Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan,


dan yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya
janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai
usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002).
Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan,
dan abortus terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur
dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin.
Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja
sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan
karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002).

Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-


15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan
banyaknya wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini,
terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita
tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 -
750.000 janin yang mengalami abortus spontan.

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin


dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus
desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga
banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah
pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong
amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).
Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman
di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih
dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam
masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan
ini.

Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya


abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring
dengan kejadian abortus.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian abortus?
2. Apa saja klasifikasi abortus?
3. Apa etiologi abortus?
4. Bagaimana patofisiologi abortus?
5. Apa saja manifestasi klinis abortus?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik abortus?
7. Apa saja komplikasi dari abortus?
8. Apa saja penanganan dari abortus?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari abortus?
10. Bagaimana asuhan keperawatan abortus?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian abortus
2. Mengetahui etiologi abortus
3. Mengetahui klasifikasi abortus
4. Mengetahui patofisiologi abortus
5. Mengetahui manifestasi klinis abortus
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostic abortus
7. Mengetahui komplikasi abortus
8. Mengetahui penanganan abortus
9. Mengetahui penatalaksanaan abortus
10. Mengetahui asuhan keperawatan abortus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Abortus adalah fetus dengan berat kurang dari 500 gram atau umur
kehamilannya kurang dari 20 minggu pada saat dikeluarkan dari uterus,
yang tidak mempunyai kemungkinan hidup. (Dorland, 2002)
Menurut Norman F. Gant (2010), “abortus didefinisikan sebagai
penghentian kehamilan oleh sebab apapun. Jika abortus terjadi secara
spontan, istilah awam keguguran (miscarriage) sering digunakan. aborsi
menandakan terhentinya kehamilan sebelum usia gestasi lengkap 20
minggu, atau 139 hari, dihitung dari hari pertama haid normal terakhir.
Kriteria yang sering digunakan untuk abortus adalah pegeluaran janin atau
neonatus yang beratnya kurang dari 500 gram.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus adalah
terhentinya kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu atau 139 hari
dihitung dari hari pertama haid normal yang disertai dengan pengeluaran
janin atau fetus yang beratnya kurang dari 500 gram dikeluarkan melalui
uterus yang tidak mempunyai kemugkinan hidup.
B. Klasifikasi abortus
1. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa
tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
a. Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi
seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
(Syaifudin. Bari Abdul, 2000). Ditandai dengan perdarahan pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami
mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi
atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan
(dilatasi serviks).
b. Abortus insipiens adalah perdarahan uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus
jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi
masih di dalam rahim atau uterus
c. Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada
kehamilan sebelum 20 minggu. Sementara sebagian masih berada
di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan
janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os
uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil
konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
d. Abortus kompletus Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal
kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin
sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang
mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-
apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami
perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus
dikeluarkan dengan cara dikuret.
e. Abortus Servikalis adalah pengeluaran hasil konsepsi terhalang
oleh os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul
di dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar,
berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja
dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap
belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum
mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram,
walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000
gram dapat terus hidup.
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:
a. Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus
yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang
dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung
jawab profesi.
2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama,
hukum, psikologi).
3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya
atau keluarga terdekat.
4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan
yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5) Prosedur tidak dirahasiakan.
6) Dokumen medik harus lengkap.
b. Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan
tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran
dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu
C. Etiologi
1. Penyebab – penyebab terjadinya abosrtus spontanea adalah :
a. Usia di bawah 20 tahun, ibu yang terlalu muda sering kali secara
fisik maupun emosional belum matang. selain pendidikan pada
umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada
orang lain. Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk
menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki.
b. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari
2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena
keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak
dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan
mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada
trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan
ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah.
c. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan
rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling
aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

Penyebab secara umum:


a. Penyebab dari segi martenal :
a) Infeksi akut
 virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
 Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
 Parasit, misalnya malaria.
b) Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester
kedua.
 Tuberkulosis paru aktif.
 Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air
raksa, dll.
 Penyakit kronis, misalnya :
 hipertensi
 nephritis
 diabetes
 anemia berat
 penyakit jantung
 toxemia gravidarum
 Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
 Trauma fisik.
c) Penyebab yang bersifat lokal:
 Fibroid, inkompetensia serviks.
 Radang pelvis kronis, endometrtis.
 Retroversi kronis.
 Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil,
sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.
b. Penyebab dari segi Janin
a) Kematian janin akibat kelainan bawaan.
b) Mola hidatidosa
c) Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan
degenerasi
2. Adapun etiologi dari abortus prokatus adalah :
a. Abortus Provokatus Medisinalis
1) Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan
perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal
(missed abortion).
2) Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3) Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4) Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker
serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi
pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kanker payudara.
5) Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6) Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7) Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya
penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi,
nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang
berat.
8) Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak
terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan
lain-lain.
9) Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10) Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11) Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan
abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
b) Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang
tidak dikehendaki. Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan
kehamilannya:
1) Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
2) Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak
mau untuk punya anak lagi.
3) Kehamilan di luar nikah.
4) Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah
beban ekonomi keluarga.
5) Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan,
janin cacat.
6) Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest
(hubungan antar keluarga).
7) Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan
kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak
diinginkan.
D. Patofisiologi

Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang


menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian /
seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan
benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk
terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted
Ovum”.

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan


nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum


menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih
dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam
bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus

E. Manifestasi klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan
hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
akibat kontraksi uterus.
F. Pemeriksaan diagnostic
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin
sudah mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data
laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung
trombosit
4. kultur darah dan urine
5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
1) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
2) Adakah disertai bekuan darah
3) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
4) Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
1) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
2) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
3) Apakah tampak jaringan keluar ostium
4) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
1) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
2) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
3) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari
usia kehamilan
4) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
5) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
6) Adakah terasa tumor atau tidak
7) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
G. Komplikasi
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu
ada
kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus
ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing.
Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan
seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh
digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-
hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan
tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan
peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu,
penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan
umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan
keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi
luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya
incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa
tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada
suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut
lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu
hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan
tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
5. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat
menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain
infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi
kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl
hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga
peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-
gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan,
atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat
ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek,
muntah, dan diare.
Komplikasi yang dapat timbul pada janin Sesuai dengan tujuan
dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar
meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal
dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.
H. Penanganan
1. Abortus Iminens
a. Istirahat baring
Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan
mekanis
b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir
Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena
darah harus diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk
mengetahui apakah ada jaringan yang keluar dari vagina.
c. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic
untuk mencegah infeksi.
d. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat
hernatinik misalnyasulfas farosus 600 – 1000 mg sehari.
e. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah
mati.
f. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus.
Apabila terjadi obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga
berbentuk Supositoria.
g. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru
merangsang peristaltic usus.
h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas,
tiap 4 jam sekali jika pasien panas.
i. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat
baring sampai 2/3 hari setelah perdarahan berhenti.
j. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan
adanya lesi cerviks.
k. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.
l. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat,
mengurangi kegiatan fisik, jangan dulu mengangkat beban berat,
menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2-3 minggu setelah
lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi
perdarahan ulang, segera istirahat baring dan lapor segera ke petugas
kesehatan
2. Abortus Incomplete
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau
cairan ringer dilanjutkan dengan transfuse!
b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa
konsepsi.
c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,
d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas
ferroscus dan vitamin C.
e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
7. Abortus kompletus
a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa
dipertimbangkan transfuse.
c. Antibiotik untuk cegah infeksi.
d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral
8. Abortus incipiens .
a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus
ditangani sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak
suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang keluar
dari vagina ditunjukkan pada dokter.
b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus
spontan, pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam.
Morfin sangat berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat
merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil
konsepsi.
c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera
melakukan pengosongan uterus.
d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus.
Digunakan pada kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya
perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan
lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 %
dimulai 8 tetes/ menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai
terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih
tertinggal sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.
e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan
pertolongan dapat dilakukan pengeluaran jaringan secara digital,
f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit
untuk tindakan pengosongan uteri,
g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum /
cunam abortus,
h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika
pengosongan uterus sudah selesai dilakukan untuk mempertahankan
kontraksi uterus.
9. Abortus infeksiosus dan abortus septic
a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan
pembiakan dan uji kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta
tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau
antibiotik spectrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih
cepat bila terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase
untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik
ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman.
f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya
perdarahan dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda.
I. Penatalaksanaan

Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi

Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi


memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan
kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk
menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan
mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan
uterus dengan vakum disebut kuretase isap .

b. Aspirasi haid

Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula


karman 5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3
minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid
instan dan mini abortus.

c. Laporotomi

Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen


untuk abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis.
Apabila ada penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi
mungkin merupakan terpa ideal.

2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larutan hiperostomik intraamnion.
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata:
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama:
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang
c. Riwayat Kesehatan:
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi
ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan
pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan:
e. Riwayat pembedahan:
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
f. Riwayat penyakit yang pernah dialami:
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM ,
jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin
, dan penyakit-penyakit lainnya.
g. Riwayat kesehatan keluarga:
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut
dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.
h. Riwayat kesehatan reproduksi:
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.

i. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas:


Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
j. Riwayat seksual:
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahan yang menyertainya.
k. Riwayat pemakaian obat:
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
l. Pola aktivitas sehari-hari:
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan
saat sakit

2. Pemeriksaan fisik, (Johnson & Taylor, 2005 : 39) meliputi :


a. Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
b. Palpasi :
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
c. Perkusi:
1) Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d. Auskultasi : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin
c. Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,
biopsi, pap smear.
b. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB,
apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan
menggunakan KB jenis apa.
d. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
b. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Dukacita berhubungan dengan kematian orang terdekat
e. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
Tujuan : Dalam 1x24 jam tidak terjadi devisit volume cairan,
seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria hasil: Tidak ada perdarahan, intake dan output dalam rentan
normal

No. Intervensi Rasional


1. Kaji kondisi status Pengeluaran cairan
hemodinamika pervaginal sebagai akibat
abortus memiliki
karekteristik bervariasi
2. Ukur pengeluaran harian Jumlah cairan ditentukan dari
jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
3. Berikan sejumlah cairan Tranfusi mungkin diperlukan
pengganti harian pada kondisi perdarahan
massif
4. Evaluasi status hemodinamika Penilaian dapat dilakukan
secara harian melalui
pemeriksaan fisik

b. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit


Tujuan : Dalam perawatan 1x24, nyeri klien dapat berkurang atau
hilang
Kriteria hasil: Klien tidak meringis kesakitan, klien menyatakan
nyerinya berkurang
No. Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi nyeri yang Pengukuran nilai ambang
dialami klien nyeri dapat dilakukan dengan
skala maupun dsekripsi.
2. Terangkan nyeri yang Meningkatkan koping klien
diderita klien dan dalam melakukan guidance
penyebabnya mengatasi nyeri
3. Kolaborasi pemberian Mengurangi onset terjadinya
analgetika nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam
spectrum
luas/spesifik

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat
Kriteria hasil: RR dalam rentan normal, klien tidak gelisah
No. Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat Ketidaktahuan dapat menjadi
pengetahuan/persepsi klien dan dasar peningkatan rasa cemas
keluarga terhadap penyakit
2. Kaji derajat kecemasan yang Kecemasan yang tinggi dapat
dialami klien menyebabkan penurunan
penialaian objektif klien
tentang penyakit
3. Bantu klien mengidentifikasi Pelibatan klien secara aktif
penyebab kecemasan dalam tindakan keperawatan
merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien
dan meningkatkan kesadaran
diri klien
4. Asistensi klien menentukan Peningkatan nilai objektif
tujuan perawatan bersama terhadap masalah
berkontibusi menurunkan
kecemasan
5. Terangkan hal-hal seputar Konseling bagi klien sangat
aborsi yang perlu diketahui diperlukan bagi klien untuk
oleh klien dan keluarga meningkatkan pengetahuan
dan membangun support
system keluarga; untuk
mengurangi kecemasan klien
dan keluarga

d. Dukacita berhubungan dengan kematian orang terdekat


Tujuan : Dalam perawatan 1x24 jam, klien dapat mengatasi rasa
berdukanya
Kriteria Hasil: Klien tidak marah, menangis, dan menyesali rasa
berduka terlalu larut.
No. Intervensi Rasional
1. Kembangkan hubungan saling Rasa percaya merupakan
percaya dengan pasien. dasar unutk suatu kebutuhan
Perlihatkan empati dan yang terapeutik
perhatian. Jujur dan tepati
semua janji
2. Perlihatkan sikap menerima Sikap menerima
dan membolehkan pasien
menunjukkan kepada pasien
untuk mengekspresikan
perasaannya secara terbuka bahwa anda yakin bahwa ia
merupakan seseorang pribadi
yang bermakna. Rasa
percaya meningkat
3. Bantu pasien untuk mengerti Bantu pasien untuk mengerti
bahwa perasaan seperti rasa bahwa perasaan seperti rasa
bersalah dan marah terhadap bersalah dan marah terhadap
konsep kehilangan adalah konsep kehilangan adalah
perasaan yang wajar dan dapat perasaan yang wajar dan
diterima selama proses dapat diterima selama proses
berduka berduka
4. Bantu pasien menentukan Umpan balik positif
metodametoda koping yang meningkatkan harga diri dan
lebih adaptif terhadap mendorong pengulangan
pengalaman kehilangan. perilaku yang diharapkan.
Berikan umpan balik positif
untuk identifikasi strategi dan
membuat keputusan.

5. Dorong pasien untuk Menguatkan keimanan dan


menjangkau dukungan mohon kekuatan kepada sang
spiritual selama waktu ini Pencipta agar diberi kekuatan
dalam bentuk apapun yang menghadapi masalahnya
diinginkan untuknya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran
hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Penyebab dari
keguguran adalah multifaktor, salah satunya kelainan sel telur pada awal
kehamilan.
B. Saran
Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan,
1. Memerlukan asuhan pascakeguguran. Asuhan pascakeguguran terdiri
dari: Tindakan pengobatan abortus inkomplit dengan segala
kemungkinan komplikasinya.
2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi pascakeguguran.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta : EGC
Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius :
Jakarta.
Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2.
Jakarta ; EGC.

Anda mungkin juga menyukai