Analisis Kasus Non-Compliance Oleh Amerika Serikat Dalam Paris Agreement Dengan Pendekatan Rezim
Analisis Kasus Non-Compliance Oleh Amerika Serikat Dalam Paris Agreement Dengan Pendekatan Rezim
Oleh :
Putri Andam D. Pasaribu
165120400111004
Paris agreement merupakan hasil dari diskusi yang dilandasi oleh organisasi
internasional yang berbasis lingkungan dan terfokus pada perubahan iklim yaitu
UNFCCC di Paris pada 30 November hingga 13 Desember 2015 dalam momentum
agenda COP 21.1 Dalam pasal 2, 3, dan 4 UNFCCC 1992 dijelaskan mengenai tujuan
konvensi, prinsip, serta komitmen yang harus dicapai setiap anggota negara, yaitu yang
utama untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca sehingga mencapai titik yang tidak
membahayakan bagi sistem iklim.2 Untuk mencapai tujuan dari UNFCCC tersebut
diperlukan adanya tindakan yang bersifat mengikat seperti Amandemen dan Protokol,
salah satunya adalah Paris Agreement atau Kesepakatan Paris.
1
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, “Kesepakatan COP21/Paris”, diakses dari
http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/program/liputan-khusus-cop-21-2015/kesepakatan-cop21-paris
pada 21 Mei 2018 pukul 22:14 WIB
2
Andreas Pramudianto, “Dari Kyoto Protocol 1997 ke Paris Agreement 2015”, Global Jurnal Politik
Internasional. Vol. 18 No.1, Mei 2016, 9-10.
3
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, loc. cit.
dikurangi.4 Kesepakatan Paris mendapat dukungan dari 159 negara dari 195 negara
yang hadir termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok sebagai dua negara penyumbang
emisi karbon terbesar di dunia.5
Selain itu komitmen yang dipegang oleh anggota Kesepakatan Paris adalah
tindakan baru setiap negara untuk saling bekerja sama dalam menghadapi ancaman
adanya perubahan iklim dan untuk merumuskan langkah selanjutnya yang lebih
progresif dalam menghadapi masalah perubahan iklim yang sama-sama dihadapi.6
Kesepakatan Paris secara spesifik memberi perhatian terhadap kerusakan dan kerugian
yang dihadapi karena perubahan iklim (Loss and Damage). 7
Negara anggota dalam Kesepakatan Paris juga memiliki tanggung jawab untuk
bertindak dalam menahan laju deforestasi, degradasi lahan, dan melakukan perbaikan
tata kelola lahan di setiap negara.8 Indonesia sendiri setelah adanya Kesepakatan Paris
telah membentuk sistem perhitungan emisi karbon dari sektor lahan yang disebut
INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System).9
4
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, loc. cit.
5
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, loc. cit.
6
WWF Indonesia, “Kesepakatan Paris Perwujuduan Ambisi dan Komitmen Menghadapi Ancaman
Perubahan Iklim”, diakses dari https://www.wwf.or.id/?44502/Kesepakatan-Paris-Perwujudan-Ambisi-
dan-Komitmen--Menghadapi-Ancaman-Perubahan-Iklim, pada 21 Mei 2018 pukul 23:02 WIB
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.
11
Otoritas Jasa Keuangan, “Paris Agreement”, diakses dari https://www.ojk.go.id/sustainable-
finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasional/Pages/Paris-Agreement.aspx hlm. 1-2, pada
tanggal 21 Mei 2018 pukul 23:48 WIB.
1. Menahan laju meningkatnya suhu global hingga di bawah 2 derajat Celcius dan
membatasi perubahan suhu sehinga sekurang-kurangnya 1,5 derajat Celcius.
Pembatasan emisi ini diyakini dapat mengurangi risiko dan dampak buruk dari
perubahan iklim secara signifikan
2. Peningkatan kemampuan untuk beradaptasi terhadap akibat dari perubahan
iklim, meningkatkan ketahanan iklim, dan meningkatkan pembangunan yang
rendah emisi gas rumah kaca tanpa menyebabkan terancamnya pangan
3. Membantu konsistensi aliran finansial agar tercapai pembangunan yang rendah
emisi gas rumah kaca dan resisten terhadap perubahan iklim.
Kesepakatan Paris yang disetujui pada tahun 2015 memiliki 29 Pasal yang
mengikat dan ditandatangani oleh negara yang bersangkutan pada 22 April 2016 di
12
Amerika Serikat bertepatan dengan Hari Bumi. Kesepakatan Paris dianggap
memiliki prospek yang lebih menjanjikan dibandingkan Protokol Kyoto yang
disepakati pada 1997 silam. Kesepakatan Paris 2015 memiliki sifat lebih merefleksikan
partisipasi lebih luas setiap negara dan menjamin negara-negara industri untuk tetap
berpegang kepada komitmen yang telah disepakati untuk mencapai penurunan emisi
agar tidak lebih dari 2 derajat Celcius hingga tahun 2030.13
12
Andreas Pramudianto, op.cit. hlm 10
13
Ibid.
14
Ibid.
yang dibawa oleh Kesepakatan Paris dianggap lebih dapat diterima karena bersifat
applicable for all dibanding dengan Protokol Kyoto sebelumnya.
Sejak awal pemerintahannya Trump selalu ingin keluar dari Paris Agreement
karena dianggap mengganggu perkembangan industri dan perekonomian di Amerika
Serikat yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Trump mengumumkan
keputusan yang diambil tersebut di Taman Mawar Gedung Putih pada 1 Juni 2017
silam karena dianggap Paris Agreement lambat laun akan memiskinkan Amerika
Serikat.15
Keinginan Trump untuk keluar dari Paris Agreement tentu sangat berdampak
bagi proses pelaksanaan Paris Agreement untuk memenuhi target turunnya emisi GRK
sebesar 2 derajat Celcius karena Amerika Serikat adalah negara penyumbang emisi
15
BBC Indonesia, “Amerika Serikat Keluar dari Kesepakatan Iklim Paris 2015”, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia-40126676 pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 09:33 WIB.
16
Lusia Arumingtyas, “Kala Donald Trump Tarik Mundur Amerika Serikat dari Perjanjian Perubahan
Iklim”, diakses dari http://www.mongabay.co.id/2017/06/04/kala-donald-trump-tarik-mundur-amerika-
serikat-dari-perjanjian-perubahan-iklim/ pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 09:53 WIB
terbesar yaitu sebesar 15% dari jumlah total.17 Selain itu, kebijakan Trump berimplikasi
terhadap masa depan negara berkembang yang sebelumnya terbantu karena adanya
pendanaan Climate Fund pada pemerintahaan Barack Obama.18
Kebijakan Amerika Serikat dalam hal ini telah menunjukkan perilaku non-
compliance karena melanggar prinsip dan komitmen yang telah disetujui. Trump dalam
mengambil kebijakan untuk keluar dari Paris Agreement dianggap bersifat subjektif
karena tidak suka dengan insiatif Obama pada pemerintahan sebelumnya yang bersifat
liberal dan ingin menghilangkan ide-ide yang dicetuskan oleh Obama pada
pemerintahan sebelumnya.19
17
Fabby Tumiwa, “Implikasi Keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement terhadap Agenda
Perubahan Iklim Global(Bagian 1)”, diakses dari http://iesr.or.id/2017/06/implikasi-keluarnya-
amerika-serikat-dari-paris-agreement-terhadap-agenda-perubahan-iklim-global/ pada tanggal 22 Mei
2018 pukul 9:25 WIB.
18
Lusia Arumingtyas, loc.cit.
19
Ibid.
20
Bagus Surya, “Kepatuhan dalam Rezim Internasional”, diakses dari http://bagus_surya-
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-78518-Rezimrezim%20Internasional-
Kepatuhan%20(Compliance)%20dalam%20Rezim%20Internasional.html pada tanggal 22 Mei 2018
pukul 10:26 WIB.
makna jika ada perjanjian maka harus dipatuhi.21 Chayes dan Chayes beranggapan
bahwa ada 3 tingkat kepatuhan yaitu :22
1. Negara tidak akan bisa patuh sepenuhnya karena suatu negara dalam
mengikuti perjanjian internasional juga membawa kepentingan nasional
bukan hanya kepentingan bersama anggota
2. Kepatuhan anggota bukan refleksi dari keputusan suatu negara untuk
melanggar perjanjian internasional, karena non-compliance bisa saja terjadi
secara tidak sengaja
3. Dalam rezim tidak diperlukan kepatuhan yang ketat, kepatuhan secara
keseluruhan hanya dibutuhkan untuk menjaga kepentingan perjanjian.
Dalam praktik nyatanya, masih banyak negara yang tidak patuh terhadap
perjanjian internasional yang disepakati dalam rezim karena adanya ambiguitas yang
memicu kesalahpahaman dalam mengartikan suatu isu, pihak-pihak yang terlibat
memiliki keterbatasan, dan adanya dimensi temporal yang berkaitan dengan waktu
pelaksanaan, hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan ini dianggap wajar dan selalu
ada di dalam rezim.23
21
Abram Chayes dan Antonia H. Chayes, On Compliance,The MIT Press, Massachusetts, 1993, hlm.
175-205
22
Ibid.
23
Ibid.
kesepakatan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap atau disebut entered into force
bagi pihak tersebut setelah menyatakan pengunduran diri.24
Jika pihak Amerika Serikat ingin keluar tanpa menunggu selama tiga tahun,
Amerika Serikat hanya memiliki pilihan untuk keluar dari UNFCCC yang sudah
memiliki kekuatan hukum yang tetap pada 1994. Amerika Serikat yang tetap menjadi
anggota Paris Agreement masih menjadi pihak Ad Hoc Working Group on Paris
Agreement hingga November 2020 dapat menimbulkan kecurigaan dan trust issue
antar negara-negara anggota ketika proses negosiasi.
24
UNFCCC, Paris Agreement, 2015 Pasal 1 ayat 1 tentang Permohonan Pengunduran Diri
25
Louise Fornier, “Compliance Mechanism under the Kyoto Protocol: Lessons for Paris”, diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/316635610_Compliance_Mechanisms_under_the_Kyoto_Pr
otocol_Lessons_for_Paris pada tanggal 22 May 2018 pukul 11:57 WIB.
26
Ibid.
27
Ibid.
Sikap UNFCCC terhadap Non-Compliance Amerika Serikat dalam Paris
Agreement
Selain itu, karena bersikap non-punitive dari awal, Paris Agreement dan
UNFCCC tidak dapat memberikan hukuman kepada pihak-pihak yang telah
menunjukkan non-compliance.
Karena kerugian yang akan diterima UNFCCC setelah Amerika Serikat keluar
dari Paris Agreement, Amerika Serikat diminta untuk tetap concern terhadap isu
lingkungan karena perubahan iklim dengan cara yang lain walaupun tidak mengikuti
28
UNFCCC, loc.cit.
29
Lavanya Rajamani, “Elaborating the Paris Agreement: Implementation and Compliance”, diakses
dari https://www.c2es.org/site/assets/uploads/2017/11/elaborating-the-paris-agreement-
implementation-and-compliance-11-17.pdf pada tanggal 22 May 2018 pukul 12:27 WIB.
Paris Agreement dan industri-industri besar di Amerika Serikat tetap mendesak
pemerintah untuk tetap bergabung di dalam Paris Agreement tersebut, selain itu,
negara-negara industri seperti China, India, dan Uni Eropa dianggap dapat berperan
dalam keputusan Amerika Serikat terkait isu lingkungan, diperlukan adanya usaha dari
pemerintah negara-negara tersebut untuk menyusun kerja sama yang berfokus kepada
lingkungan di luar Paris Agreement sebelumnya yang diyakini dapat menguntungkan
global seperti yang pernah dilakukan Presiden Barack Obama dalam masa
pemerintahan sebelumnya dengan pemerintah China.30
30
Rizki Roza, “Implikasi Mundurnya AS dari Kesepakatan Paris”. Info Singkat Hubungan
Internasional. Vol. IX No. 11, Juni 2017, hlm 6-8.
31
Fabby Tumiw, loc.cit. hlm 2.
DAFTAR PUSTAKA
Arumingtyas, L. (2017, June 4). Kala Donald Trump Tarik Mundur Amerika Serikat
dari Perjanjian Perubahan Iklim. Retrieved from Mongabay:
http://www.mongabay.co.id/2017/06/04/kala-donald-trump-tarik-mundur-
amerika-serikat-dari-perjanjian-perubahan-iklim/
Indonesia, B. (2017, June 2 ). Amerika Serikat Mundur dari Kesepakatan Iklim Paris
2015. Retrieved from BBC : http://www.bbc.com/indonesia/dunia-40126676
Pramudianto, A. (2016). Paris Agreement 2015: Masa Depan Rezim Perubahan Iklim
Tahun 2020. Global Jurnal Politik Internasional, 9-10.
Tumiwa, F. (2017, June 5). Implikasi Keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement
terhadap Agenda Perubahan Iklim Global. Retrieved from Institute for
Essential Services Reform: http://iesr.or.id/2017/06/implikasi-keluarnya-
amerika-serikat-dari-paris-agreement-terhadap-agenda-perubahan-iklim-
global/