Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari

uterus, disertai pelepasan deskuamasi endometrium yang terjadi setiap bulan

secara teratur pada wanita dewasa dan sehat (Lestari, 2015:30). Dismenore

merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-

hari wanita dan mendorong penderita untuk melakukan pemeriksaan atau

konsultasi ke dokter, puskesmas, atau datang ke bidan (Manuaba, 2009:40).

Dismenore pada umumnya disebabkan oleh hormon prostaglandin

yang meningkat, peningkatan hormon prostaglandin disebabkan oleh

menurunnya hormon-hormon esterogen dan progesteron menyebabkan

endometrium yang membengkak dan mati karena tidak dibuahi. Peningkatan

hormon prostaglandin menyebabkan otot-otot kandungan berkontraksi

(Sukarni & Wahyu, 2013).

Dismenore dibedakan menjadi dismenore primer dan dismenore

sekunder. Dismenore primer terjadi pada 6-12 bulan setelah menarche dan

berlanjut hingga usia 20 tahun, dismenore primer disebabkan karena tingginya

kadar prostaglandin. Sedangkan dismenore sekunder merupakan nyeri

menstruasi yang disebabkan oleh keadaan patologi dari pelvik atau uterus,
dapat terjadi setiap waktu setelah menarche dan ditemukan pada usia 25-33

tahun (Dewi, 2012).

Dismenore dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi remaja putri,

yaitu dapat menimbulkan gangguan dalam kegiatan belajar mengajar, tidak

memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru, dan kecendrungan tidur

di kelas saat kegiatan belajar mengajar. Ini berpengaruh pada prestasi

dibidang akademik. Banyak remaja yang mengeluh bahkan tidak mau masuk

sekolah pada saat menstruasi. Semakin berat derajat nyeri yang dialami maka

aktivitas belajarnya pun semakin terganggu (Iswari, dkk 2014). Dampak yang

paling banyak dirasakan karena dismenore adalah keterbatasan aktivitas fisik,

isolasi social, konsentrasi yang buruk, dan ketidakhadiran dalam proses

belajar mengajar (Farotimi, 2015).

WHO tahun (2013) didapatkan kejadian dismenore sebesar 1.769.425

jiwa (90%) wanita yang mengalami dismenore, 10-15% diantaranya

mengalami dismenore berat. Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar,

rata-rata hampir lebih dari 50% wanita mengalami dismenore. Prevalensi

dismenore primer di Amerika Serikat tahun 2012 pada wanita umur 12-17

tahun adalah 59,7% dengan derajat kesakitan 49% dismenore ringan, 37%

dismenore sedang dan 12% dismenore berat yang mengakibatkan 23,6% dari

penderitanya tidak masuk sekolah. Pada tahun 2012 sebanyak 75% remaja

wanita di Mesir mengalami dismenore sebanyak 55,3% dismenore ringan,

30% dismenore sedang, san 14% dismenore berat. Sebuah penelitia di india di
temukan prevalensi dismenore sebesar 73,83% dimana dismenore berat

sebesar 6,32% , dismenore sedang sebesar 30,37% dan dismenore ringan

sebesar 63,29%. Pada tahun yang sama di Jepang angka kejadian dismenore

primer 46%, dan 27,3% dari penderita absen dari sekolah dan pekerjaannya

pada hari pertama menstruasi. Hasil penelitian di China tahun 2010

menunjukkan sekitar 41,9%-79,4% remaja wanita mengalami dismenore

primer 31,5%-41,9% terjadi pada usia 9-13 tahun dan 57,1%-79,4% pada usia

14-18 tahun (Nurwana, dkk 2016).

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah

penduduk indonesia yaitu sebesar 237.641.326 jiwa, dan 63,4 juta atau 27%

diantaranya adalah remaja umur 10-24 tahun. Di indonesia angka kejadian

dismenore primer adalah sekitar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita

dismenore sekunder. Dismenore terjadi pada remaja dengan prevalensi

berkisar antara 43% hingga 93% dimana sekitar 74-80% remaja mengalami

dismenore ringan, sementara angka kejadian endometriosis pada remaja

dengan nyeri panggul diperkirakan sekitar 25-38%, sedangkan pada remaja

yang tidak memberikan respon positif terhadap penanganan untuk nyeri haid,

endometriosis ditemukan pada 67% kasus. Kelainan terjadi pada 60-70%

wanita di indonesia dengan 12% diantanya mengeluh bahwa aktivitas mereka

menjadi terbatas akibat dismenore (Nurwana, dkk 2016).


Dismenore dapat dikurangi dengan tindakan farmakologi dan non-

farmakologi. Pengobatan dengan tindakan farmakologi diantaranya dengan

minum obat anti nyeri, seperti asetaminofen, asam mefenamat, aspirin, dan

lain-lain. Salah satu pengobatan non-farmakolgi untuk mengurangi nyeri yaitu

dengan menggunakan jus wortel (Gumangsari, 2014).

Sebagian besar remaja putri mengatasi masalah dismenore dengan

mengkonsumsi obat-obatan analgetik yang tidak baik untuk kesehatan jangka

panjang (Tabari, 2016). Masyarakat di Indonesia juga telah lama

menggunakan bahan-bahan alami untuk mengatasi berbagai masalah

kesehatan. Misalnya, dalam mengatasi sakit pada saat mentruasi (dismenore),

para perempuan di Indonesia memanfaatkan kunyit dan asam yang dibuat

menjadi minuman. Bahan-bahan alami lain yang dapat digunakan untuk

mengatasi dismenore, yaitu wortel. Namun belum banyak yang menggunakan

wortel untuk mengatasi nyeri haid (Jurnal Riset Kesehatan, 2016)

Untuk menurunkan tingkat nyeri dismenore sebaiknya menggunakan

obat tradisional yang sedikit efek sampingnya bahkan tidak ada. Salah satu

cara non farmakologi tersebut adalah dengan mengkonsumsi jus wortel

(Jurnal Riset Kesehatan, 2016). Wortel mengandung vitamin E dan

betakaroten yang mampu memblok prostaglandin, prostaglandin yaitu

hormone yang mempengaruhi dismenore atau nyeri haid (Hembing, 2007).

Dan juga betakaroten yang terkandung dalam wortel mempunyai efek

analgetik jika diberikan dalam dosis tertentu (Jurnal Riset Kesehatan, 2016)
Wortel merupakan salah satu sayuran yang memiliki banyak kegunaan

misalnya sebagai sayur sop atau dijadikan campuran makanan. Wortel banyak

ditemukan di indonesia dan penyebarannya sudah merata. Wortel mudah di

temukan dipasaran karena hampir setiap hari wortel di jual di pasar. Selain

rasanya yang enak, wortel juga dipercaya sebagai sayuran yang memiliki

banyak vitamin dengan harga terjangkau, (Hembing, 2007).

Hasil penelitian Albertus Hendra Widhianata (2007) berhasil

membuktikan adanya kemampuan analgesik dengan metode rangsang pada

mencit betina yang meminum jus umbi wortel. Keadaan ini menjelaskan

bahwa bekaroten yang terdapat dalam umbi wortel mempunyai mekanisme

menghambat rasa nyeri karena aktivitas antioksidan pada betakaroten

(Wardany, 2018).

Berdasarkan data yang di dapatkan dari Dinas Pendidikan Nasional

Kota Bengkulu, didapatkan jumlah siswi di SMPN 04 kota Bengkulu adalah

sebanyak 509 siswi, SMPN 5 Kota Bengkulu sebanyak 491 siswi, SMPN 11

Kota Bengkulu sebanyak 329 siswi, dan SMPN 06 Kota Bengkulu sebanyak

301 siswi. Survey awal yang dilakukan berdasarkan data dari Unit Kesehatan

Sekolah Tahun 2018, didapatkan remaja putri yang mengalami dismenore

yaitu pada SMPN 06 Kota Bengkulu sebanyak 30 kasus (5, 8 %), di SMPN 05

sebanyak 37 kasus (7,5 %), SMPN 11 Kota Bengkulu sebanyak 33 kasus

(10,3 %), dan terakhir di SMPN 06 Kota Bengkulu 40 kasus (13,2 %).
Berdasarkan survey tersebut maka didapatkan siswi yang mengalami

dismenore terbanyak terdapat pada siswi SMPN 12 Kota Bengkulu yaitu 13,2

%. Survey awal yang dilakukan di SMPN 12 dengan cara mewawancarai 10

orang siswi yang pernah mengalami dismenore, 4 orang siswi mengatasi

dengan cara minum obat anti nyeri yang disediakan di UKS sekolah, 4 orang

siswi mengatasi nyeri haid dengan cara beristirahat di rumah dan 3 orang

siswi mengatasi dismenore dengan kompres hangat. Hasil wawancara dari 10

siswi tersebut, mereka belum pernah mengkmsumsi jus wortel untuk

mengurangi rasa nyeri pada saat menstruasi.

Sampai dengan penulis tertarik membuat Laporan Ilmiah untuk

menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “ Asuhan Kebidanan Pada

Remaja Putri Dismenore Dengan Menggunakan Jus Wortel di SMPN 12 Kota

Bengkulu tahun 2019”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data dari uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasi

permasalahan dalam penelitian ini adalah masih tingginya angka remaja putri

yang mengalami dismenorea primer di SMPN 12 Kota Bengkulu. Angka

kejadian dismenorea primer tertinggi yaitu di SMPN 12 Kota Bengkulu pada

tahun 2018.
C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka peneliti

memiliki keterbatasan ruang lingkup masalah yang akan di teliti adalah

memberikan Asuhan Kebidanan Pada Remaja Putri Dismenorea Primer

Dengan Menggunakan Jus Wortel.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas masalah yang dapat dirumuskan

adalah: “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada Remaja Putri Dismenorea

Primer di SMPN 12 Kota Bengkulu tahun 2019?”.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menerapkan asuhan kebidanan berkesinambungan pada remaja

putri dengan dismenore primer di SMPN 12 Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengumpulan data subjektif.

b. Melakukan perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan.

c. Menyusun Perencanaan.

d. Melakukan Implementasi penatalaksanaan asuhan kebidanan.

e. Melakukan evaluasi tindakan yang telah diberikan.

f. Membuat Pencatatan Asuhan Kebidanan dengan metode SOAP.

g. Membuat Pembahasan.

h.
F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis;

Hasil studi kasus ini dapat sebagai pertimbangan masukan untuk

menambah wawasan tentang Asuhan Kebidanan berkesinambungan pada

remaja putri yang mengalami dismenore.

2. Manfaat Aplikatif;

a. Institusi: “Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan

dalam pemberian asuhan komprehensif pada remaja putri yang

mengalami dismenore.

b. Bagi Profesi Bidan

Sebagai sumbanan teoritis maupun aplikatif bagi profesi bidan dalam

asuhan komprehensif pada remaja putri dengan dismenore primer.

c. Manfaat bagi Klien dan masyarakat

Agar klien dapat melakukan deteksi dari penyulit yang mungkin

timbul pada saat dismenore sehingga memungkinkan segera mencari

pertolongan untuk mendapatkan penanganan.

Anda mungkin juga menyukai