Anda di halaman 1dari 11

DEMOKRASI INDONESIA

Disusun Oleh :
Heru Prasetya Aji
111.170.110
KELAS I

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2018
1. Pengertian landasan historis, kultural, yuridis, dan filosofis
pendidikan Pancasila
a. Historis
Berdasarkan dari landasan historis, Pancasila dirumuskan serta
memiliki suatu tujuan yang digunakan sebagai Dasar Negara Indonesia.
Proses perumusannya tersebut juga diambil dari nilai-nilai pandangan
hidup masyarakat.
Setiap bangsa tentu memiliki ideologi dan pandangan hidupnya
masing-masing, alias berbeda (tidaklah sama) yang mana diambil dari
nilai-nilai yang hidup serta berkembang di dalam bangsa itu sendiri.
Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang memang sudah tumbuh serta
berkembang semenjak lahirnya bangsa Indonesia.
Oleh para pendiri bangsa kita, dirumuskanlah dengan sederhana,
namun memiliki arti yang begitu mendalam yang mana mampu meliputi
sebanyak 5 (lima) prinsip (sila) yang diberi nama
dengan Pancasila. Negara Indonesia merancang Dasar Negara yang justru
bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang di
dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Nama Pancasila itu sendiri diberikan oleh salah seorang
penggagasnya, yakni Ir. Soekarno yang ada pada pidatonya, tepat pada
tanggal 1 Juni 1945, dalam persidangan Badan Penyidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang menjadi saran dan
petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Kesimpulan : Landasan historis memiliki arti Pancasila yang didasarkan
pada sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila yang
berhasil didapat itu berasal dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa
Indonesia tak akan pernah bisa dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.

b. Kultural
Pancasila menjadi salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga
harus bisa diwariskan kepada generasi penerus atau generasi selanjutnya.
Secara kultural, unsur-unsur Pancasila itu terdapat dalam adat istiadat,
tulisan, bahasa, slogan, kesenian, agama, kepercayaan dan kebudayaan
dalam negara Indonesia secara umum.
Pandangan hidup dari suatu bangsa merupakan salah satu hal yang
memang tak boleh dipisahkan dengan kehidupan dari bangsa itu sendiri.
Suatu bangsa yang tak memiliki pandangan hidup merupakan bangsa
yang memang tak memiliki kepribadian serta jati diri, sehingga bangsa
tersebut menjadi mudah terombang-ambing dari berbagai macam pengaruh
yang berkembang dari luar negerinya.
Pancasila di sini memiliki sifat yang terbuka, sehingga bisa
mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman, di
samping mempunyai dinamika internal secara selektif dalam proses
adaptasi yang dilakukan.
Dengan inilah, generasi penerus bangsa mampu memperkaya nilai-
nilai Pancasila, sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman
yang dihadapinya terutama dalam meraih suatu bentuk keunggulan IPTEK
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) tanpa harus kehilangan jati dirinya.
Nilai-nilai kenegaraan dan nilai-nilai kemasyarakatan yang
terkandung di dalam sila-sila Pancasila bukan hanya menjadi suatu hasil
konseptual seseorang saja, melainkan menjadi suatu hasil karya yang besar
milik bangsa Indonesia itu sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan melalui proses refleksi
filosofis pada pendiri negara seperti Ir. Soekarno, M. Yamin, M. Hatta,
Soepomo, serta para tokoh pendiri negara yang lainnya.
Maka dari itu, generasi penerus atau generasi selanjutnya, terutama
dalam kalangan intelektual kampus ini sudah seharusnya bisa mendalami
serta mengkaji karya besar itu dalam upaya guna melestarikan secara
dinamis dalam artian untuk mengembangkannya sesuai dengan tuntutan
zaman.
Kesimpulan : Landasan kultural adalah Pancasila yang didasarkan pada
nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Maka
dari itu, di sinilah peran penting dari generasi penerus bangsa, terutama
pada kalangan intelektual kampus, beserta dengan seluruh lapisan
masyarakat yang memang sudah seharusnya bisa mendalami secara
dinamis dalam arti mengembangkannya lebih dalam lagi di era yang sudah
kian modern ini.

c. Yuridis
Landasan yuridis ini merupakan landasan yang berdasar atas aturan
yang dibaut setelah melalui perundingan dan permusyawarahan. Alinea
ke-4 dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan yuridis
konstitusional antara lain yang ada di dalamnya terdapat rumusan dan
susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar serta
otentik, sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Batang tubuh UUD 1945 itu juga menjadi landasan yuridis


konstitusional karena dasar negara yang ada pada Pembukaan UUD 1945
dijabarkan menjadi lebih lanjut dan lebih terperinci pada pasal-pasal dan
ayat-ayat yang ada di dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu.
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila yang
ada di Perguruan Tinggi sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 yang menyatakan, isi
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Kesimpulan : Landasan yuridis adalah penyelenggaraan Pendidikan
Pancasila yang didasarkan dalam Perguruan Tinggi yang didasarkan di
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
d. Filosofis
Landasan filosofis bersumber dari adanya pandangan-pandangan di
dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakikat
manusia, keyakinan mengenai adanya sumber nilai, hakikat pengetahuan
dan mengenai kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan suatu negara
merupakan bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, yang mana
hal ini berdasar dari kenyataan objektif jika manusia itu merupakan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Syarat mutlak dari suatu negara ialah dengan adanya persatuan
yang terwujud sebagai rakyat (yang menjadi unsur pokok suatu negara),
sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan
konsekuensinya rakyat menjadi dasar ontologism demokrasi, karena
memang rakyat ialah asal mula kekuasaan negara atas dasar pengertian
filosofis itulah maka dalam hidup bernegara, nilai Pancasila menjadi
dasar filsafat negara.
Konsekuensi dalam berbagai macam aspek penyelenggaraan
negara haruslah bersumber dari nilai-nilai Pancasila, termasuk itu pada
sistem peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Maka dari itu, realisasi kenegaraan termasuk dalam proses
reformasi yang terjadi dewasa ini menjadi suatu bentuk keharusan jika
memang Pancasila menjadi salah satu sumber nilai dalam pelaksanaan
kenegaraan baik itu di dalam pembangunan nasional, ekonomi, sosial
budaya, politik, hukum, hingga pertahanan dan keamanan.
Kesimpulan : Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara, maka
dalam aspek penyelenggaraannya, negara harus bersumber terhadap
nilai-nilai Pancasila termasuk juga dalam sistem perundang-undangan
yang ada di Indonesia.
2. Dasar Hukum Pendidikan Pancasila
1. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menetapkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.
2. Keputusan Menteri PendidikandanKebudayaan no. 30 tahun 1990,
menetapkan status pendidikan Pancasila dalam kurikulum
pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program
studi dan bersifat nasional.
3. PP no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi menyatakan bahwa
Pancasila wajib diajarkan di perguruan tinggi.
4. Keputusan Dirjen Dikti No. 265/Dikti/Kep/2000 tentang
penyempurnaan Kurikukum Inti Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Pancasila pada PT di Indonesia.
5. Kep Mendiknas no. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Nomor 45/U2002 tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah menetapkan Pendidikan
Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan
menjadi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi.
6. Pelaksanaannya sesuai dengan SK Dirjen Dikti no.
38/Dikti/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan
Tinggi.
7. Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006
tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian di PT.

Sejak bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya pada 17 Agustus


1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang
tepat dan paling bermanfaat baginya. Dengan kemudian dirumuskannya
Pancasila sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup Bangsa serta Dasar
Negara Republik Indonesia, mulai jelas apa yang menjadi Tujuan Bangsa.
Hal ini makin tegas setelah dirumuskan dan disetujui Undang-Undang
Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945. Dengan begitu juga jelas sistem
pemerintahan apa yang tepat dan bermanfaat bagi bangsa kita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah sistem
politik yang memungkinkan semua warga bangsa mempunyai kesempatan
mewujudkan aspirasinya. Dalam sejarah umat manusia tampak bahwa
demokrasi berkembang sesuai dengan kondisi bangsa yang bersangkutan,
termasuk nilai budayanya, pandangan hidupnya serta adat-istiadatnya.
Dengan begitu tiap-tiap bangsa mempunyai caranya sendiri mewujudkan
demokrasi. Antara lain tampak bahwa sekalipun bangsa-bangsa Eropa
Barat mempunyai banyak kesamaan budaya, pandangan hidup dan adat-
istiadat, namun demokrasi yang berkembang di Perancis dan Inggeris tidak
sepenuhnya sama. Juga antara bangsa Amerika dan Inggeris yang sama-
sama digolongkan bangsa Anglo Saxon terdapat perbedaan besar dalam
pelaksanaan demokrasi.
Itu memberikan kesimpulan bahwa tidak ada pelaksanaan atau
perwujudan demokrasi yang universal dan berlaku bagi semua bangsa.
Bahkan dalam satu bangsa dapat terjadi perubahan dalam pelaksanaan
demokrasi sesuai dengan perkembangannya, seperti ketentuan dalam hak
pilih untuk perempuan. Maka tidaklah benar anggapan sementara orang,
termasuk di Indonesia, bahwa demokrasi Barat adalah pelaksanaan
demokrasi yang universal dan harus diterapkan pada semua bangsa.
Bahwa demokrasi bukan hal baru bagi bangsa Indonesia telah jelas
dalam Pancasila yang oleh Bung Karno sebagai Penggalinya ditegaskan
sebagai Isi Jiwa Bangsa. Akan tetapi perwujudan demokrasi bagi bangsa
Indonesia tidak sama dan tidak harus sama dengan yang dilakukan bangsa
lain, termasuk bangsa Barat yang berbeda pandangan hidupnya dari
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia .
Hal itulah salah satu sebab mengapa bangsa Indonesia sekarang
dirundung berbagai kekacauan lahir dan batin, karena menganggap bahwa
demokrasi hanya dan baru demokrasi yang benar kalau dilaksanakan
sesuai dengan demokrasi Barat. Tidak dihiraukan bahwa demokrasi dan
sistem pemerintahan itu tepat kalau dapat menggerakkan dinamika bangsa
serta mengembangkan energi bangsa itu secara maksimal untuk mencapai
tujan hidupnya. Dan menghasilkan kehidupan yang maju dan sejahtera.
Bukan untuk membuang-buang dan memboroskan energi bangsa seperti
yang sekarang terjadi di Indonesia.
Maka untuk membawa bangsa Indonesia pada jalan dan kondisi
yang sesuai untuk mencapai Tujuannya, yaitu Masyarakat yang Adil dan
Makmur berdasarkan Pancasila, perlu kita kaji kembali bagaimana
sebaiknya demokrasi di Indonesia dilaksanakan.
Tulisan ini berusaha menguraikan bagaimana sebaiknya demokrasi
dijalankan di Indonesia dan bagaimana mewujudkannya.

Pancasila sebagai Landasan Demokrasi Indonesia


Karena Pancasila telah kita akui dan terima sebagai Filsafah dan
Pandangan Hidup Bangsa serta Dasar Negara RI, maka Pancasila harus
menjadi landasan pelaksanaan demokrasi Indonesia. Kalau kita
membandingkan dengan demokrasi Barat yang sekarang menjadi acuan
bagi kebanyakan orang, khususnya kaum pakar politik Indonesia, ada
perbedaan yang mencolok sebagai akibat perbedaan pandangan hidup.
Sebagaimana sudah diuraikan dalam makalah Perbedaan Pikiran
Barat dan Pancasila, perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan
hidup Barat dan Indonesia adalah tempat Individu dalam pergaulan hidup.
Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk otonom yang bebas
sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Bahwa individu
membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena
dorongan rasionya untuk memperoleh keamanan dan kesejahteraan yang
terjamin, bukan karena secara alamiah individu ditakdirkan hidup bersama
individu lain. Sebaliknya dalam pandangan Indonesia individu adalah
secara alamiah bagian dari kesatuan lebih besar, yaitu keluarga, sehingga
terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab
itu pandangan bangsa Indonesia adalah bahwa hidup merupakan
Kebersamaan atau Kekeluargaan. Individu diakui dan diperhatikan
kepentingannya untuk mengejar yang terbaik baginya, tetapi itu tidak lepas
dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan.
Kalau pelaksanaan demokrasi Barat dinamakan sekuler dalam arti
bahwa tidak ada faktor Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya,
sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat lepas dari faktor Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. Meskipun NKRI bukan
negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara
sekuler yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang
mengritik “sikap bukan ini bukan itu” sebagai sikap yang a-moral dan
ambivalent, tetapi dalam perkembangan cara berpikir dalam melihat Alam
Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics , hal ini
normal. Justru karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak pernah boleh
lepas dari faktor moral.
Demokrasi Barat cenderung diekspresikan dalam urusan
kepentingan politik mengejar kemenangan dan kekuasaan. Dalam
demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik mengejar kekuasaan
agar dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan
seluas-luasnya (The Winner takes all). Ia hanya mengakomodasi
kepentingan pihak lain karena dan kalau itu sesuai dengan
kepentingannya. Jadi sikap Win-Win Solution yang sekarang juga sering
dilakukan di Barat bukan karena prinsip Kebersamaan, melainkan karena
faktor Manfaat semata-mata.
Di Indonesia berdasarkan Pancasila demokrasi dilaksanakan
melalui Musyawarah untuk Mufakat. Jadi dianggap tidak benar bahwa
pihak yang sedikit jumlahnya dapat di”bulldozer” oleh pihak yang besar
jumlahnya. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia pada prinsipnya
mengusahakan Win-Win Solution dan bukan karena faktor manfaat
semata-mata. Namun demikian, kalau musyawarah tidak kunjung
mencapai mufakat sedangkan keadaan memerlukan keputusan saat itu,
tidak tertutup kemungkinan penyelesaian didasarkan jumlah suara. Maka
dalam hal ini voting dilakukan karena faktor Manfaat, terbalik dari
pandangan demokrasi Barat.
Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu
ditegakkan, tetapi juga faktor kesejahteraan bagi orang banyak
sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila. Jadi demokrasi Indonesia
bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan
demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat dikatakan
bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan
kebahagiaan dan bukan demokrasi kekuasaan seperti di Barat. Hal itu
kemudian berakibat bahwa pembentukan partai-partai politik mengarah
pada perwujudan kehidupan sejahtera bangsa (lihat makalah sebelumnya :
Pancasila dan Partai Politik).
Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan, maka
wahana pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik.
Banyak anggota masyarakat mengutamakan perannya dalam masyarakat
sebagai karyawan atau menjalankan fungsi masyarakat tertentu untuk
membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka tidak
berminat turut serta dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga
meliputi mereka, maka selayaknya mereka ikut pula dalam proses
demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh sebab itu di samping peran
partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan Karya
(Golkar).
Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya
dan terbagi dalam banyak Daerah yang semuanya termasuk dalam
Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu di samping peran partai politik
dan golkar, harus diperhatikan juga partisipasi Daerah dalam mengatur dan
mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga. Karena itu ada Utusan
Daerah yang mewakili daerahnya masing-masing dalam menentukan
jalannya Bahtera Indonesia.
Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam
Perbedaan menjamin setiap bagian untuk mengejar yang terbaik, maka
Daerah yang banyak jumlahnya dan aneka ragam sifatnya perlu
memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya, tetapi
tanpa mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI. Otonomi
Daerah harus menjadi bagian penting dari demokrasi Indonesia dan
mempunyai peran luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai