OLEH:
YULIANTO
18180000035
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama, menghasilkan enzim pencernaan atau fungsi eksokrin serta menghasilkan
beberapa hormon atau fungsi endokrin (Tortora & Derrickson, 2012). Pankreas
terletak pada kuadran kiri atas abdomen bagian kepalanya menempel pada organ
duodenum. Pankreas seperti spons dengan warna kekuningan, memiliki panjang 15
cm dan lebar sekitar 3,8cm meluas sampai ke bagian belakang perut, di belakang
daerah perut dan melekat ke bagian pertama dari usus yang disebut duodenum.
Sebagai kelenjar endokrin pancreas menghasilkan hormon seperti insulin,
somatostatin dan glucagon. Sebagai kelenjar eksokrin pancreas memiliki kelenjar
eksokrin yang disebut acini menghasilkan enzim yang terlibat pada proses
pencernaan ketiga jenis molekul kompleks makanan protein, lemak dan
karbohidrat. Enzim yang dihasilkan meliputi Amilase yang akan mencerna zat pati
menjadi maltosa dan Lipase akan mengubah lemak yang teremulsi menjadi asam
lemak dan gliserol serta Tripsinogen, suatu enzim yang tidak aktif, yang akan
menjadi tripsin aktif di dalam duodenum (Prince&Wilson, 2015).
Tipe sel pankreas dan fungsinya
III. Etiologi
Diabetes Melitus tergantung insulin (IDDM) adalah penyakit autoimun
yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju
suatu proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
Individu yang peka secara genetik memberi respon terhadap pemicu dengan
memproduksi antibodi terhadap sel beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi
insulin yang dirangsang oleh glukosa. Bukti determinan genetik IDDM adalah
adanya kaitan dengan tipe histokompabilitas (HLA) spesifik.Tipe gen
histokompatibilitas yang berkaitan dengan IDDM adalah yang memberi kode
kepada protein-protein yang berperan dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini
mengatur respon sel T. Jika ada kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu berperan
penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhens. Selain itu, obat-
obatan tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat
memulai proses autoimun pada pasien IDDM.
Pada pasien dengan NIDDM, ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun kerja insulin. Pada pasien dengan NIDDM terdapat kelainan pengikatan
insulin dengan reseptor, yang dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor
yang responsif pada membran sel. Sekitar 80 % penderita NIDDM mengalami
obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan gangguan toleransi glukosa dan DM
yang pada akhirnya terjadi pada pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitas.
IV. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes yang utama adalah (lewis, Dirksen,
heitkemper&bucher,2014; Black& hawks,2014):
1. Tipe I: Diabetes melitus tergantung pada insulin (insuindependent diabetes
mellitus-IDDM) 5-10%. Sel-sel beta pankreas dihancurkan oleh proses
autoimun. Terjadi pada segala usia, biasanya <30tahun, inherited.
Gejala: poliuri, polidipsi, polifagi, BB turun, kelelahan, mudah terkena
infeksi, onset cepat, tergantung pada insulin.
2. Tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent
diabetes melitus/ NIDDM) 90-95%. Terjadi akibat penurunan sensitifitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau penurunan jumlah insulin. Biasanya
usia >30tahun dan remaja obesitas, serta anak-anak dengan riwayat keluarga
DM. Biasanya disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, inherited.
3. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain.
seperti pankreatitis, kelainan hormonal, obat-obat seperti glukokortikoid dan
preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes.
4. Diabetes melitus gestasional (gestasional diabetes mellitus/ GDM). Awitan
selama kehamilan, biasanya terdeteksi pada trimester kedua atau ketiga.
Disebabkan oleh hormon yang dihasilkan oleh plasenta yaitu laktogen,
menghambat kerja insulin.dapat kembali normal setelah melahirkan. Pada
usia >30tahun dengan riwayat keluarga DM. jika tidak ditangani akan
menyebabkan fetal macrosomia.
No Klasifikasi Karakteristik
1. Type I Insulin Dependen Sering terjadi sebelum usia 30 tahun.
Diabetes Melitus (IDDM) Gejala timbul cepat.
Berat badan biasanya normal.
Komplikasi akut dan kronik
Defisit insulin absolute.
Etiologi : Faktor genetic, Imunologis dan lingkungan.
V. Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin (Black&hawks, 2014). Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan (Lewis, Dirksen,heitkemper&Bucher,
2014). Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur.
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin: pasien yang mengalami defiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa sesudah makan
karbohidrat. Hiperglikemia parah menyebabkan diuresis osmotik hal ini
menyebabkan peningkatan pengeluaran kemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Karena glukosa hilang bersama kemih menyebabkan keseimbangan kalori negatif
dan berat badan menurun yang berdampak pada semakin besarnya rasa makan
(polifagia), dan pasien mengeluh lelah dan mengantuk karena kurangnya energi
(astenia) karena hilangnya protein tubuh dan berkurangnya penggunaan karbohidrat
untuk energi.
Kadar glukosa darah pada pasien diabetes dapat meningkat sampai setinggi
1200mg/dl, hal ini menyebabkan dehidrasi sel-sel jaringan. Hal ini terjadi karena
glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan
naiknya tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler menyebabkan timbulnya
perpindahan osmotik air keluar dari sel. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus
ginjal dalam filtrate glomerulus meningkat di atas kadar kritis, suatu kelebihan
glukosa tidak dapat direabsorbsi sehingga dikeluarkan ke dalam urin (glikosuria).
Hal ini menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Diuresis osmotik adalah efek
osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi reabsorbsi
cairan tubulus. Efek keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam
urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan ekstraseluler, yang selanjutnya
menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan intraseluler.
VI. Pathway Diabetes melitus
(Lewis, Dirksen,heitkemper&Bucher, 2014; Black & Hawks,2014).
VIII. Komplikasi
1. Akut : Hipoglikemia dan ketoasidosis diabetic
2. Kronik : Perubahan degeneratif vaskuler (mikroangiopati dan
makroangiopati).
a. Mikroangiopati (penebalan membran kapiler,contoh : retinopati dan
nefropati)
b. Makroangiopati (atherosklerosis CAD,CVD dan resiko infeksi )
c. Neuropati ( teori sorbitol dan demyelinasi ) : motorik, otonom dan
sensorik).
d. Peningkatan resiko infeksi
Penurunan “ warning system “
Hipoksia jaringan
Peningkatan proliferasi pathogen
Gangguan sel darah.
e. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada
sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa
insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol.
Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada
semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin
(Black&Hawks, 2014). Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri
disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor
utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD.
Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke
kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki
dimalam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika
sehingga menyebabkan luka sulit sembuh. Infeksi sering
merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan atau pengobatan dari KD
(Lewis, Dirksen,heitkemper&Bucher, 2014).
Black, J., M., & Jane, H., H. (2014). Keperawatan medical bedah: manajemen
klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8 vol 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Lewis, S., L., Shannon, R., D., Margaret. M., H., & Linda, B. (2014). Medical
surgical nursing. Ninth edition. Missouri: ELSEVIER.
Prince, S., A., & Lorraine, M., W. (2014). Patofisiologi: konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC.
Tortora, G., J., & Bryan, D. (2012). Anatomy and physiology. 13th edition. USA:
WILEY.