Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik serta Standar Audit Investigatif

ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK

Howard R. Davia memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula dalam
melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu

1. Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi
lebih dahulu siapa pelaku atau yang mempunyai potensi menjadi pelaku. Banyak auditor
berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan, tetapi tidak menjawab pertanyaan yang
paling penting : Who did it ? Ada kalanya kebiasaan penyembunyian nama pelaku
didorong oleh keinginan untuk “memperhalus” pengungkapan sesuatu yang kelihatannya
kurang elok. Dalam bahasa Inggris, penghalusan ini disebut euphemism.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”. Banyak
kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan
forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Menurut
Davia, tujuan proses pengadilan adalah menilai orang, bukan mendengar celotehan yang
berkepanjangan tentang kejahatannya.
3. Seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan dapat ditebak.
Dalam proses audit investagatif, keadaan dapat berubah dengan cepat, misalnya, bukti
dan barang bukti disembunyikan atau dihancurkan atau pelaku bersembunyi atau
melarikan diri. Dalam kondisi seperti tersebut auditor forensik harus berpikir kreatif
dalam menggunakan prosedur, kombinasi prosedur atau alternatif prosedur untuk
mengumpulkan bukti. Seorang auditor forensik harus dapat berpikir layaknya seorang
pelaku fraud agar dapat mengantisipasi langkah-langkah yang akan diambil pelaku fraud
jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium atau terungkap. Seorang
auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam melakukan proses audit investigatif,
agar tidak dengan mudah dapat diantisipasi oleh pelaku fraud.
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan. Ada
dua macam persengkongkolan yaitu :
a. Persengkongkolan yang sifatnya sukarela, dan pesertanya memang mempunyai
niat jahat. Davia menamakannya, ordinary conspiracy.
b. Persengkongkolan dimana pesertanya tidak menyadari bahwa keluguannya
dimanfaatkan oleh rekan kerjanya, contohnya memberikan password
komputernya. Davia menamakannya pseudo-conspiracy.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan
dalam investigasi proaktif), si auditor musti mempertimbangkan apakah kecurangan
dilakukan di dalam pembukuan atau diluar pembukuan.

Kecurangan di dalam pembukuan bisa berupa pembayaran beberapa kali untuk


transaksi yang sama. Misalnya kita memilih secara acak (random) pembayaran sebesar Rp
100 juta untuk suatu pemasok barang, kita mungkin akan menemukan bahwa pembayaran
tersebut sah, karena ada transaksi penerimaan barang yang dibeli dengan kontrak yang juga
kita periksa. Sesuatu yang tidak kita dapatkan dari “strategi” ini adalah bahwa pembayaran
Rp 100 juta tadi sebenarnya hanyalah satu dari lima pembayaran untuk transaksi pembelian
yang sama. Kalau auditor ini paham dengan profil kecurangan ini, ia akan menggunakan
“strategi” audit yang mencari faktur ganda atau faktur duplikat. Misalnya, yang di sampel
justru pemasoknya, dan seluruh pembayaran kepada pemasok itu yang diperiksa (vouched).
Untuk kecurangan di luar pembukuan seperti kickback, atau suap yang diambil dari harga
beli yang sudah di marked up. Juga untuk yang off the book, seperti penagihan piutang yang
sudah dihapus dan penjualan barang yang dibesituakan.

Nasihat Davia di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Dari awal upayakan “menduga” siapa pelaku. Dalam pengembangan


investigasinya, daftar pelaku yang diduga, dapat diperpanjang atau diperpendek,
sesuai dengan bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan.
2. Faktor pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigasi, berpikir seperti penjahat, jangan
dapat ditebak.
4. (Kalau sistem pengendalian intern sudah baik), fraud hanya bisa terjadi karena
persekongkolan. Investigator harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk
merumuskan “teori mengenai persekongkolan”, ini adalah sebagai bagian dari
“teori mengenai fraud”.
5. Kenali pola fraud. Ini memungkinkan investigator menerapkan teknik audit
investigatif yang ampuh.
Dengan lima nasihat Davia itu, kita mempunyai gambaran mengenai atribut khas dan
seorang fraud auditor, investigator, forensic accountant atau yang sejenisnya (penyelidik,
penyidik, penuntut umum, dan lain-lain).

KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD

Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan karakteristik


pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis,
pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari
berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan
akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian melaporkannya
dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan pemeriksa fraud adalah orang yang
memiliki gabungan keahlian dari pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau
investigator.

Menurut Allan Pinkerton menyebutkan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang
detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi tertentu, yaitu hati-hati
(tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya, kreatif dalam menemukan hal-hal baru,
pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya adalah jujur. Disamping itu, detektif
harus juga memiliki kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan
mencari informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan dengan segera dan
secara efektif kemahirannya sebagai detektif.

Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Sikap pemeriksa


terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut kepadanya. Sikap yang
bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri responden, yang kemudian
menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak. Selanjutnya Art Buckwalter
mengatakan, rahasia menjadi private investigator adalah menjadi sosok yang disukai orang
lain. Pemeriksa yang menyesatkan orang lain seringkali menyesatkan diri sendiri.
Pemeriksaan memang berurusan dengan orang yang bersalah, tetapi ia juga akan bertemu
dengan para saksi yang tidak bersalah. Para saksi ini dan kesaksian mereka merupakan
sesuatu yang sangat diperlukan dalam metodologi pemeriksaan fraud. Oleh karena pemeriksa
berurusan dengan segala macam jenis manusia dari berbagai latar belakang, kemampuannya
untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri orang lain itu, sangat menentukan.
Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep –
konsep keuangan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya. Ciri yang unik
dari kasus – kasus fraud, yakni berbeda dengan kejahatan tradisional atas harta benda, adalah
identitas pelakunya biasanya diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah
penentuan identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat dianggap merupakan
fraud.
Sangat penting bagi pemeriksa untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan
sehingga para saksi dapat memahami apa yang dimaksudkannya. Kasus-kasus fraud sering
kali terlihat rumit. Namun, dalam kenyataanya kebanyakan fraud sangat sederhana, metode-
metode penyembunyiannya atau penyamarannya yang membuatnya terlihat rumit.

Anda mungkin juga menyukai