh tubuh mengalami demam

Keperawatan Anak: Morbili | 26


pasien sudah demam 2 b. Tidak ada hipertermi pasien dengan spons b. Agar tidak terjadi
hari, suhu 39oC. c. Tidak dehidrasi hangat dengan hati-hati perubahan suhu yang
c. Pantau komplikasi- signifikan
komplikasi yang c. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keparahan demam
demam serta tanda dan
gejala kondisi penyebab
demam
2. Manajemen cairan
a. Berikan cairan (ASI) 180- a. Untuk memenuhi
210 ml dengan frekuensi 5- kebutuhan cairan
6 kali per hari pasien
3. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu paling tidak a. Untuk mengetahui
setiap 2 jam sesuai apakah ada perubahan
kebutuhan dan perkembangan
b. Tingkatkan intake cairan b. Agar demam pasien
(ASI) dan nutrisi adekuat menurun
(180-210ml)
3 Kerusakan integritas Kerusakan integritas kulit 2. Pengecekan kulit
kulit yang berhubungan teratasi yang dibuktikan dengan: a. Monitor warna dan suhu a. Untuk mengetahui
dengan imunodefisiensi 1. Integritas jaringan : kulit kulit keadaan umum kulit

Keperawatan Anak: Morbili | 27


yang dibuktikan dengan dan membrane mukosa b. Monitor kulit untuk adanya pasien
diseluruh tubuh anak a) Suhu kulit normal ruam dan lecet b. Untuk mengetahui
muncul ruam-ruam b) Integritas kulit baik c. Periksa kulit dan selaput karakteristik kulit
makulopapular c) Lesi pada kulit lendir terkait dengan c. Untuk mengetahui
eritematosa distribusi menghilang adanya kemerahan, adanya tanda-tanda
merata seluruh tubuh kehangatan ekstrim, edema infeksi pada kulit
dan tampak jelas pada dan drainase pasien
belakang telinga dan
terasa gatal, mata 3. Perlindungan infeksi
terlihat merah a) Monitor adanya tanda dan a. Untuk memantau
(konjungtivitis ) terlihat gejala infeksi sistemik dan adanya infeksi
bercak putih kelabu local seperti bengkak,
pada molar bagian merah, panas, serta nyeri
bawah pada bagian tubuh

Keperawatan Anak: Morbili | 28


4. Implementasi Keperawatan
No. Tgl / Jam No Dx Catatan tindakan (respon subjektif,objektif, dan hasil) Ttd
24/01/17 1. 1. Manajemen jalan nafas Zr. Elsa
07.00 a. Mengelola pemberian nebulizer ultrasonik (Bisolvon + Nacl) selama 20-30
menit 2x/hari
RS: Keluarga pasien menyetujui untuk diberikan terapi inhalasi
07.15 RO: Sekret dapat keluar dan mengurangi hambatan jalan napas Zr. Tantri
b. Mengukur status pernapasan
RS: -
RO: RR: 38xmnt

07.20 2. Monitor tanda-tanda vital Zr. Halimah


a. Mengukur suhu, nadi, status pernapasan dengan tepat
RS: -
RO: Suhu 38,5oC, RR 38xmnt Zr. Elsa
07.25 b. Memonitor suara paru-paru
RS: Keluarga pasien mengatakan pasien masih pilek
RO: Tidak ada suara grok-grok
2. 1. Perawatan Demam Zr. Tantri
08.00 a) Mengukur suhu dan tanda-tanda vital setiap 2 jam sekali
RS:-
RO:suhu 38o C, RR 35 x/menit, nadi 130 x/menit

Keperawatan Anak: Morbili | 29


10.00 RO: Suhu 37,5oC, nadi 133x/mnt Zr. Elsa

08.30 b) Mengompres seluruh tubuh pasien dengan spon hangat dengan hati-hati
RS: Ibu pasien mengatakan sudah mengompres seluruh tubuh bayinya Zr. Elsa
dengan air hangat
RO: -
08.35 2. Manajemen cairan Zr. Halimah
a. Memberikan cairan (ASI) 180-210ml (5-6 kali sehari)
RS: Ibu pasien mengatakan sudah memberikan ASI 2 kali pada pagi ini
RO: Pasien diberikan ASI setelah dilakukan terapi inhalasi

08.40 3. Pengaturan suhu


a. Memonitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan Zr. Tantri
RS: -
RO: Suhu 38oC

10.40 RS: -
RO: Suhu 37,5oC
3 1. Pengecekan kulit
14.00 a. Memonitor warna dan suhu kulit Zr. Tantri
RS: -
RO: Kulit pasien terlihat pucat dan akral teraba hangat

Keperawatan Anak: Morbili | 30


14.30 b. Memonitor kulit untuk adanya ruam dan lecet Zr. Halimah
RS: Keluarga pasien mengatakan kulit anaknya terdapat ruam merah
RO: Diseluruh tubuh anak muncul ruam-ruam makulopapular eritematosa
distribusi merata seluruh tubuh dan tampak jelas pada belakang telinga dan
terasa gatal, mata terlihat merah (konjungtivitis ) terlihat bercak putih kelabu
pada molar bagian bawah

c. Memeriksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, Zr. Elsa
15.00 kehangatan ekstrim, edema dan drainase
RS: Keluarga pasien mengatakan benjolan di leher
RO: Terdapat benjolan kelenjar getah bening pada leher pasien

Keperawatan Anak: Morbili | 31


b. Evaluasi
Tgl / Jam No. Dx SOAP TTD
25/01/17 1 S: Zr. Elsa
10.00 Keluarga pasien menyetujui untuk diberikan terapi inhalasi
Keluarga pasien mengatakan pasien masih pilek

O:
Sekret dapat keluar dan mengurangi hambatan jalan napas
RR: 38xmnt, pasien tidak terpasang oksigen nasal kanul
Suhu 38,5oC, RR 38xmnt
Tidak ada suara grok-grok

A: Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
1. Kelola pemberian nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya
2. Monitor status pernapasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
3. Monitor suhu, nadi, status pernapasan dengan tepat
4. Monitor suara paru-paru
2 S Zr. Tantri
- Ibu pasien mengatakan sudah kompres seluruh tubuh bayinya dengan air hangat

Keperawatan Anak: Morbili | 32


- Ibu pasien mengatakan sudah memberikan ASI sedikit demi sedikit
- Ibu pasien mengatakan membantu pasien memenuhi kebutuhan ASI nya

O:
- Pasien diberikan ASI setelah dilakukan terapi inhalasi
- Ibu pasien terlihat memberikan ASI kepada pasien
- Suhu pasien menjadi 37,5oC RR 35 x/menit, nadi 130 x/menit

A: Masalah Hipertermi teratasi


P: intervensi dihentikan
3 S: Zr. halimah
Keluarga pasien mengatakan kulit anaknya terdapat ruam merah
Keluarga pasien mengatakan benjolan di leher

O:
Kulit pasien terlihat pucat dan akral teraba hangat
Diseluruh tubuh anak muncul ruam-ruam makulopapular eritematosa distribusi merata
seluruh tubuh dan tampak jelas pada belakang telinga dan terasa gatal, mata terlihat
merah (konjungtivitis ) terlihat bercak putih kelabu pada molar bagian bawah
Terdapat benjolan kelenjar getah bening pada leher pasien

A: Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

Keperawatan Anak: Morbili | 33


P: Intervensi dilanjutkan
a. Memonitor warna dan suhu kulit
b. Memonitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
c. Memeriksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, edema dan drainase

Keperawatan Anak: Morbili | 34


BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak,
sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul ruam)
sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2 Campak timbul karena terpapar
droplet yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak dicanangkan,
jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat.4,6 Di Amerika Serikat,
timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal Januari hingga awa.
Februari 2015.
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang
yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang
yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular
adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium
kataral) (Suriati & Rita, 2010)
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga data terjadi
energi (uji berkulin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan ini
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis,
bronkopneumonia.
Pada kasus bayi 5 bulan terkena campak, kemungkinan penyebabnya adalah bila si
ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai
kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan.
Diagnosa yang diangkat pada kasus diatas adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, kekurangan volume cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan kerusakan
integritas kulit.

2. Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat mengetahui penyakit morbili serta masalah yang
ditimbulkannya. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Keperawatan Anak: Morbili | 35


DAFTAR PUSTAKA

Halim, Ricky Gustian. 2016. Jurnal Campak Pada Anak Vol.43 no.3. RS Hosana Medica Lippo
Cikarang
Kemenkes RI Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan Manajemen Suplementasi
Vitamin A

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Soegijanto S, Salimo H. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI
Sri, Rezeki S. Hadinegoro. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi kelima. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Sumarmo S. 2015. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Setyo

Keperawatan Anak: Morbili | 36

Anda mungkin juga menyukai