Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta

Disusun Oleh :

Nama : Virchanisa Sahra Afifah

NIM : P277220016187

PROGRAM SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

2018
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Keliat,
2006).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Kusumawati dan Hartono, 2010)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan
keadaan emosi yang mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri
atau destruktif (Yosep, 2011).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasanatau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart & Sundeen, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan baik verbal maupun non verbal yang
dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul
akibat perasaan jengkel, kesal dan marah.

2. RENTANG RESPON
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respo melawan dan menentang. Respon melawan
dan menetang merupakan respon maladaptive, yaitu agresif-kekerasan
perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi,
yaitu:
1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega
2. Frustasi : merasa gagal mencpai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis
3. Pasif : diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami
4. Agresif : memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain mengancam, member kata-kata ancaman tanpa niat menyakiti
5. Kekerasan : sering juga disebut gaduh - gaduh atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain dengan menakutkan,
member kata – kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan,
danyang paling berat adalah merusak secara serius. Klien tidak mampu
mengendalikan diri (Setiono, 2013).

3. TANDA DAN GEJALA


Dewi (2014) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

4. PENYEBAB
Menuru Stuart & Sundeen (2007) penyebab resiko prilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung
antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak,
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal;
trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua
mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor
budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan
mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang
ramai/padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2011):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

5. AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan (Dewi, 2014).

6. PSIKOPATOLOGI
Mengemukakan bahwa stress, cemas dan merah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecamasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan
dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah
pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal dapat barupa perilak kekerasan sedangkan secara
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresiakan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata- kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan member
perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi (Setiono, 2013).
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

8. PENATALAKSANAAN
Menurut Setiono (2013) yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan
jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Clorpimazine (CPZ)
Untuk mensupresi gejala-gejala psikosa: agitasi, ansietas,
ketegangan,kebingungan insomnia,halusinasi, waham dan gejala-
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, maniak,
depresi,gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.cara pemberian perroral atau intra muskular.
b. Haloperidol
Untuk gangguan psikotik, sindroma gilles dela tourett pada
anak-anak dan dewasa. Kontraindikasi: depresi saraf pusat. Penyakit
parknson, mengantuk, tremor, letih, lesu, gelisah, gejala ekstra
piramidal.
c. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
d. Thrihexiphenidil, yaitu mengontrol perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
e. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Berteriak, menjerit atau memukul
Terima kemarahan klien, diam sebentar, arahkan klien untuk
memukul barang yang tidak mudah rusak seperti bantal dan kasu.
b. Cari gara-gara
Bantu klien melakukan relaksasi. Misalnya latihan fisik maupun
oahraga. Latihan pernapasan 2kali/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan
hembusan nafas.
c. Melalui humor
Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka
orang yang menjadi sasaran dan diskusikan cara umum yang sesuai.

9. FOKUS INTERVENSI
1. Risiko perilaku kekerasan
a. Tujuan umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan
a) Beri salam dan panggil nama klien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tetapi sering
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah,
jengkel/ kesal
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Tindakan
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah,
jengkel/ kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang
dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Tindakan
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan
a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat.
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan
a) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
b) Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
1)) Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/
bantal, olah raga, melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.
2)) Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
3)) Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
4)) Secara spiritual: anjurkan klien sembayang, berdoa atau
ibadah lain
5)) Dengan cara minum obat
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan
a) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi
cara tersebut.
e) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari
saat marah
8) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Tindakan
a) Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
c) Jelaskan cara-cara merawat klien.
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
Tindakan
a) Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan
keluarga)
b) Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti
minum obat tanpa seijin dokter
c) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara
minum).
d) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e) Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
f) Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
b. Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
c. Klien mengatakan orang lain jahat
Data objektif :
a. Klien tampak tegang saat bercerita
b. Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
c. Mata melotot, pandangan tajam
d. Mengancam secara verbal dan fisik
e. Nada suara tinggi
f. Tangan mengepal
g. Berteriak/menjerit
h. Memukul jika marah
2. Diagnosa : RPK
Tujuan umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik,
sosial atau verbal, spiritual, dan terapi psikoformatika.
Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dapat dilakukan
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
f. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
g. Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan
h. Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya
c. Bantu klien mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
d. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya
e. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
f. Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada diri sendiri, orang lain/keluarga, dan lingkungan
g. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
: teknik napas dalam
h. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal kegiatan
harian
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sityha. 2014. http://sythadewi.blogspot.com/2014/08/konsep-dasar-resiko-


perilaku-kekerasan_5.html Diunduh tanggal 09 Maret 2015 jam 20.00
WIB.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Kusumawati dan Hartono. 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Setiono, Wiwing. 2013. http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-
pendahuluan-perilaku-kekerasan.html Diunduh tanggal 09 Maret 2015
jam 20.00 WIB.
Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus. 2011. Kepeerawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : Revika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai