Anda di halaman 1dari 25

INDIKATOR MUTU KLINIS

POLI IBU BERSALIN


PUSKESMAS KAUMAN

Bulan :..............
APN (58 Langkah) NAMA PASIEN
NO

1 Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.


2 Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan
termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan
alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3 Memakai celemek plastik.
4 Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci
tangan dgn sabun & air mengalir.
5 Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg
akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6 Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung
tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam
wadah partus set.
7 Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah
yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan
vulva ke perineum.
8 Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan
sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9 Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5%.
10 Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus
selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160
x/menit).
11 Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his
apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12 Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13 Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran.
14 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada
dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15 Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di
perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5 – 6 cm
16 Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah
bokong ibu
17 Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan
18 Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19 Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6
cm, memasang handuk bersih pada perut ibu untuk
mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan
bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah
itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk
melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain
bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum
dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain
pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi
agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum).
20 Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi
dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali
pusat pada leher janin
21 Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
22 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23 Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum
ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah
bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang tangan dan siku sebelah atas.
24 Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri
diantara kedua lutut janin)
25 Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas
tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26 Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27 Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada
lagi bayi dalam uterus.
28 Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar
uterus berkontraksi baik.
29 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin
10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali
pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2
cm distal dari klem pertama.
31 Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
diantara 2 klem tersebut.
32 Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada
satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut
dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33 Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
memasang topi di kepala bayi.
34 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10
cm dari vulva
35 Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi
atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan
tali pusat.
36 Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat
dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan mengulangi prosedur.
37 melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso-kranial).
38 Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan
mencegah robeknya selaput ketuban.
39 Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada
fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara
sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40 Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon
dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan
kedalam kantong plastik yang tersedia.
41 Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan.
42 Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.
43 Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di
dada ibu paling sedikit 1 jam.
44 Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi,
beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg
intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45 Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46 Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam.
47 Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus
dan menilai kontraksi.
48 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49 Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan
setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50 Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik.
51 Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah di dekontaminasi.
52 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat
sampah yang sesuai.
53 Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu
ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54 Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga
untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55 Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin
0,5%.
56 Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%
melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58 Melengkapi partograf.
APN Terbaru (58 Langkah)
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 58 langkah asuhan persalinan normal
sebagai berikut:
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin &
memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali
kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT),
dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120
– 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat
ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu
dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa
ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva
dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih pada perut
ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah
bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu
tangan, dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi
yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala
tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya
lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku
sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin
untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan
tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas
perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong
isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain
menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi
prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa
ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri
secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba
keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa
seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang
tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan
vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit).
Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah.
Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
Sumber :
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR).
Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2002

MARS APN 58 Langkah (Irama Bangun Tidur) ^_^


Tanda Gejala kala Dua

(Dor-an, tek-nus, per-jol,vul-ka)

dorongan meneran, tekanan anus, perineum menonjol, vulva buka

Siapkan alat siapkan diri

(celemek, cuci, sarung, oksi)

kelengkapan alat : obat esensial u/ komplikasi ibu dan bayi, meja asfiksia, oksi, dll

kelengkapan diri : pakai celemek, cuci tangan, pakai sarung DTT untuk PD,
masukkan oksi ke spluit

Pastikan Pembukaan lengkap

(bersih,PD,celup,DJJ)

bersihkan Vulva dan perineum dengan hati2 dari depan ke belakang dengan kapas DTT
periksa dalam untuk pastikan pembukaan lengkap (amniotomi bila perlu)

celup sarung tangan dengan klorin 0,5% cuci kedua tangan

periksa DJJ janin

Siap ibu dan keluarga

(beritahu ibu bapak)


beritahu pembukaan sudah lengkap, siapkan ibu untuk meneran yang baik

Jelaskan pada keluarga tentang peran mereka untuk mendukung si ibu

Bimbinglah ibu tuk meneran

(2,3,1 langkah)

2 langkah jika his (+) maka pimpin dan puji ibu

3 langkah jika his (-) maka ibu istirahat, beri minum, dan hitung DJJ

1 langkah yaitu posisikan ibu yang nyaman saat his dan tidak his

Siap siap untuk menolong

(handuk, bokong, buka sarung)

letakkan handuk di perut ibu jika bayi sudah mau lahir dan kain di 1/3 bawah bokong ibu

buka partus set dan cek kelengkapan alat, pakai sarung tangan DTT

Tolong kepala bahu badan

(3,1,2 langkah)

kepala 3 langkah, lindungi perineum ibu dan tahan posisi defleksi, cek lilitan tali pusat, tunggu
putaran paksi luar

bahu 1 langkah pegang secara biparietal

badan 2 langkah lakukan sanggah dan susur

Penanganan bayi baru lahir

(2,3,2,2 langkah)

2 langkah nilai bayi selintas (tangis, nafas, gerakan) dan keringkan bayi
3 langkah cek fundus(pastikan janin tunggal), beritahu ibu akan disuntik oksi, suntikan oksi 10 UI
2 langkah Jepit tali pusat 2 tempat 3cm dari pusar bayi dan 2 cm distalnya, potong dan ikat tali
pusat
2 langkah Kontak kulit antara ibu dan bayi letakkan bayi tengkurap di perut ibu, kepala bayi
diantara payudara ibu, dengan posisi lebih rendah dari puting ibu, lalu selimuti ibu

Manajemen aktif kala III


(ini materi utama)
Oksi PTT Plasenta Masase
(3,2,1 langkah)

Penegangan tali pusat terkendal dan dorongan dorsokranial hingga plasenta lepas, jika tali pusat
bertambah panjang pindahkan tali pusat 5cm di depan vulva
lahirkan plasenta bila sudah muncul di introitus vagina dengan cara ditarik dan diputar secara
searah
Masase agar uterus kontraksi

Perdarahan Segera periksa


(plasenta dan robekan)

Pasca tindakan tujuh belas


(4, eval, aman, bersih, parto)

4 nilai kontraksi, biarkan bayi diatas perut ibu 1 jam, timbang tetes mata, vit K, Imunisasi Hep B
Evaluasi untuk kontraksi, ajarkan masase, periksa tensi nadi, nilai nafas dan suhu
aman dan bersih bersihkan ibu lalu bereskan alat, sekontaminasi, celup, cuci
Lengkapi partograf
Memproses Alat Bekas Pakai (Tindakan Pencegahan Infeksi)
Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan dan benda-benda lain dalam upaya

pencegahan infeksi adalah:

 Dekontaminasi
 Cuci dan bilas
 Disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi

Benda-benda steril atau DTT harus disimpan dalam keadaan kering dan bebas debu. Jaga agar bungkusan-
bungkusan yang tetap kering dan utuh sehingga kondisinya tetap terjaga dan dapat digunakan hingga satu
minggu setelah diproses. Peralatan steril yang dibungkus dalam plastik bersegel, tetap kering dan utuh
masih dapat digunakan hingga satu bulan setelah proses. Peralatan dan bahan disinfeksi tingkat tinggi
dapat disimpan dalam wadah tertutup yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi, masih boleh digunakan dalam
kisaran waktu satu minggu asalkan tetap kering dan bebas debu. Jika peralatan-peralatan tersebut tidak
digunakan dalam tenggang waktu penyimpanan tersebut maka proses kembali dulu digunakan kembali.

Jenis prosedur dan tindakan apapun yang dilakukan, cara pemrosesan peralatan atau perlengkapan
tersebut tetap sama. Lihat gambar bagan berikut:

Bagan Proses Peralatan Bekas Pakai


1
untuk menyiapkan wadah yang didisinfeksi tingkat tinggi, rebus (jika kecil) atau isi dengan larutan klorin
0,5% selama 20 menit (larutan klorin bisa dipindah ke wadah yang lain untuk digunakan ulang dalam waktu
24 jam). Bilas wadah dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering sebelum digunakan.

Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen Kesehatan RI,
2008

Dekontaminasi (Proses Peralatan Bekas Pakai)


Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan
dan benda-benda lain yang terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani dan dibersihkan oleh petugas. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang
tebal atau sarung tangan rumah tangga yang terbuat dari bahan lateks jika akan menangani peralatan bekas
pakai atau kotor. Segera setelah digunakan, masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Pastikan
bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya oleh larutan klorin. Daya kerja larutan klorin,
cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam, atau lebih cepat jika terlihat
kotor atau keruh.

Cara menyiapkan klorin


Gambar: Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair

Sumber: Pocket Guide for Family Planning Service Providers, JHPIEGO, 1995

Gambar: Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk kering

Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen Kesehatan RI,
2008

Menggunakan Teknik Aseptik (Tindakan Pencegahan Infeksi)


Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan.
Teknik aseptik meliputi aspek:

 Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi


 Antisepsis
 Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi

Perlengkapan Pelindung Pribadi


Perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar
mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau
membatasi (kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu boot atau
sepatu tertutup, celemek) petugas dari percikan cairan tubuh,
darah atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik. Masker
wajah dan celemek plastik sederhana dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan sumberdaya yang tersedia di masing-masing
daerah jika alat atau perlengkapan sekali pakai tidak tersedia.

Antisepsis

Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Karena kulit dan selaput mukosa tidak dapat
disterilkan maka penggunaan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat
mengkontaminasi luka terbuka dan menyebabkan infeksi. Cuci tangan secara teratur di antara kontak
dengan setiap ibu dan bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
pada kulit.

Antiseptik vs. Larutan Disinfektan


Meskipun istilah “antiseptik” dan “disinfektan” kadang-kadang digunakan secara bergantian tetapi antiseptik
dan disinfektan digunakan untuk tujuan yang berbeda. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan
yang tidak mampu menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan disinfektan. Larutan
disinfektan dipakai juga untuk mendekontaminasi peralatan atau instrumen yang digunakan dalam prosedur
bedah. Membersihkan permukaan tempat periksa atau meja operasi dengan disinfektan yang sesuai (baik
terkontaminasi atau tidak) setidaknya sekali sehari, adalah cara yang mudah dan murah untuk mendisinfeksi
suatu peralatan yang memiliki permukaan luas (misalnya, meja instrumen atau ranjang bedah).

Larutan antiseptik (seperti alkohol) memerlukan waktu beberapa menit setelah dioleskan pada permukaan
tubuh agar dapat mencapai manfaat yang optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak diperlukan untuk
tindakan kecil dan segera (misalnya, penyuntikan oksitosin secara IM pada penatalaksanaan aktif persalinan
kala tiga, memotong tali pusat) asalkan peralatan yang digunakan sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Larutan antiseptik berikut bisa diterima:

 Alkohol 60-90%: etil, isopropil, atau metil spiritus


 Setrimid atau klorheksidin glukonat, berbagai konsentrasi (Savlon)
 Klorheksidin glukonat 4% (Hibiscrub®, Hibitane®, Hibiclens®)
 Heksaklorofen 3% (Phisohex®)
 Paraklorometaksilenol (PCMX) atau kloroksilenol), berbagai konsentrasi (Dettol®)
 Iodine 1-3% larutan yang dicampur alkohol atau encer (e.g Lugol®) atau tinctur (iodine dalam
alkohol 70%). Iodine tidak boleh digunakan pada selaput mukosa seperti vagina
 Iodofor, berbagai konsentrasi (Bethadine)

Klorheksidin glukonat dan iodophor adalah antiseptik yang paling baik untuk digunakan pada selaput
mukosa. Persiapkan kulit/ jaringan dengan cara mengusapkan kapas atau kasa yang sudah dibasahi larutan
antiseptik secara melingkar dari tengah ke luar seperti spiral.
Larutan disinfektan berikut ini bisa diterima:

 Klorin pemutih 0,5% (untuk dekontaminasi permukaan dan DTT peralatan)


 Glutaraldehida 2% (digunakan untuk dekontaminasi tapi karena mahal biasanya hanya digunakan
untuk disinfeksi tingkat tinggi)

Jangan gunakan disinfektan dari senyawa fenol untuk disinfeksi peralatan/ bahan yang akan dipakai pada
bayi baru lahir karena dapat membahayakan kondisi kesehatan bayi tersebut.
Larutan antiseptik dan disinfektan juga dapat terkontaminasi. Mikroorganisme yang mampu
mengkontaminasi larutan tersebut adalah Stafilokokus, baksil Gram-negatif dan beberapa macam
endospora. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan infeksi nosokomial berantai jika larutan yang
terkontaminasi digunakan untuk mencuci tangan atau dioleskan pada kulit klien.
Cegah kontaminasi larutan antiseptik dan disinfektan dengan cara:

 Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika pengenceran diperlukan)


 Berhati-hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada saat menuangkan larutan wadah
yang lebih kecil (pinggiran wadah larutan yang utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang lebih
kecil)
 Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya kering dengan
cara diangin-anginkan setidaknya sekali seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang)
 Menyimpan larutan di tempat yang dingin dan gelap

Pemeliharaan Teknik Steril/ Disinfeksi Tingkat Tinggi


Dimanapun prosedur dilakukan, daerah steril harus dibuat dan dipelihara untuk menurunkan risiko
kontaminasi di area tindakan. Peralatan atau benda-benda yang disinfeksi tingkat tinggi bisa ditempatkan di
area steril. Prinsip menjaga daerah yang harus digunakan untuk prosedur pada area tindakan dengan
kondisi disinfeksi tingkat tinggi (AVSC, 1999). Pelihara kondisi steril dengan memisahkan benda-benda steril
atau mungkin gunakan baju, sarung tangan steril dan sediakan atau pertahankan lingkungan yang steril.
Sediakan dan jaga daerah steril/ disinfeksi tingkat tinggi:

 Gunakan kain steril


 Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan benda-benda ke daerah yang steril/
disinfeksi tingkat tinggi
 Hanya benda-benda steril/ disinfeksi tingkat tinggi atau petugas dengan atribut yang sesuai yang
diperkenankan untuk memasuki daerah steril/ disinfeksi tingkat tinggi
 Anggap benda apapun yang basah, terpotong atau robek sebagai benda terkontaminasi
 Termpatkan daerah steril/ disinfeksi tingkat tinggi dari pintu atau jendela
 Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.

Sumber referensi: Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan
dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir; JNPK-KR, Departemen Kesehatan
RI, 2008

Pencucian dan Pembilasan (Proses Peralatan Bekas Pakai)


Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan/ perlengkapan yang kotor atau yang sudah
digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif
tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika benda-benda yang terkontaminasi tidak
dapat dicuci segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk
mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan
seksama secepat mungkin.
Seperti yang diperlihatkan pada tabel, sebagian besar (hingga 80%)
mikroorganisme yang terdapat dalam darah dan bahan-bahan organik lainnya bisa dihilangkan melalui
proses pencucian. Pencucian juga dapat menurunkan jumlah endospora bakteri yang menyebabkan tetanus
dan gangren, pencucian ini penting karena residu bahan-bahan organik bisa menjadi tempat kolonisasi
mikroorganisme (termasuk endospora) dan melindungi mikroorganisme dari proses sterilisasi atau disinfeksi
kimiawi. Sebagian contoh virus hepatitis B bisa tetap hidup pada darah yang hanya 10 -8 ml (yang tidak bisa
dilihat dengan mata biasa) dan bisa menyebabkan infeksi jika terpercik ke mata.

Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi tidak tersedia, pencucian secara seksama merupakan proses fisik
satu-satunya untuk menghilangkan sejumlah endospora bakteri.
Tabel: Efektifitas berbagai proses eradiksi mikroorganisme pada alat bekas pakai

Dekontaminasi Pencucian Pencucian DTT1 Sterilisasi1


(hanya air) (deterjen dan
bilas)

Efektifias(menghilangkan Membunuh Hingga 50% Hingga 80% 95% 100%


atau menonaktifkan virusAIDS dan
mikroorganisme Hepatitis

Waktu yang diperlukan Rendam selama Cuci hingga Cuci hingga Rebus, kukus Kukus: 20-30 menit
agar proses berjalan 10 menit bersih terlihat bersih atau secara 106kPa 1210 C
efektif kimia: 20 menit Panas kering 60 menit pada
suhu 1700 C

1
Perlu didahului oleh dekontaminasi dan pencucian

Perlengkapan/ bahan-bahan untuk mencuci peralatan termasuk:

 Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
 Sikat (bole menggunakan sikat gigi)
 Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml: untuk kateter, termasuk kateter penghisap lendir)
 Wadah plastik atau baja anti-karat (stainless steel)
 Air bersih
 Sabun atau deterjen
Tahap-tahap pencucian dan pembilasan:
1. Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan
2. Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi (hati-hati bila memegang
peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit)
3. Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci secara
bersamaan dengan peralatan dari logam
4. Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati:
a. Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran
b. Buka engsel gunting dan klem
c. Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut peralatan
d. Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan
e. Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun
atau deterjen
f. Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih
5. Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain
6. Jika peralatan didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalkan dalam larutan klorin 0,5%)
tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT
Alasan: Jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan kimia dan membuat
larutan menjadi kurang efektif
7. Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan dikukus atau direbus, atau
disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu dikeringkan dulu sebelum
proses DTT atau sterilisasi dimulai
8. Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan
kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih
9. Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan.
Bola karet menghisap tidak boleh dibersihkan dan digunakan ulang untuk lebih dari satu bayi.
Bola karet seperti itu harus dibuang setelah digunakan, kecuali jika dirancang untuk dipakai ulang. Secara
ideal kateter penghisap DeLee harus dibuang setelah satu kali digunakan; jika hal ini tidak memungkinkan,
kateter harus dibersihkan dan didisinfeksi tingkat tinggi dengan seksama. Kateter urin sangat sulit
dibersihkan dan didisinfeksi tingkat tinggi. Penggunaan kateter dengan kondisi tersebut di atas pada lebih
dari satu ibu dapat meningkatkan risiko infeksi jika tidak diproses dengan benar.
Untuk mencuci kateter (termasuk selang atau pipa plastik penghisap lendir), ikuti tahap-tahap berikut:
1. Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada
kedua tangan
2. Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap lendir
3. Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya tiga kali (atau
lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau deterjen
4. Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih
5. Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum dilakukan DTT.
Catatan:
Kateter harus didisinfeksi tingkat tinggi secara kimia (DTT Kimiawi).Kateter bila rusak jika didisinfeksi tingkat
tinggi dengan direbus.

Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen Kesehatan RI,
2008

Sumber gambar: made-in-china.com

DTT dan Sterilisasi (Proses Peralatan Bekas Pakai)


Meskipun sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk
membunuh mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak selalu
memungkinkan dan praktis.DTT adalah satu-satunya alternatif
dalam situasi tersebut: DTT dapat dilakukan dengan cara merebus,
mengukus atau kimiawi. Untuk peralatan, perebusan seringkali
merupakan metode DTT yang paling sederhana dan efisien.

“Ingat:
Agar proses DTT atau sterilisasi menjadi efektif, terlebih dulu
lakukan dekontaminasi dan cuci bilas peralatan secara
seksama sebelum melakukan proses tersebut”

DTT dengan Cara Merebus


 Gunakan panci dengan penutup yang rapat
 Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
 Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam air
 Mulai panaskan air
 Mulai hitung waktu saat air mendidih
 Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
 Rebus selama 20 menit
 Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
 Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan
Disinfeksi Tingkat Tinggi Sarung Tangan dengan Menggunakan Uap Air
Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini siap untukDTT menggunakan
uap panas (jangan ditaburi dengan bubuk talk)

 Gunakan panci perebus dengan tiga susun nampan kukus


 Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakaikan
tanpa membuat terkontaminasi baru
 Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang sarung tangan dengan
bagian jarinya mengarah ke tengah nampan. Agar proses DTT berjalan efektif, harap perhatikan
jumlah maksimal sarung tangan dalam satu nampan (tergantung dari diameter nampan)
 Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga nampan
pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus kosong di sebelah
kompor
 Letakkan penutup di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika air
mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup tinggi
untuk membunuh mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap dengan cepat
dan ini merupakan pemborosan bahan bakar
 Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah perhitungan waktu. Catat
pengukusan sarung tangan dalam buku khusus
 Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik
 Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan
agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar
 Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah kompor
 Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi sarung tangan tersusun di
atas panci perebus yang kosong. Letakkan penutup di atasnya agar sarung tangan menjadi dingin
dan kering tanpa terkontaminasi (tuang air perebus ke dalam wadah DTT)

"Ingat:Jangan menempatkan nampan pengukus berlubang yang berisi sarung tangan di atas meja
atau tempat lain karena sarung tangan dapat terkontaminasi oleh cemaran dari luar melalui lubang
bawah nampan”
 Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan selama 4-6
jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian
gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit bagian jari
sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit dipakai atau digunakan)
 Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering gunakan penjepit atas pinset disinfeksi
tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut dalam wadah
disinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa disimpan di dalam panci pengukus yang
berpenutup rapat).
Sarung tangan tersebut bisa disimpan sampai satu minggu.

DTT Kimiawi
Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid (Cidex®). Alkohol, iodine dan
indofor tidak digolongkan sebagai disinfektan tingkat tinggi. Alkohol tidak membunuh virus dan
spesies pseudomonas bisa tumbuh dalam larutan iodine. Larutan-larutan tersebut hanya boleh digunakan
sebagai disinfektan jika disinfektan yang dianjurkan tidak tersedia. Lysol®, Karbol® dan Densol® (asam
karbolik 5% atau fenol 1-2%) digolongkan sebagai disinfektan tingkat rendah dan tidak dapat digunakan
untuk dekontaminasi atau proses DTT. Tablet formalin hanya efektif dalam suhi tinggi dan dalam bentuk gas
jenuh, Penggunaan tablet formalin sangat tidak dianjurkan. Meletakkan tablet bersama sarung tangan,
bahan-bahan atau perlengkapan dalam botol kaca yang tertutup tidak akan bekerja secara efektif.
Formaldehid (formalin) merupakan bahan karsinogenik sehingga tidak boleh lagi digunakan sebagai
disinfektan.
Larutan disinfektan tingkat tinggi yang selalu tersedia dan tidak mahal adalah klorin. Karena larutan klorin
bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama 20 menit makan peralatan yang sudah
didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang. Lihat gambar rumus yang
digunakan dalam membuat larutan.

Langkah-langkah kunci pada disinfeksi tingkat tinggi secara kimia termasuk:

 Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam wadah
dan tuangkan desinfektan
“Ingat:
Jika peralatan basah sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan terjadi pengenceran
larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja atau efektifitasnya”
 DTT kateter secara kimiawi:
 Persiapkan larutan klorin 0,5% (lihat gambar rumus)
 Pakai sarung tangan lateks atau sarung tangan rumah tangga pada kedua tangan
 Letakkan kateter yang sudah dicuci dan dikeringkan dalam larutan klorin. Gunakan tabung suntik
steril atau DTT untuk membilas bagian dalam kateter dengan menggunakan larutan klorin. Ulangi
pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam dalam larutan
 Biarkan kateter terendam selama 20 menit
 Gunakan tabung suntik steril atau DTT untuk membilas
kateter dengan air DTT
 Kateter dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan
setelah ini dapat segera digunakan atau disimpan dalam
wadah DTT yang bersih
“Ingat:
Selalu ikuti prinsip-prinsip pemrosesan peralatan yang
benar. Sebelum menggunakan kembali benda atas
peralatan yang terkontaminasi, lakukan:
1 Dekontaminasi
2 Cuci, bilas dan keringkan jika perlu
3 Sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
4. Gunakan segera atau simpan dalam wadah yang sesuai”
Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial,
Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan dan Kelahiran
Bayi

Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalamasuhan
persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal
maupun patologis. Lima Benang Merah tersebut adalah:

1. Membuat Keputusan Klinik


2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
3. Pencegahan Infeksi
4. Pencatatan (Rekam Medik) Asuhan Persalinan
5. Rujukan
Lima benang merah ini akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan persalinan, mulai dari kala satu hingga
kala empat, termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir.
Tujuan yang diharapkan adalah dapat:
1. Memahami langkah-langkah pengambilan keputusan klinik
2. Menjelaskan asuhan sayang ibu dan bayi
3. Menjelaskan prinsip dan praktik pencegahan infeksi
4. Menjelaskan manfaat dan cara pencatatan medik asuhan persalinan
5. Menjelaskan hal-hal penting dalam melakukan rujukan

Kerangka pembahasan Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan dan Kelahiran Bayi:
(klik setiap link di bawah untuk detail pembahasan)

1. Membuat Keputusan Klinik


 Pengumpulan Data
 Interpretasi Data untuk Mendukung Diagnosis atau Identifikasi Masalah
 Menetapkan Diagnosis Kerja atau Merumuskan Masalah
 Menilai Adanya Kebutuhan dan Kesiapan Intervensi untuk Menghadapi Masalah
 Menyusun Rencana Asuhan atau Intervensi
 Melaksanakan Asuhan
 Memantau dan Mengevaluasi Efektifitas Asuhan atau Intervensi Solusi

2. Asuhan Sayang Ibu


 Asuhan Sayang Ibu dalam Proses Persalinan
 Asuhan Sayang Ibu dan Bayi pada Masa Pasca Persalinan
3. Pencegahan Infeksi
 Tujuan Pencegahan Infeksi dalam Pelayanan Asuhan Kesehatan
 Definisi Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi
 Prinsip-prinsip Pencegahan Infeksi
 Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi
 Cuci Tangan
 Memakai Sarung Tangan
 Menggunakan Teknik Aseptik
 Memproses Alat Bekas Pakai
 Dekontaminasi
 Pencucian dan Pembilasan
 DTT dan Sterilisasi
 Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman
 Pengelolaan Sampah dan Mengatur Kebersihan dan Kerapihan
 Pertimbangan-pertimbangan Mengenai PI Diluar Institusi
4. Pencatatan (Dokumentasi)
5. Rujukan

Penatalaksanaan 6 Jam Pertama


Bayi Baru Lahir Normal
Pengertian penatalaksanaan 6 jam pertama
Penatalaksanaan berarti cara mengurus (melakukan) sedangkan 6 jam
pertama berarti 6 jam awal (KBBI, 2002). Berdasarkan pengertian tersebut,
penatalaksanaan 6 jam pertama adalah cara mengurus saat 6 jam awal yang
akan dilakukan.
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan penatalaksanaan 6 jam pertama
bayi baru lahir normal adalah cara mengurus bayi baru lahir spontan
pervaginam pada 6 jam awal kehidupannya.
Langkah-langkah penatalaksanaan 6 Jam Pertama Bayi Baru Lahir Normal
Periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan infeksi,
mencegah kehilangan panas, membersihkan jalan nafas dan pemberian ASI
segera setelah lahir merupakan usaha dalam menurunkan Angka Kematian
Bayi (AKB) (Saifuddin, 2002).
1) Pencegahan infeksi
Pencegahan berarti cara, upaya. Sedangkan infeksi berarti masuknya kuman
atau bibit penyakit (KBBI, 2002) Berdasarkan pengertian tersebut, pencegahan
infeksi adalah upaya yang dilakukan agar tidak terjadi masuknya kuman atau
bibit penyakit pada tubuh bayi.
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan
atau kontaminasi mikroorganisme saat proses persalinan berlangsung maupun
beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani bayi baru lahir pastikan
penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi (APN, 2007).
Adapun pencegahan infeksi pada bayi baru lahir normal adalah sebagai berikut
:
a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan alkohol:
(1) Sebelum melakukan tindakan.
(2) Sesudah melepas sarung tangan.
(3) Sebelum merawat bayi
(4) Sesudah merawat bayi.
b) Gunakan sarung tangan dan celemek plastik atau karet saat memegang
bayi baru lahir sampai dengan kulit bayi bersih dari darah, mekonium dan
cairan. Teruskan memakai pelindung ini bila memegang bayi sampai dengan
memandikan bayi (minimal 6 jam).
c) Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan
untuk bayi telah dalam keadaan bersih.
d) Pastikan bahwa timbangan, pita ukuran, thermometer, stetoskop dan benda
lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih.
e) Memotong tali pusat dengan menggunakan gunting tali pusat yang steril
lalu tali pusat diikat kuat.
f) Perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.
g) Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi lingkungan di dalam
ruangan khusus.
(APN, 2007)
2) Mencegah kehilangan panas
Mencegah berarti supaya tidak berubah dari keadaan semula atau
mempertahankan, dan kehilangan berarti hilangnya sesuatu sedangkan panas
berarti suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya (Poerwadarminta, 1993).
Berdasarkan pengertian tersebut mencegah kehilangan panas adalah upaya
agar suhu tubuh bayi tidak berkurang dari suhu tubuh normal.
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera
dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermia) beresiko tinggi
untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah atau tidak
diselimuti mungkin akan mengalami hipotermia, meskipun berada dalam
ruangan yang relatif hangat. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya
cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh bayi
tidak segera dikeringkan (APN, 2007). Pencegahan kehilangan panas
merupakan salah satu kewajiban bidan untuk meminimalkan kehilangan panas
pada bayi baru lahir (BBL), yaitu dengan cara sebagai berikut :
a) Keringkan bayi secara seksama
Bayi segera dikeringkan sebagai upaya untuk mencegah kehilangan panas
akibat evaporasi cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi. Keringkan bayi
dengan handuk atau kain yang disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan tubuh
bayi juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai
pernapasan.
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Segera setelah tubuh bayi dibaringkan dan tali pusat dipotong, ganti handuk
atau kain yang telah dipakai kemudian selimut bayi dengan selimut atau kain
hangat, kering dan bersih.
c) Tutupi kepala bayi
Pastikan bahwa bagian kepala bayi ditutupi setiap saat. Bagian kepala bayi
memiliki luas permukaan yang cukup besar sehingga bayi akan dengan cepat
kehilangan panas tubuh jika bagian kepalanya tidak tertutupi.
d) Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
Karena bayi baru lahir mudah mengalami kehilangan panas tubuh (terutama
jika tidak berpakaian) selama melakukan penimbangan, selimuti tubuh bayi
kain atau selimut bersih dan kering.
e) Jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir
Tunda untuk memastikan bayi hingga sedikitnya 6 jam setelah lahir.
Memandikan bayi dalam beberapa jam kehidupannya dapat mengarah pada
kondisi hipotermia dan sangat membahayakan keselamatan bayi. Hindari
memandikan bayi hingga sedikitnya 6 jam dan hanya setelah itu jika tidak
terdapat masalah medis dan jika suhunya 36,0C atau lebih.
f) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat. Idealnya, segera setelah lahir bayi
harus ditempatkan bersama ibunya ditempat tidur yang sama. Menempatkan
bayi bersama ibunya adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi
tetap hangat, mendorong upaya untuk menyusui dan mencegah bayi terpapar
infeksi.
(APN, 2007)
3) Membersihkan jalan nafas
Membersihkan berarti supaya bersih, sedangkan jalan nafas berarti saluran
pernafasan (Poerwadarminta, 1993). Berdasarkan pengertian tersebut,
membersihkan jalan nafas adalah upaya yang dilakukan untuk membersihkan
saluran pernafasan dari slym atau cairan pada rongga mulut atau hidung bayi.
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan napas dengan cara
sebagai berikut :
a) Mengusap wajah bayi setelah lahir dengan kassa steril.
b) Letakkan bayi pada posisi terlentang ditempat yang rata dan hangat.
c) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu. Posisi kepala diatur lurus
sedikit tengadah kebelakang.
d) Bersihkan rongga mulut bayi dengan kassa steril.
e) Berikan rangsangan taktil dengan menggosok kulit bayi dengan kain yang
kering dan kasar. Gunakan alat penghisap lendir De-Lee yang steril untuk
menghisap lendir dimulut, kemudian dihidung bayi secara halus dan lembut.
(Saifuddin, 2008).
4) Pemberian ASI segera setelah bayi lahir
Pemberian berarti yang diberikan, sedangkan segera berarti secepatnya (KBBI,
2002). Berdasarkan pengertian tersebut, pemberian ASI segera setelah lahir
adalah usaha yang diberikan secepatnya agar bayi dapat menyusu.
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garam-
garam organik yang disertai oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai
makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 1997).
Memulai pemberian ASI secara dini akan :
a) Merangsang produksi air susu ibu (ASI)
b) Memperkuat refleks menghisap
c) Mempromosikan hubungan emosional antara ibu dan bayinya.
d) Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui kolostrum.
e) Merangsang kontraksi uterus. (APN, 2007)
Keuntungan ASI
(1) Bagi bayi
(a) ASI untuk makanan bayi yang paling baik. ASI yang dibuat sesuai dengan
sistem pencernaan manusia.
(b) Menghindarkan alergi
(c) ASI tidak pernah menimbulkan reaksi alergi.
(d) Bayi yang diberi ASI lebih sehat
ASI dapat memperpanjang masa kekebalan alami terhadap penyakit-penyakit
virus.
(2) Bagi ibu
(a) Memulihkan keadaan ibu
Tindakan menyusui bayi baru lahir segera setelah persalinan akan membantu
mencegah perdarahan setelah persalinan.
(b) Mencegah terjadinya kanker payudara
Penyelidikan menunjukkan bahwa tindakan menyusui sendiri akan
memperkecil kemungkinan menderita kanker payudara.
(c) Mengatur kehamilan secara alami
Tindakan menyusui sendiri yang dilaksanakan sepenuhnya selama 4 sampai 6
bulan pertama mempunyai pengaruh yang nyata atas pengaruh yang nyata
atas pengaturan kehamilan secara alami, karena akan menunda proses
mulainya kembali ovulasi dan siklus haid.
(d) Hemat waktu dan uang (Depkes RI, 1990)
Kecukupan ASI secara subyektif dapat dilihat dari pengamatan dan perasaan
ibu, sebagai berikut:
(1) Bayi tampak puas dan tidur nyenyak setelah menyusu
(2) Ibu merasakan perubahan tegangan pada payudara dan merasakan aliran
ASI yang deras pada saat bayi menyusui (Depkes RI, 1992).
c) Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bukan
karena sebab lain (kencing, kepanasan, kedinginan dan sebagainya) atau ibu
sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan
payudara 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2
jam.
(Soetjiningsih, 1997).
Cara menyusui yang baik dan benar
(1) Posisi badan ibu dan badan bayi
(a) Ibu duduk atau berbaring dengan santai
(b) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
(c) Badan bayi menghadap kebadan ibu.
(d) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu.
(e) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
(f) Dengan posisi-posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu
garis dengan leher dan lengan bayi.
(g) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menahan pantat bayi
dengan lengan ibu.
(2) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu :
(a) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah
(bentuk c) atau dengan menjepit payudara dagu jari telunjuk dan jari tengah
(bentuk gunting), dibelakang areola (kalang payudara)
(b) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting refleks) dengan cara :
(i) Menyentuh pipi dengan puting susu
(ii) Menyentuh sisi mulut dengan puting susu
(c) Tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan lidah
kebawah.
(d) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan bahu
belakang bayi bukan bagian belakang.
(e) Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadap-hadapan dengan
hidung bayi.
(f) Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi.
(g) Usahakan sebagian areola (kalang payudara) masuk kemulut bayi, sehingga
puting susu berada diantara pertemuan langit-langit yang keras dan langit-
langit yang lunak.
(h) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak di
bawah kalang payudara.
(i) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara
tidak perlu dipegang atau dirangsang lagi.
(j) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung bayi
dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas.
(k) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus bayi.
(Depkes RI, 2005)
Tanda-tanda posisi menyusui yang benar
(1) Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
(2) Dagu bayi menempel pada payudara
(3) Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara
(4) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
(5) Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
(6) Sebagian besar areola tidak tampak
(7) Bayi menghisap dalam dan perlahan
(8) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
(9) Terkadang terdengar suara bayi menelan
(10) Puting susu tidak terasa sakit atau lecet
(Depkes RI, 2005)
Langkah-langkah menyusui yang benar
(1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dipoleskan pada
puting dan disekitar areola payudara.
(2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
(a) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
(b) Bayi di pegang pada belakang bahunya dengan 1 lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong
bayi ditahan dengan telapak tangan).
(c) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan.
(d) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya membelokkan kepala bayi).
(e) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
(f) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
(3) Payudara di pegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau areola payudara saja.
(4) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara :
(a) Menyentuh pipi dengan puting susu atau
(b) Menyentuh sisi mulut bayi.
(5) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi di dekatkan ke
payudara ibu dan puting serta areola payudara di masukkan ke mulut bayi.
(a) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang tidak adekuat dan
puting susu lecet.
(b) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu di pegang atau
disanggah lagi.
(6) Melepaskan hisapan bayi
Setelah menyusui pada 1 payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti
dengan payudara yang satunya. Cara melepas hisapan bayi :
(a) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui mulut atau
(b) Dagu bayi ditekan ke bawah.
(7) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dipoleskan
pada puting susu dan di sekitar areola payudara, biarkan kering dengan
sendirinya.
(8) Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya
bayi tidak muntah setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi adalah
sebagai berikut:
(a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian
punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
(b) Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk
perlahan-lahan.
(Soetjiningsih, 1997)
Rawat gabung
Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak bersama-sama
atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu,
setiap saat ibu tersebut dapat menyusui anaknya.
Tujuan rawat gabung :
(1) Bantuan emosional
Hubungan ibu dan bayi sangat penting ditumbuhkan pada saat-saat awal dan
bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih
sayang.
(2) Penggunaan ASI
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan produksi ASI akan makin cepat dan
makin banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering mungkin.
(3) Pencegahan infeksi
Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang akan sulit
dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi silang dapat dihindari.
(4) Pendidikan kesehatan

Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberikan


pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana teknik
menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara dan
nasehat makanan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu.
Mencapai pemberian segera setelah lahir diperlukan usaha-usaha atau
pengelolaan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai