Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi adalah faktor risiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular
yang merupakan penyebab kematian tertinggi di setiap negara. Data World Health
Organization (WHO tahun 2011) menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6%
pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan
639 sisanya berada di negara berkembang, temasuk Indonesia.1

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)


yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global,regional, nasional
maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan
penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan
serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup
insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif,
akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah 4

Menurut WHO tahun 2011, hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap
tahun, dimana hampir 1,5 juta adalah penduduk wilayah Asia Tenggara.
Diperkirakan 1 dari 3 orang dewasa di Asia Tenggara menderita hipertensi.1
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan Riskesdas prevalensi kejadian
hipertensi di Jawa Tengah 26,4%, Aceh 21,5%, Sumatra 24,6, DI Yogyakarta 25,7%,
Bali 19,9%, NTT 23,3%, Sulawesi Tenggara 23,3%, dan Papua 16,6%.2
2

World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah


diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan sebesar 152% 4
Prevalensi hipertensi untuk wilayah Jawa Tengah di Kota Suraakarta
18,47%,Kabupaten Boyolali 4,73%, kab. Semarang 4,66%, Kota Salatiga 31,86%.
Hipertensi masih menjadi salah satu dari sepuluh jenis penyakit yang paling
sering diderita oleh masyarakat Puskesmas Andong. Berdasarkan gambaran
kunjungan Puskesmas Andong Januari-Desember 2017 sebanyak 1.473 kasus pasien
rawat jalan mengalami hipertensi.4
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan
terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada tahun 2007 yaitu 1,1%
meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara itu prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% prevalensi yang tertinggi
adalah pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa
Barat (0,5%). Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 prevalensi
DM adalah 0,6%. Data Riskesdas tersebut menyebutkan bahwa prevalensi klien DM
cenderung meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi
peningkatan prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun pada
umur ≥ 65 tahun prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM cenderung
lebih tinggi bagi klien yang tinggal di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan.
Ditinjau dari segi pendidikan menurut Riskesdas bahwa prevalensi DM cenderung
lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi 4

Hipertensi dipicu oleh berbagai faktor risiko, beberapa faktor yang sering
menyebabkan hipertensi, seperti faktor usia, genetik, jenis kelamin, pekerjaan, ras,
gaya hidup, obesitas, kebiasaan merokok dan minum alkohol. 2,5,6
3

Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak


negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi seperti
poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk . 2,5,6
Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan kabur, kelemahan
dan sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan DM seperti
kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
kesepian, tidak berdaya ditambah lagi klien dapat menjadi pasif, tergantung, merasa
tidak nyaman, bingung dan merasa menderita. 2,5,6
Prolanis merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan
proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang melibatkan peserta, Fasilitas
Kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta
BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien15
Prolanis bertujuan untuk Mendorong peserta penyandang penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar
yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memliki hasil “baik” pada pemeriksaan
spesifik terhadap penyakit DM tipe II dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait
sehingga mencegah timbulnya komplikasi penyakit.15
Sasaran dari Pronalis sendiri merupakan seluruh peserta BPJS penyandang
penyakit kronis (Diabetes Melitus tipe II dan Hipertensi).15
Berdasarkan prevalensi diatas dan didukung oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh departemen kesehatan RI dan Rikerdes dapat disimpulkan bahwa
masih meningkatknya angka kejadian hipertensi dan diabetes oleh karena itu, penulis
menjadi tertarik mengetahui keberhasilan penurunan angka hipertensi dan gula darah
pada kelompok berisiko di wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali bulan September - Desember 2018.

1.2. Rumusan Masalah


4

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan


permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada perbaikan angka angka tekanan darah peserta prolanis di wilayah
kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan
September - Desember 2018 ?
2. Apakah ada perbaikan angka gula darah sewaktu peserta prolanis di wilayah
kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan
September - Desember 2018 ?
3. Apakah ada perbaikan angka tekanan darah gula darah sewaktu peserta
prolanis dengan terapi sebelumnya di wilayah kerja Puskesmas Andong
Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan September - Desember 2018 ?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui keberhasilan terapi melalui angka tekanan darah dan gula darah
sewaktu peserta prolanis di wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali bulan September - Desember 2018 ?

1.3.2. Tujuan Khusus:

1.Mengetahui perbedaan angka tekanan darah bulanan peserta prolanis di


wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
bulan September - Desember 2018 ?
2.Mengetahui perbedaan angka gula darah sewaktu bulanan peserta prolanis di
wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
bulan September - Desember 2018 ?
3.Mengetahui perubahan angka tekanan darah dan gula darah sewaktu
bulanan peserta prolanis dengan terapi sebelumnya di wilayah kerja
5

Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan


September - Desember 2018
6

BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1. Profil Puskesmas Andong 4


1. Keadaan Geografi Puskesmas
Puskesmas Andong berada di wilayah Kecamatan Andong yang
terletak antara 110,220 – 110,50 BT dan 7,360 – 7,710 LS dengan
ketinggian 110 – 400 m. Puskesmas Andong merupakan salah sat sarana
pelayanan kesehatan milik Pemkab Kabupaten Boyolali yang berada di
Kecamatan Andong. Kecamatan Andong mempunyai luas wilayah
5247.75 Ha, terdiri dari 16 desa yang terbagi dalam 74 RW dan 348 RT.
Batas wilayah Puskesmas Andong antara lain :
 Sebelah Utara :Kecamatan Kemusu
 Sebelah Timur :Kabupaten Sragen
 Sebelah Selatan :Kecamatan Nogosari
 Sebelah Barat :Kecamatan Klego

2. Wilayah kerja Puskesmas Andong terdiri dari 16 desa yaitu terdiri dari :
1. Andong
2. Beji
3. Kacangan
4. Mojo
5. Senggrong
6. Kedungdowo
7. Pranggong
8. Kunti
9. Pakang
10. Munggur
7

11. Kadipaten
12. Semawung
13. Pelemrejo
14. Gondangrawe
15. Pakel
16. Sempu

3. Visi dan Misi Puskesmas Andong


 Visi
Terwujudnya Masyarakat Andong yang Sehat dan Mandiri
 Misi
1. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan kualitas SDM
3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang mandiri
4. Memberikan pelayanan yang berkualitas dan terjangkau
5. Menggerakkan kegiatan promotif dan preventif
6. Menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk menjadikan PHBS
sebagai peletak dasar pencegah penyakit dalam kehidupan sehari-hari
7. Optimalisasi pelayanan terhadap masyarakat miskin agar tercipta
manusia yang sehat dan mandiri.

4. Sumber Daya Manusia yang tersedia


Ketenagaan di Puskesmas Andong sampai saat ini sudah sangat
memadai baik berstatus PNS maupun Non PNS. Puskesmas Andong juga
pernah menerima dokter Interenship total berjumlah 6 orang yang dibagi
dalam 2 gelombang.
8

Tabel. 2.1. Sumber Daya Manusia Puskesmas Andong


NO JENIS KETERANGAN JUMLAH
1. Dokter 2
2. Dokter Gigi 1
3. KaTU 1
4. Apoteker -
5. Sanitarian 1
6. Nutrisionis 1
7. Bidan 19
8. Perawat 7
9. Perawat gigi
10. Fisioterapis 1
11. TenagaLaboratorium 1
12. Pengelolan Obat/AA 1
13. Keuangan/Akuntasi -
14. Rekam Medis -
15. Driver 2
16. Penjaga Malam -
17. Tenaga Kebersihan 1
18. Satpam / Keamanan -
19. Staff Loket 1
Jumlah 40
9

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hipertensi
3.1.1 Definisi
Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang secara
luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.7
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat
dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.7

3.1.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.8

7
10

1. Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang
mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi,
namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi
primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting
pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran
bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik
dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal,
dan angiotensinogen.7
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis
atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling
sering.Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini tabel 5.1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan
obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.6
11

Tabel 3.1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.


Penyakit Obat Obat
1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dengab kadar
3. penyakit renovaskular estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. NSAID, COX-2 inhibitor
5. pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama venlafaxine)

3.1.3 Klasifikasi Hipertensi


Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC VIII) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok optimal, normal, high normal, hipertensi
stage 1, stage 2 dan stage 3, menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).6
Tabel 3.2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Optimal <120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
High Normal 130 – 139 Atau 85 – 89
Hipertensi
Stage 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Stage 2 160 – 179 Atau 100 – 109
Stage 3 > 180 Atau > 110
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
12

Tabel 3.3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)


dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Sub grup 140 – 149 Atau 90 – 94
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

3.1.4 Faktor Risiko Hipertensi


1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an
dan 60an.8
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 45 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan
darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh
13

perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila
perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya
hipertensi.5,6
b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera
Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.8
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita
mendapatkan penyakit tersebut 60%.8
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul
tanda dan gejala.9
2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain dari
14

lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.8
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi.8
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.10
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan
110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.8
c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol
berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi
belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering
atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak minum atau minum sedikit.11
15

Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena


survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.8
d. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.7
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.8
e. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.12
f. Stres
16

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan


bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan.8
g. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan
karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi
hormonal estrogen.MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.12

3.1.5 Patogenesis Hipertensi


Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan
dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan
periferal.13
17

Endotelium
Exces Reduce stress Genetic obesity
derived
sodium nephrone alteration
factors
intake number

Renal Decreased Sympathetic Renin - Cell Hyper


sodium Filtration nervous angiotensin membrane insulinemia
retention surface overactivity excess alteration

Fluid Venous
volume constiction

Preload Contractability Functional Structural


constriction hypertrophy

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUT X PERIPHERAL RESISTANCE


Hypertension = Increased CO And/or Increased PR

Autoregulation

Gambar 3.1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.

3.1.6 Gejala Klinis Hipertensi


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa:
18

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

3.1.7 Diagnosis Hipertensi


Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.12
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.8

3.1.8 Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air
raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter.
Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm
19

(diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada


beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah
manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata
tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset
karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan
manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh darah yang ada
didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang
mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai
skala yang ada.12
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan
dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana
denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut
arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan
perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula
tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar
suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu
tinggi air raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai,
karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan
tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang sama sekali
(Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter
bunyi tersebut.12
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.
20

2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya
relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka
yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi
karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit
naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang
harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan
atas.10

3.1.9 Penatalaksanaan Hipertensi


1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, modifikasi gaya hidup merupakan hal
yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan
hipertensi.6
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek
jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung.
21

Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko


aterosklerosis.6
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,
sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung
dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.6
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun.8
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
digunakan sebagai pengobatan hipertensi.10
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis
makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan
garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada
waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut
diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam
22

secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara


drastis.10

b. Diet rendah lemak jenuh


Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi
lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.6
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya
stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat
dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan
buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur
(banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.12
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
23

a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan


setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa
harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
m. Carilah humor.
n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 12

3.2. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. DM juga disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon
insulin secara relatif maupun absolut.6
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin
untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk
memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan
kadar glukosa darah meningkat6. Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan
24

diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah
istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan yang
absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini biasanya resisten
terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam jangka
waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk
memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut
adalah risiko peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan
mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara
kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan6

3.2.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi
dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada
fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat
menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih
banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana
pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin
pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi
glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat.
Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan
menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan
fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar
insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa
25

melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka
efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin
meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa
kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik
glukosa (glucose toXicity). 6
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi
insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi
respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara
terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan.
Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik
dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini
juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti
kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan
berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin6

3.2.2 Etiologi Diabetes Mellitus


Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
(NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai
dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport
26

glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat


kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane
sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM
mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka
kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang pada
akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya.
Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam
sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa 6.

3.2.3 Gambaran Klinis


Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah 6
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.5
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.5
c. Banyak minum
27

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira
sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
3.2.4 Diagnosa Diabetes Melitus
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai 6
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah
satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah
puasa terganggu)
28

Tabel 1.
Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu


Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥200
Darah Kapiler < 90 90 - 199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
Darah Kapiler
< 90 90 - 109 ≥110
Sumber : Perkeni, 2016

b. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia
pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa
126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985
1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
29

3) Puasa semalam, selama 10-12 jam


4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa
5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air
250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
6) Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok. 7
3.2.5 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*
1) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl , atau
2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl (Puasa berarti
tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau
3) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa
75 gram pada TTGO** Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi
ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia
dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat
badan yang menurun cepat.**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak
dipakai rutin diklinik. 7
3.2.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):
 Unchangeable Risk Factor
3.2.6.1 Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes mellitus, karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan
baik. 7
3.2.6.2 Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang
secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.
Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan
30

tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat


badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap
insulin. 7
3.2.6.3 Changeable risk factor
1. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk
meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan
lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena
diabetes mellitus.6
2. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya
meningkatkan resiko terkena diabetes mellitus. Kurang gizi
(malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat badan lebih
(obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin ( resistensi
insulin).6
3. Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan
mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau
aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan. Sedangkan
faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas
minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.6
4. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
5. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian
yang menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang
disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta
31

yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan


lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan
sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki resiko terserang
diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan
terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok
dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan
tubuh terhadap insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes
tipe 2.7
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan
dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-
angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan
morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan
peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/
disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi
bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah.3,5,6
32

2. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS6
2.1 Managemen Hipertensi JNC VIII7

1. Rekomendasi 1
Pada usia ≥ 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan
darah (TD) pada systolic blood pressure (SBP) ≥ 150 mmHg, atau diastolic blood
pressure (DBP) ≥ 90 mmHg dan diturunkan sampai SBP ≤ 150 mmHg dan DBP
≤ 90 mmHg. (Rekomendasi Kuat-Grade A)5
2. Corollary Recommendation
Pada populasi umum usia ≥ 60 tahun, jika terapi farmakologi ternyata
menurunkan tekanan darah SBP lebih rendah dari target (SBP ≤ 140 mmHg) dan
terapi dapat ditoleransi tanpa ada efek samping yang menganggu maka terapi
tidak perlu penyusuaian ( Pendapat Ahli-Grade E)5
3. Rekomendasi 2
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurunkan TD pada DBP ≥ 90 mmHg dan diturunkan sampai tekanan DBP ≤
90 mmHg. (untuk usia 30-59 tahun, Rekomendasi Kuat- Grade A; untuk usia 18-
29 tahun, pendapat ahli-Grade E) 5
4. Rekomendasi 3
Pada populasi umum dengan usia < 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi untuk
menurukan TD pada SBP ≥ 140 mmHg dan diturunkan sampai tekanan SBP
<140 mmHg. (Pendapat Ahli-Grade E)5
5. Rekomendasi 4
Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan Chronic Kidney Disease (CKD),
inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg atau
DBP ≥ 90 mmHg dan target menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP <
90 mmHg.(Pendapat Ahli-Grade E) 5
6. Rekomendasi 5
33

Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi farmakologi
untuk menurunkan TD pada SBP ≥ 140 mmHg atau DBP ≥ 90 mmHg dan target
menurunkan sampai SBP < 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg.(Pendapat Ahli-
Grade E)
7. Rekomendasi 6
Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk dengan penyakit diabetes, inisiasi
terapi farmakologi harus mencakup, diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), angiostensin-converting enzym inhibitor (ACEI) atau
5
angiostensin receptor blocker (ARB). (Rekomendasi : Sedang-Grade B)
8. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam, termasuk orang-orang dengan diabetes, initiasi terapi
farmakologi antihipertensi harus mencakup diuretik tipe thiazide, calcium
channel blocker (CCB) (Untuk orang kulit hitam rekomendasi sedang-grade B;
untuk orang kulit hitam dengan diabetes rekomendasi lemah-grade C) 5
9. Rekomendasi 8
Pada populasi umum usia ≥ 18 tahun dengan CKD, inisiasi terapi farmakologi
antihipertensi harus mencakup obat ACEI atau ARB untuk meningkatkan fungsi
ginjal (Rekomendasi Sedang-Grade B) 5

10. Rekomendasi 9
Tujuan objektif dari terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sesuai target terapi. Jika tekanan darah tidak
dapat mencapai target terapi yang diinginkan dalam waktu 1 bulan terapi tekanan
darah, dapat dilakukan peningkatan dosis obat atau menambah golongan obat
kedua dari salah satu golongan obat pada rekomendasi 6 (diuretik tipe thiazide,
CCB, ACEI atau ARB). Dokter harus terus menilai perkembangan TD dan
menyesuaikan regimen obat antihipertensi sampai TD yang diinginkan dapat
dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan pengunaan 2 jenis
golongan obat antihipertensi, dapat dilakukan penambahan dan titrasi obat ke 3
34

dari daftar yang telah tersedia. Jangan pernah mengunakan obat ACEI dan ARB
secara bersamaan pada 1 orang pasien. Jika target tekanan darah tetap tidak dapat
dicapai mengunakan terapi obat pada rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi
obat atau membutuhkan lebih dari 3 jenis obat, maka obat dari golongan
antihipertensi lainnya dapat digunakan. Rujukan ke spesialis perlu dilakukan jika
pasien tidak dapat mencapai target tekanan darah mengunakan strategi yang di
atas atau perlu dilakukan managemen komplikasi pada pasien.3,5,6

Tabel. Dosis Obat Hipertensi JNC 8


Inisial Dosis Target Jumlah
Obat Antihipertensi
Dosis Harian, mg RCT, mg Obat / Hari
ACE inhibitors
1. Captopril 50 150-200 2
2. Enalapril 5 20 1-2
3. Lisinopril 10 40 1
Angiostensi receptor blockers (ARB)
1. Eprosartan 400 600-800 1-2
2. Candesartan 4 12-32 1
3. Losartan 50 100 1-2
4. Valsartan 40-80 160-320 1
5. Irbesartan 75 300 1
Β-Blockers
1. Atenolol 25-50 100 1
2. Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium Channel Blockers(CCB)
a. Amlodipine 2,5 10 1
b. Diltiazem extended 120-180 360 1
release
c. Nitredipine 10 20 1-2
Thiazide-type diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
35

3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2


4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
36

Gambar 3.2. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi JNC 86

Dewasa ≥ 18 tahun + Hipertensi

Pengaturan Lifestyle
(terus berlangsung sepanjang terapi)

Mengatur tekanan darah sesuai target dan memulai terapi


obat sesuai dengan usia, diabtes, CKD

Populasi Umum
Populasi CKD & DM
tanpa CKD & DM

Semua umur Semua umur +


Umur ≥ 60 Umur < 60 CKD
+ DM tanpa dengan/tanpa
tahun tahun
CKD DM

Target TD Target TD Target TD Target TD


SBP < 150 SBP < 140 SBP < 140 SBP < 140
mmHg mmHg mmHg mmHg
DBP < 90 DBP < 90 DBP < 90 DBP < 90
mmHg mmHg mmHg mmHg
Non Kulit Hitam Kulit Hitam Semua Kasus

Inisiasi thiazide-type Inisiasi thiazide-type ACEI atau ARB,


diuretic atau ACEI atau diuretic atau CCB, sendiri atau kombinasi
ARB atau CCB, sendiri sendiri atau kombinasi dengan obat golongan
atau kombinasi lain

Pilih strategi terapi titrasi obat


A. Dosis maksimum obat pertama sebelum tambahkan obat kedua atau
B. Tambahakan obat kedua sebelum mengunakan obat pertama pada dosis maksimum atau
C. Mulai dengan 2 kelas obat terpisah atau mengunakan kombinasi dosis tetap

Ya
Apakah tujuan TD tercapai ?

Tidak
Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai
Untuk strategi A dan B tambahakan dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau
CCB (gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya dan hidari kombinasi antara
ACEI dan ARB).
Untuk strategi C, dosis dititrasi dan inisiasi medikasi sampai maksimum

Tidak
Ya
Apakah tujuan TD tercapai ?

Tidak
37

Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai


Tambahkan obat dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB
(gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya dan hidari
kombinasi antara ACEI dan ARB).

Ya
Apakah tujuan TD tercapai ?

Tidak
Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai
Tambahkan obat golongan lain ( β-blocker, aldosterone antagonist atau yang
lainnya) dan rujuk pasien ke dokter spesialist atau ahli di bidang hipertensi

Lanjutkan
Tidak Ya
Apakah tujuan TD tercapai ? terapi dan
monitoring
38

2.2 MANAJEMEN DIABETES MILITUS

2.2.1 Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan


morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk
mencapai 2 target utama, yaitu :

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal .8


2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.8

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan


beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan penatalaksanaan diabetes

Tabel 3. Target Penatalaksanaan Diabetes

Parameter
Kadar Ideal yang Diharapkan
Kadar glukosa darah puasa 80-120 mg/dl
Kadar glukosa plasma puasa 90-130 mg/dl
39

Kadar glukosa darah saat tidur 100-140 mg/dl


Kadar plasma saat tidur 110-150 mg/dl
Kadar insulin < 7 unit
Kadar HbA1c <7

2.2.2 Pemeriksaan HbA1c (tes hemoglobin terglikosilasi) yang disebut juga


sebagai glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini
tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal dua kali dalam
setahun. 7

2.2.3 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dengan
hemoglobin. HbA1c yang terbentuk akan tetap tersimpan dan tetap bertahan di
dalam sel darah merah selama 8-12 minggu, sesuai dengan masa hidup sel darah
merah. Jumlah HbA1c yang terbentuk bergantung pada kadar glukosa di dalam
darah sehingga hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar
glukosa darah selama 3 bulan terakhir. Kadar HbA1c diabetes melitus yang
terkontrol adalah < 7 % dan diabetes melitus yang tidak terkontrol adalah >
7 %.7

2.2.4 Terapi Tanpa Obat

2.2.4.1 Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.


Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
40

hal karbohirat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut : karbohidrat 60-70 % protein 10-15 % lemak 20-25 %

2.2.4.2 Untuk klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus


Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100) ± 10%,
sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

2.2.4.3 Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkallkg BB, dan wanita 25 kkallkg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.8
2.2.5 Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous,Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah
raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan
lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40
menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan
antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptorinsulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan
glukosa.8
41

2.2.6 Terapi Medikamentosa

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan
langkah berikutnya berupa.8

2.2.6.1 Terapi Insulin

2.2.6.1.2 Prinsip terapi insulin, yaitu :


1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin
apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah.8
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.8
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi
insulin,apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik.8
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik. 8
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika
terjadi peningkatan kebutuhan insulin.8
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.8
42

2.2.6.1.3 Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang


tersedia, yang terutama berbeda dalam hal mula kerja
(onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin
untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok,
yaitu :
1. Insulin masa kerja singkat (short-acting insulin), disebut juga insulin regular
2. Insulin masa kerja sedang (intermediate-acting).
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat.
4. Insulin masa kerja panjang (long-acting insulin).8

2.2.6.1.4 Terapi Obat Hipoglikemik Oral

Obat-obat hipogligemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan


pasien DM tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
menentukankeberhasilan terapi. Bergantung kepada tingkat keparahan penyakit
dan kondisi pasien, farmakoterapi obat hipogligemik oral dapat menggunakan
satu jenis obat atau kombinasi dua jenis obat.7

2.2.6.1.5 Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat


dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

a). Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik


oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).7

b). Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif
43

c).Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yangbekerja

menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untukmengendalikan


hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia), disebutjuga starch-
blocker”. 7

Golongan Contoh senyawa Mekanisme kerja

(Tabel 4)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat


hipoglikemik oral, yaitu :
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang
kemudian dinaikkan secara bertahap.
44

2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja,


dan efek samping obat obat tersebut.

3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan


adanya interaksi obat.

4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral,


usahakanlahmenggunakan obat oral golongan lain, bila
gagal lagi, baru pertimbangkan untuk beralih pada insulin.

5. Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita


lanjut usia, oleh sebab itu sebaiknya obat hipoglikemik
oral yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada
penderita lanjut usia.

2.3 PROLANIS

2.3.1 PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan

proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta,

Fasilitas Kesehatan, dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS

Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan

efisien. Program tersebut memadukan sistem pelayanan kesehatan dan


45

komunikasi kepada populasi yang memiliki kondisi dimana kemandirian

diri merupakan hal utama.15

2.3.2 PROLANIS menurut peraturan BPJS Kesehatan nomor 2 tahun 2015

adalah suatu sistem yang memadukan antara penatalaksanaan pelayanan

kesehatan dan komunikasi bagi sekelompok peserta dengan kondisi

penyakit tertentu melalui upaya penanganan penyakit secara mandiri.

PROLANIS merupakan salah satu program promotif preventif yang

dijalankan oleh FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yang

diusung kerjasama dengan BPJS Kesehatan di antara program lainnya

seperti penyuluhan kesehatan, imunisasi, Keluarga Berencana (KB), dan

skrining kesehatan.15

2.2.4 Bentuk Pelaksanaan / Aktifitas Prolanis

Aktifitas Prolanis dilaksanakaan dengan mencakup 5 metode, yaitu :

1) Konsultasi Medis

Dilakukan dengan cara konsultasi medis antara peserta Prolanis

dengan tim medis, jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta

dengan Faskes Pengelola. 8

2) Edukasi Kelompok Peserta Prolanis

Edukasi klub Resiko Tinggi (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk

meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan

penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta

meningkatkan status kesehatan bagi peserta prolanis.8


46

Sasaran dari metodi ini yaitu, terbentuknya kelompok peserta (Klub)

Prolanis minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan

diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan

edukasi.8

3) Reminder melalui SMS Gateway

Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk

melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui

peringatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut.

Sasaran dari hal ini adalah tersampaikannya reminder jadwal

konsultasi peserta ke masing – masing Faskes Pengelola.

Evaluasi Kegiatan Prolanis15

4) Home Visit

Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan kerumah peserta

Prolanis untuk pemberian informasi / edukasi kesehatan diri dan

lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga. 8

Sasaran :

Peserta Prolanis dengan kriteria :

- Peserta baru terdaftar,

- Peserta tidak hadir terapi di Dokter praktek perorangan / Klinik /

Puskesmas selama 3 bulan berturut – turut,

- Peserta dengan GDP/GDPP dibawah standar 3 bulan berturut – turut,


47

- Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut – turut,

- Peserta pasca opname.15

5) Pemantauan status kesehatan (Skrinning kesehatan)

Mengontrol riwayar pemeriksaan kesehatan untuk mencegah agar

tidak terjadi komplikasi atau penyakit berlanjut (BPJS Kesehatan, 2014).

5. Langkah-langkah Pelaksanaan

Menurut BPJS Kesehatan (2014), Berikut Tahap- tahap Persiapan .15

2.2.5 Pelaksanaan Prolanis :

1.) Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan :

a. Hasil skrinning riwayat kesehatan

b. Hasil diagnosa DM dan HT (pada Faskes tingkat pertama maupun

RS)

2.) Menentukan target sasaran,

Evaluasi Kegiatan Prolanis15

3.) Melakukan pemetaan Faskes dokter keluarga / Puskesmas distribusi

berdasarkan distribusi target sasaran peserta,

4.) Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes pengelola

5.) Melakukan pemetaan jejaring Faskes pengelola (Apotek,

Laboratorium),

6.) Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani

peserta Prolanis,

7.) Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (Instansi, pertemuan


48

kelompok pasien kronis di RS, dan lain lain),

8.) Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus

tipe II dan Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis,

9.) Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form

kesediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis,

10.) Mendistribusikan buku pemantauan kesehatan kepada peserta

terdaftar Prolanis,

11.) Melakukan Rekapitulasi daftar peserta,

12.) Melakukan entri data peserta dan pemberian flag bagi peserta

prolanis,

13.) Melakukan distribusi data peserta prolanis sesuai Faskes pengelola,

14.) Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan

status peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah,

IMT, HbA1C. Bagi peserta yang belum dilakukan pemeriksaan,

harus segera dilakukan pemeriksaan,

Evaluasi Kegiatan Prolanis15

15.) Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal

peserta per Faskes pengelola (Data merupakan iuran aplikasi P –

Care),

16.) Melakukan monitoring aktifitas Prolanis pada masing – masing

Faskes Pengelola :

a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari Faskes pengelola,


49

b.Menganalisa data.

17.) Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis, dan

18.) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional / Kantor Pusat.


50

BAB IV
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

4.1. Landasan Teori

Gambar 4.1 Landasan Teori


51

4.2 Kerangka Konsep


52

Gambar 4.2. Kerangka konsep penelitian


4.3. Hipotesis
Dengan pencatatan yang baik nilai tekanan darah dan gula darah sewaktu
diharapkan dapat mengontrol nilai dan kebutuhan terapi peserta prolanis di wilayah
kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan September -
Desember 2018
53

BAB V
METODE PENELITIAN

5. 1. Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian observasional retrospektif. Sedangkan berdasarkan waktu pelaksanaan,
penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian jenis case-control, dimana jenis
penelitian ini menekan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat, jadi tidak ada tindak lanjut.

5.2. Populasi Penelitian


Populasi target : Seluruh peserta prolanis yang terdaftar di Puskesmas Andong.
Populasi terjangkau : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali
5.3. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini adalah dari populasi terjangkau peserta prolanis terdaftar di
wilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yang
didapat melalui proses pengambilan data. Dalam penelitian ini data diambil dengan
menggunakan double blind , yaitu dengan cara acak berdasarkan populasi dan yang
akan dipilih sampelnya. Kemudian tiap subjek diberi nomor, dan dipilih sebagian
dari subjek dengan bantuan tabel angka random atau pengundian.

5.4. Estimasi Besar Sampel


Data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 sampel yang diambil
berdasarkan rumus sampel Riduwan. Populasi penelitian ini menggunakan
Masyarakat di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan September - Desember
2018

5.5. Kriteria Pemilihan


54

a. Kriteria Inklusi
1. Peserta Prolanis Penderita HipertensI dan atau Diabetes Militus
2. Terdaftar sebagai peserta Prolanis di Puskesmas Andong Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali
3. Bersedia menjadi responden penelitian
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien sakit mendadak
2. Meninggal dunia
3. Tidak berada di tempat atau keluar kota
4.Penderita Hipertensi dan atau Diabetes Militus yang tidak terdaftar sebagai
peserta prolanis

5.6. Variabel Penelitian


1. Variabel Bebas (Independen) : Tekanan darah, Gula darah Sewaktu
2. Variabel Terikat (dependen) : Terapi bulanan yang diberikan

5.7. Definisi Operasional


Tabel 5.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1 Hipertensi Tekanan darah Pengukuran Tensimeter 1.Hipertensi Ordinal
yang lebih tinggi TD 2.Normal
dari normal,
dengan
menggunakan
kriteria JNC-VII
2003 yaitu : lebih
dari sama dengan
140/90 mmHg
2 Diabetes Pengecekan Dengan Alat 1.Diabetes Ordinal
Laboratorium Gula pengambilan pemeriksaan 2.Normal
darah sewaktu sample darah Gula
menggunakan stik Darah (GCT/Gl
55

Dengan Alat ucosure)


pemeriksaan Gula
Darah (GCT/Gluco
sure)

5.8. Instrumen Penelitian


1. Data Riwayat di puskesmas Andong digunakan untuk memperoleh data primer
berupa pengambilan nilai tekanan darah dan nilai gula darah sewaktu penderita
hipertensi dan atau diabetes militus diwilayah kerja Puskesmas Andong
Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali bulan September- Desember 2018 lalu
memasukan data ke dalam buku catatan prolanis yang tersedia.
2. Laporan bulanan penderita hipertensi dan diabetes militus peserta prolanis di
gunakan untuk memperoleh data sekunder berupa nilai tekanan darah , nilai gula
darah sewaktu dan terapi yang diberikan sebelumnya diwilayah kerja Puskesmas
Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.
5. 9. Prosedur Pengambilan atau Penggumpulan Data
1. Mengajukan surat ijin pengambilan data kepada Kepala Puskesmas Andong
atau pembimbing diwilayah kerja Puskesmas Andong Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali.
2. Pengambilan data nama,nilai tekanan darah dan nilai gula darah sewaktu dari
server Puskesmas Andong Kabupate Boyolali.
3. Memasukan data contoh atau sementara untuk laporan bulanan peserta
prolanis di Puskesmas Andong Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
periode September 2018-Desember 2018.
4. Memberikan informed consent kepada subjek penelitian untuk meminta ijin
menggunakan data subjek.
5. Memberikan buku catatan prolanis puskesmas Andong.
6. Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner akan
dijadikan bahan pertimbangan sebagai buku pencatataan untuk seluruh
Prolanis di Pusekemas andong ke depanya.
56

5.10. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data


A. Tatalaksana data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dalam tahapan sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah mengoreksi data yang meliputi kelengkapan dan kesesuaian
nam, riwayat tekanan darah dan gula darah sewaktu penyakit yang sedang di
derita dan terapi sebelumya. Editing dilakukan di server, agar data dapat segera
di perbaikkan.
b. Coding
Setiap data nama dari responden diberi urutan nama untuk mempermudah
proses analisi data dan pencatatan ke depanya.

c. Entry
Data yang telah diperoleh dimasukkan kedalam buku catatan prolanis yang
akan dibagikan saat peserta prolanis dating dan akan di kembalikan saat pulang
agar menghindari kehilangan buku.
d. Cleaning
57

Dilakukan analisis data awal dengan mulai menggolongkan, mengurutkan dan


menyederhanakan data sehingga mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan.
e.Tabulating
Setelah dilakukan persisihan data, langkah selanjutnya dilakukan adalah
kalkulasi data tahunan prolanis dari jumlah peserta dan keberhasilan terapi
tahunan.

5.11. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kerja Puskesmas Andong
Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
Waktu penelitian : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Desember
2018

5.12. Etika Penelitian


1. Information for consent
Information for consent merupakan informasi mengenai penelitian yang
bertujuan agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
serta mengetahui dampaknya.
2. Informed consent (persetujuan menjadi subjek)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian setelah responden mendapatkan informasi mengenai
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalahlainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
4. Anonimity (tanpa nama)
58

Anonimity memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan


cara tidak memberikan atau mencamtumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
59

BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil contoh Sample

6.1.1 Pembahasan

6.2 Pembahasan Hasil Penelitian


Pada penelitian ini data prolanis diharapkan dapat tertata dengan rapi ke
depanya.
Pencatatan dan pengurutan nomor peserta sudah dapat di berlakukan untuk
peserta prolanis bulan Januari dans eterusnya
Data riwayat tekanan darah dan nilai gula darah sewaktu dapat menjadi acuan
keberhasilan terapi.
Data terapi sebelumnya dan nilai tekanan darah dan atau nilai guladarah
sewaktu dapat menjadi acuan dosis untuk terapi bulan berikutnya.
Data terapi sebelumnya serta penyakit yang menyertai peserta prolanis dapat
menjadi acuan pilihan terapi terbaik untuk bulan berikutnya.
60

6.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dari penelitian ini adalah tentang faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tekanan darah dan gula darah sewaktu saat pemeriksaan seperti
aktivitas harian dan kepatuhan minum obat, serta responden yang tidak selalu hadir
tiap bulanya dapat menganggu kerapihan dan keakuratan data untuk bulan depanya
serta untuk pencatatan tahunan di Puskesmas Andong .
61

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas buku catatan prolanis ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk keberhasilan terapi yang paling efektif serta sebagai sarana pencatatan data
yang akurat.

7.2. Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Puskesmas Andong
Perlunya peningkatan peran serta program program prolanis tentang penyakit
hipertensi dan diabetes militus agar penderita hipertensi diabetes militus dapat
mengatur pola hidupnya sesuai dengan pola hidup sehat. Perlu ditingkatkannya juga
peranan pojok gizi dalam memberikan konseling mengenai pola diet pada penderita
hipertensi.
2. Penderita hipertensi dan diabetes militus
Perlunya penyaringan penderita hipertensi dan Diabetes Militus dengan
pengukuran tekanan darah, dan cek gula darah pengobatan secara rutin, agar jumlah
peserta prolanis semakin bertambah dan target pencapaian puskesmas semakin
mudah tercapai.
3. Masyarakat Kecamatan Andong
Perlunya pencegahan terutama pada masyarakat yang memiliki faktor risiko
untuk terjadinya penyakit hipertensi dan diabetes militus tidak hanya untuk peserta
prolanis saja, melalui perbaikan pola hidup dengan menghindari pola asupan garam
yang tinggi, menghentikan kebiasaan merokok dan kepribadian.

39
62

4. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali


Perlunya kebijakan untuk lebih menggalakkan program promosi kesehatan
mengenai faktor-faktor risiko dari kejadian hipertensi dan diabetes militus mengingat
angka kejadian hipertensi dan diabetes militus semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
63

DAFTAR PUSTAKA
1. Christy S. Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi pada
Masyarakat Yang Merokok. FKUI. 2012
2. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Laporan
Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Depkes RI. WHO. 2014
3. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. Profil Kesehatan 2014
Provinsi Kalimantan Tengah. Depkes RI. 2015
4. Puskesmas Andong Kuala Kapuas. Daftar Gambaran Kunjungan 10 Penyakit
Terbanyak Rawat Jalan UPT Puskesmas Andong Kuala Kapuas.2017
5. US. Department of Health and Human Services. Complete Report: The eight
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
dan Treatment of High Blood Pressure. United States: U.S. Department of
Health and Human Services. 2013.
6. Utomo PT. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi dengan
Upaya Pencegaha Kekambuhan Hipertensi pada Lansia di Desa Blulukan
Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. FKIK UMS. 2013. Hal. 3
7. Anonim. Eighth Joint National Committee (JNC 8) : Update Terbaru dalam
Penatalaksanaan Hipertensi. 2014.
8. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal. 1079-85
9. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection,
evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004
10. Nafrialdi. Antihipertensi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI;
2007. Hal. 341-60
11. Ganiswarna SG. Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-
UI. 2003
12. Pedoman Makan Untuk Kesehatan Jantung Indonesia, PERKI Pusat dan
Yayasan Jantung Indonesia; Jakarta, 2002.
13. 17.Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, et al, for the American Heart
Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart
disease and stroke statistics--2015 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2015 Jan 27. 131 (4):e29-322.
14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Indonesia: Kementrian Kesehatan RI. 2013. Hal 90.
15. BPJS Kesehatan, 2014
64

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1.
COVER

BUKU CATATAN PROLANIS

Anda mungkin juga menyukai