Anda di halaman 1dari 10

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Asma

2.1.1 Definisi Asma

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri

bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada

percabangan trakheabronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus

seperti oleh faktor Biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

(Soemantri, 2009).

Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi

karena spasme bronkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan asma

adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible, dimana trakea

dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu

(Wijaya dan Putri, 2013).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat reversible, dan diantar

episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih

normal (Nurarif dan Kusuma, 2015).


7

2.1.2 Etiologi

Etiologi asma menurut Soemantri (2009) yaitu :

a. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari

rerumputan.

b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.

Klien asma sangat peka terhadap udar berdebu, asap pabrik/

kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan

oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.

d. Perubahan cuaca yang ekstrem.

e. Kegiatan jasmani yang berlebihan.

Sebagin penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila

melakukan olaharaga atau aktivitas visik yang berlebihan. Lari cepat

dan bersepada adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulahan

serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise

induced asma -EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang

cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.

f. Lingkungan kerja.

g. Obata-obatan

Beberapa klien dengan asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu

seperti penisilin, salisilat beta bloker, kodein,dan sebainya.

h. Emosi.
8

2.1.3 Tanda dan Gejala

Gejala klinis asma terdiri atas triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi.

Gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus

ada (sine qua non) (Soemantri, 2009).

2.1.4 Patofisiologi

Skema 2.1 Patofisiologi

Pencetus serangan
(allergen, emosi/stress,obat-obatan dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkan substansi vasoaktif


(histamine, bradikinin dan anifiloaksin)

Permaebilitas kapiler
Kontraksi otot polos Sekresi mukus
meninggkat

Bronkospasme Kontraksi otot polos Produksi


Edema mukosa mukus
bertambah
hipersekresi

Bersihan jalan nafas Obstruksi Jalan napas Ketidakseimban


tidak efektif gan nutrisi
kurang dari
Hipoventilasi
Posisi semi Distribusi ventilasi tidak merata dengan kebutuhan tubuh
fowler
sirkulasi darah dan paru-paru resiko/aktual
gangguan difusi das di alveoli

Pernapasan Kerusakan
normal pertukaran
Hipoksia
gas
Hiperkapnea

(Soemantri, 2009)
9

Keterangan :

Faktor pencetus serangan asma antara lain alergi, emosi atau stress,

obat-obatan dan infeksi yang menimbulkan reaksi antigen dan antibody

terhadap respon imun yang buruk, kemudian menyerang sel-sel mast dalam

paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen

dengan antibody melepaskan produk sel-sel mast (mediator), seperti

Histamin, Bradikinin dan Anofiloaksin, dari substansi yang bereaksi lambat.

Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi kontraksi otot

polos, dan kelenjar jalan nafas yang menyebabkan bronkospasme,

pembengkakan membrane mukosa dan pembentukan mucus yang sangat

banyak (meningkat), sehingga menyebabkan terjadinya resiko infeksi.

Akibat dari bronkospasme adalah bersihan jalan nafas tidak efektif,

obstruksi saluran pernafasan kemudian adanya pengeluaran lendir dan

terjadi penyempitan saluran pernafasan yang mengakibatkan bunyi nafas

mengi (wheezing) dan batuk kering, sehingga terjadilah sesak nafas dan

hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), yang dapat menyebabkan

adanya kerusakan pertukaran gas dapat dikurangi sesak napas dengan

melakukan posisi semi fowler (Soemantri, 2009).

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi menurut Soemantri (2009), berdasarkan penyebabnya,

asma terbagi menjadi 3 yaitu :

a. Asma alergi/ekstrinsik disebabkan oleh alergen misalnya serbuk sari,

bulu binatang, debu, ketombe, dan makanan.


10

b. Asma idiopatik atau non alergi tidak berhubungan dengan allergen

spesifik faktor-faktor seperti comman cold, infeksi saluran nafas atas,

aktifitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan

serangan

c. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk yang paling sering.

Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi dari idiopatik

atau non alergi.

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi asma menurut Wijaya dan Putri (2013) adalah :


a. Pneumotorak
b. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan Jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran napas yang meluas/ gagal napas
g. Asidosis

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asma menurut Muttaqin (2008) adalah :


a. Pengobatan Nonfarmakologi :
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
11

2) Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghidnari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup
bagi klien
3) Fisioterapi

Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini

dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.

b. Pengobatan farmakologi :

1) Agonis beta

Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja

cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit

2) Metilxantin

Dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan

metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila

golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan

3) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang

baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol

dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam

jangka lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat

steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.


12

4) Kromolin dan iprutropioum bromide (atroven)

Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-

anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari

2.2 Posisi Semi Fowler

2.2.1 Pengertian

Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana

bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan

untuk mempertahankan kenyamanan dan membantu mempermudah

pernapasan pasien (Devi, 2015).

2.2.2 Tujuan

Tujuan posisi semi fowler menurut (Devi, 2015) yaitu :

a. Meningkatkan rasa nyaman

b. Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatkan

ekspansi dada dan ventilasi paru

c. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.

d. Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang

menetap

2.2.3 Indikasi

Indikasi posisi semi fowler menurut (Devi, 2015) yaitu :

a. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan

b. Pada pasien yang mengalami imobilisasi


13

2.2.4 Manfaat semi fowler

Manfaat dari posisi semi fowler pada pasien asma menurut Potter dan

Perry (2005) yaitu membantu mempermudah jalan nafas dengan

memanfaatkan gaya grafitasi dalam mengembangkan paru dan mengurangi

tekanan dari abdomen pada diafragma.

2.3 Ketidakefektifan pola napas

2.3.1 Pengertian

Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak

memberi ventilasi yang adekuat atau keadaan dimana seorang individu

mengalami kehilangan ventilasi yang actual atau potensial yang

berhubungan dengan perubahan pola napas (Nanda, 2014).

2.3.2 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurut Nanda

(2014) yaitu :

a. Fatique, perubahan rasio O2 dan CO2

b. Ansietas, hiperventilasi sindrom hipoventilasi

c. Nyeri

d. Deformitas tulang, cedera tulang belakang

e. Disfungsi neuromuscular

f. Obesitas
14

2.3.3 Faktor - faktor yang mempengaruhi Ketidakefektifan pola napas

menurut Nanda (2014) yaitu :

a. Faktor fisiologis

1) Menurunnya kemampuan untuk meningkatkan O2

2) Menurunnya kosentrasi O2 yang di inspirasi pada saluran

pernapasan bagian atas

3) Hivopolemia sehingga tekanan darah menurun yang meningkatkan

terganggunya O2

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam

5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, muskulus skeletor yang abnormal.

b. Faktor Perkembangan

c. Faktor Perilaku

1) Nutrisi

2) Exercise

3) Merokok yang dapat menyebabkan fasokontriksi pembuluh darah

perifer dan koroner

4) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan)

5) Kecemasan

d. Faktor lingkungan

1) Tempat kerja (polusi)

2) Suhu lingkungan, ketinggian dari permukaan laut

3) Patofisiologi
15

2.3.4 Pengobatan yang dilaksanakan pada pasien dengan Ketidakefektifan

pola napas menurut Nanda (2014) yaitu :

a. Memberikan posisi yang nyaman

b. Pemberian kebutuhan O2

c. Pemberian nebulizer

d. Mengukur tanda-tanda vital

e. Mengajarkan batuk efektif

f. Pemberian input cairan baik melalui minuman maupun cairan infus

2.3.5 Batasan Karakteristik ketidakefektifan pola napas menurut Nanda

(2014) yaitu :

a. Subjektif

Dispnea Napas pendek

b. Objektif

1) Perubahan gerakan dada

2) Penurunan tekanan ispirasi/ ekspirasi

3) Penurunan ventilasi semenit

4) Penurunan kapasitas vital

5) Peningkatan diameter anterior-posterior

6) Napas cuping hidung

7) Ortopnea

Anda mungkin juga menyukai