1.bab I New

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Indonesia mendapat

laporan sebanyak 2.737 kasus kekerasan terhadap anak dengan jumlah

korban sebanyak 2.848 orang pada tahun 2017. Kekerasan seksual terhadap

anak menempati urutan pertama dari sekian banyak kasus kekerasan yang

terjadi dengan jumlah sebanyak 52% atau sekitar 1.424 kasus. Tren

kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Provinsi Jawa Barat seperti

maraknya kasus pedofilia. Pusat Pelayanan Terpadu Permberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) mencatat sebanyak 346 kasus

kekerasan seksual terhadap anak di Jawa Barat pada tahun 2017. Kabupaten

Tasikmalaya sedang dalam darurat kekerasan seksual terhadap anak,

sepanjang tahun 2017 tercatat sebanyak 37 kasus yang ditangani oleh

P2PT2A Kabupaten Tasikmalaya. Diperkiran masih banyak lagi kasus

kekerasan seksual lainnya yang tidak terlaporkan.

Jenis-jenis kekerasan terhadap anak menurut P2TP2A, yakni

kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, inses, penelantaran

dan kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial). Hal ini merupakan bentuk

perlakuan menyakitkan yang kerap menyebabkan konsekuensi jangka

panjang, termasuk kondisi fisik dan psikologis korban. Korban kekerasan

seksual yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar adalah anak

yang sedang menempuh pendidikan sekolah dasar (P2TP2A, 2017). Komisi


2

Perlindungan Anak (KPAI) menghimbau agar orang tua maupun lingkungan

sekitar mulai waspada serta melakukan upaya preventif atau pencegahan.

Upaya preventif tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga

lingkungan di mana anak tumbuh dan berinteraksi seperti rumah dan sekolah

agar terhindar dari kekerasan seksual akibat moralitas yang buruk.

Memberikan pendidikan seksual sejak dini merupakan salah satu upaya

preventif yang dapat dilakukan. Pendidikan seksual mencakup personal safety

skill atau keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak untuk menjaga

keselamatan dirinya dan terhindar dari tindakan kekerasan seksual (Mashudi

dan Nur’aeni, 2015). Menurut James (2013) dasar dari personal safety skill

adalah mengajarkan kepada anak untuk berkata “tidak!”, “pergi!”, dan

“menceritakan” kejadian tersebut pada orang dewasa. Pendidikan seksual

yang juga dapat diberikan kepada anak meliputi pendidikan tentang area

privasi yang dimilikinya.

Metode pembelajaran dalam memberikan pendidikan perlu ditentukan

untuk menetapkan langkah dan tujuan yang akan dicapai (Marlinda dkk.,

2014). Membaca teks atau cerita dengan suara nyaring (read aloud)

merupakan metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada anak. Cerita

adalah salah satu cara yang efektif untuk mempengaruhi jiwa anak-anak

karena cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasihat murni, lewat

cerita, anak diajak mengambil hikmah tanpa merasa ada yang menggurui

(Susanti, 2017). Trelease (2017) menjelaskan bahwa cara terbaik menambah

kosakata dan pemahaman bacaan adalah dengan cara membacakan buku


3

kepada anak sejak usia dini. Menurut Trelease, anak usia 9 tahun mulai

memiliki nada yang lebih realistis. Plot atau alur cerita mulai berpusat pada

isu-isu sosial dan emosional yang semakin bertambah kekompleks-annya saat

menyentuh genre buku “pradewasa” : perceraian, inses, kekerasan terhadap

anak, kematian, penyalahgunaan zat adiktif dan kekerasan. Buku yang

mengeksplorasi isu-isu semacam ini harus dapat dipastikan berada pada

tingkatan yang sesuai. Read aloud akan menjadi kekuatan tersendiri dalam

penyampaikan pesan karena membacakan teks atau cerita dengan suara

nyaring akan menjadi alat penguat ingatan yang berkesan dan menempel

dalam ingatan serta tahan lama. Kegiatan read aloud tidak hanya melibatkan

penglihatan dan ingatan, juga turut aktif auditory memory (ingatan

pendengaran) dan motor memory (ingatan yang bersangkutan dengan otot-

otot kita) (Multon dalam Tarigan, 2015).

Hasil penelitian para pakar Komisi Membaca Amerika Serikat

mengatakan bahwa membaca nyaring lebih penting dari lembar kerja,

pekerjaan rumah, laporan buku, dan flas card. Membaca nyaring akan jauh

lebih menghibur, menciptakan informasi yang berfungsi sebagai latar

belakang, membangun kosakata, memberikan sosok panutan yang gemar

membaca serta menanam kegemaran membaca. (Trelease, 2017). Siti

Ruqoyah (2014) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan

metode read aloud lebih baik daripada yang menggunakan metode

pembelajaran konvensional. Keefektifan pendidikan kesehatan melalui

metode bercerita terhadap pengetahuan dapat dibuktikan pada penelitian


4

Darajat., dkk (2015) bahwa nilai pengetahuan siswa yang diberikan pendidikan

gizi mengalami peningkatan setelah mendengarkan cerita. Istiqomah (2016)

menjelaskan bahwa terdapat pengaruh signifikan pendidikan seksual dengan

menggunakan metode video maupun cerita boneka terhadap peningkatan

pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill.

Sekolah merupakan komunitas yang terorganisasi. Promosi kesehatan

di sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan

kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengembangan perilaku

(Notoatmodjo, 2013). Sekolah Dasar Negeri Langensari merupakan satu-

satunya sekolah yang ada di Kampung Cigolong Desa Singasari Kecamatan

Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Sekolah dasar tersebut berada di wilayah

yang melaporkan kasus kekerasan seksual terhadap anak ke P2TP2A

Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan temuan kasus tersebut, penulis tertarik

untuk mengetahui “Pengaruh Pendidikan Seksual dengan Menggunakan

Metode Read Aloud terhadap Pengetahuan Siswa Kelas III tentang Personal

Safety Skill di SD Negeri Langensari”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah

sebagai berikut : apakah terdapat pengaruh pendidikan seksual dengan

menggunakan metode read aloud terhadap pengetahuan siswa kelas III

tentang personal safety skill di SD Negeri Langensari?


5

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pendidikan seksual dengan menggunakan

metode read aloud terhadap pengetahuan siswa kelas III tentang personal

safety skill di SD Negeri Langensari tahun 2018.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai pengaruh

pendidikan seksual dengan menggunakan metode read aloud terhadap

pengetahuan siswa kelas III tentang personal safety skill di SD Negeri

Langensari.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi yang digunakan

adalah praeksperimen one group pretest - posttest.

3. Lingkup Keilmuan

Bidang keilmuan yang diteliti merupakan lingkup kesehatan

masyarakat dengan peminatan promosi kesehatan.

4. Lingkup Sasaran

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD

Negeri Langensari.

5. Lingkup Tempat

Penelitian dilakukan di SD Negeri Langensari Kampung Cigolong Desa

Singasari Kecamatan Taraju.


6

6. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2018 sampai dengan bulan

Mei 2018.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Institusi Pendidik atau Sekolah Dasar

Penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi bagi sekolah bahwa

pendidikan seksual pada anak usia dini sangat diperlukan. Metode yang

peneliti gunakan menjadi bahan pertimbangan untuk menerapkan metode

pembelajaran yang menyenangkan dan bervariatif.

2. Manfaat bagi siswa

Anak menjadi tahu tentang area privasi yang tidak boleh disentuh dan

dipegang orang lain, anak menjadi tahu siapa saja yang boleh mengakses

area privasinya dan cara menghindari kekerasan seksual.

3. Manfaat bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru dalam

mengaplikasikan teori-teori yang telah dipelajari selama proses

perkuliahan. Peneliti dapat bekerja sama dengan institusi pendidikan serta

orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai salah

satu fungsi yang salah satunya sebagai pemberi edukasi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai