Anda di halaman 1dari 11

Ancaman Berdusta Atas Nama Rasulullah SAW

Abdul Hakim bin Amir Abdat

Halaman satu dari dua tulisan

Dalam masalah ke-2 ini, kami tunjukkan sejumlah hadits-hadits shahih, tentang ancaman
yang sangat berat dan adzab yang sangat mengerikan kepada para pendusta dan pemalsu
hadits atas Nabi SAW.

Hadits-hadist tersebut ialah :

........... "Man kadzaba a'laiya muta'ammidan palyatabawwa maq'adahu minannaar".

Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah SAW "Barang siapa
yang berdusta atasku (yakni atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka".
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim (1/8) dll)

Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa
yang membuat-buat perkataan atas (nama)ku yang (sama sekali) tidak pernah aku
ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Ibnu Majah (No. 34) dan Imam Ahmad bin Hambal
(2/321))

Artinya : Dari Salamah bin Akwa, ia berkata. Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda :
"Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa (perkataan) yang tidak pernah
aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
(Hadits shahih riwayat Imam Bukhari (1/35) dll, hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam
Ahmad (4/47) dengan lafadz yang sama dengan hadits No. 1,4,5,6 & 8)

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan lagi (4/50) dengan lafadz.

Artinya : "Tidak seorangpun yang berkata atas (nama)ku dengan batil, atau (ia
mengucapkan) apa saja (perkataan) yang tidak pernah aku ucapkan, melainkan tempat
duduknya di neraka".
Sanad ini shahih atas syarat Bukhari dan Muslim.

Artinya : Dari Anas bin Malik, ia berkata. Sesungguhnya yang mencegahku menceritakan
hadist yang banyak kepada kamu, (ialah) karena Rasulullah SAW telah bersabda :
"Barangsiapa yang sengaja berdusta atasku (yakni atas namaku), maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya di neraka".
Hadits shahih dikeluarkan oleh Bukhari (1/35) dan Muslim (1/7) dll.
Artinya : Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari bapaknya (Abdullah bin Zubair), ia
berkata. Aku bertanya kepada Zubair bin 'Awwam : "Mengapakah aku tidak pernah
mendengar engkau menceritakan (hadits) dari Rasulullah SAW sebagaimana aku
mendengar Ibnu Mas'ud dan si fulan dan si fulan..? Jawabnya : Adapun aku tidak pernah
berpisah dari Rasulullah sejak aku (masuk) Islam, akan tetapi aku telah mendengar dari
beliau satu kalimat, beliau bersabda : "Barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan
sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
Hadits shahih, dikeluarkan Bukhari (1/35), Abu dawud (No. 3651) dan Ibnu Majah (No. 36
dan ini lafadznya) dll.

Dua riwayat di atas dari dua orang sahabat besar Anas bin Malik dan Zubair bin 'Awwam,
menunjukkan betapa sangat hati-hatinya para sahabat radliyallahu 'anhum dalam
meriwayatkan hadits Nabi SAW.

Artinya : Dari Abdullah bin Amr, ia berkata. Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda :
"Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak
ada keberatan (yakni berdosa), dan barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan
sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di
neraka".
Hadits shahih, dikeluarkan oleh Bukhari (4/145) dan Tirmidzi (4/147 di Kitab Ilmu) dan
Ahmad (2/159), 202 & 214) dll.

Sabda Nabi SAW. " Ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan", yakni tidak
berdosa selama itu baik menurut Syara'.

Berkata Imam Malik. "Yang dikehendaki boleh menceritakan tentang mereka (Bani Israil)
ialah dari urusan yang baik, adapun apa-apa yang telah diketahui dustanya tidak boleh".
Demikian juga keterangan Imam Syafi'iy, hampir sama. (baca Al-Fathul Bari 7/309 syarah
Bukhari).

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa cerita-cerita tentang Bani
Israil itu ada tiga macam :

1. Yang telah diketahui kebenaran dan kesahihannya oleh Syara' dari perkara-perkara
yang baik. Maka inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW diatas.
2. Yang telah diketahui kebatilan dan kedustaannya oleh Syara'. Maka tidak boleh kita
ceritakan, kecuali untuk menjelaskan kebatilan dan dustanya.
3. Yang tidak atau belum diketahui benar dan dustanya. Maka tidak boleh kita imani
atau dustai, dan menceritakannya-pun tidak ada faedah sama sekali. (baca Tafsir
Ibnu Katsir 1/4).

Artinya : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata. telah bersabda Rasulullah SAW. "Janganlah
kamu berdusta atas (nama)ku.! Karena, sesungguhnya barangsiapa yang berdusta
atasku, maka hendaklah ia memasuki neraka".
Hadist shahih, riwayat Bukhari (1/35), Muslim (1/7), Tirmidzi (4/142 Kitabul Ilmi), Ibnu
Majah (No. 3) dan Ahmad.
Artinya : Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu, ia berkata, Aku telah mendengar
Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah sama berdusta kepada
orang lain (selainku), maka barangsiapa yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja,
hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka".
Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan Ahmad (4/252).

Artinya : Dari Watsilah bin Asqa', ia berkata. telah bersabda Rasulullah SAW.
"Sesungguhnya dari sebesar-besar dusta adalah, seorang menda'wahkan/mengaku
(berbapak) kepada yang bukan bapaknya (yakni menasabkan diri kepada orang lain yang
bukan bapaknya), atau (ia mengatakan) telah diperlihatkan kepada matanya apa yang
(sebenarnya) matanya tidak pernah melihat (yakni ia mengaku telah bermimpi dan
melihat sesuatu tetapi sebenarnya bohong).

Dalam riwayat yang lain di jelaskan, atau (ia mengatakan), telah diperlihatkan kepada
kedua matanya dalam tidur mimpi) apa yang tidak dilihat oleh kedua matanya (yakni ia
mengaku telah bermimpi sesuatu padahal dusta), atau ia mengatakan atas (nama)
Rasulullah SAW apa yang beliau tidak pernah sabdakan".
Hadits shahih, riwayat Bukhari (4/157) dan Ahmad (4/106) dan riwayat yang kedua, dari
jalannya.

Artinya : Dari Abi Bakar bin Salim dari bapaknya (yaitu Salim bin Abdullah bin Umar) dari
kakeknya (yaitu Abdullah bin Umar), ia berkata. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda. "Sesungguhnya orang yang berdusta atas (nama)ku akan dibangunkan
untuknya satu rumah di neraka". Hadist shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin
Hambal di musnadnya (2/22, 103 & 144) dan sanadnya shahih atas syarat Bukahri dan
Muslim.

TAKHRIJUL HADITS
Hadits "man kadzaba a'laiya" dan yang semakna dengannya tentang ancaman berdusta
atas Rasullah SAW, derajadnya MUTAWATIR. Telah diriwayatkan oleh berpuluh-puluh
sahabat, sehingga dikatakan sampai dua ratus orang sahabat meriwayatkannya. Dan
tidak satupun hadits mutawatir yang derajadnya lebih tinggi dari hadits "man kadzaba
a'laiya".
(baca : Syarah Muslim (1/68) An-Nawawi, Fathul Bari (1/213) Ibnu Hajar. Tuhfatul
Ahwadziy syarah tirmidzi (7/418-420).

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa banyaknya sahabat yang
meriwayatkan hadits di atas memberikan beberapa faedah yang menunjukan :

1. Nabi SAW sering menyampaikan dan mengulang-ulang sabdanya tersebut.


2. Perhatian yang besar para sahabat dalam memelihara, dan menjaga betul-betul
sabda Nabi SAW dan segala sesuatu yang disandarkan orang kepada beliau SAW.
Sehingga mereka saling berpesan dan berwasiat dan meriwayatkannya sesama
mereka. Kemudian mereka menyampaikannya kepada Tabi'in dan Tabi'in
menyampaikannya kepada Atba'ut Tabi'in dan seterusnya tercatat dan terpelihara
dengan baik dan rapi di dewan-dewan Imam-imam Sunnah. Sehingga sepanjang
pemeriksaan saya -hampir-hampir- tidak ada satupun Imam dari Imam-imam ahli
hadits melainkan meriwayatkannya di kitab-kitab hadits mereka. Dari Amirul
Mu'minin fil hadits Al-Imam Bukhari sampai Imam Ibnul Jauzi radiiyallahu 'anhum
wa jazaahumullahu 'anil Islam khairan.
3. Ketinggian derajadnya dalam kesahihan dan kemutawatirannya dan mencapai
tingkat teratas dalam martabat hadits-hadits mutawatir.
4. Kebesaran maknanya yang meliputi beberapa faedah dan sejumlah qaidah dan
menutup pintu kerusakan-kerusakan yang besar dalam Agama ini, disebabkan
berdusta atas nama Nabi SAW.

LUGHOTUL HADITS
Sabda Nabi Saw : ....palyatabawaa... = hendaklah ia mengambil

Artinya : Maka hendaklah ia mengambil untuk dirinya satu tempat tinggal (yakni di
neraka). Dikatakan : Seorang mengambil tempat, (yakni) apabila ia mengambilnya
sebagai tempat tinggalnya (tempat menetap atau rumahnya). Maka sabda Nabi SAW.
"Hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka". bentuk perintah yang maknanya
kabar, atau bermakna mengancam, atau maknanya mengejek dan marah, atau
mendo'akan pelakunya yakni semoga Allah menempatkannya di neraka".
(Al-Fath 1/211 dan syarah Muslim 1/68).

Saya berpandangan : Bahwa tempat tinggal yang dimaksud telah dijelaskan di hadits
nomor 10, yaitu Allah SWT telah disediakan untuknya satu rumah di neraka. Wallahu
'Alam.

SYARAH HADITS
Menurut Imam Nawawi (rahimahullahu) hadits ini meliputi beberapa faedah dan sejumlah
qawaa'id, diantaranya :

1. Ketetapan tentang qa'idah dusta bagi Ahlus Sunnah. (akan datang penjelasannya).
2. Sangat besar pengharaman dusta atas nama beliau SAW, dan merupakan kekejian
dan kebinasaan yang sangat besar.
3. Tidak ada perbedaan tentang haramnya berdusta atas nama Nabi SAW baik dalam
masalah-masalah ahkam (hukum-hukum) atau bukan, seperti ; tarhib dan
nasehat-nasehat dan lain-lain. Maka semuanya itu adalah haram dan sebesar
besar dosa besar dan seburuk-buruk perbuatan menurut ijma' kaum muslimin.
4. Haram meriwayatkan hadits maudlu'/palsu atas orang yang telah mengetahui
kemaudlu'annya atau berat sangkaan bahwa hadits tersebut maudlu'. Maka
barangsiapa yang meriwayatkan satu hadits yang ia ketahui atau berat
sangkaannya bahwa hadits itu palsu dan ia tidak menjelaskan kepalsuannya, maka
ia termasuk kedalam ancaman hadist di atas dan tergolong orang-orang yang
berdusta atas nama Rasulullah SAW.

Diringkas dari syarah Muslim 1/69-71 dan baca juga Al-Fath 1/210-214 & 7/310.
Halaman satu dari dua tulisan

Ancaman Berdusta Atas Nama Rasulullah SAW

Abdul Hakim bin Amir Abdat

Halaman dua dari dua tulisan

Dibawah ini akan saya jelaskan lebih luas lagi :

1. MAKNA DUSTA

Berkata Imam Nawawi di kitabnya Al-Adzkar (halaman 326) : "Ketahuilah ! Sesungguhnya


menurut madzhab Ahlus Sunnah bahwa dusta itu ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu
yang berlainan (berbeda/menyalahi) keadaannya. Sama saja apakah engkau lakukan
(dusta itu) dengan sengaja atau karena kebodohanmu (tidak sengaja), akan tetapi tidak
berdosa kalau karena kebodohan (tidak sengaja) dan berdosa kalau dilakukan dengan
sengaja".
(baca juga syarah Muslim 1/69).

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di Al-Fath (1/211): Artinya : "Sesungguhnya dusta itu ialah :
Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan dengan keadaannya".

2. MAKNA BERDUSTA ATAS NAMA NABI SAW

Berdusta atas nama Nabi SAW ialah : menyandarkan sesuatu kepada beliau SAW baik
berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi'il) atau taqriri (persetujuan beliau atas perbuatan
atau perkataan sahabat) dan segala sesuatu yang disandarkan kepada beliau SAW dengan
cara berbohong/berdusta atas namanya SAW. Sama saja, apakah masalah-masalah
hukum atau targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat atau tarikh/sejarah dan lain
sebagainya. Semuanya adalah haram dan termasuk berbohong atas nama Nabi SAW,
sebagaimana penjelasan Imam Nawawi di atas (semoga Allah merahmatinya).

Hadits atau riwayat dusta itu, Ulama kita menamakannya dengan "HADITS/RIWAYAT
MAUDLU'/PALSU" yaitu : "Hadist yang dibuat-buat/diada-adakan/diciptakan orang secara
dusta atas nama Nabi SAW, baik dengan sengaja atau tidak sengaja". Tidak sengaja itu
bisa dengan sebab kebodohan atau kekeliruan atau kesalahannya. Meskipun ia tidak
secara langsung berdusta, tetapi tetap saja kabarnya dinamakan kabar maudlu'
(palsu/bohong). Karena itu hadits-hadits tidak boleh diambil dari orang-orang jahil dan
bukan ahlinya dan cacat lainnya sebagaimana telah diterangkan oleh Ulama-ulama ahli
Hadits. (lebih lanjut bacalah Muqaddimah Imam Muslim di kitab sahihnya).
(Baca : Muqaddimah Ibnu Shalah (halaman 47). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 80) Ibnu
Hajar, Al Wadlu' fil Hadist (1/107), Taujihunnadazar ila Ushulil A-tsar (halaman 252).

3. HUKUMNYA

Hadits-hadits diatas [tulisan kami bagian pertama] merupakan ancaman yang sangat
berat dan mengerikan sekali terhadap para pemalsu dan pendusta-pendusta besar atas
nama Rasulullah SAW. Untuk mereka Allah Jalla Jalaa Luhu telah menyediakan tempat
tinggal berupa satu rumah di neraka, yang disitu mereka akan diadzab dengan adzab
yang besar.
Hal ini disebabkan karena :

1. Bahwa berdusta atas nama Rasullah SAW adalah sebesar-besar dusta yang pernah
dilakukan oleh manusia, sesudah berdusta atas nama Allah Jalla Jalaa Luhu,
bahkan berdusta atas nama Rasulullah SAW sama dengan berdusta atas nama
Allah Jalla wa'ala.
2. Berdusta atas nama Rasulullah SAW tidak sama dengan berdusta kepada orang
lain (selain Nabi SAW), kalau berdusta kepada orang lain telah berdosa (dosa besar
menurut Ulama), maka bagaimana pandanganmu terhadap orang yang berbohong
atas nama "seseorang" yang perkataan dan perbuatannya menjadi syariat dan
diikuti oleh manusia ..? Dengan sendirinya si pendusta ini telah membuat syariat
baru yang bukan syariat Nabi SAW meskipun memakai nama beliau SAW.
Kemudian kebohongannya itu tersebar di permukaan bumi dan terus berkelanjutan
yang diturut banyak manusia sampai hari qiamat. Dengan demikian terjadilah
kerusakan yang sangat besar pada Agama dan dunia seperti timbulnya ajaran-
ajaran syirik, khurafat-khurafat dan bid'ah-bid'ah,dsb.

Oleh karena kerusakannya demikian besar, maka Ulama-ulama kita telah berselisih
pandangan dalam menghukuminya, menjadi dua madzhab :
1. Tidak mengkafirkannya, tetapi pelakunya telah mengerjakan sebesar-besar dosa
besar dan seburuk-buruk perbuatan. Demikian pendapat jumhur menurut Imam
Nawawi.
2. Tegas-tegas mengkafirkan orang-orang yang berdusta dengan sengaja dan
mengetahui kedustaannya atas Nabi SAW. Telah berkata Imam Ibnu Katsir :
"Sebagian Ulama ada yang mengkafirkan orang yang sengaja dusta dalam hadits
Nabi dan diantara mereka ada yang mewajibkan harus dibunuh". (Ikhtisar Ulumul
Hadits : 102).

Sebagian Ulama tersebut ialah Imam Al Juwaini (bapaknya Imam Haramaian). Demikian
keterangan Nawawi di syarah Muslim (1/69) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fath (91/212-213
& 7/310), kemudian Syaikh Ahmad Syakir dalam syarahnya atas kitab Ibnu Katsir
(halaman 79). Dan kelihatannya Imam Ibnu Abdil Bar condong berpendapat
mengkafirkannya. Demikian menurut Ibnu Hajar. Pandangan Imam Al Juwaini yang
sangat tegas mengkafirkannya dan beliau nyatakan terus menerus di majelis-majelisnya
telah dibantah dan dilemahkan oleh anaknya sendiri yaitu Imam Haramain, kemudian
Imam Nawawi dan kelihatannya Ibnu Hajar pun condong melemahkannya. Tetapi menurut
Syaikh Ahmad Syakir (seorang Ulama Ahli Hadits besar pada abad ini) bahwa pendapat
Imam Juwaini itulah yang benar. Wallahu a'lam.

Kemudian Ulama-ulama kita pun berselisih pendapat dalam menerima kembali riwayat-
riwayat orang yang telah taubat dari memalsukan hadits Nabi SAW. Apakah diterima
kembali atau ditolak selama-lamanya..? Dalam masalah inipun terdapat dua madzhab :

1. Tidak diterima dan ditolak selama-lamanya meskipun ia telah taubat dengan


taubat yang shahih. Demikian madzhab (pendapat) Imam Ahmad bin Hambal dan
Ulama-ulama besar yang sefaham dengan beliau.
2. Diterima riwayatnya apabila ia telah taubat dengan taubat yang shahih. Dan Imam
Nawawi telah membantah faham di atas (madzhab Imam Ahmad) dengan
beberapa hujjah. (baca : Syarah Muslim/69).

Menurut tahqik Syaikh Ahmad Syakir yang rajih (kuat) ialah pendapat Imam Ahmad bin
Hambal dan Ulama-ulama yang sefaham dengannya, sebagai peringatan dan ancaman
yang sangat keras berdusta atas nama Rasulullah SAW, karena kerusakannya sangat
besar dan akan menjadi syariat yang terus menerus sampai hari qiamat. Berbeda dengan
dusta kepada selainnya dan saksi (palsu), karena kerusakan keduanya terbatas dan tidak
umum. Maka tidak dapat dikiaskan/diibaratkan berdusta dalam meriwayatkan hadits
dengan berdusta dalam saksi dan macam-macam maksiat yang lain. Wallahu a'lam.
(baca : Ikhtisar Ibnu Katsir halaman 101-102).

4. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS

Adapun sebab-sebab yang membawa para pendusta untuk memalsukan hadits-hadits atas
nama Rasulullah SAW banyak sekali, diantaranya :

A. Kaum Zindiq

Yakni mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan
munafiq yang sebenarnya. Mereka adalah kaum yang sangat hasad dan benci terhadap
Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya dengan berbagai macam cara.
Diantaranya membuat hadits-hadits palsu banyak sekali. Lalu mereka tampil ditengah-
tengah umat menyerupai Ulama, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits buatan mereka
dengan memakai nama Nabi SAW. Tujuan mereka tidak lain untuk merusak syariat dan
mempermainkan Agama Allah sekaligus menanamkan keraguan (tashqik) di hati kaum
Muslimin khususnya masyarakat awam.

Berkata Hammad bin Zaid seorang Atba'ut Tabi'in besar wafat tahun 190 H.
Artinya : "Kaum Zindiq telah memalsukan (hadits) atas (nama) Rasulullah SAW sebanyak
empat belas ribu hadits".

Ketika Abdul Karim bin Abi "Awjaa', salah seorang zindiq ditangkap dan akan dipenggal
kepalanya oleh Muhammad bin Sulaiman Al-Abbaasiy (seorang pemimpin Basrah pada
zaman khilafah Al-Mahdi, pada tahun 160 lebih), maka tatkala Abdul Karim telah yakin
akan dibunuh, ia berkata :
Artinya : "Demi Allah ? Sesungguhnya aku telah memalsukan pada kamu sebanyak empat
ribu hadits palsu, aku haramkan padanya yang halal dan aku telah halalkan (perkara)
yang haram".

Demikian juga Muhammad bin Said Asy-Syamiy Al-Maslub (yang mati disalib karena
zindiqnya oleh Abu Ja'far Al-Manshur). Zindiq yang satu inipun telah memalsukan hadits
sebanyak empat ribu hadits. Telah berkata Imam Nasa'i di akhir kitabnya "Adl-Dlua'afa'
wal Matrukiin" (halaman 310) : "Para pendusta yang terkenal telah memalsukan hadits
Rasulullah SAW, ada empat orang : Ibnu Abi Yahya di Madinah, Al-Waqidiy di Baghdad,
Muqotil bin Sulaiman di Al-Khurasan dan Muhammad bin Said di Syam yang terkenal
dengan (sebutan) Al-Mashlub (orang yang mati di salib).

Saya berpandangan : Bahwa sepanjang penelitian saya hadits-hadits yang dipalsukan


kaum zindiq itu terbagi kepada beberapa bagian :

1. Hadits-hadits palsu yang mengajak dan mengajarkan kepada syirik dengan


macam-macam cabangnya.
2. Hadits-hadits palsu tentang bid'ah-bid'ah Agama dengan segala tingkatannya.
3. Hadits-hadits palsu yang menganjurkan kepada maksiat-maksiat.
4. Hadits-hadits palsu yang memperbodoh dan melemahkan umat terutama tentang
jihad fi-sabilillah.
5. Hadits-hadits palsu yang merusak akal, adab dan pergaulan, dll.

B. Satu Kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa nafsu

Mereka mengajak manusia mengikutinya untuk menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah.


Seperti : Ta'ashub madzhabiyah, golongan/firqahnya, fahamnya, berlebihan terhadap
Imam-imamnya, karena jenisnya, qabilah/sukunya, negerinya atau lughohnya/ bahasanya
dan lain sebagainya.

Berkata Abdullah bin Yazid Al-Muqriy (seorang Atba'ut Tabi'in besar gurunya Imam Malik,
wafat tahun 148 H), "Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari ahli bid'ah (yang dimaksud
bid'ah aqidah) yang telah ruju' (kembali sadar) dari bid'ahnya, ia berkata :
Artinya : "Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu mengambilnya ! Karena sesunggunya
kami dahulu apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan ia (pendapat
kami itu) sebagai satu hadits (yakni kami palsukan mejadi hadits)".

Berkata Abdullah bin Lahai'ah (wafat tahun 174H): "Aku telah mendengar seorang syaikh
dari Khawarij yang telah taubat dan ruju', ia berkata :
Artinya : "Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah Agama, maka perhatikanlah dari siapa
kamu mengambil agama kamu.! Karena sesungguhnya kami dahulu apabila condong
kepada satu urusan (maksudnya faham yang setuju dengan bid'ahnya) niscaya kami
jadikan ia sebagai satu hadits (kami palsukan menjadi hadits)".
Berkata Hammad bin Salamah (Atba'ut Tabi'in wafat 167 H): "Telah mengabarkan
kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi'ah), sesungguhnya mereka berkumpul
(sepakat) untuk memalsukan hadits-hadits"

C. Satu kaum yang memalsukan hadits-hadits untuk tujuan yang baik menurut
persangkaan mereka

Mereka buat hadits-hadits palsu tentang targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat dan lain-
lain. Mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkan dengan mengharap ganjaran
dari Allah Jalla Jalaa Luhu .!? Kemudian mereka berkata. Kami tidak berdusta untuk
merusak (nama atau Syari'at) Nabi SAW tetapi untuk kebaikan beliau SAW..!?

Hujjah mereka di atas menurut Ibnu Katsir menunjukkan sempurnanya kebodohan


mereka, sedikitnya akal mereka, banyaknya dosa dan kebohongan mereka, karena Nabi
SAW tidak butuh kepada orang lain untuk kesempurnaan syariat dan keutamaannya.
Mereka itu kaum yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.

D. Qash-shaas (Tukang-tukang cerita)

Mereka yang memalsukan hadits-hadits dalam cerita-cerita mereka, untuk mencari uang
dan supaya orang-orang awam (umum) takjub (terkesima).

E. Satu kaum yang membolehkan memalsukan hadits untuk setiap perkataan


yang baik

F. Satu kaum yang memalsukan hadits untuk kepuasan hawa nafsu para
penguasa dan mendekatkan diri kepada mereka

G. Satu kaum yang memalsukan hadits pada waktu-waktu yang diperlukan

Seperti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, membela faham/pendapat, mencela


atau marah kepada seseorang dan lain sebagainya.

[Baca : Al-Madkhal (halaman 51-59) Imam Hakim. Adl-Dlua'afaa' 91/62-66 & 85) Ibnu
Hibban. Al-Maudlu'at (1/37-47) Ibnul Jauzi. Maj'mu Fatawa (18/46) Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Ikhtisar Ibnu Katsir (halaman 78-88). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 84-85).
Mizanul I'tidal (2/644) Adz-Dzahabi].

5. PERKATAAN/LAFADZ-LAFADZ/YANG MEREKA GUNAKAN

Para pendusta itu dalam memalsukan hadits menggunakan beberapa perkataan,


diantaranya :

1. Mereka susun perkataan sendiri, lalu mereka sandarkan kepada Nabi SAW.
2. Atau mereka ambil perkataan-perkataan ahli hikmah, orang-orang shalih, atau
cerita-cerita Israiliyat dan lain-lain.
3. Atau Hadits yang dlo'if sanadnya, kemudian mereka susun dan hiasi (yakni mereka
palsukan) menjadi shahih sanadnya.

[Baca : Mukaddimah Ibnu Shalah (halaman 47), Syarah Nuhbatul Fikr (halaman 83) Ibnu
Hajar].

6. CIRI-CIRI/TANDA-TANDA HADITS MAUDLU'

Diantara tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu'/palsu, ialah :

1. Pengakuan dari pemalsu itu sendiri, seperti beberapa contoh diatas (baca juga Al-
Madkhal (halaman 53) Imam Hakim).
2. Terdapat keganjilan dan rusak maknanya.
3. Bertentangan dengan apa yang telah tsabit dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dll.

[Baca : Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir (halaman 78) dan
masalah ini telah dibahas dengan luas oleh Imam Ibnul Qoyim di kitabnya 'Al-Manaarul
Munif Fish Shahih Wadlo'if]

Tidaklah mudah untuk mengetahui hadits itu maudlu', dan bukan sembarang orang yang
dapat menentukannya, kecuali Imam-imam ahli Hadits dan ulama-ulama yang mahir dan
luas pengetahuannya tentang Sunnah. Memiliki kemampuan yang khusus tentang
Sunnah/Hadits, Jarh dan Ta'dil serta Tarikh Rawi dan lainnya yang berhubungan dengan
Ilmu Hadits yang mulia ini.

Adapun mereka yang tidak punya ilmu hadits yang mulia ini (As-Sunnah/Hadits), mereka
hanya mendlo'ifkan atau menentukan hadits maudlu' karena hawa nafsu dan ra'yu-ra'yu
mereka yang bathil dan menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka yang sehari-hari
menggugat Sunnah yang shahih, maka mereka yang zhalim, penentang-penentang
sunnah shahihah ini, sama sekali perkataannya tidak boleh didengar dan wajib ditentang
dan dibuka kelemahan mereka dan memberikan penjelasan kepada umat akan tipu daya
mereka yang sangat berbahaya.

7. PEMELIHARAAN TERHADAP HADITS/SUNNAH

Meskipun hadits-hadits itu telah banyak dipalsukan orang dan tidak sedikit hadits-hadits
shahih didustakan, ditolak dan digugat, tetapi Allah Azaa wa Jalla tetap memelihara dan
menjaganya, karena Ia telah berfirman :
Artinya : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan peringatan ini (Al-Qur'an), dan
sesungguhnya Kamilah yang akan menjaganya". (Al-Hijr : 9).

Sewaktu Abdullah bin Mubarak (seorang Imam Mujahid besar dari Thabaqah Atba'ut
Tabi'in, wafat tahun 181 H) ditanya tentang hadits-hadits maudlu' beliau menjawab bahwa
nanti akan hidup orang-orang yang ahli dalam hadits yang akan membela (menjaga dan
mempertahankannya), kemudian beliau membaca firman Allah di atas.

Pemeliharaan terhadap Hadits/Sunnah itu dimulai dari Thabaqah pertama, yaitu para
Shahabat Radliyallahu 'Anhum. Thabaqah kedua dan ketiga yaitu : Tabi'in dan Atba'ut
Tabi'in, kemudian datang Thabaqah keempat dan seterusnya. Maka bangkitlah Imam-
imam Sunnah yang telah menyediakan hidup dan umur mereka untuk membela Sunnah
Nabi SAW, Mereka itulah Salafus Shalih dan Tha'ifah Manshurah yang selalu akan ada
dalam umat ini.

Jazaahumullahu 'Anil Islam Khairan.

Halaman dua dari dua tulisan

Created at 22 February 2000 | Masalah Penting | Ke Halaman Satu | Versi Cetak

Anda mungkin juga menyukai