Anda di halaman 1dari 36

I.

DATA PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MI
Umur : 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Bendungjawa
Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung

Keterangan Ayah Ibu


Nama Tn. M Ny. S
Usia 42 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Kebangsaan Indonesia Indonesia
Suku Bangsa Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah
Tangga
Alamat Jatirawa Jatirawa

1
Penghasilan Rp 3.000.000/bulan -

2. DATA DASAR
ANAMNESIS
ANAMNESIS
Didapatkan keterangan dari ibu pasien (alloanamnesis) pada tanggal
28 November 2018.
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Batuk satu bulan

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Alloanamnesis ibu pasien mengatakan, Pasien datang ke RSUD.
Soeselo Slawi dengan keluhan sesak nafas sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien mengeluh batuk selama satu bulan. Batuk
sering kambuh kambuhan. Batuk berdahak, dahak berwarna putih, darah di
sangkal. Sesak napas di rasakan + satu minggu dan memberat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai panas. Panas dirasakan satu
hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada kejang. Imunisasi lengkap. Ibu
sempat mengalami batuk namun hanya 3 hari. Keluarga lain tidak ada yang
mengeluh batuk. Riwayat sesak napas, asma, batuk lama pada keluarga
tidak ada. Riwayat alergi pada keluarga di sangkal. Muntah tidak ada. BAB
cair 2x sehari, BAK kuning.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Keterangan Penyakit Keterangan
Faringitis/ Disangkal Enteritis Disangkal
Tonsillitis

2
Rhinitis
Pneumonia Disangkal Disentri Basilaris Disangkal
Bronkitis Disangkal Disentri Amubiasis Disangkal
Morbili Disangkal Typhus Abdominalis Disangkal
Kejang Disangkal Cacing Disangkal
Varicela Disangkal Operasi Disangkal
Difteri Disangkal Gegar Otak Disangkal
Malaria Disangkal Fraktur Disangkal
Polio Disangkal Reaksi Obat Disangkal

Riwayat Kehamilan Ibu


a) Perawatan antenatal
- Kontrol secara teratur ke bidan di puskesmas.
- Tidak terdapat masalah selama kehamilan dan janin di dalam
kandungan dinyatakan sehat.
b) Penyakit selama kehamilan
- Riwayat masalah dan penyakit selama masa kehamilan tidak ada.
c) Obat-obatan yang diminum
- Ibu pasien minum vitamin yang diberikan oleh bidan.Penyakit
selama kehamilan
- Riwayat masalah dan penyakit selama masa kehamilan tidak ada.

Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran Sebelumnya


- Persalinan : Bidan
- Penolong persalinan : Bidan
- Cara persalinan : Spontan presentasi kepala
- Masa gestasi : 9 bulan + 1 minggu (37 minggu)
- Ketuban pecah : Ibu tidak tahu
- Berat plasenta : Ibu tidak tahu

3
- Ketuban : Ibu tidak tahu
- Jumlah air ketuban : Ibu tidak tahu
- Keadaan bayi : Berat lahir : 3000 gram
Panjang badan : 52 cm
Lingkar kepala: ibu tidak tahu
Menurut Ibu, saat lahir bayi langsung menangis, kulit bayi berwarna
kemerahan, gerakannya aktif, dan tidak ditemukan adanya kelainan fisik
pada bayi.

Riwayat Pasca Lahir


Langsung menangis
Ibu tidak ada pendarahan
Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra partum,
trauma lahir dan lain-lain.

Riwayat Makanan (mulai lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas )


Neonatus : ASI sampai dengan sekarang

Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)


Ibu : TT (+)
Anak :
DTP (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
BCG (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
Hepatitis B (+) jumlah: 2 kali usia: 0, 1
Polio (+) jumlah: 2 kali usia: 0, 2

Riwayat Keluarga
Data Keluarga

4
Keterangan Ayah Ibu
Pernikahan ke 1 1
Umur saat menikah 28 24
Keadaan Kesehatan Sehat Sehat

Corak Reproduksi
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara
Anak Usia Jenis Kelamin Keterangan
ke
1 8 Tahun Perempuan Anak kandung
2 3 Bulan Laki - laki Anak kandung

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


a) Ayah
Kondisi ayah saat ini sehat, tidak ada keluhan, tidak mengalami batuk-
batuk. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat alergi dan asma
disangkal, riwayat keganasan disangkal, riwayat epilepsi disangkal.
b) Ibu
Kondisi ibu saat ini sehat, tidak ada keluhan, tidak sedang mengalami
batuk-batuk. Pernah batuk dalam satu bulan terakhir selama +3 hari.
Riwayat batuk lama disangkal, riwayat alergi dan asma disangkal,
riwayat keganasan disangkal, riwayat epilepsi disangkal.
c) Kakak
Kondisi kakak pasien saat ini sehat, tidak ada keluhan. Riwayat asma (-
), riwayat alergi disangkal, riwayat batuk lama disangkal.
d) Nenek dan Kakek
Kondisi nenek saat ini sehat, tidak ada keluhan. Riwayat asma (-),
riwayat alergi disangkal, riwayat batuk lama disangkal.

5
e) Kakak atau adik orang tua pasien
Kondisi kakak dan adik dari orang tua pasien saat ini sehat, tidak ada
keluhan. Riwayat asma (-), riwayat alergi disangkal, riwayat batuk lama
disangkal.Kondisi ayah saat ini sehat, tidak ada keluhan, tidak sedang
mengalami batuk-batuk. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat alergi
dan asma disangkal, riwayat keganasan disangkal, riwayat epilepsi
disangkal. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 28 November 2018.
a) Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sesak, menagis
Kesadaran : apatis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :-
Nadi : 160 kali/menit, kuat, penuh, teratur
Laju Pernapasan : 65 kali/menit , reguler
Suhu Tubuh : 39.0⁰C (aksilla)

b) Data Antropometri
Berat badan : 5.8 g
Tinggi badan : 57 cm
Lingkar Kepala : 37 cm
Lingkar lengan : 15 cm
Status gizi : WAZ : -0,82 WHZ : 1,43
HAZ : -2,20 BMI : 0,64

6
c) Pemeriksaan Fisik Sistematis (19-10-2018)
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Sistematis
Kepala
 Bentuk dan mesocephal, ukuran lingkar kepala 37 cm.
ukuran
 Rambut & rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
Kulit kepala kepala tidak ada kelainan,

Mata Mata sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil


bulat, isokor, refleks cahaya positif normal di kedua mata,
kornea jernih.
Telinga Serumen -/-, sekret -/-
Hidung Septum ditengah, sekret -/-, napas cuping hidung
(+) darah menetes (-)
Mulut :

Bibir tidak tampak labioschizis, tidak tampak palatoschizis, bibir


tidak sianosis, bibir tidak kering
Leher Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening.
Thorax
 Paru-paru I : Bentuk normochest, simetris, retraksi subcostal (+),
pernafasan torakoabdominal, pembesaran KGB axilla (-/-)
P : Stem fremitus meningkat paru kiri = kanan
P : Sonor di kedua lapang paru

7
A : Bunyi nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+
 Jantung I :Ictus cordis tidak terlihat
P :Ictus cordis tidak teraba
P : batas kanan : Linea sternalis dextra ICS V
Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
A : bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak
ada gallop
Abdomen
 Inspeksi perut datar, venektasi (-), caput medusae (-)
 Palpasi Teraba soefel, massa (-), hepar/ lien tidak teraba
 Perkusi Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi Bising usus (+) normal
Tulang Belakang Spina bifida (-)
Genitalia Laki - laki, tidak ada kelainan
Anus Lubang intak, tidak tampak massa yang keluar dari anus,
perianal rash (-)
Anggota gerak Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, lesi kulit (–),
sianosis (-), edema (-), petechiae (+), purpura (+)
Lemah pada anggota gerak atas sebelah kiri.
Kulit Tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik, turgor baik.

8
Pertumbuhan dan Perkembangan
Denver II

9
a) Perkembangan motorik Kasar

10
Dapat mengangkat kepala hingga 45 °
b) Perkembangan bahasa
Sudah dapat berteriak, tertawa, mengoceh
c) Perkembangan motorik halus
Tangan sudah bersentuhan
d) Perkembangan Personal sosial
Mengamati tangannya

PEMERIKSAAN PENUNJANG

11
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (28/10/18)
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 34,4 (H) 10^3/uL 6,0-17.5 /uL

2. Eritrosit 4,7 10^6/uL 3,10-4,70 / uL

3. Hemoglobin 12,0 gr/dl 9,6-12,8 g/dl

4. Hematokrit 37 % 31-43%

5. MCV 78 Femtoliter 77-113 fl

6. MCH 26 Pikograms 23-36 pg

7. MCHC 33 g/dl 26-34 g/dl

8. Trombosit 1006 10^3/ul 150-400 uL


(HH)
9. Limfosit 53,80 (H) % 25-40%

10. Monosit 8,80 (H) % 2-8%

11. Basofil 0.20 (H) % 0-1

12. Eosinofil 0,30 % 2.00 -4.00

13 Netrofil 36,90 (L) % 50-70

14 MPV 8.4 fL 7.2-11.1

15 RDW-SD 41,4 fL 35,1-43,9

16 RDW-CV 15,4(H) % 11,5-14,5

17 LED 1 JAM 6 mm/Jam 0 – 10

18 LED 2 JAM 14 (H) Mm/Jam 0 - 10

12
Hasil foto rontgen thorax

13
II. RESUME
Pasien datang ke RSUD. Soeselo Slawi dengan keluhan sesak nafas
sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluh batuk
selama satu bulan. Batuk sering kambuh – kambuhan. Batuk berdahak, dahak
berwarna putih, darah di sangkal. Sesak napas di rasakan + satu minggu dan
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai panas. Panas
dirasakan satu hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada kejang. Ibu sempat
mengalami batuk namun hanya 3 hari. Keluarga lain tidak ada yang mengeluh
batuk. Riwayat sesak napas pada keluarga tidak ada. Riwayat alergi pada
keluarga di sangkal. Muntah tidak ada. BAB cair 2x sehari, BAK kuning.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan Berat bayi 5,8 kg. Lingkar Kepala
37 Lingkar lengan atas 15 Panjang badan 57 cm. Keadaan umum tampak sesak,
batuk menagis. Nadi 160 kali/menit, Pernapasan 65 kali/menit, Suhu tubuh 39,0
°C (aksilla).
Dari hasil pemeriksaan sistematis di dapatkan Kepala, bentuk dan
ukuran mesosephal, Rambut hitam terdistribusi merata. Mata Telinga, Mulut,
Leher pasien tidak ada kelainan. Hidung pasien terdapat napas cuping hidung.
Pada pemereiksaan Thorax paru didapatkan Bentuk normochest,
simetris, retraksi subcostal (+), pernafasan torakoabdominal, pembesaran KGB
axilla (-/-), palpasi didapatkan Stem fremitus meningkat paru kiri = kanan.
Perkusi didapatkan Sonor di kedua lapang paru, auskultasi Bunyi nafas
vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+dan abdomen tidak ada kelaianan. Pada
pemeriksaan thorax jantung didapatkan hasil normal. Pada eksteritas dan
genitalia di dapatkan hasil normal.
Pemeriksaan Penunjang di dapatkan hasil pada laboratorium
peningkatan leukosit, trombosit, limfosit, monosit, basofil dan penurunan
neutrofil.
Pemeriksaan Penunjang Radiologi di temukan Gambaran bronkhopneumonia.

14
III. DIAGNOSIS
a) DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia, Distress Pernapasan.

IV. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

V. PENATALAKSANAAN
a. Posisi ½ duduk
b. O2 masker 6 liter/ menit
c. Infus D5% + aminophilin 3 cc, 24 cc/jam
d. Meropenem 4x125
e. Gentamicin 2x24
f. Metronidazol 3x50
g. Metilprednisolon 3x30
h. Solvinex 3x1/2 amp
i. Midazolam 0,21/jam
j. Epinephrine 3x0.05 iv diencerkan 1 cc
k. Sibital 3x15
l. paracetamol 6x75 jika suhu 37,6
m. aspilet 3x1 tab
n. salbutamol 0.6
o. ambroxol 6 mg 3x1
p. diett sonde 6x30
q. isap lendir/ 4 jam
r. foto thorax

15
PEMANTAUAN HARIAN PASIEN
Tanggal S O A P
28/10/18 Bayi 3 KU : tampak sesak, Bronkopneumia - Posisi ½ duduk
bulan sesak menagis dengan distress O2 masker 6 liter/
napas S : 39,0 N: 160 pernapasan menit
disertai RR:65x/ menit BB - Infus D5% +
batuk dan 5,8 kg aminophilin 3 cc,
panas 24 cc/jam
Kepala : - Meropenem
mesosephal, CA -/-, 4x125
SI -/-, napas cuping - Gentamicin 2x24
hidung (+), sianosis - Metronidazol
bibir (-) 3x50
Leher:PKGB -/- - Metilprednisolon
Thorax : BJ I&II 3x30
murni regular, - Solvinex 3x1/2
sDV(+/+),Rh(+/+), amp
Wh(+/+) - Midazolam
Abdomen: 0,21/jam
supel,BU(+) - Epinephrine
normal,timpani (+) 3x0.05 iv
Ekstremitas: akral diencerkan 1 cc
hangat - Sibital 3x15
- paracetamol 6x75
jika suhu 37,6
- aspilet 3x1 tab
salbutamol 0.6

16
- ambroxol 6 mg
3x1
- diett sonde 6x30
- isap lendir/ 4 jam
- foto thorax

Hasil pemeriksaan Laboratorium


Tanggal 28/10/18
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 34,4 (H) 10^3/uL 6,0-17.5 /uL

2. Eritrosit 4,7 10^6/uL 3,10-4,70 / uL

3. Hemoglobin 12,0 gr/dl 9,6-12,8 g/dl

4. Hematokrit 37 % 31-43%

5. MCV 78 Femtoliter 77-113 fl

6. MCH 26 Pikograms 23-36 pg

7. MCHC 33 g/dl 26-34 g/dl

8. Trombosit 1006 (HH) 10^3/ul 150-400 uL

9. Limfosit 53,80 (H) % 25-40%

10. Monosit 8,80 (H) % 2-8%

11. Basofil 0.20 (H) % 0-1

12. Eosinofil 0,30 % 2.00 -4.00

17
13 Netrofil 36,90 (L) % 50-70

14 MPV 8.4 fL 7.2-11.1

15 RDW-SD 41,4 fL 35,1-43,9

16 RDW-CV 15,4(H) % 11,5-14,5

17 LED 1 JAM 6 mm/Jam 0 – 10

18 LED 2 JAM 14 (H) Mm/Jam 0 – 10

18
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Sectish, 2004). Bronkopneumonia adalah
peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk
bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan
bronkiolus terminal.
2. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama
pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan
pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan
tipe 14, 1, 6 dan 9 (Pusponegoro, 2004). Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya
umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus,
ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia
lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
3. Klasifikasi Pneumonia
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
- Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

19
- Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
- Pneumonia aspirasi.
- Pneumonia pada penderita immunocompromised.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
- Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella
pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia.
- Pneumonia virus.
-Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
c. Berdasarkan predileksi infeksi:
- Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
- Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
- Pneumonia interstisial.

4. Etiologi
Faktor Infeksi
a. Bakteri
1) Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6,
9. Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur (Sectich, 2004).

20
2) Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain
seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
b. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
Pneumonia Hipostatik Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama,
misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain
yang harus istirahat di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada
paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak
menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang
menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus
diubah – ubah posisi tidurnya.
c. Jamur
Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis, Aspergilosis
dan Aktinimikosis.
d. Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Umur Bakteri Patogen

Neonatus E. Coli, Streptococcus group B, Listeria


monocytogenes

Klebsiella sp, Enterobacteriaceae

1-3 bulan Virus : Virus parainfluensa, virus influenza,


Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis,
Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus

21
influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

Usia Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma


prasekolah pneumoniae

Haemophillus influenzae B, Streptococcus


pneumoniae

Staphylococcus aureus

Usia sekolah Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma


pneumoniae

Streptococcus pneumonia

C. trachomatis

Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan

22
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.

5. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara
percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan
mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek
gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3
bentuk transisi primer (Obrodovich, 2010) :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah
menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini. Mekanisme daya tahan traktus
respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri
dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring

23
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik

24
25
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:

26
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

27
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

6. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Pasterkamp, 2006).
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada
luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3
minggu.
a. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut (Behrman, 2013):
1) Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan
cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan.

28
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan
resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang
mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub
kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura
yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda
yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada
infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi
memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).
Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat
juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif
faring selama inspirasi.
2) Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka
transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3) Pada perkusi tidak terdapat kelainan

29
4) Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz.
Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

b. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada
lobus bawah (Pusponegoro, 2004).

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah
bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

7. Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Correa,2006):

30
a. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :


a. BP sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
b. BP Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
c. BP : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
d. Bukan BP : Hanya batuk tanpa gejal diatas

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena (Mansjoer, 2013).
b. Penatalaksanaan khusus
- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
- Antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

31
- Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
- Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

- Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu
ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif)

32
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV
Stafilokokus M. atau Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari
Pneumonia IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
H. Influenza Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Klebsiella dan P. Sefalosporin
Aeruginosa

Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza

33
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

9. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi. Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai (Price,
2015).
a. Gagal nafas dan sirkulasi
Penderita pneumonia sering kesulitan bernafas sehingga tidak
mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar
tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasif yang dapat membantu
seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator
dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan gagal nafas dengan pencetus Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan
penyaringan udara untuk cairan alveoli.
b. Syok sepsis dan septik
Kondisi ini merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.
Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah sistemik
dan adanya respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis
seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri, dimana
Streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu

34
dengan sepsis atau syok septik membutuhkan unit perawatan intensif
di rumah sakit.
c. Efusi pleura,empyema dan abses.
Infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada
orang dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan jarum
(toracocentesis) dan diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini.
Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini,sering memerlukan selang pada
dada. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan.
Sedangkan abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax
dengan sinar x atau CT scan.

10. Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan
penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan
bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur
penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman RE, Vaughan VC. 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

35
Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. 2006. Kendig’s Disorder of the Respiratory
Tract in Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Mansjoer A, dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. 2010. Kendig’s Disorder of the


Respiratory Tract in Children: “The Functional Basis of Respiratory Pathology
and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London,
Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Pasterkamp Hans. 2006. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children


:”The History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

Price SA, Wilson LM, 2015, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease


Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit
EGC, Jakarta, hal: 709-712..

Pusponegoro HD, dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta.

Sectish Theodore C, Prober Charles G. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics :


“Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders.

36

Anda mungkin juga menyukai