Anda di halaman 1dari 62

2016

D.I.K.T.A.T
FILSAFAT PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Dr. Johannis Siahaya,M.Th


STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta
Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK
1
1/1/2016
FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN
Silabus Kuliah Sarjana Pendidiakan Agama Kristen
Tahun Akademik 2016/2017
A. Deskripsi
Matakuliah ini dirancang untuk mempercakapkan perkembangan kontemporer dalam berbagai rumpun
teologi. Pendekatan tematis dan pembahasan tema-tema baru dalam teologi akan dikaji secara kritis untuk
memperdalam pengetahuan dan mengembangkannya dengan konteks siswa.
Matakuliah ini memiliki bobot 2 (dua) sks; 100 menit kuliah/tatap muka berikut sejumlah tugas-tugas kerja.
B. Penilaian
1. Presensi & Partisipasi kelas: 20%
Kehadiran merupakan hal penting bagi mahasiswa agar bisa mendengar isi, memahami konteks,
diberi informasi tentang perkembangan karakter rohaninya sendiri, dan memahami bagaimana
cara mengembangkan ketrampilan kompetensi dalam menerapkan dan membagikan pelajaran
dari Filsafat Pendidikan Kristen.
2. Presentasi laporan bacaan 10%
Setiap mahasiswa/i wajib mengumpulkan laporan bacaan sebelum kuliah dimulai. Setiap laporan
memakai kaidah menurut Pedoman Penulisan Karya Tulis Akademis STAK Teruna Bhakti. Mahasiswa
akan diberi tugas untuk membaca 1-2 halaman dari buku sejarah atau filsafat. Kemudian
memberikan laporan di setiap minggu pertemuan kelas. Melalui tugas-tugas ini mahasiswa akan
mengembangkan ketrampilan dalam membaca buku yang bermutu, trampil dalam menulis, juga
trampil dalam membuat presentasi yang bermanfaat bagi hidupnya sendiri.
3. Paper akhir 20%
Paper akhir memakai kaidah menurut Pedoman Penulisan Karya Tulis Akademis STAK Teruna Bhakti,
Jogjakarta, sebanyak 5000-7000 kata, 1.5 spasi. Mahasiswa diwajibkan untuk menulis sebuah
paper yang berhubungan dengan konsep pembelajaran yang baik di dalam kelas
4. UTS dan UAS 50% (masing-masing 25%)
5. Keterangan nilai adalah sebagai berikut.
Nilai A: menunjukkan prestasi yang sangat baik pada keaktifan, gagasan-gagasan dan
perkuliahan serta hasil ujian.
Nilai B: kualitas kerja memuaskan.
Nilai C: kualitas kerja yang minimal dan tidak memenuhi standar yang diharapkan.
Nilai D: kualitas kerja tidak memuaskan.
Nilai E: gagal.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 2
C. Keterangan
1. Pertemuan ini dibagi ke dalam 16 kali tatap muka (termasuk UTS dan UAS). Setiap tatap muka
berlangsung 100 menit, setiap Hari Jumat, dan hari lain dalam minggu yang sama sesuai jadwal
yang ditentukan bersama dengan dosen yang bersangkutan.
2. Kehadiran. Setiap mahasiswa diminta hadir tepat waktu. Dosen pengampu juga memiliki
kewajiban untuk melakukan hal yang sama. Apabila saudara memasuki kelas lebih dari 15 menit
setelah kelas dimulai, maka kehadiran anda tidak akan dihitung. Ketidakhadiran mahasiswa lebih
dari 4 kali (kurang dari 75% kehadiran) akan menggagalkan mahasiswa tersebut dari kuliah ini
(termasuk absen karena sakit, izin, dan lain-lain).
3. Bacalah bahan yang ditentukan sebelumnya.
4. Gunakanlah panduan penulisan ilmiah dalam Metode Penelitian dengan Penulis Dr. Johannis
Siahaya dan Dra. Nunuk R Siahaya, M.Th (Jogjakarta: Charista Press, 2014) yang dapat dipesan
dengan harga Rp. 48.000.,
5. Mahasiswa dilarang untuk menggunakan telepon genggam serta semua peranti lunak di
telepon genggam tersebut dalam kelas. Mahasiswa dapat menggunakan laptop/netbook untuk
mencatat pelajaran, namun dilarang keras menggunakan fasilitas internet selagi pengajaran
berlangsung.
6. Jangan mencoba untuk melakukan plagiarism. Mahasiswa yang terbukti melakukan dan gagal
mencantumkan sumber yang benar akan mendapatkan nilai gagal di ujiannya.
7. Cara Pengumpulan Tugas. Apabila anda mengumpulkan tugas anda melalui surat elektronik,
format pengumpulan tugasnya adalah dengan memberi nama file anda.
D. Dosen Pengampu
Dr. Johannis Siahaya, M.Th. (charistajasmine@gmail.com)

E. Jadwal kuliah
No WAKTU POKOK BAHASAN BENTUK
PEMBELAJARAN
1 P1-2 Penyambutan,Perkenalan dan Penjelasan tentang Silabus,
materi ajar #1 Filsafat Pendidikan
Ceramah
2 P3-4 Materi Ajar #2 Lanjutan Filsafat Pendidikan dan Sejarah Ceramah dan Diskusi
Pendidikan Kristen
3 P5 Materi Ajar #3 Lanjutan Sejarah Pendidikan Kristen Ceramah dan Diskusi
4 P6 Diskusi Kelompok Presentasi Mahasiswa
5 P7 Ujian Tengah Semester Akademis
6 P8-9 Materi Ajar # 4 Filsafat Pendidikan Kristen Ceramah dan Diskusi
7 P10 Materi Ajar #5 Lanjutan Filsafat Pendidikan Kristen Ceramah dan Diskusi
8 P11-12 Materi Ajar #6 Dasar Alkitabiah Filsafat Pendidikan Kristen Ceramah dan Diskusi

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 3
9 P13 Materi Ajar #7 Lanjutan Dasar Alkitabiah Filsafat Pendidikan Ceramah dan Diskusi
Kristen
10 P14 Diskusi Kelompok Presentasi Mahasiswa
11 P15 Diskusi Kelompok Presentasi Mahasiswa
12 P16 Ujian Akhir Semester Akademis

Jogjakarta, Oktober 2016


Dosen Pengampu

Ps. Dr. Johannis Siahaya, M.Th.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 4
I. FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Filsafat pendidikan kita di Indonesia tidak jelas, karena selama ini dalam setiap jenjang
studi yang ada kita selalu belajar filsafat dari barat sebagai referensi untuk mengkritisi pendidikan
di negara kita. Berdasarkan realitas dan kondisi seperti itu kita masih dianggap sebagai pemulung
ilmu. Berangkat dari anggapan inilah kita coba bangun filsafat pendidikan sendiri. Walaupun di
negara lain masih mengakui landasan filsafah bangsa kita adalah pancasila, tapi kenyataannya
pendidikan di negara kita juga mengalami tambal sulam. Sekalipun demikian, kita tidak boleh
putus asa, tetapi marilah kita coba kembangkan filsafat pendidikan barat yang ada itu ke dalam
filsafat pendidikan kita. Materi pembahasan berhubungan dengan bagaimana hakekat dan tujuan
filsafat pendidikan dalam pendidikan agama Kristen. Sebab selama ini filsafat pendidikan agama
kristen belum di fahami dengan benar, dan bahkan para pembelajar kristenpun belum atau tidak
mengerti sama sekali filsafat Pendidikan Agama Kristen.

B. Pengetian Filsafat Pendidikan

Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan dari ilmu itu mencakup:
1. konsep-konsep pangkal
2. anggapan-anggapan dasar
3. asas-asas permulaan
4. struktur-struktur teoritis
5. ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.
Pengertian pendidikan sendiri adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan
datang. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 5
seseorang yang sadar dan dewasa dalam hal memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Manfaat filsafat dalam
kehidupan adalah sebagai dasar dalam bertindak, sebagai dasar dalam mengambil keputusan,
untuk mengurangi salah faham dan konflik serta untuk bersip siaga untuk menghadapi situasi dunia
yang selalu berubah.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik
potensi fisik, potensi cipta, rasa mapun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusian universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, harmonis, organis,
dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalan studi mengenai masalah-masalah
pendidikan. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakekat pelaksanaan pendidikan
yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu
pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan
itu.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan
teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang terdiri atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup
bangsa ”Pancasila” yang diabadikan demi kepentingan bangs dan negara Indonesia dalam usaha
merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

C. Kegunaan Filsafat Pendidikan


Menurut Nasution, guna filsafat pendidikan adalah:

1. filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibawa. Sekolah ialah suatu
lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak-anak ke arah yang di cita-
citakan oleh masyarakat itu.
2. dengan adanya tujuan pendidikan kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus
kita capai, individu yang bagaimanakah yang harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan
kita.
3. filsafat dan tujuan pendidikan menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 6
4. filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
Segala usaha kita tidak terlepas-lepas, melainkan saling berhubungan, sehingga terdapat suatu
kontinuitas dalam perkembangan dan kemajuan anak.
5. tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya. Hingga manakah tujuan itu
telah tercapai?
6. tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
Kita lebih bergiat mengajar dan mendidik anak kalau kita jelas melihat tujuannya.

D. Memahami Filsafat Pendidikan.

Tugas Guru Pendidikan agama Kristen (PAK) yang memiliki misi membentuk akhlak dan
moralitas anak peserta didik. Filsafat pendidikan memang suatu disiplin yang memang bisa
dibedakan tetapi tidak terpisah baik dari filsafat maupun juga pendidikan. Filsafat pendidikan
mengambil persoalan dari pendidikan, sedangkan metodenya dari filsafat. Berfilsafat tentang
pendidikan menurut suatu pemahaman yang tidak hanya tentang pendidikan dan persoalan-
persoalannya, tetapi juga tentang filsafat itu sendiri. Filsafat pendidikan tidak lebih dan tidak
kurang dari suatu disiplin unik sebagaimana halnya filsafat sains.
Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari
filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian
(inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan. Suatu usaha untuk mengatasi persoalan-
persoalan pendidikan tanpa kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah
ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang
bersangkut-paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan,
yang berhubungan dengan analitis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri.
Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi
merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik obyeknya,
filsafat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Filsafat umum atau filsafat murni
2. Filsafat khusus atau filsafat terapan.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 7
Filsafat umum mempunyai obyek antara lain:
a. Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk di dalamnya, hakikat
kenyataan secara keseluruhan (Ontology), kenyataan tentang alam atau kosmos
(Kosmology), kenyataan tentang manusia (Humanology) dan kenyataan tentang
Tuhan (Teologi)
b. Hakikat mengetahui kenyataan
c. Hakikat menyusun kesimpulan pengetahun tentang kenyataan (Logika)
d. Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi), antara lain tentang hakikat nilai yang
berhubungan dengan baik atau jahat (Etika) serta nilai yang berhubungan dengan
indah dan buruk (Estetika).

Filsafat khusus mempunyai obyek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang
terpenting. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi dalam pendidikan. Ditinjau dari subtansinya
atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan yang
diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan. Dalam arti sempit
pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak didik yang
diserahkan kepadanya agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka atau pendidikan memperhatikan
keterbatasan dalam waktu, tempat, bentuk kegiatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya
pendidikan.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang
lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta
pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik
sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan.
Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan
pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu
maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami
dalam hubungannya dengan tujuan hidup.
Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat
mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 8
kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola
proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan
mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-
masalah pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam empat macam,yaitu:
1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat, subtansi dan pola
organisasi ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan
material ilmu pendidikan
3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam
menyusun ilmu pendidikan
4. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan
praktis ilmu pendidikan.

Filsafat dan pendidikan berjalan bergandengan tangan, saling memberi dan menerima.
Masing-masing adalah alat sekaligus akhir bagi yang lainnya. Masing-masing adalah proses dan
juga produk.

1. Filsafat sebagi proses (philosophy as a process)

Filsafat sebagai aktivitas berfilsafat (the activity of philosophizing). Tercakup di


dalamnya adalah aspek-aspek:

a. Analisis (the analytic), yakni berkaitan dengan aktivitas identifikasi dan


pengujian asumsi-asumsi dan kriteria-kriteria yang memandu perilaku.

b. Evaluasi (the evaluative), berkaitan dengan aktivitas kritik dan penilaian


tindakan.

c. Spekulasi (the speculative), berhubungan dengan pelahiran nalar baru dari nalar
yang ada sebelumnya.

d. Integrasi (the integrative), yakni konstruksi untuk meletakkan bersama atau


mempertautkan kriteria-kriteria atau pengetahuan atau tindakan yang
sebelumnya terpisah menjadi utuh. Jadi, proses filosofis itu membangun
dinamika dalam perkembangan intelektual.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 9
2. Filsafat sebagai produk (philosophy as a product)

Produk dari aktivitas berfilsafat adalah pemahaman (understanding), yakni klarifikasi


kata, ide, konsep, dan pengalaman yang semula membingungkan atau kabur sehingga
bisa menjadi jernih dan dapat dimanfaatkan untuk pencarian pengetahuan lebih lanjut.
Filsafat dengan “P” capital adalah suatu bangun pemikiran yang secara internal bersifat
konsisten dan tersusun dari respon-respon yang dibuat terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dalam proses berfilsafat. Pertama-tama, Filsafat memang tampak sebagai
suatu jawaban, posisi sikap, konklusi, ringkasan akhir, dan juga rencana final.

E. Filsafat Yang Mempengaruhi Pendidikan

1. Progresifisme.
Tokoh progresifisme adalah John Dewey, William James, Hans Vaihinger dan Ferdinand
Schiller dan Georges Santayana. Tujuan progresifisme adalah meningkatkan masyarakat sosial
demokratis. Pemikiran progresifisme: prograsifisme merupakan pendidikan yang berpusat pada
siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreatifitas, aktovitas, belajar ”naturalistik,” hasil
belajar ”dunia nyata,” dan juga pengalaman teman sebaya. Progresifisme dinamakan
instrumentalis, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intellegensi manusia sebagai alat
untuk hidup, kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia.
Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses pendidikan
tentulah berorientasi pada sifat dan hakekat anak didik sebagai manasia yang berkembang. John
Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialiasi. Artinya disini sebagai rposes
pertumbuhan dan proses dimana anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, diding pemisah antara masyarakat dan sekolah perlu
dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak perlu disekolah saja. Jadi sekolah yang ideal adalah
sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitarnya. Artinya sekolah adalah
bagian dari masyarakat.
Menurut Prof. Zamroni, Ph.D dalam catatan kuliah filsafat pendidikan disimpulkan bahwa
progresifisme menekankan pada :
a. Education based on needs and interests of students,

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 10
b. Students learn by doing as well as from textbooks,
c. Teaching through field trips and games,
d. Emphasis on natural and social sciences,
e. Experiential learning,
f. Grouping by interest and abilities.

2. Parennialisme
Parennialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan
progresifisme yang mengingkari supranatural. Parennialisme adalah gerakan pendidikan yang
mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada dan bahwa pendidikan itu hendaknya
merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.
Tujuan pendidikan menurut parennialisme adalah membantu anak menyingkap dan
menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena kebenaran-kebenaran tersebut universal
dan konstan, maka hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Beberapa pandangan
tokoh parennialisme terhadap pendidikan :
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas dasar paham adanya nafsu,
kemauan dan akal (Plato).
2. Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat
sebagai alat untuk mencapainya (Aristoteles).
3. Pendidikan adalah menunutun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar
menjadi efektif atau nyata (Thomas Aquinas).

3. Essensialisme.
Tujuan essensialisme adalah meningkatkan intelektual individu, mendidikan peserta didik
untuk menjadi kompeten. Dalam essensialiseme, pendidikan haruslah bersendikan pada nilai-nilai
yang dapat mendatangkan stabilitas. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut, nilai-nilai itu perlu
dipilih agar mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Dengan demikian, prinsip
essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai yang essensial dan
bersifat menuntun. Nilai dalam essensialisme adalah membantu peserta didik berfikir rasional,
tidak terlalu berakar pada masa lalu, memperhatikan hal-hal yang kontemporer, memusatkan

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 11
keunggulan, bukan kecukupan pemilikan nilai-nilai tradisional. Teori ini mementingkan mata
pelajaran daripada proses.

4. Aliran Rekonstruksionisme

Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis
kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut
memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang
terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan


tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang
sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang
benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.

Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan
suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti
diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan,
nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

Ciri Rekonstruksionisme : (a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus
dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola life-
adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu berfikir tentang
tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting
guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap
pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi
langsung dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 12
manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. (f) Learn by doing!
(Belajar sambil bertindak).

5. Aliran Eksistensialisme

(a) Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang
merdeka dan otentik. (b) Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak
dengan kualitas-kualitas abstraknya. (c) Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung
jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih
terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya. (d) Individu
seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah. (e)
Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun
murid. (f) Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana
siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

6. Aliran Behavioral Engineering (Rekayasa Perilaku)

(a) Kehendak bebas adalah ilusi (Free-will is illusory). (b) Percaya bahwa sikap manusia
kebanyakan merefleksikan tingkah laku dan tindakan yang terkondisikan oleh lingkungan. (c)
Memakai metode pengkondisian sebagai cara untuk mengarahkan sikap manusia. (d) Pendidik
perlu membangun suatu lingkungan pendidikan dimana individu didorong melalui ganjaran dan
hukuman untuk kebaikan mereka dan orang lain.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 13
Kebutuhan PAK Akan Filsafat Pendidikan

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses


perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah
adalah bertumbuh menuju tingkat kedewanaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud
apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan
tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan
manusia.
Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah
kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab
dan kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan ini adalah persoalan yang amat mendasar,
yang berkaitan langsung dengan sisitem nilai dan standar normatis sebuah masyarakat. Cara kerja
dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia,
dimana pendidikan agama Kristen merupakan salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena
hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima pendidikan.
Oleh karena itu pendidikan agama Kristen memerlukan filsafat. Karena masalah-masalah
pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada
pengalaman. Dalam pendidikan agama Kristen akan muncul masalah-masalah yang lebih luas,
lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalmaan maupun fakta faktual, dan
tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu. Seorang guru Pendidikan Agama Kristen, baik
sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat
pendidikan agama kristen.
Seorang guru PAK perlu memahami dan tidak buta terhadap filsafat pendidikannya, karena
tujuan pendidikan selalu berhubungan langsung dengan tujuan kehidupan individu dan masyarakat
penyelenggara pendidikan. Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah
suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat yang radikal,
sistematis, dan menyeluruh.
Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan hasil dari studi filsafat,
akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan Kristen haruslah
minimal dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam pendidikan, sebagai berikut:
1. Apakah pendidikan itu?

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 14
2. Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan?
3. Apakah yang seharusnya dicapai dalam proses pendidikan?
4. Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang etrsirat dapat
dicapai?
Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut akan sangat tergantung dan akan ditentukan oleh
pandangan hidup dan tujuan hidup manusia, baik secara individu maupun secara bersama-sama
(masyarakat/ bangsa). Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta faktual, tetapi filsafat
pendidikan harus sampai pada penyelasaian tuntas tentang baik dan buruk, tentang persyaratan
hidup sempurna, tentang bentuk kehidupan individual maupun kehidupan sosial yang baik dan
sempurna. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat.
Dengan kata lain, filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan,
lembaga pendidikan dan aktivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi, peranan filsafat pendidikan
merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuk yang lebih terperinci lagi, filsafat
pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan merupakan usaha untuk
merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, dan
pembentukan kepribadian

Teori Dan Pandangan Tentang Konsep Pendidikan

Noeng Muhadjir; menjelaskan beberapa teori pendidikan yaitu unfoldment theory, formal
discipline theory, dan preparation theory. Menurut unfoldment theory tugas pendidikan adalah
membuka atau mengeluarkan potensi laten diarahkan ke tujuan tertentu. Tujuan tersebut bukan
sesuatu di luar subyek, melainkan sebagai potensi dalam subyek itu sendiri; dan tujuan tersebut
tidak lain adalah tuntas atau sempurnanya aktualiasi potensi itu sendiri.

Menurut formal discipline theory, hasil pendidikan haruslah berupa terbentuknya


kemampuan yang dapat digunakan untuk mengerjakan hal-hal penting apapun. Asumsi yang
mendasarinya adalah ada kemampuan yang bersifat umum yang dapat dioperasikan pada kasus-
kasus spesifik manapun.

Menurut preparation theory pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan subyek-didik


untuk dapat melaksanakan tugas secara sempurna. Tugas pertama yang tampak oleh penganut teori
ini adalah tugas sebagai orang dewasa. Secara kumulatif aktifitas pendidikan (sebagai obyek studi)

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 15
meliputi: menuntun-melayani, mengeluarkan potensi laten, mengembangkan, membentuk,
kemampuan umum, dan mempersiapkan.

Selain itu, ada beberapa pandangan tentang konsep pendidikan, antara lain:

1. Pendidikan sebagai manifestasi (education as manifestation).

Dengan analogi pertumbuhan bunga atau benih, dikatakan bahwa pendidikan adalah suatu
proses untuk menjadikan manifes (tampak aktual) apa-apa yang bersifat laten
(tersembunyi) pada diri setiap anak.

2. Pendidikan sebagai akuisisi (education as acquisition)

Dengan analogi spon, pendidikan digambarkan sebagai upaya untuk mengembangkan


kemampuan seseorang dalam memperoleh (menyerap) informasi dari lingkungannya.

3. Pendidikan sebagai transaksi (education as transaction)

Dengan analogi orang Eskimo di Baffin Bay yang “berinteraksi” (work together) dengan
bebatuan yang ada di lingkungannya untuk membuat rumah batu (stone sculpture) yang
secara organic sesuai dengan materialnya dan selaras dengan kemampuan pembuatnya.
Pendidikan adalah proses memberi dan menerima (give and take) antara manusia dengan
lingkungannya. Di sana seseorang mengembangkan atau menciptakan kemampuan yang
diperlukan untuk memodifikasi atau meningkatkan kondisinya dan juga lingkungannya.
Sebagaimana pula di sana dibentuk perilaku dan sikap-sikap yang akan membimbing pada
upaya rekonstruksi manusia dan lingkungannya.

Teologi Mempengaruhi Filsafat Pendidikan Dan Kinerjanya.

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau
merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik
mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyaki-nan mengenai
bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pela-jari agar dapat tinggal
dalam kehidupan yang baik. Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan
pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 16
praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan. Terdapat
hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:

1. Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran.


Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang
pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang
pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni,
pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi
memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru
menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku
siswa.

2. Keyakinan mengenai siswa.


Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru
yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa
menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan
kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui
bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.

3. Keyakinan mengenai pengetahuan.


Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat pendidikan,
guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-
potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.

4. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui.


Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, dimana hal ini
berhubungan dalam keyakinan (teologi)nya yang harus diajarkan kepada murid/siswa.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 17
Asas Mengajar, Jika Menerapkan Pemikiran Progresivisme.

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan


membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta
lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak
memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu
mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap
filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan
hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan
pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi
mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup
bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru).
Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan progresivitas
pemikiran guru PAK. Ia menjadi guru PAK yang berpikir ke depan melalui pergaulannya dengan
banyak kalangan dari berbagai situasi dan kalangan. Itulah yang menjadikan pikiran guru PAK
tetap. Guru PAK menggunakan berbagai pengetahuan yang dimiliki bukan sebagai resep atau
dogma, melainkan sebagai alat untuk menganalisis dan memahami kenyataan hidup di masyarakat,
khususnya murid / siswa. Dari situ, dapat memahami guru PAK sebagai orang yang berorientasi
pada masalah yang dihadapi, bukan pada aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep
pendidikan yang dipaparkannya secara jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persoalan-
persoalan pendidikan yang dihadapi oleh ke-manusia-an di masa hidupnya. Dari pergulatannya
dengan berbagai persoalan itu, lahirlah pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi
konstruktif.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 18
Pandangan Kosmologi, Antropologi, Teologi, dan Ontologi

Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu:

1. Kosmologi.
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia,
hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Kosmologi secara praktis akan menjadi
persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia
memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami
filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru
seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat
manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia: manusia adalah makhluk jasmani rohani,
manusia adalah makhluk individual sosial, manusia adalah makhluk yang bebas, manusia adalah
makhluk menyejarah.
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat
manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk
mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus
diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara
menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus
diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena
pengetahuan tersebut.

2. Antropologi.

Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai
subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang
belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan
oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar
antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3)
moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas
kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan
diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 19
pendidikan sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai
bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Teologi.

Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang
dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan
pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui. Hal tersebut akan mewarnai
sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar. Selain itu, pemahaman teologi akan
menjauhkan guru PAK dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Maka di sini teologi sebagai penerang kuat,
bagaimana seharusnya seorang guru PAK bersikap, baik ke terhadap dirinya maupun terhadap
siswa / murid. Sehingga siswa / murid di bawa ke dalam pola hidup yang benar sesuai dengan
kebenaran yang teologi (Alkitab) ajarkan.

4. Epistemologi.

Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi.
Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita
mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan
pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari
situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?

Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi


signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang
benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat
untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada
lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui
berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi. Guru tidak hanya mengetahui
bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan
demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan
kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 20
memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan
tersebut.

Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun pengumpulan data
di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namuntelaah atas objek formil ilmu
pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi
kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan
pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu
penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur
dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian
(verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau
wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai
bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan,
penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat
ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya
mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai
ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat
hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental. Dengan demikian uji
kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus
secara praktis dan atau pragmatis.

5. Ontologis.

Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas
yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman
manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang
lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi
pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai
warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan
yang sebaik-baiknya).

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 21
Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu
pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam
situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku
individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat
diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya
konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro,
sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak
(conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang
berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh
memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum,
jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa
menurut Gordon, akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta
didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secar
kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan
pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas
manusianya belum tentu utuh.

Pemahaman Dan Korelasional Yang Harus Dimiliki


Tentang Etika Dan Estetika.

Etika dan estetika merupakan bagian dalam filsafat Aksiologi. Aksiologi adalah cabang
filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan
pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan
dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan
perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang
harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi?
Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi?
Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya aksiologi
menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang
diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 22
pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak
mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga
diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat
intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk
menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh
yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu
pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu
pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok.
Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat
nilai seperti dijelaskan oleh Phenix. Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi
pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh
pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku. Lebih-lebih di
Indonesia. Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-
ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat
unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah.

Relevansi Teori Empirisme, Nativisme, Dan Konvergensi

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses


pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan
dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi
antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-
rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep
yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak
terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 23
Teori / hukum Empirisme (John Locke, tahun 1632 – 1704), dimana perkembangan pribadi
ditentukan oleh lingkungan, terutama lingkungan pendidikan. Manusia laksana kertas putih. Teori
/ hukum Nativisme (Arthur Schopenhauer, tahun 1988 – 1860), dimana perkembangan pribadi
manusia hanya ditentukan oleh faktor hereditas atau faktor koderati. Teori / hukum konvergensi
(William Stern, tahun 1971 – 1938), dimana perkembangan pribadi manusia merupakan akumulasi
dari dari interaksi-sinergis antara potensi dasar dengan lingkungan pendidikan. Yang menjadi
relevansi dari ketiga teori / hukum ini adalah bahwa teori / hukum konvergensi merupakan
gabungan yang sinergis antara teori / hukum Empirisme dan Nativisme.
Sesuatu dipandang sah dilakukan, jika ada manfaatnya. Manusia akan berkembang jika
berinteraksi dengan lingkungan berdasarkan hereditas dan kemampuan berpikir dalam dirinya.
Sekolah merupakan lingkungan khusus yang menjadi penyambung lingkungan yang lebih umum.
Sekolah berfungsi menyeleksi dan menyederhanakan kebudayaan yang berguna bagi individu.
Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif dengan pendekatan pemecahan masalah.
Progresivisme atau gerakan progresif pengembangan teori pendidikan mendasarkan diri
pada beberapa prinsip, yaitu: anak harus bebas berkembang secara wajar, pengalaman langsung
picu utama minat belajar, guru harus menjadi peneliti dan pembimbing anak, Sekolah harus
menjadi ujung tombak reformasi pedagogis dan eksperimen.

Manfaat Mempelajari Filsafat Pendidikan

Setelah menempuh mata kuliah ini penulis paling tidak kesadaran dan memiliki dasar
pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam lingkup pengajaran makro
berlandaskan epistemologis dan lingkup belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani,
memiliki wawasan yang luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori
pendidikan. Penulis mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya
dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga dengan landasan
ini, penulis akan mampu membina dan mengembangkan program pendidikan serta memecahkan
persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang timbul dan dihadapi di Indonesia baik
dalam rangka otonomi daerah maupun dekonsentrasi pendidikan guru dan Pendidikan Agama
Kristen.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 24
”Filsafat Pendidikan Agama Kristen” membahas persoalan filsafati dan teoritis mengenai
pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta pemecahan masalah-
masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan permasalahan pendidikan tersebut
pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka perkuliahan ini juga menyoroti pelbagai landasan
pendidikan, serta pendidikan dalam praktek dengan ilmu pengetahuan termasuk pedagogik,
dengan filsafat pendidikan serta dengan berbagai disiplin keilmuan lain. Dalam studi ini digunakan
pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis, maupun komparatif, yang mana dari itu semua
dilandasi oleh pemikiran teologi Kristen, sebagai pengejawantahan dari Alkitab.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 25
II. SEJARAH DAN PENDIDIKAN KRISTEN

A. Sejarah Pendidikan Kristen di Gereja

1. Di Dalam Gereja
Sejarah adalah perhitungan peristiwa-peristiwa yang sistematis. Seseorang yang sangat
berhubungan dengan masa kini dan masa depan pasti mempunyai kesadaran, pengertian dan
penghargaan terhadap peristiwa-peristiwa yang sudah lalu. Trumbul menekankan bahwa sejak
permulaan, sepanjang abad sejarah gereja Kristen memperlihatkan bahwa perkembangan
keanggotaan gereja, serta pendewasaan orang-orang Kristen di dalam pengertian dan ketaatan
firman Allah tergantung pada penekanan pendidikan Kristen dalam gereja.
Sebaliknya, bilamana sekolah minggu atau organisasi pendidikan Kristen gerejani telah
diabaikan, maka gereja gagal untuk menopang dan melanjutkan kekuatan rohani dari
keanggotaannya. Dukungan yang begitu kuat terhadap fungsi pendidikan mendorong sejarawan
Clarence Benson untuk menyatakan bahwa: Perkembangan dan keabadian kekristenan bergantung
kepada program pendidikan. Sejarah menegaskan nilai pendidikan.

2. Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru


Pendidikan agama dalam Perjanjian Baru tidak terlepas dari pendidikan agama dalam
Perjanjian Lama. Tema pokok pengajaran agama dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
adalah karya penyelamatan manusia berdosa oleh Allah. Dalam Perjanjian Lama karya tersebut
dinyatakan pengajaran tentang hukum-hukum Allah dan kurban (yang sesungguhnya merupakan
bayang-bayang dari penyelamatan manusia oleh Allah dalam Yesus Kristus). Dalam Perjanjian
Baru, pengajaran dinyatakan oleh pribadi Kristus, Tuhan dan Jurusemat. Dengan demikian
pendidikan agama dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mempunyai pusat pengajaran pada
satu pribadi, yaitu Kristus. Dalam Perjanjian Baru, kita menemukan dua pribadi yang sangat
menekankan PAK yaitu Tuhan Yesus dan Paulus, serta contoh Jemaat mula-mula.

a. Tuhan Yesus.
Pendidikan agama dalam PB mengalami revolusi besar dengan munculnya pengajaran
Kristus. Tuhan Yesus adalah pakar dan ahli mengajar, oleh karena itu diri-Nya dikenal Guru

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 26
Agung melebihi guru-guru Yahudi dan filsuf-filsuf dunia lainnya. Tidwell mengungkapkan empat
kategori pengukuhan diri Yesus sebagai pengajar Agung, yaitu: (1). Yesus sendiri menyatakan
diri-Nya guru (Yoh. 13:13). (2). Teman-teman, pengikut-pengikut, dan musuh-musuh-Nya
menyatakan Yesus adalah guru (Luk. 1:1; Mark. 4;38; Yoh. 3:2; Mat. 22:24; Mark. 9:17; 12:13-
14, 32; Luk. 12:13; 19:39). (3). Yesus mengajar dengan baik sekali. Dia adalah pakar dalam seni
mengajar. (4). Yesus menugaskan pengikut-pengikut-Nya untuk mengajar (Mat. 28:18-20).
Inti pengajaran Yesus berpusatkan pada diri-Nya sendiri (Yoh. 14:6). Oleh karena itu
Yesus sering menggunakan kata “eimi atau Aku”, yaitu Akulah roti hidup ( Yoh. 6:48,50), Akulah
terang dunia (Yoh. 8:12), Akulah gembala yang baik (Yoh. 10:11), dan Akulah kebangkitan dan
hidup (Yoh. 11:25).
PAK di dalam PB tidak terlepas dari Yesus Kristus di samping jabatan-Nya sebagai
penebus dan pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai
seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya
menyebut Dia “Rabi” yang merupakan gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disenangi
dan dikagumi oleh orang-orang sebangsanya selaku pengajar yang mahir dalam segala ilmu
ketuhanan (Mat. 7:29).
Tuhan Yesus mengajar dimana saja: di atas bukit dari dalam perahu , di sisi orang sakit, di
tepi sumur, di rumah yang sederhana, dan rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama
dan pemerintah, dan bahkan sampai kayu salib sekalipun. pokoknya Tuhan Yesus tidak
memerlukan sekolah atau gedung yang tertentu.
Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak pula pada terbatas pada waktu-waktu tertentu.
Siang malam, pada setiap saat, Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan kerajaan sorga
yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya. Cara mengajar-Nya sangat
istimewa pula biasanya Tuhan Yesus tidak membentangkan suatu ajaran dengan menyuruh orang
mempercayai itu tetapi Ia menolong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri
dari apa yang dijelaskanNya kepada mereka. Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode
itu masih penting dan perlu dipelajari oleh semua guru agama masa kini. Adakalahnya Tuhan
Yesus bercerita, menggunakan perumpamaan, mengajukan pertanyaan, diskusi, dan menggunakan
contoh secara langsung (Mat. 19:13-15; Luk. 9:48. Dan yang paling pokok adalah seluruh
kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan model pengajaran sampai saat yang terakhir.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 27
Paulus Lilik Kristianto mengatakan bahwa selama pelayanan Yesus di dunia ini, Ia
memberi teladan dalam metode pengajaran-Nya untuk membangun kontak dengan para
pendengar, terutama murid-murid-Nya. Metode-metode tersebut antara lain; memenangkan
perhatian para pendengarnya, menggunakan pertanyaan-pertanyaan, menggunakan ilustrasi dan
cerita, menggunakan ceramah dan khotbah, menggunakan benda atau objek, dan menggunakan
model.

b. Rasul Paulus.
Pendidikan dan pengajaran Kristen pada zaman para Rasul dimulai dari peristiwa
Pentakosta, yaitu tampilnya rasul Petrus sebagai pengkhotbah dan pengajar yang menghasilkan
petobat baru tiga ribu orang. Mereka inilah merupakan jemaat yang pertama dan mendapat
pengajaran dari para rasul (Kis. 2:42; 5:42). Tiga pokok utama pengajaran para rasul adalah
panggilan iman, penjelasan tentang iman, dan pertumbuhan moralitas sebagai konsekuensi dari
hidup dalam iman.
Tokoh utama dari sekian rasul Kristus yang sangat dikenal sebagai pengajar ulung adalah
Rasul Paulus. Tidwell memposisikan Paulus menempati tempat kedua dalam keagungan sebagai
guru setelah Yesus, sang Guru Agung. Bagi pengikut-pengikut Yesus, dia adalah orang yang
paling berpengaruh dengan beberapa alasan: 1). Sejak lahir Paulus mendapat kesempatan
pendidikan (Kis. 21:39). 2). Paulus mempunyai pendidikan tinggi dibawah asuhan Gamaliel (Kis.
22:3), 3). Paulus merasa dia adalah seorang guru (Kis. 21:28), 4).Pengajaran Paulus berhasil
(Kis.11:19-26). 5). Paulus mengajar di Synagoge (Kis. 13:14-52), 6). Paulus mengajar kapan saja,
dimana saja, dan kepada siapa saja. 6). Paulus memakai berbagai macam metode mengajar (diskusi
(Kis 13;14-520), 7). Paulus mengingatkan para gembala sidang untuk mengajar (1 Tim. 3:2, 2 Tim.
2:2, 4:2). 8). Paulus setia mengajar dalam seluruh masa pelayanannya (2 Tim. 4:1-11).
Oleh karena itu Rasul Paulus juga adalah seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh
penting dalam lapangan pendidikan agama Yahudi dan Kristen. Paulus sendiri dididik untuk
menjadi seorang “rabi” bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat dan ia juga
dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama Yuhudi. Setelah Tuhan masuk kehidupannya,
Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk
memasyurkan nama Tuhan Yesus itu. Kemana ia pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 28
mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat di dalam Injil
Yesus Kristus.
Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan dihadapan rakyat
jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri,
orang cendikiawan dan kaum budak, kaum laki-laki dan kaum perempuan, orang Asia, orang
Yunani, orang Romawi. Pendek kata segala golongan manusia yang ditemuinya. Paulus mengajar
di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota
atau di padang-padang. Ia juga mengajar melalui surat-surat kepada jemaat-jemaat Kristen. Dialah
yang paling banyak menuliskan kitab-kitab di dalam PB yaitu sebanyak 13 kitab yang merupakan
hasil dari pergumulannya menjadi pengajar. Dalam Efesus 4:11-15 tersirat bahwa PAK
mempunyai dua tugas utama yaitu memperlengkapi orang-orang kudus supaya dapat melayani
(menjangkau jiwa-jiwa bagi Kristus) dan pertumbuhan iman sehingga menuju kedewasaan penuh
di dalam Kristus.

c. Jemaat Mula-mula.
Sejak mulai berdirinya, maka jemaat Kristen yang mula-mula menjunjung tinggi pengajaran
agama. Seperti diketahui orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih terpaut kepada adat
agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulan-perkumpulannya
sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-
perbuatan Tuhan Yesus, makan sehidangan, dan merayakan perjamuan suci (Kis. 2:41-47;4:23-
37). Di dalam jemaat mula-mula kita mengenal para pengajar yang sering disebut soko guru,
diantaranya murid-murid Tuhan Yesus; Simon Petrus, Yohanes, Yakobus, Paulus, dan pengajar-
pengajar lainnya (Kis.13:1-3).
Kekristenan berkembang tahap demi tahap dan secara misterius maju menuju ke barat sejak
dimulainya dari Yerusalem ke Antiokhia ke Atena, Korintus dan Aleksandria dan akhrinya ke
Roma dan Kartago. Dalam sejarah Kristen mula-mula, dalam kehidupan orang-orang yang pernah
bersama Tuhan dan orang-orang lain yang menjadi teman-teman mereka. Pengajaran tetap menjadi
tanggung jawab utama.
1) Mereka mendidik melalui berkhotbah.
2) Mereka mendidik melalui pengajaran.
3) Dalam gereja mula-mula, pengajaran adalah pelengkap utama untuk menginjili.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 29
4) Mereka mendidik di dalam pertemuan-pertemuan yang mereka adakan, seperti dirumah-
rumah.
5) Mereka mendidik di dalam keluarga.
6) Mereka mendidik melalui kebaktian-kebaktian
7) Mereka mendidik di dalam sekolah-sekolah kateketikal, seperti sekolah Alexandria

d. Perkembangan Setelah jemaat mula-mula


Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Kristen, maka penting
bagi untuk mengetahui buah pikiran dari para tokoh-tokoh PAK mengenai PAK, yaitu:
1) Heronimus (345-420), PAK adalah pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa sehingga
menjadi bait Tuhan. Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di surga
sempurna (Mat. 5:48).
2) Agustinus (345-430), PAK adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya
“melihat Allah” dan “hidup bahagia”. Dalam pendidikan ini para pelajar sudah diajar secara
lengkap dari ayat pertama Kitab Kejadian “ Pada mulanya Allah menciptakan langit dan
bumi” sampai “ arti penciptaan itu pada masa gereja sekarang ini”. Pelajaran Alkitab
difokuskan pada perbuatan Allah.
3) Erasmus (1400 -1500) seorang sarjana Belanda yang hidup pada abad ke 15 dan 16. Dia
menterjemahkan PB dari bahasa Yunani. Dia menyatakan bahwa setiap orang harus diberi
kesempatan untuk membaca Alkitab sendiri.
4) Martin Luther (1483-1548), PAK adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk
belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita dalam
firman Yesus Kristus yang memerdekakan. Di samping itu PAK memperlengkapi mereka
dengan sumber iman, khususnya yang berkaitan dengan dengan pengalaman berdoa, firman
tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya
termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan bertanggung jawab dalam
persekutuan Kristen. Dia berkotbah dan sering menulis tentang pentingnya pendidikan.
Dengan keras ia menegur para orang tua agar mereka mendidik anak-anaknya. Dia
menantang pemerintah untuk mendukung program wajib belajar. Dia juga berkata, bahwa
seseorang jangan menikah sampai mereka mampu untuk mengajar anak-anak mereka dalam
keagamaan dan menjadikan mereka oang-orang Kristen sejati. Untuk Negara dia

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 30
berpendapat bahwa Negara harus menjadi agen pendidikan yang memajukan pengajaran-
pengajaran gereja.

5) Philip Melancthon memperbaiki pendidikan, dia mempengaruhi perkembangan universitas


Wittenberg, di Jerman, selama 42 tahun dia bekerja di sana. Dia memperbaiki hal-hal yang
berhubungan dengan pendidikan, sedangkan Luther lebih khusus memperbaiki hal-hal yang
berhubungan dengan keagamaan. Philip menulis tata bahasa Latin, bersamaan dengan
bahan bacaan dalam retorika, etika, dan theologia. Dia dianggap sebagai pendidik, maha
guru Jerman. Sangat jelas dia adalah pemimpin kebangkitan Protestan dalam pendidikan
yang terkenal.
6) Johannes Calvin (1509-1664), PAK adalah pendidikan yang bertujuan mendidik semua
putra-putri gereja (kaum muda) agar mereka: 1). Terlibat dalam penelaahan Alkitab secara
cerdas sebagaimana dengan bimbingan Roh Kudus; 2). Mengambil bagian dalam kebaktian
dalam puji-pujian dan memahami keesaan gereja; 3). Diperlengkapi untuk memilih cara
mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan
sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya
sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus. Jadi dapat
disimpulkan rumusan PAK menurut Johannes Calvin adalah pemupukan akal orang-orang
percaya dan anak mereka dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus melalui
sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam mereka dihasilkan
pertumbuhan rohani yang bersinambung yang diejawantahkan semakin mendalam melalui
pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih
terhadap sesamanya.
7) John Knox memprakarsai pendidikan hari Minggu. Dia berasal dari Skotlandia,
menganjurkan agar kegiatan keagamaan pada hari Minggu seluruhnya dipusatkan pada
kebaktian dan pendidikan. Knox juga menunjukkan bahwa ajaran-ajaran agama, prinsip-
prinsip agama Kristen, harus diajarkan kepada anak-anak, pelayan-pelayan dan keluarga di
dalam setiap rumah tangga. Dia memerintahkan kepala keluarga setiap rumah tangga untuk
mengajar mereka yang ada di dalam rumah tangganya.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 31
8) Ulrich Zwingli (Switzerland) mendukung pengindoktrinasian anak-anak. Dia percaya
bahwa ketika kebenaran masuk ke dalam kesadaran orang-orang, maka kegiatan Iblis akan
dihancurkan. Pendidikan harus bergantung pada Kitab Suci. Dia menulis buku berjudul
”Pendidikan Kristen untuk Kaum Muda.
9) J. Sherrill (1892-1957), PAK adalah pendidikan yang bertujuan memperkenalkan Alkitab
kepada pelajar, sehingga mereka siap menjumpai dan menjawab Allah, memperlancar
komunikasi secara mendalam antarpribadi tentang keprihatinan insan serta mempertajam
kemampuan menerima fakta bahwa mereka dikuasai kekuatan dan kasih Allah yang
memperbaiki, menebus, dan menciptakan kembali.
10) Campbell Wyckoff (1957), PAK adalah pendidikan yang menyadarkan setiap orang akan
Allah dan kasih-Nya dalam Yesus Kristus, agar mereka mengetahui diri mereka yang
sebenarnya, keadaannya, bertumbuh sebagai anak Allah dalam persekutuan Kristen,
memenuhi panggilan bersama sebagai murid Yesus di dunia dan tetap percaya pada
pengharapan Kristen.
11) E.G. Homrighausen, dalam Konfrensi Kajian PAK di Sukabumi (1955) arti yang sedalam-
dalamnya dari PAK adalah bahwa dengan menerima pendidikan itu semua pelajar, muda
dan tua memasuki persekutuan iman dan oleh dia terhisap pula pada persekutuan jemaat
yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.
12) Werner C. Graendorf (1976), PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang
berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus yang
membimbing setiap pribadi pada tingkat pertumbuhan, melalui pengajaran masa kini ke
arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap
aspek kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang berpusat
pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang mendewasakan para murid.
13) Paulus Lilik Kristianto, menyimpulkan definisi PAK menurut Werner C. Granedorf ke
dalam tiga aspek utama PAK yaitu: 1. Aspek deskripsi PAK, yaitu PAK merupakan
pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan Kristus, dan bergantung
pada Roh Kudus. Pembelajaran berarti pembangunan pribadi menuju kedewasaan.
Sedangkan pengajaran berarti penyandian dan dorongan bagi pembelajaran efektif. 2.
Aspek fungsional PAK, yaitu PAK berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat
pertumbuhan melalui pengajaran PAK masa kini. Proses PAK ditujukan kepada setiap

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 32
pribadi seperti pelayanan Kristus (Yoh. 1:43).PAK berfungsi sebagai penyedia, pendorong,
dan fasilitator dalam pembimbingan. 3. Aspek filosofi PAK, yaitu PAK merupakan
pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan Kristus, sang Guru Agung, dan perintah
untuk mendewasakan murid. Jadi dapat dikatakan PAK yang alkitabiah harus berdasarkan
diri pada Alkitab sebagai firman Allah dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya, dan
harus bermuara pada hasilnya yaitu mendewasakan murid.
14) Dewan Nasional Gereja-gereja Kristus di USA (1952), PAK adalah proses pengajaran agar
pelajar yang semakin bertumbuh dan mempertimbangkan kehidupa sehari-hari. Dalam hal
ini PAK memanfaatkan sumber pengalaman beragama yang diperoleh umat manusia
sepanjang abad, agar menghasilkan gaya hidup kristiani.
15) Sidang Raya Gereja Presbyterian USA (1947), PAK adalah pendidikan yang bertujuan
mengajar jemaat untuk menjadi murid Yesus Kristus. Mereka diharapkan dapat menemukan
kehendak Allah, kemudian melaksanakannya di lingkungan setempat, nasional, dan
internasional.
16) Gereja Kongregasional, Evangelikal, reformed bergabung USA (1957), PAK adalah
pendidikan yang bertujuan membawa orang ke dalam persekutuan Kristen, membimbing
dalam iman dan panggilan Kristen, supaya menerima pengampunan dan kekuatan bagi
kehidupan baru dari Allah dengan ucapan syukur dan ketaatan serta dimampukan
bertumbuh secara matang sebagai pribadi Kristen dan menjadi orang yang setia
melaksanakan panggilan gereja.
17) BS. Sidjabat dalam buku “Strategi Mengajar” boleh mengatakan bahwa PAK artinya
merupakan usaha dasar yang bertujuan dan bersahaja untuk membimbing dan
memperlengkapi tiap individu dan kelompok menuju kedewasaan khususnya dalam cara
berfikir, sikap iman, dan tingkah laku, dengan demikian PAK menuntut pikiran atau
pemahaman serta pengelolaannya khususnya oleh guru PAK di sekolah (Kol. 1:28-29).
18) Daniel Nuhamara dalam buku “Pembimbing PAK” menjelaskan elemen-elemen penting
dari arti dan hakikat PAK, yaitu:
(a) PAK itu adalah suatu usaha pendidikan. oleh karena itu, ia merupakan usaha yang
sadar, sistematis, dan berkesinambungan, apapun bentuknya,.
(b) PAK juga merupakan pendidikan yang khusus yakni dalam dimensi religius
manusia, yaitu pencarian dan pengekspresian akan kehendak Allah.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 33
(c) PAK menunjuk kepada persekutuan iman (Kristen) yang melakukan tugas
pendidikan agamawi .
(d) PAK sebagai usaha pendidikan bagaimanapun juga mempunyai hakikat politis,
artinya dalam PAK tidak hanya ada intervensi dalam kehidupan individual seorang
di bidang kerohaniannya saja, tetapi juga mempengaruhi cara dan sikap mereka
ketika menjalani kehidupan dalam konteks hubungan-hubungan sosial
kemasyarakatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa arti dari PAK adalah upaya yang dilakukan terus-menerus
oleh siapapun (pribadi guru, keluarga, gereja, dan masyarakat) baik formal, non formal, dan
informal dibawah pengaruh dan pimpinan Roh Kudus untuk mendidik, mengajar dan membentuk
watak dan kepribadian seseorang sesuai dengan Alkitab agar mereka mengalami pertumbuhan dan
kedewasaan dalam Kristus.

B. Sejarah Pendidikan di Dunia Barat

Pendidikan berkembang melalui bermacam proses yang terjadi pada masyarakat sesuai
dengan sejarah berbagai negara di dunia barat. Pada awalnya, lembaga yang memiliki tanggung
jawab sebagai penyalur sosialisasi adalah gereja dan keluarga. Lalu, lembaga pendidikan
menggantikan lembaga keluarga dan gereja sebagai penyalur sosialisasi kepada anak-anak.
Pendidikan di beberapa negara Eropa pada jaman pertengahan ditentukan oleh otoritas mutlak
melalui lisensi dari paus atau kaisar untuk mengajarkan misteri dari hukum pengobatan dan teologi
di universitas beraliran Kristen. Pendidikan ber hubungan dengan kepercayaan bahwa seseorang
akan mencapai kebenaran dengan membaca kitab injil. Jadi, pendidikan terkesan dipaksakan dan
tidak boleh dijalankan tanpa petunjuk dari gereja dan sebagai perpanjangan tangan untuk
mengontrol masyarakat.

Sebelum pertengahan abad 19, lembaga pendidikan dapat dimasuki berdasarkan pada kelas
sosial. Sekolah umum merupakan sekolah privat dengan biaya yang mahal. Anak-anak dari
keluarga menengah ke bawah sulit untuk sekolah, karena masalah ketidakmampuan memenuhi
biaya pendidikan. Pendidikan dapat dikembangkan berdasarkan adanya tuntutan penyediaan
tenaga kerja untuk berbagai kebutuhan negara. Pemerintah Inggris membuat aturan tentang
pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin pada tahun 1833, yaitu ketika factory act

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 34
(peraturan kepabrikan) seolah-olah memberikan larangan mengenai tenaga kerja anak (buruh
anak).

Peraturan tersebut sulit dijalankan, karena tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah. Vaizey
menyatakan bahwa pendidikan akan dianggap sukses apabila rakyat berhasil dilatih untuk
menjalankan sebuah pabrik, membangun tentara, atau mengembangkan suatu sistem pertanian.
Pendidikan yang diajarkan dengan cara berbeda antara kaum borjuis dan kaum pekerja. Anak-anak
kaum borjuis dididik untuk menjadi pemimpin dan juga diberikan pendidikan berdasarkan buku,
sedangkan anak-anak kaum pekerja dilatih untuik bekerja di dalam industri produksi. Pendidikan
dapat dimasuki berdasarkan pengkotakan yang diatur sesuai dengan penempatan kelas sosial.
Ketidak adilan pendidikan semakin berkembang seiring kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi di Jerman dan di Amerika Serikat membuat Inggris menempati posisi
yang imperior. Negara Jerman dan Amerika Serikat mempunyai sistem pendidikan yang lebih
maju dibandingkan Inggris. Inggris mencoba ikut bersaing dengan mengembangkan jurusan teknik
dan ketrampilan disebabkan ingin menyamai kedudukan perdagangan Negara Jerman dan
Amerika. Pendidikan di ketiga negera tersebut diperluas dengan cepat untuk memberikan
keterampilan praktis yang akan digunakan untuk para pekerja di berbagai bidang pekerjaan.

Pada perkembangannya, Siswa pada lembaga-lembaga pendidikan menjadi semakin


berkurang. Blyth (1972) melaporkan sampai pertengahan tahun duapuluhan, hanya 12% dari
mereka yang menikmati sekolah-sekolah dasar dan empat dari seribu orang siswa yang
melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Kenyataan tersebut terjadi tidak lepas karena anak-
anak tidak mampu dibentuk menjadi buruh. Pendidikan bagi anak-anak kaum buruh dibentuk
dengan status dan cara hidup tingkat buruh. Pendidikan dikembangkan demi mendapatkan tenaga
kerja murah.

Pendidikan tidak adil bagi anak-anak miskin tidak hanya terjadi di Inggris, Amerika dan
Jerman. Ketidakadilan pada lembaga pendidikan juga terjadi di Kanada, terjadi diskriminasi
terhadap pribumi, anak-anak kaum buruh, orang kulit hitam, dan para imigran. Katz, mencatat
bahwa diperkenalkannya sekolah yang bebas dan wajib di Kanada bukan suatu reformasi yang
ditujukan untuk keuntungan pekerja golongan miskin. Kaum buruh juga terkendala oleh biaya

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 35
pendidikan yang tidak murah. Kaum buruh mengalami kesulitan untuk memasuki lembaga
pendidikan, karena tidak sanggup untuk membayar biaya sekolah.

Jadi, pendidikan di beberapa negara barat merupakan wujud dari permintaan akan tenaga
kerja yang murah. Kebutuhan yang mendesak dan persaingan kemajuan teknologi semakin
membuat orang-orang tidak mampu atau kaum buruh semakin tersingkir dari lembaga pendidikan.
Anak-anak kurang mampu dibentuk menjadi tenaga terampil, mereka kesulitan menikmati
pendidikan dan tidak bisa keluar dari pengkotakan, kaum buruh menempati kelas bawah dan kaum
borjuis menempati tingkat atas sebagai golongan yang mampu memasuki lembaga pendidikan.

Ketidakaadilan akan pendidikan juga dibawa oleh beberapa negara Eropa ke negara
jajahannya. Pada sektor ekonomi modern dan kaya, yang terpusat dikota-kota besar negera sedang
berkembang. Pendidikan ditentukan oleh suatu struktur yang mempunyai persamaan besar dengan
model pendidikan dari Negara penjajah, contohnya Negara India dan Pakistan ditemukan sekolah
dasar siang yang besar seperti model sekolah di Inggris untuk anak-anak dari pegawai negeri dan
masyarakat pengusaha, dan sekolah berasrama khusus untuk anak-anak kaum bangsawan. Belanda
juga mengembangkan model pendidikan berdasarkan kepentingan sebagai negara penjajah di
Indonesia.

C. Sejarah Pendidikan di Indonesia

Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan
Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi
dan politik Belanda di Indonesia. Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua
kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda,
sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi
pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa.
Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis
karena berbagai masalah peperangan.

Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830,
serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan
banyak korban. Belanda membuat siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 36
negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang
maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa. Kerja paksa dapat dijalankan
sebagai cara yang praktis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu
menjadi bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang
sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.

Kehidupan petani yang selalu ditekan bukan masalah yang baru. Petani menduduki posisi
sosial yang selalu dimanfaatkan, lahan pertanian merupakan tempat untuk menggantungkan
pendapatan dan hidup petani, terutama petani gurem. Petani menjadi sapi perahan yang harus
membayar pungutan resmi untuk membantu jalannya pemerintahan dan penyuplai kebutuhan
pejabat daerah. Praktek tanam paksa sekitar tahun 1830-1870 (di Yogyakarta, Solo, dan Priangan
sampai 1918) merupakan kesengsaraan yang tiada taranya dan memiliki kesan yang paling hitam
bagi petani dari masa penjajahan Belanda.

Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah
mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah
komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein
Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. Syarat tersebut harus
dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-
anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk
menjamin keberhasilan perusahaan.

Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih
efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat
ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda)
dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.

Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak
Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun
di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang
mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama. Politik etis terutama sebagai alat
perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 37
keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanagkan sebagai kedok
untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan
memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja,
salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.

Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak
terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise. Masa krisis ekonomi
merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya
yang lebih murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari
tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru, bahkan
lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah
penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan
beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan
dibuat untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi pengetahuan
untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.

Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar
biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk
Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak
begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari
hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia
berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat. Pemerintah Belanda berada dibawah
kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan
dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik
pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk
mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima,
prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan
standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di
pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri
tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih
mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 38
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk
mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa
yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak
mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan
dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk
diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.

Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah
yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara
tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan
biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup
menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk
mengajar di lingkungan desa.

Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang
kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja
murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah.
Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat
mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan
masa Belanda.

Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang
tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk
menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang
Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi
alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang
memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai
kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan
indoktrinasi yang ketat.

Kebangkitan Asia menjadi slogan omong kosong pada kenyataannya. Mubyarto (1987:36)
menjelaskan pertanian Indonesia diusahakan dapat mendukung usaha peperangan. Bibit baru dari

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 39
Taiwan memang berumur lebih pendek dengan hasil per hektar lebih tinggi dipaksakan untuk
ditanam dengan sistem larikan (dalam garis lurus) dan dengan menggunakan pupuk hijau dan
kompos. Petani menjadi membenci sistem baru tersebut. jaman Jepang sebagai jaman penyiksaan
yang kejam. Jadi, petani dibuat sebagai sumber pendapatan yang terus dipaksa untuk manambah
hasil panen. Penduduk sebagai alat komoditas yang terus diperas.

Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan
digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih
orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang
menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung
biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang
akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.

Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian


bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran,
dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan
dan pengajaran sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan . Lalu, pemerintah mengadakan
program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan
berbagai keterbatasan sumber daya, kendala gedung sekolah dan guru.

Kementrian P dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua
tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti. Program tersebut
menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih
40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin. Jadi,
kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk
menanggulangi angka buta aksara di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan
kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.

Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari sektor
pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang muncul kembali, contoh
yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa seperti cara-cara dan praktek pada jaman
Jepang, bimas gotong royong yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 40
karena merupakan usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk
meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas. Adapun tujuannya
adalah untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan
bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga
pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat
dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa.

Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai
cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller, menyatakan berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam
kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir
tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.

Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-
orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk
kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai
keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu
terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan
sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung
peningkatan pemasukan pemerintah.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 41
III. FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN

Pendidikan Kristen telah mengalami perubahan besar dalam filsafat dan metodologi selama
beberapa ribu tahun. Perubahan terjadi karena gaya hidup dan tingkat pendidikan orang dan karena
pemikiran yang inovatif yang membentuk dunia di sekitar mereka. Pendidikan Kristen:
Khususnya, Sejarah dan Filsafat oleh Kenneth O. Gangel menggambarkan perubahan,
penyesuaian, motivasi, membantu, dan halangan untuk pendidikan Kristen dengan
menggambarkan individu-individu atau kelompok orang dalam periode sejarah ini dunia yang di
belakang kemudi filsafat Kristen pendidikan. Dengan menggunakan pendekatan ini, memberi kita
gambaran tentang di mana pendidikan Kristen datang dan ke mana sekarang.

Sebelum keKristen, pendidikan tentang satu Allah yang benar yang diajarkan di rumah
Yahudi. Gangel mengatakan keluarga yang berada di pusat pendidikan dalam Perjanjian Lama.
Tapi pendidikan tidak terisolasi di rumah, menyembah yang mahakuasa adalah bagian dari
pendidikan. Pendekatan holistik untuk pelajaran agama adalah menekankan kepada anak-anak,
tetapi hukum merupakan pusat ajaran-ajaran dan terlibat dalam setiap bagian dari kehidupan.

Namun, selama abad ke-5 SM, sinagoga menjadi tempat pusat pengajaran. Perubahan ini
bukan bagian dari rencana Allah, namun demikian rumah ibadat, yang membawa anak-anak keluar
dari rumah dan menjadi kelompok lingkungan belajar, adalah lembaga pendidikan formal pertama
Ibrani telah dikembangka. Alih-alih orang tua menjadi pendidik utama dan mengajar dengan
contoh dan mengalami hal-hal baru, metodologi sekarang sebagian besar lisan dengan penekanan
pada menghafal dan pembacaan. Umat Allah yang kehilangan fokus dari rencana Allah untuk
pendidikan, tapi sayangnya hanya masalah awal.

Bukan hanya filsafat Ibrani yang telah membawa pendidikan Kristen di masa sekarang ini,
pemikiran Yunani juga memiliki pengaruh besar pada pendidikan Kristen. Sebagai contoh, dalam
pikiran Socrates, guru adalah untuk membangkitkan pemikiran orang rata-rata,
membangunkannya, membuatnya melewati irasionalitas, dan menyeretnya keluar dari cara
berpikirnya dipalingkan. Plato memiliki pandangan yang sama tentang pendidikan dan percaya
itu adalah "instrumen untuk transmisi kebenaran dari masa lalu dan untuk melatih pikiran untuk

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 42
memahami, mengembangkan, dan menerangi kebenaran untuk menyediakan bagi kebenaran di
masa depan".

Dan sementara itu baik untuk menciptakan pemikir dan penggerak, pendidikan sedang
berubah ke arah tujuan yang bertentangan dengan rencana Allah lagi. Gangel mengatakan,
"Sementara orangtua Ibrani mengajarkan hukum Musa di rumah dan mengirim anak-anak mereka
ke rumah ibadat untuk instruksi formal, Aristoteles mengubah pikiran Athena dari ketergantungan
pada Allah ke sebuah ketergantungan pada laki-laki. Jelas, ada beberapa masalah utama dengan
pendidikan Kristen sebelum "masa keKristen" pendidikan dimulai. Contoh-contoh dari
masyarakat yang menggunakan, pendidikan formal dan manusia yang berpusat pada ekspansi
pikiran. Lalu, datang orang-orang Romawi dengan pendidikan praktis mereka.

Pada awalnya, keluarga menjadi pusat pendidikan Romawi Dini, tetapi sebagai "kekaisaran
mulai hancur, sekolah menjadi lebih formal. Gereja Kristen mulai transisi ke abad pertengahan.
Pendidikan menjadi mainan dari idle kaya ". Ini adalah jangka waktu yang Yesus datang dan
mengubah seluruh pendekatan pendidikan. Dia mengajar dengan otoritas, yang berbeda dengan
guru di waktu-Nya. Dia tidak akan kompromi kebenaran. Dia bahkan mengubah metodologi dan
strategi pengajaran yang digunakan untuk bekerja dengan massa besar, kelompok menengah, dan
kelompok-kelompok kecil, dan individu. Ini adalah harapan dunia nyata pertama harus memahami
pendidikan nyata, dan ini adalah tempat pendidikan Kristen mulai.

Dalam Gereja awal, "mengajar" dan "khotbah" digunakan sinonim. Pengajaran terjadi di
tempat-tempat pertemuan dan rumah. Mereka memiliki tugas khusus untuk pendidikan. Mereka
ingin "memberikan instruksi yang akan memulai anak-anak mereka dan mengkonversi ke ajaran
Kristen dan membantu mereka menilai dan mensintesis kehidupan Kristen mereka dengan yang
terbaik dari budaya sekuler". Mereka ingin hidup mereka untuk menunjukkan keyakinan mereka
kepada orang-orang di sekitar mereka dengan cara yang orang-orang akan menerima.
Namun segera, pendidikan sekali lagi mengambil pendekatan formal. Pendidikan formal pertama
gereja mula-mula berada di sekolah catechumenal.

Di sana mereka mengajar mengkonversi baru dan mempersiapkan mereka untuk


pembaptisan. Ada tiga tingkat katekumen: pendengar, yang hanya menerima pelatihan dasar

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 43
doktrinal; kneelers, yang tetap untuk doa setelah pendengar kiri; yang terpilih, yang diberi
pelatihan doktrin, liturgi, dan asketis intensif. Kemudian, dengan Irenaeus, Justin Martyr,
Tertullian, sekolah katekese menjadi metode yang paling diterima pendidikan. Tapi pendidikan ini
hanya untuk kaum elite, bukan anak-anak dan orang rata-rata. Sekolah-sekolah mengambil
pendekatan yang sangat ilmiah dan lebih peduli tentang fakta-fakta dari pengalaman orang.
rencana Allah untuk pendidikan sekali lagi tersesat di metode terstruktur pendidikan formal.

Setelah Kekaisaran Romawi jatuh, orang Kristen harus menghadapi tantangan baru tentang
pendidikan. Mereka mulai jatuh ke dalam waktu paling gelap yang pernah ada pendidikan di dunia
Kristen. Sebagai Latin menjadi bahasa dari orang biasa, ada kebutuhan akan Alkitab dalam bahasa
tersebut. Jerome mengambil tantangan dan menerjemahkan kitab suci yang dikenal sebagai Latin
Vulgate. Jerome juga membantu pendidikan dengan cara lain. Ia "membantu mempromosikan
pendidikan gadis-gadis" dan "menekankan tujuan asketis dan moral pendidikan dengan
mengorbankan keprihatinan manusia duniaw.

Ia memimpin reformasi pendidikan bagi siapa pun tanpa memandang jenis kelamin.
Penyelamat lain pendidikan selama periode pasca-Romawi adalah Augustinus. Dia menulis dua
buku tentang pendidikan. Pendidikan Kristen adalah instruksi manual untuk guru Kristen.
Mengenai Instruksi Uninstructed adalah metodologi untuk buku pegangan guru Kristen. Dia
memegang akal dan pikiran rasional yang sangat tinggi dan mengajarkan bahwa siswa harus
pemikir. Dia juga mengajarkan bahwa guru harus "model gaya hidup sebagai contoh dan dapat
menyebabkan murid-muridnya".

Selama waktu ini, sekolah mulai mengambil identitas independen. Pendidikan agama
belum tentu sama dengan "pendidikan" seperti yang pada dasarnya telah sebelumnya. Katedral
mulai sekolah yang bercabang dan mengajar seni liberal dan hukum. Universitas terbentuk dari
sekolah katedral dan diadakan kurikulum yang lebih luas. Akhirnya, chantry atau sekolah serikat
dimulai untuk menempatkan kota-kota dan pemerintah kota bertanggung jawab atas pendidikan.
Skolastik juga muncul selama waktu ini untuk benar-benar membela pemikiran Kristen. Tapi
"mereka berusaha untuk mendamaikan filsafat Yunani dengan teologi Kristen dan paling sering
sesuatu harus dikompromikan".

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 44
Aquinas adalah seorang pemimpin yang kuat di daerah ini dan percaya bahwa "pemahaman
orang itu praeksistensi dalam dirinya dan mereka dapat diketahui melalui kecerdasan seseorang.
Mahasiswa harus dalam pencarian konstan untuk pengetahuan melalui kebiasaan intelektual yang
baik yang disebut kebajikan ". Namun, ia tampak meninggalkan Allah di tempat kedua hanya
untuk alasan manusia untuk otoritas. Renaissance membawa pada berdiri kuat melawan otoritas
Allah dan karena itu, pendidikan Kristen harus kembali ke akar-akarnya untuk mengetahui apa itu
benar-benar akan menjadi dan berdiri untuk.

Masalah-masalah pendidikan Kristen menghadapi selama ini adalah humanisme, centricity


perkotaan, sekularisme, dan individualisme. Ini adalah sebuah pukulan di muka untuk suatu filsafat
pendidikan yang dipakai agama dari orang-orang. Sayangnya, reaksi yang seharusnya untuk
berbalik kepada Allah adalah mengubah manusia dan dunia. Orang yang berdiri di hadapan dunia
pergi dari Allah adalah Erasmus. Erasmus tahu bahwa pendidikan Kristen telah jatuh jauh dari
tempat seharusnya dan begitu "tujuan utama hidup Erasmus menjadi Kristen untuk restorasi awal
yayasan oleh mengedit teks Yunani Perjanjian Baru.

Dia jauh dari sempurna, tapi reformasi pendidikan itu tersimpan suatu sistem yang telah
kehilangan arah. "Dia sangat menekankan peran negara dalam tugas pendidikan". Mula-mula ini
tidak tampak seperti ide yang bagus, tapi mengingat masyarakat saat itu, ia merasa itu adalah satu-
satunya cara untuk membawa pendekatan seragam dalam pendidikan. Dia ingin membawa agama
kembali ke pendidikan dan "bersikeras pada kurikulum yang akan mengembangkan intelek -
klasik, tulisan-tulisan para Bapa gereja, dan Alkitab".

Efektivitas dan kebebasan Pendidikan Kristen tampak sia-sia, tetapi kemudian Reformasi
muncul dan memiliki implikasi besar untuk pendidikan selamanya. Periode ini akan membawa
agama Kristen keluar dari kegelapan itu telah mengalami selama 1.000 tahun terakhir. Filsafat
berubah dari humanisme dari Renaissance ke evangelis dalam Reformasi. Fokus dalam pendidikan
dibawa kembali kepada Allah daripada manusia. Orang yang mungkin memiliki dampak terbesar
pada pendidikan Kristen mungkin sepanjang masa adalah Martin Luther. Sejak Eropa baru saja
melalui seperti titik yang rendah dalam sejarah, reformasi pendidikan Luther, yang tidak asli,
tampak seperti semburan udara segar ke Kristen Pendidikan. Sebuah ringkasan ide-idenya akan
mengungkapkan ide-ide yang telah diusulkan oleh orang lain, tapi efek membuktikan bahwa ide

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 45
yang bagus adalah hanya sebagai baik sebagai masyarakat dan budaya akan memungkinkan hal
itu terjadi. Dia percaya bahwa pendidikan harus pusat dalam membaca, menulis, berpikir, dan studi
Kitab Suci, bukan klasik.

Dia mengajarkan bahwa gereja dan negara harus bekerja sama untuk mendidik. Dia
mengajarkan bahwa rumah harus menjadi pusat pendidikan, tetapi karena tidak melakukan cukup
baik, negara yang dibutuhkan untuk langkah masuk Dia pikir semua orang harus dididik dalam
bahasa mereka sendiri dan bahwa Alkitab adalah bagian terpenting dari kurikulum. Praktis
berbicara, ia percaya bahwa pemahaman harus nomor satu tujuan pendidikan.

Efek penuh pada pendidikan Kristen oleh Reformasi sulit diukur karena begitu radikal
ditekankan sebagai cara untuk menyimpan Kristen. reformator lain seperti Melanchthon, Zwingli,
Calvin, dan Knox semuanya memiliki dampak yang mendalam terhadap teologi Kristen dan
pendidikan di negara mereka. Gangel menunjukkan bahwa hasil dari Reformasi Protestan pada
pendidikan Kristen adalah terjemahan Alkitab ke dalam bahasa rakyat, kebangkitan khotbah
alkitabiah dan doktrinal, ajaran Alkitab dalam keluarga, dan pendirian sekolah-sekolah Kristen
untuk pemuda semua. Ini hampir sama dengan pendidikan Kristen dunia tahu sebelumnya.

Setelah Luther dan para reformator besar lainnya, datang seorang pria bernama John
Comenius. Dia telah disebut "Modern Pertama Pendidik" dan "Nabi Modern Pendidikan". Begitu
banyak filsafat pendidikan kita saat ini dan strategi yang ditekankan oleh Comenius bahwa itu
adalah luar biasa dia tidak lebih terkenal. Sebagai contoh, Comenius mungkin sangat baik telah
menjadi pelopor "dari apa yang kita sebut hari ini proses integrasi, yang mengajar semua mata
pelajaran sebagai bagian dari total kebenaran Allah". Dia menggunakan alam secara ekstensif
untuk mengajar prinsip-prinsip pendidikan, peningkatan peran guru, mengatakan bahwa guru akan
peduli dengan aplikasi praktis dari kebenaran dalam kehidupan sehari-hari, menentang hukuman
fisik, stres belajar dengan melakukan, dan adalah yang pertama untuk menggunakan gambar
sebagai perangkat mengajar di buku teks. Ini hanyalah sebuah contoh dari kebijaksanaan yang
mendalam pria ini tentang pendidikan.

Gereja Kristen dalam banyak hal menjadi yang kaku dan terlalu formal dan sekali lagi, ada
ayunan arah lain untuk menjadikan pendidikan Kristen yang sangat personal dan praktis. Philip

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 46
Spener reemphasized pendidikan dengan kepedulian terhadap kehidupan Kristen praktis. Ilmu dan
klasik yang tidak sepenting Alkitab dan renungan pribadi. Para pengikutnya dikenal sebagai
Pietists. Kelompok lain yang mementingkan sangat tinggi pada pengabdian pribadi adalah
Moravia. Mereka hanya memiliki katekismus, para himne, dan Alkitab sebagai kurikulum mereka.

Ketika dunia memasuki periode waktu kebangkitan agama dan kemajuan ilmiah besar,
kursus dan tujuan pendidikan agama tidak sepenuhnya jelas. pemimpin terdidik dan para filsuf
memiliki sudut pandang yang berbeda seperti gereja Kristen yang bolak-balik dalam ide-ide dan
metodologi. Untuk memperjelas, kita dapat melihat bahwa tahun-tahun 1500-1900 melihat
sejumlah perubahan besar. Dua dari mereka, sebuah reformasi agama dan revolusi ilmiah, yang
terjadi secara simultan.

Ilmu merusak validitas agama dalam pikiran banyak orang. Beberapa pemikir terkemuka,
David Hume dan Jean-Jacques Rousseau, menekankan pengalaman bukan alasan untuk
mengetahui kebenaran. Oleh karena itu, stagnasi dan formalisasi gereja telah menggunakan untuk
pendidikan adalah salah dan sesat dalam pikiran mereka. Mereka dinilai kekuatan dan kemampuan
seseorang dalam dirinya sendiri untuk belajar, jadi karena itu, guru "memberikan pengalaman
pertumbuhan terbaik, tetap relatif tidak mencolok, tetapi tidak pernah benar-benar relinquishes
kontrol lingkungan belajar".

Johann Pestalozzi mengambil ide-ide dan konsep Rousseau dan dimodifikasi menjadi
metode praktis dan philosopohy pendidikan. Dia berkata, "Apa pun yang Anda bisa mengajarinya
dari hakikat sesuatu sendiri, tidak mengajarinya dengan kata-kata .... Anda akan datang untuk
belajar alam yang mengajarkan dia lebih baik daripada pria". Dia mendorong para guru untuk
menyesuaikan metode mereka untuk perbedaan individual.

Johann Herbart mencoba memecahkan kesenjangan antara konsep kebebasan tanpa batas
dan pendidik tahu ada keterbatasan. Dia mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah karakter
moral. Oleh karena itu, ia mengembangkan langkah-langkah dari metode yang sekarang digunakan
sebagai dasar untuk rencana pelajaran. Namun, ia berpikir bahwa kesadaran religius adalah untuk
terbangun awalnya oleh orang tua di rumah dan kemudian didorong oleh guru.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 47
Friedrich Froebel percaya bahwa pendidikan membantu untuk membebaskan seseorang
dan membantu mereka menemukan percikan ilahi di dalam dirinya. Sebuah kontribusi yang kuat
ia harus pendidikan tentang anak-anak. Dia percaya main bagian yang sangat penting dari proses
belajar bagi anak-anak, dan instruktur adalah pendorong dan encouragers untuk anak-anak untuk
mengembangkan kreativitas dan motivasi diri. Hal ini menyebabkan apa yang sekarang kita miliki
sebagai taman kanak-kanak.

Sementara Froebel menekankan ilahi dalam, Herbert Spencer percaya bahwa pendidikan
adalah jenis evolusi diri dan tidak ada begitu banyak ilahi dalam, tetapi potensi yang besar untuk
menjadi apa yang seharusnya Anda. Dia percaya sangat kuat dalam belajar dengan melakukan dan
bahwa pelajar mendikte kurikulum. Dia mengembangkan suatu kurikulum rasional - sains adalah
satu-satunya cara menyediakan muda dengan alat yang diperlukan untuk bertahan hidup. Ini
mungkin juga mengajarkan perilaku moral. Sebagaimana telah kita lihat, semua teoretisi dibawa
pergi dari Alkitab yang berpusat pada kurikulum dan kotor kesalahpahaman tentang Allah dan
terutama sifat manusia. Penekanan berubah dari belajar dari Tuhan dan menjadi lebih seperti Allah,
bukan untuk menjadi yang kita ditakdirkan untuk menjadi dan apa yang ilmu pengetahuan bisa
mencerahkan kita.

Pendidikan Kristen bersama dengan seluruh gereja Kristen menghadapi tantangan serius
terhadap kredibilitas kekristenan sama sekali. Perjalanan ke Amerika membawa peluang baru dan
kehidupan baru. Tapi juga, pendidikan Kristen itu memberikan kesempatan baru untuk menjadi
apa yang seharusnya semua bersama. Gangel poin bahwa bagian dari strategi kelangsungan hidup
kaum Puritan adalah keinginan untuk mendidik anak-anak mereka sehingga pengetahuan
alkitabiah dan sistem nilai mereka akan diabadikan. Tentu saja, karena latar belakang sebagian
besar orang di sana, lembaga bahasa Inggris dan ide menjadi dominan pola kehidupan dan
pemikiran di Amerika.

Namun, ide-ide besar mereka pendidikan menjadi sesat dan mereka menghasilkan
pendekatan otoriter yang disiplin takut ditimbulkan,, dan ketaatan pada anak-anak. Ada masalah
serius dalam ide-ide dari disiplin yang hanya diabadikan oleh orang-orang seperti John Cotton
yang mengatakan bahwa mengajar ketaatan dan hormat untuk semua otoritas adalah tujuan
pendidikan dan Cotton Mather yang mengajarkan disiplin berat dan ketat dan kepatuhan anak-

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 48
anak. Sekolah-sekolah umum menjadi dominan jenis sekolah yang belum tentu religius, tapi New
England Primer adalah buku yang paling sering digunakan, yang merupakan buku agama yang
mengajarkan membaca ditambah moral Kristen.

Jadi, pendidikan Kristen yang benar adalah orang tua yang seharusnya mengajar di rumah
dan diperlengkapi oleh sekolah-sekolah. Sekolah tidak tetap terutama yang sederhana dan religius
di alam. sekolah tata bahasa Latin didirikan di kota-kota besar. Ini adalah sekolah menengah dari
waktu. Kurikulum di sekolah-sekolah dimulai dengan tata bahasa Latin dan Yunani. Mereka lari
dari pagi sampai sore enam hari seminggu. Tentu saja, peraturan yang ketat dan kaku diberlakukan,
dengan pelajaran agama dan katekese masih merupakan bagian dari kurikulum .

Para pelajar inspirasi dan ide-ide guru menjadi motivator tampaknya semua hilang selama
tahun-tahun awal sejarah negeri ini. Namun, ada orang-orang yang masih memiliki percikan
pendidikan Kristen yang baik. John Wesley adalah salah satu dari orang-orang. Dia mengatur pola
pendidikan dalam tiga hal:

1. Pertemuan kelas, yang merupakan grup dari 12 yang bertemu seminggu sekali dan
dilaporkan pada setiap kemajuan spiritual anggota;
2. Band sistem, yang merupakan kelompok 6 yang bertemu mingguan dan akan mengakui
kesalahan mereka untuk saling bertumbuh secara rohani,
3. Masyarakat, yang merupakan kelompok kebanyakan pengkhotbah awam yang sangat
spiritual yang kuat dan bertanggung jawab kepada Wesley.

Untungnya, pengaruh Inggris pada pendidikan Kristen tidak berhenti dengan Wesley.
Robert Raikes memulai sebuah sekolah untuk anak-anak miskin di Inggris pada 1780-an. Dia
mulai karena anak-anak tidak dididik selama seminggu karena mereka bekerja di pabrik-pabrik,
dan pada hari Minggu hanya membuang waktu. Konsep ini terbawa ke Amerika selama lima puluh
tahun berikutnya dan menjadi sangat populer. Itu populer karena semua kelas bisa hadir dan
membawa kesempatan yang tidak akan tersedia sebaliknya. Akhirnya, banyak siswa berada di
sekolah-sekolah selama seminggu, sehingga penekanan terutama berubah dari mengajar membaca
dan menulis untuk terutama pengajaran Alkitab dan membawa anak-anak untuk konversi.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 49
Sementara itu, Thomas Jefferson banyak mengatakan tentang pendidikan. Dia memiliki
tiga asumsi tentang pendidikan di Amerika:

1. Amerika yang dibutuhkan masyarakat melek huruf dan terdidik,


2. Pendidikan harus politik tidak religius,
3. Pendidikan harus dioperasikan oleh pemerintah negara bagian.

Sementara teologinya tidak benar-benar Kristen, Jefferson berkomitmen untuk proposisi


bahwa semua orang harus memiliki setidaknya pendidikan dasar. Dia melihat pendidikan universal
sebagai wajib jika republikanisme demokratis itu menjadi kenyataan. Ada kekuatan lain yang
menonjol di Amerika yang akan mengubah pendidikan di negara ini selamanya - Horace Mann.
Mann membayangkan sekolah sebagai lembaga yang dapat mengubah masyarakat dan sedang
dalam keadaan utopis. Dia percaya bahwa sekolah biasa akan menghasilkan kebebasan bagi
masyarakat dan akan menghasilkan kebajikan moral. Karena publik manfaat pendidikan anak-anak
dan remaja berbagai latar belakang, harus ada batas-batas tertentu mengenai ajaran agama tertentu.

Dia tidak mengesampingkan pengajaran prinsip-prinsip Kristen di sekolah, tapi benar-


benar dia memandang Alkitab sebagai meningkatkan efisiensi sosial dan kebajikan sipil daripada
kesalehan .Itulah tujuan sekolah umum dari sudut pandang. Sementara Mann adalah pada
dasarnya "bapak sekolah umum Amerika", Horace Bushnell adalah ayah "pendidikan agama
modern". Dia percaya bahwa seorang anak harus ditingkatkan agama, seorang Kristen, setiap saat
dalam hidupnya dan tidak pernah ada harus alternatif lain. Orang tua memiliki tanggung jawab
membuat ini menjadi kenyataan bagi anak-anak mereka sehingga anak tidak pernah mengalami
pengalaman konversi yang besar di kemudian hari. Ini adalah perubahan yang sangat besar
terhadap banyak gagasan pada waktu itu mengatakan bahwa pengalaman konversi diperlukan
untuk setiap orang percaya untuk menjadi seorang Kristen dewasa. Tapi yang filsafat memiliki
tujuan yang lebih baik bagi para pendidik Kristen hari ini?

Lalu datang pikiran-super pendidikan Amerika modern, John Dewey. Filsafat Dewey
pendidikan berasal dari dasar di behaviorisme dan evolusi Darwin. Itu, yang tidak terutama
menguntungkan dari perspektif Kristen ide-idenya tentang pendidikan yang berbasis pengalaman
merupakan konsep penting dalam yang baik, pendidikan Kristen. Dia jelas menyimpang jauh dari

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 50
dasar dalam agama tetapi digunakan alam sebagai panduan dan kunci untuk membantu
menemukan realitas, kebenaran, dan nilai.

Pandangannya pada pendidikan, siswa, dan belajar berasal dari konsep bahwa manusia
harus menggunakan lingkungannya untuk belajar dan lebih baik sendiri. Itulah sebabnya
pengalaman belajar dan bermain interaktif dan diskusi sangat penting bagi siswa untuk tumbuh
dan matang. Seorang siswa harus memiliki kebebasan untuk belajar mengendalikan diri dan
menemukan motivasi sendiri untuk belajar. Sekolah harus berfokus pada siswa pertama dan
kurikulum yang kedua. Guru hanya ada untuk membingkai lingkungan bagi siswa untuk
melakukan apa yang dia perlu lakukan untuk mempromosikan belajar sendiri. Begitu banyak ide-
ide Dewey sangat berharga bahkan dari perspektif Kristen, tetapi tidak perlu membuang Tuhan
dan agama seperti yang ia lakukan dalam rangka untuk melaksanakan bagian-bagian positif dari
teori belajarnya.

Sejak waktu Dewey, filsafat banyak telah datang dan pergi sejauh pengaruh mereka pada
pendidikan agama yang bersangkutan. Eksistensialisme dan nilainya pada individu menemukan
kebenaran sendiri telah terguncang pemikir agama di semua bidang kehidupan. Katolik Roma
filosofi Tuhan yang tertinggi baik dan kita yang menemukan Tuhan telah membawa dampak besar
pada pendidikan agama modern. Tapi kedua filsafat memiliki tantangan utama dalam teori akar
mereka. Tidak benar-benar memiliki otoritas dari Allah dan Allah saja, dan karena itu, pendidikan
Kristen seperti yang kita percaya harus harus berhati-hati dari salah satu dari filosofi ini.

Jadi kita menemukan diri kita pada pendidikan saat ini. Apa masalah yang kita hadapi
dalam pendidikan Kristen? Apa bidang kehidupan kita mencoba untuk mempersiapkan anak-anak
dan remaja Kristen untuk pertempuran di dunia mereka akan tinggal di? Kami berjuang untuk
menjaga keluarga yang kuat sehingga mereka dapat memberikan latar belakang yang kuat kepada
siswa. Kami menemukan cara-cara baru untuk gereja untuk menarik orang muda, sehingga mereka
dapat mengetahui apa yang ingin memiliki rumah di gereja. Tapi masalahnya adalah bahwa
masyarakat kita tidak nilai agama seperti yang dulu. individu ini diadakan tinggi dan segala sesuatu
yang individu ingin ia seharusnya. Allah telah dibawa keluar dari sekolah umum, dan mungkin
memang demikian karena mengapa kami ingin masyarakat umum pengajaran versi mereka Allah?

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 51
Namun demikian, anak-anak tidak mendapatkan pendidikan Kristen yang mereka butuhkan di
hampir setiap bidang.

Independen, sekolah Kristen telah menjadi sangat populer dalam beberapa dekade terakhir.
Mereka memiliki tujuan yang sama dengan banyak filsuf yang disebutkan dalam buku Gangel's.
Menjaga Alkitab di pusat kurikulum, menekankan peran pelajar sebagai primer dan guru sebagai
panduan dan mentor semua tujuan sekolah Kristen. Menjaga orang tua terlibat dalam proses belajar
dan gereja-gereja di samping sekolah adalah sesuatu yang sering terlihat di arena sekolah Kristen.
Di negeri ini, kita telah melihat hampir setiap sudut bahwa pendidikan dan filsafat pendidikan telah
menghasilkan dalam sejarah dunia. Tapi di mana solusi nyata bagi pendidikan Kristen? Apakah
itu di rumah dengan orang tua, di gereja dengan pendeta, di sekolah dengan guru, atau di taman
dengan teman-teman? Apakah tanggung jawab pada pendidik atau berpendidikan? Apakah
keluarga, masyarakat, atau pemerintah yang bertanggung jawab untuk membantu mendidik anak-
anak. Apa artinya menjadi seorang Kristen? Ini semua adalah masalah yang masih ditangani setiap
hari oleh pendidik Kristen di seluruh dunia.

Kita bisa melihat bahwa tidak peduli seberapa baik filsafat atau metodologi, jika orang
tidak siap, hal itu mungkin atau tidak mungkin berhasil. Mengapa Tuhan telah diambil keluar dari
sekolah? Mengapa keluarga berantakan? Mengapa begitu sering anak-anak memiliki durasi
perhatian dari sekitar 2-3 detik? Tapi apakah masalah tersebut benar-benar dengan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan atau dengan penerimaan bahwa ini adalah realitas dunia saat ini? Sekarang,
kita harus menyesuaikan pendidikan Kristen kami untuk memenuhi kebutuhan individualistik,
sekuler, kritis, tidak fokus generasi anak-anak dan remaja.

Kita harus memberikan struktur, model, dan tujuan yang jelas tentang siapa sebenarnya
seorang Kristen dan bagaimana seseorang hidup di dunia saat ini. Kita harus mendidik masyarakat
tanpa mendapatkan frustrasi dengan kurangnya kemajuan nyata yang kita lihat. Kita harus cukup
nyaman untuk ditertawakan, ditertawakan, atau diabaikan ketika kami mengusulkan metode
pendidikan Ilahi. Nomor satu kebenaran sejarah pendidikan Kristen mengajar kita adalah ini:
bahwa sementara pendidikan Kristen terus berubah seiring berjalannya waktu, tidak pernah
kehilangan jejak pengaruh dari orang-orang di waktu dan tempat dari setiap bagian dari sejarah
bumi.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 52
IV. DASAR ALKITAB FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN

Dari filsafat pendidikan Kristen, pikiran dan tindakan dapat diturunkan, dilaksanakan, dan
dipertahankan. Elemen-elemen yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu filsafat
Kristen dari jangkauan pendidikan dari teologis dan doktrinal untuk sosial dan pendidikan.
Langkah pertama adalah pengembangan basis Alkitab. Alkitab menjadi kerangka di mana aplikasi
praktis dari filosofi kami bisa diatur. Berdasarkan pertimbangan dalam makalah ini pada filsafat
pendidikan sekolah Kristen harus menjadi dasar Alkitab, implikasi bagi proses belajar-mengajar
sekolah, peran pendidik, dan peran pelajar.

A. Landasan Alkitab

Pentingnya memiliki suatu filsafat pendidikan Alkitab suara tidak bisa terlalu ditekankan.
Dengan mengacu pada pentingnya mengembangkan filsafat khas Kristen, pendidik Kristen mulai
menyadari bahwa untuk benar-benar Kristen, kurikulum harus berdasarkan Alkitab dan
terintegrasi dalam teori dan praktek. Dengan ini Alkitab adalah untuk menyediakan lebih dari
panduan teoritis dan generalisasi. Hal ini menjadi bagian penting dari isi kurikulum dan
terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Alkitab harus menjadi faktor mengintegrasikan dari
semua materi pelajaran lainnya adalah berkorelasi dan diatur, dan menyediakan kriteria yang
semua materi pelajaran lainnya dinilai.

Hendaklah Allah yang menjadi pusat pada tuntutan pola pendidikan bahwa pendidik
Kristen jelas menguraikan proses yang terlibat dalam keseluruhan struktur kurikulum. Ini berarti
semua prosedur dan proses harus didasarkan pada suatu teori pengetahuan tertentu.

Sejak pendidikan terutama berkaitan dengan komunikasi pengetahuan, yang


mendefinisikan pengetahuan tentang kebenaran menjadi penting. Pengetahuan dapat didefinisikan
sebagai pemahaman atau persepsi yang jelas tentang kebenaran. Pandangan mengandaikan
pengetahuan Alkitab sumber pengetahuan semua, untuk pengetahuan tergantung pada kebenaran;
dan kebenaran, pada gilirannya, bergantung pada Allah. Semua jalan pengetahuan berasal dari
Allah. Tuhan sendiri adalah kebenaran, dan telah memilih untuk menyatakan diriNya melalui
wahyu alam dan wahyu khusus.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 53
Implikasi dari memiliki Allah yang berpusat pada teori pengetahuan sebagai dasar filosofi
pendidikan yang jelas. Karena Tuhan adalah sumber segala kebenaran, maka semua kebenaran
adalah kebenaran Allah.

Ayat-ayat Pendukung

1. Amsal 12:1: Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran,
adalah dungu;
2. Amsal 2:10: Karena hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan
menyenangkan jiwamu;
3. Amsal 19:2: Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah
langkah;
4. I Timotius 1:13: aku (Paulus) yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan
seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa
pengetahuan yaitu di luar iman.
5. Yosua 1:8: Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu
siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di
dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung;
6. Amsal 22:6: Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa
tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu;
7. Amsal 29:17: Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan
mendatangkan sukacita kepadamu;
8. II Petrus 1:5—7: Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk
menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada
pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan
kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara
kasih akan semua orang.”
9. Amsal 19:18: Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan
kematiannya;
10. Efesus 6:4: Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu,
tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan;

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 54
11. I Korintus 8:2: Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu "pengetahuan",
maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya;
12. I Korintus 13:9; Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
13. Amsal 2:6: Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan
dan kepandaian;
14. Yeremia 3:15: Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku;
mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian;
15. II Korintus 4:6: Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia
juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari
pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.”

Bagi orang Kristen, kursi kebenaran adalah wahyu Allah, terdapat terutama dalam Firman
yang diilhami, tetapi nyata juga dalam penciptaan, dan kebenaran ini, walaupun pada tingkat
tertinggi yang diterima oleh iman, juga dapat diketahui dengan akal kita, tercerahkan oleh Roh
Kudus. Setiap dasar yang memadai untuk pendidikan Kristen harus, karena itu, mencakup wahyu
Allah dalam penciptaan serta dalam FirmanNya tertulis. pemahaman manusia kami buku alam
tidak harus dibuat norma untuk penerimaan buku lain, Alkitab. Sepanjang waktu, Namun, kriteria
utama dari kebenaran ditemukan dalam Firman yang diungkapkan, Alkitab.

Karena Tuhan adalah pusat di alam semesta dan sumber segala kebenaran, maka semua
materi pelajaran yang berkaitan dengan Allah. Dengan demikian, wahyu dari Allah harus menjadi
jantung dari kurikulum pokok. Alkitab itu sendiri menjadi subyek sentral di sekolah 'kurikulum.
Itu, sebagai wahyu utama Allah kepada manusia, harus menjadi faktor mengintegrasikan dan
menghubungkan semua yang dipikirkan dan diajarkan di sekolah. Ini adalah dasar dimana semua
saluran lainnya pengetahuan dievaluasi dan digunakan.

Melalui Alkitab keterkaitan antar-semua mata pelajaran lain dan kebenaran dimungkinkan.
Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi dari Alkitab dalam kurikulum materi
pelajaran dua kali lipat. Pertama, menyediakan konten sendiri. Kedua, ia menyediakan fungsi
layanan kepada mata pelajaran lain. Prinsip-prinsip kebenaran Alkitab harus diterapkan dan dalam
semua mata pelajaran lain. Klaim kebenaran dari daerah lainnya harus diuji dan dievaluasi oleh
kebenaran filosofis dan teologis dari Firman Allah.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 55
Sekolah Kristen dibangun pada premis bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah
dan bahwa Firman Tuhan adalah untuk menjadi faktor kunci dalam komunikasi pengetahuan.
Penting untuk dicatat bahwa setiap dan semua pendidikan yang diterima harus memiliki firman
Allah sebagai fondasinya. Ini bukan berarti bahwa Alkitab adalah buku pelajaran tentang apa saja,
tetapi lebih, bahwa Alkitab adalah menjadi titik referensi dari mana kita dapat mengevaluasi semua
daerah lain dan sumber-sumber pengetahuan. Apa yang kita belajar dari alam wahyu Allah harus
selaras dengan apa yang Dia telah mengungkapkan dalam FirmanNya. Karena Tuhan adalah
penulis kedua ayat itu masuk akal bahwa mereka tidak akan bertentangan satu sama lain.

Secara ringkas beberapa keuntungan memiliki suatu filsafat pendidikan Alkitab adalah
sebagai berikut:

1. Ini mengkoordinasikan berbagai lingkup kehidupan secara keseluruhan.


2. Hal ini terkait dengan pengetahuan secara sistematis.
3. Itu menguji anggapan-anggapan, metode, dan konsep dasar masing-masing kelompok
disiplin dan disiplin.
4. Hal ini berusaha untuk koherensi, perumusan suatu pandangan dunia.
5. Metode adalah untuk berkonsultasi data dari total pengalaman.

B. Implikasi untuk Proses Belajar Mengajar

Implikasi dari memiliki basis Alkitab suara untuk proses pendidikan banyak. Proses
edukatif adalah proses dimana komunikasi dasar kebenaran dicapai, dengan kata lain, itu adalah
proses yang filsafat pendidikan Kristen diterapkan di dalam kelas.

Bahaya yang jelas tidak memiliki dasar Alkitab perusahaan ditunjukkan oleh kurangnya
kehidupan dan kekuasaan dan realitas di beberapa pengajaran evangelis. Kami telah puas
meminjam sistem buatan manusia pendidikan bukan menggunakan sistem Tuhan. pendidik sekuler
tidak memberikan tempat sentral kepada wahyu yang unik dari Firman Tuhan. Kami konten
panggilan khusus untuk perawatan khusus.

Yayasan sekolah, Firman Allah, mengungkapkan karakteristik pendidikan Kristen yang


sejati sebagai tujuan, metode, dan hasil. Tujuannya adalah untuk menempatkan orang percaya ke

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 56
dalam hubungan yang benar dengan Tuhan, manusia, diri, dan lingkungannya. Metode ini adalah
dengan bantuan Roh dalam perampasan kebenaran Alkitab dalam kehidupan orang percaya.
Hasilnya akan menjadi jatuh tempo mukmin yang mampu menjalani hidup yang sesuai dengan
Firman Tuhan. Pada dasarnya, pendidikan Kristen adalah proses dipandu belajar tempat guru dan
Roh Kudus menggabungkan upaya untuk membantu lebih ramping untuk tumbuh secara spiritual
dan matang, lebih dan lebih sesuai dengan citra Kristus.

Ruang lingkup, atau bidang pendidikan Kristen, meskipun dipandu oleh kebenaran
Alkitab, tidak terbatas pada eksposisi Alkitab. Sebuah Sekolah Kristen berusaha untuk
mengembangkan sebuah pandangan dunia pelajar, perspektif yang memungkinkan dirinya untuk
memahami, menghargai, dan menjalani kehidupan Kristen di dunia di mana Allah telah
menempatkannya. pendidikan sekolah, diharapkan, akan membantu individu mengembangkan
kemampuan untuk memisahkan kebenaran dari kesalahan, tidak hanya dalam ajaran Alkitab, tetapi
juga dalam fakta-fakta dan masalah kehidupan sehari-harinya.

C. Peran Pendidik

Para pendidik Kristen atau guru adalah untuk menjadi panduan atau sumber daya orang
dalam pengalaman belajar yang indah. Dia menjadi bukan sebuah sersan atau manipulator,
melainkan fasilitator pembelajaran. pelajar Nya harus tahu bahwa ia peduli tentang mereka.
pendidik harus telah mengalami realitas dari apa nya yang mencoba untuk mengajar atau dia hanya
seorang buta menuntun orang buta.

"Inilah sebabnya mengapa sekolah atau perguruan tinggi yang akan mengembangkan
berpusat pada Kristus dan Alkitab didasarkan program harus terbang dari kepala surat yang standar
ini:" Tidak ada pendidikan Kristen tanpa guru Kristen ", dan tidak boleh, dalam kondisi apapun,
warna yang menarik ke bawah. Kompromi masalah ini, selalu menyertai-de progresif kristenisasi
suatu lembaga."

Sifat dari proses pengajaran, memberikan kita beberapa petunjuk untuk fungsi guru.
Sebagai pendidik guru Kristen harus menjadi seorang Kristen dan seorang pendidik. Sebagai
seorang Kristen ia telah mengalami realitas dari kebenaran Tuhan, dan dia memiliki Roh Tuhan
untuk memberdayakan dirinya dan ajaran-Nya. Sebagai pendidik dia berfungsi sesuai dengan

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 57
amanat Allah untuk mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan yang terkandung dalam
Firman Allah. Mendidik berarti mengubah perilaku seseorang.

Dalam kitab 1 Korintus, Paulus mendesak para pembacanya untuk menjadi pengikut dia
seperti dia adalah Kristus. Hal ini harus benar dari guru juga, karena sebagai pemimpin mereka
harus memberikan contoh apakah mereka mencoba untuk mengajar. Mereka harus menjadi
manusia yang penuh sprit Allah. Enam Kualifikasi untuk Guru yang dipenuhi Roh adalah:

1. Guru adalah komunikator kebenaran, ia harus secara terbuka dan berani seorang
Kristen.
2. Setiap guru harus tahu Alkitab. Karena Firman Tuhan adalah relevan untuk semua mata
pelajaran.
3. Guru Kristen harus berkomitmen dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaan, dalam
semua keberadaannya, untuk kebenaran.
4. Guru harus mencari keunggulan. Ini merupakan keunggulan mencari intelektual setelah
bagi kemuliaan Allah, dan seorang guru Kristen harus puas dengan tidak kurang dari
keunggulan di daerah ini.
5. Guru Kristen yang benar-benar harus mengasihi murid-muridnya, mereka mencari
kebaikan tertinggi bahkan ketika di jalan kali mungkin sulit. Tidak hanya harus ia
mencintai murid-muridnya, dia benar-benar ingin dan memahami mereka.
6. Akhirnya, guru Kristen harus latihan penyerahan lengkap untuk satu guru besar. Setiap
guru harus mendengarkan Tuhan, dan Roh Kudus, untuk pelajaran dan tidak boleh dia
yakin bahwa dia tidak perlu diajarkan-Nya.

Ringkasan sangat membantu tentang peran mengajar adalah diberikan oleh Dr Roy Zuck. Ada lima
poin cukup baik tentang apa yang Alkitab mengharapkan dari para pendidik yang:

1. Ingat bahwa pendidikan Kristen adalah tujuan-supranatural Kehadiran Allah Roh Kudus
dalam mengajar memerlukan pendidikan Kristen hanya di luar pemrograman, metodologi,
dan teknik.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 58
2. Seorang guru adalah seseorang yang mengandalkan Roh Kudus. Dilihat dari sudut
pelayanan pengajaran Roh Kudus, pendidikan Kristen menuntut Anda harus tunduk pada
bimbingan dan arah Roh. Guru harus bekerja dengan Allah, dan tidak melawan Dia.
3. Guru menghubungkan Firman Tuhan untuk-pemahaman experiences. murid A yang tepat
dari karya Roh Kudus menyediakan guru Kristen dengan pendekatan, seimbang dicampur
untuk pertanyaan konten dan pengalaman.
4. Guru untuk beristirahat puas dengan tidak kurang dari spiritual-guru results. A harus terus-
menerus menguji pengajaran-Nya untuk melihat apakah itu mengakibatkan pertumbuhan
rohani pada bagian dari murid-muridnya.
5. Guru harus menyadari bahwa, dalam pengertian akhir, Allah, Roh Kudus, adalah teacher.-
It adalah Allah yang melakukan pengajaran, guru hanyalah saluran rahmat-Nya, suatu
instrumen melakukan penanaman dan penyiraman. Efektivitas spiritual kerja guru terletak
pada akhirnya dengan Roh Kudus.

D. Peran Peserta Didik

Pelajaran tersebut merupakan tantangan untuk proses pendidikan Kristen. Setiap orang
percaya membawa ke kelas satu set pribadi kebutuhan, keinginan, dan tujuan. Setiap mencari
pemenuhan dan pertumbuhan dalam kehidupan pribadinya dan spiritual. Setiap pelajar dimulai
dengan dasar kebutuhan sendiri, sehingga pendidik harus berusaha untuk memotivasi peserta didik
untuk menemukan dan menerapkan ketentuan Allah untuk hidupnya.

Dalam pembelajaran pendidikan Kristen yang benar datang sebagai pembelajar


pengalaman keajaiban kebenaran Allah diterapkan dalam hidupnya. Murid itu dianggap sebagai
individu, seseorang yang layak, sebagai tuhan melihat kita sebagai individu. Pengalaman pribadi-
Nya dan pengetahuan memiliki nilai.

Dia adalah yang anggota bertanggung jawab dari kelompok belajar, memiliki sesuatu untuk
berkontribusi dan sesuatu untuk belajar. Kebenaran yang dipelajari akhirnya tidak harus
dipaksakan dari luar, melainkan harus ditemukan oleh murid di bawah bimbingan dan
kepemimpinan dari guru dan Roh Kudus.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 59
Untuk Ringkaskan Peran Pendidik, LeBar menyatakan:

"Pertumbuhan Seorang murid adalah ditentukan bukan oleh apa yang ia dengar, tapi oleh
apa yang dia lakukan tentang apa yang ia dengar. Yang penting adalah apa yang terjadi di
dalam murid. Dia dapat menerima atau dia mungkin menolak apapun yang terjadi di luar.
Belajar adalah apa yang murid tidak dan apa kekuatan luar lakukan untuk dia. Guru dapat
mempengaruhi faktor-faktor batin hanya dengan benar menggunakan faktor luar. Jika guru
akan bekerja sama dengan Roh Allah, Dia bisa menggunakan dia untuk mewujudkan
perubahan yang diinginkan"

Oleh karena itu, tugas guru untuk membantu murid-muridnya untuk mengetahui dan
memahami prinsip-prinsip dari Kitab Suci untuk mereka, dan kemudian memimpin mereka untuk
menerima prinsip-prinsip sebagai milik mereka, motivasi akan tetap luar, itu karena guru
mengatakan begitu, tetapi murid harus dituntun ke tempat di mana dia bisa memikirkan masalah
dan menerapkannya dalam hidupnya. Setelah pekerjaan ilahi dari Roh Kudus selesai, (prinsip
Yohanes 16) Allah yang telah menentukan sebelumnya menjadi tujuan yang dipilih sendiri.

E. Tempat Pengajaran Praktis dalam Filsafat Pendidikan Kristen

Kurikulum pendidikan Ibrani adalah luar biasa seimbang. Hukum Taurat adalah pusat dari
segala sesuatu, tapi semua studi lain yang terkait dengan Hukum Torat di garis paralel. Sebagai
contoh, sistem pertanian masyarakat Ibrani adalah bagian yang terintegrasi dari pelatihan
pendidikan anak dan dewasa. Penanaman tanaman berkorelasi dengan perintah-perintah Hukum;
sistem pengorbanan digambarkan oleh Hukum.

Jadi karena itu, orang Ibrani tidak hanya diperintahkan untuk menjaga Hukum Taurat,
tetapi juga diajarkan oleh Hukum. Setelah masa pengasingan, kami melihat bahwa ada paralel
langsung antara studi sekuler matematika, astrologi, dll, dengan mempelajari Taurat. Mereka
melengkapi satu sama lain. Mereka tidak terpisah, tapi terintegrasi. Dari ini muncul lagi prinsip
pendidikan: sekuler kebenaran adalah kebenaran Allah dan harus terintegrasi dan dilihat sebagai
satu kesatuan kohesif.

Bahkan di kalangan evangelis, jurang yang sering ada antara Alkitab dan kehidupan sehari-
hari dan praktik adalah terlalu jelas. kerusakan telah terjadi, skizofrenia intelektual jika Anda

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 60
silahkan, dengan hasil yang bisnis, sains, dan politik hampir sama sekali tidak berhubungan dengan
Kitab Suci. Seperti yang Schaeffer telah begitu tepat menaruhnya:

"Hari ini kita memiliki kelemahan dalam proses pendidikan kita gagal untuk memahami
hubungan alami antara disiplin Kita cenderung untuk mempelajari semua disiplin kita di limau
paralel yang tidak terkait.. Ini cenderung untuk menjadi kenyataan di Kristen dan pendidikan
sekuler. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa orang Kristen evangelis telah diambil oleh
kejutan pada pergeseran luar biasa yang telah datang dalam generasi kita ".

Untuk mencapai integrasi ini bukan tugas yang mudah, tetapi orang Kristen perlu
memahami bahwa semua kebenaran adalah penting dan bahwa pendidikan Kristen perlu
menyajikan suatu filsafat hidup yang bersatu.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 61
DAFTAR PUSTAKA

Ardiani, Guru dan Filsafat Pendidikan


Belandina, Janse, 2005. Profesionalisme guru dan BIngkai Materi Pendidikan Agama Kristen
SD, SMP, SMA. Bandung: Bina Media Informasi.
Bogdan & Biklen, Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn Bacon, 1982.
Campbell & Stanley, Experimental & Quasi-Experimental Design for Research. Chicago : Rand
McNelly, 1963.
Charles J. Braunes & Hobert W. Burns. Problems in Education and Philosophy. New York:
Prentice-Hall Inc., 1965
Danim, Sudarwan, 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Gordon, Thomas, Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. Wydenpub, 1974.
http://mirnaferdiyawaty-uin-bi-2b.blogspot.com/2008/05/parennialisme_26.html (dicopy minggu
26 Oktober 2008)
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-
ilmu-pendidikan/ – dikuti 10
(http://64.203.71.11/kompas-cetak/0609/30/humaniora/2994243.htm)
Henderson, SVP, Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago Press, 1954.
Heryanto, Nunu, Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi Pendidikan (Suatu
Tinjauan Filsafat Sains).
Kneller, George F. , Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons Inc, New
York, 1971.
Muhadjir, Noeng, 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nasution,1982. Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars,
P.H. Hirst & R.S. Peters. The Logic of Education. London: Routledge & Kegan Paul, 1972.
The Liang Gie, 2004. Pengantar Filsafat ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th.STAK Teruna Bhakti, Jogjakarta | Diktat Filsafat PAK 62

Anda mungkin juga menyukai