Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

Disusun Oleh :

NOVI FEBRIYANTI (18.11.003)

Nur Khalid ()

Immul Nadia M Arfah ()

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


STIP MUHAMMADIYAH SINJAI
TAHUN 2019
Kata Pengantar

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena ats rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul : “ Manusia,
Keragaman, dan Kesetaraan “.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar tentang pembahasan makalah ini yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber.
Penyusun juga mengucapakan terima kasih kepada Dosen Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar yang sangat membantu penyusunan makalah ini yaitu Ibu Dra.Hj.Amalia Z. Ridho,
M.Pd. yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimna cara kami
menyusun makalah ini, tidak lupa juga rasa terima kasih kepada rekan-rekan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya khususnya rekan-rekan kelompok VI.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penulis berharap agar pembaca
dapat memberikan saran dan krtiknya. Untuk itu penulis menguapkan terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ...................................................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN............................................................................................................................... 4

2.1 Mengenali dan mengelola Keragaman Masyarakat Indonesia ..................................................... 5

2.2 Memahami Masyarakat Multicultural ................................................................................................. 6

2.3 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat ................................................................................... 7

2.4 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat, Bernegara,

dan Kehidupan Global .............................................................................................................................. 8

2.5 Problematika Diskriminasi...................................................................................................................... 9

BAB III. PENUTUP ...................................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan dan Saran ............................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 12


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam


kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai fakta,
keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai fakta yang dapat
memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai faktor penyulit.
Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik
yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.

Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang.
Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu
memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut
dengan hak asasi manusia. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang
berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya
berdasarkan atas asal rasial, suku bangsa, kebangsawanan ataupun kekayaan dan kekuasaan.

Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan keagamaan, ataupun
antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas,
Ambon, Poso, dan kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan
tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis.

Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu
kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok
manusia ditunjukkan pada struktur dalam sistem hirarki sosial pada suatu kelompok.
Didalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi
teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Diantara
kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih
besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.

Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat
disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi
dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter
utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan
menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk menghantarkan masyarakat Indonesia pada
pencapaian kemajuan peradabannya.

Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan pada pendiri bangsa telah
membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif Negara Bhineka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal tersebut merupakan
kesepakatan bangsa yang bersifat dasar.

Konsitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkesetaraan.
Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang
mengikat warga negara. Keberagaman bangsa yang berkesetaraan merupakan kekuatan besar
bagi kemajuan dan kesejahteraan negara Indonesia. Negara yang beragam tetapi tidak memiliki
kesetaraan dan diskriminatif akan menghadirkan kehancuran.

Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian


merupakan proses terus menerus, bukan proses sekali jadi dan sudah itu berhenti. Disinilah
setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus menerus atau belajar
berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus menerus dan
berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu, penting bagi kita memiliki dan mengembangkan
kemampuan hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia.
Kemampuan belajar hidup bersama didalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan
menyelamatkan semangat multikulturisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang
memadahi dan tinggi niscaya semangat multikulturalime akan meredup. Sebaliknya,
kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan
mengfungsionalkan semangat multikulturalime. Proses pembelajaran semangat multikulturalime
atau kemampuan belajar hidup bersama ditengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, atau
dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing
over) pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding) dan pembelajaran lintas budaya
(learning a cross culture).

Hal inilah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar ini agar menambah pengetahuan mengenai kemajemukan, keragaman, dan kesetaraan
dlam masyarakat supaya tidak bertindak diskriminatif antar sesama sehingga dengan makalah ini
tercipta kehidupan yang harmonis dan damai dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:

1. Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifa dasar dari manusia dan bangsa Indonesia dan
menjadikannya sebahai bingkai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia, mengenali dan mengeola
keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
4. Pengaruh keragaman dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara dan
kehidupan global.
5. Problematika Diskriminasi

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan di Bidang
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dan menambah pengetahuan tentang kemajemukan, kesetaraan
dan keragaman manusia yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norna, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.

Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai hal
lainnya yang mencirikan pebedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan konsep
keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia.
Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur merupakan landasan dasar
yang bertolak belakang. Kalau diBarat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada
manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Indonesia menunjukkan
ciri teosentris (berpusat pada tuhan).

Dengan demikain konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung
elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur
mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman berdasarkan
apa yang diatur oleh tuhan melalui ajaran-ajarannya.

Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada
suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi
kehidupan masyarakat.

Sehubungan dengan itu negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat
unik dan spesifik. Berbeda dengan jernam, inggris, perancis, italia, yunani, yang menjadi suatu
negara bangsa karena kesamaan bahasa. Australia, India, Srilanka, Singapura yang menjadi satu
bangsa karena kesamaan daratan. Jepang, Korea dan negara-negara di Timur Tengah menjadi
satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara meski terdiri dari banyak
bahasa, etnik, ras, dan kepulauan tetap dapat menjadi satu negara. Hal itu terwujud karena
kesamaan sejarah masa lalu.
2.1 Mengenali dan Mengelola keragaman Masyarakat di Indonesia

Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik ditingkat negara maupun
ditingkat komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi dengan
baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang ada.

Identitas dan Salient Identity

Secara mudah, identitas dsapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada
seseorang atau sekelompok orang, beberapa identitas, misalnya ras dan usia cenderung bersifat
given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, agama, ideology dan profesi. Disamping itu,
adapula identitas yang terkait pencapaian, seperti pemenang atau pecundang, kaya atau miskin,
pintar atau bodoh.

Adakalanya sebuah identitas terkesan sangat mencolok atau berarti disbanding yang
lainnya. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih, bisa jadi, ini karena
kedaunya sudan dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lainnya. Padahal,
keragaman status social, kondisi fisik, fungsi dan profesi, jenis kelamin, usia, ideology, gaya
hidup, dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi
konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (public) yang prima dan sesuai dengan
kebutuhan pengguna jasa. Bhineka tunggal ika dan unity in diversity ditunjukkan untuk
mengelolah keragaman agama dan etnisitas semata.

Mengelola keragaman

Ada banyak cara megelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut :
 Untuk mendekonstruksi streotip dan prasangka terhadap identitas lain.
 Untuk nengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang
berbedabukan hanya sebatas kenal nama dan wajah tetapi mengenali latar belakang,
karakter, dan ekspektasi.
 Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll) yang
bersifat inklusif dan lintas identitas bukan bersifat eksklusif.
 Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
 Untuk mengembangkan empati terhadap identitas yang berbeda
 Untuk menolak berpartisipasi dalam prilaku – prilaku yang diskriminaf
2.2 Memahami Masyarakat Multikultural

Pemahaman terhadap multikultural sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari


pengrtian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep
multikulturalisme. Kebudayaa merupakan sekumpulan nilai moral untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaan.

Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam


kesetaraan, biak secara individual maupun secara kelompok dalam kerangka kebudayaan.
Heterogenitas kekayaan Negara Indonesia ini terekatkan dalam bhineka tunggal ika. Dengan
kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebvagai factor pemersatu, yang sifatnya majemuk
dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari kebudayaan
masyarakat yang lebih kecil.

Sebagai sebuah konsep, mutikulturalisme manjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat sipil
yang demokratis demi terwujudnya keteraturan social. Sehingga, bisa menjamin rasa aman bagi
masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.

Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500 suku
bangsa, maka mutikulturalisme hendaknya tidak hanya sekedar retorika, tetapi harus
diprjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak
asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus
dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air beberapa
waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya penbentuka masyarakat mutikultural
di Indonesia. Munculnya konflik antar suku misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip
mutikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Pemahaman nilai-nilai kesetaraan
dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat,
tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa
bangsa indinesia merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan harus menjadi
bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional


merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi yang terkandung dalam pengakuan terhadap
kesetaraan dan toleransi perbedaan dalam kemajemukkan.
2.3 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini dimulai oleh manusia.
Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hamper tidak terdengar, pada ribuan tahun yang
lalu suda ada. Tingkatanya rakyat jelata, tetapi berkeinginnan agar menjadi seapadan dengan
para bangsawan, dengan para orang kayaserta berkuasa bahkan memjadi anggota kalangan sang
bagianda raja. Kalau kita mau memikirkan matang-matang keinginanuntuk setara itu, biasanya
dan selalu dating dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau
sudah beruntung.

Sudah adakah yang sebaliknya ? mungkin saja pernah ada dan contohnya bisa kita ambil
misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti rakyat biasa, seorfang pefmimpin atau
khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang dijalani oleh Siddharta Gautama Budha adalah
seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai anak seorang raja Suddhodana yang memimpin
bangsa Shakya. Daerah kekuasaan sang raja Suddhodana, terletak didaerah yang pada jaman
sekarang dikenal dengan Negara Nepal. Presiden iran achmad dinejad adalah contoh lain yang
paling mengena. Seorang penguasa seperti dia masih hidup dirumahnya yang kecil sejak dia
masih dosen, tidur bukan diatas temapat tidur, tetapi diatas kasur yang digelar dilantai, kalau
bersembahyang didalam masjid, dia duduk dimana saja, di tengah jamaah lain, tidak menuju shaf
paling depan seperti presiden Indonesia yang selalu begitu.

Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena jurang
yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin disetarai,
semakin suram dan semakin lebar saja. Kesetaraan ini tidak akan muncul dan berkembang dalam
susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok
terhadap kelompok yang lain. Republic kita yang sudah berumur tua untuk ukuran manusia, 65
tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang
menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia tidak pernah datang sampai sekarangdan kemungkinan
besar di masa yang akan dating nanti.

Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat,
kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya dengan upaya sendiri-
sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman sejawat terlebih
dahulu hanya untuk membentuk mass-mass forming. mass forming sepereti ini akan menjadi
solid-utuh kalau para pemebentuknya memang memiliki
peringkat yang setara. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya dan
tugasnya maka masa yang dibentuknya akan tidak utruh serta mudah tercerai-berai. Yang
memilukan adalah bahwa setiap orang yang menpunyai ambisi untuk menggerakkan massa
untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.

Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara
manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berfikir dan
perilaku bangsa Indonesia, apabila setip orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya yang
plural dan multicultural itu. Identitas kesetaraan ini tidak akan mucul dan berkembang dalam
susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok
terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.

2.4 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat, Bernegara, dan


Kehidupan Global

Pengaruh keragaman diantaranya adalah

a) Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan yang


berbeda.
b) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non
komplemeter.
c) Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial
yang bersifat dasar.
d) Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
e) Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang
ekonomi.
f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah
yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :

1) Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan dunia
lingkungannya.
2) Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan
masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak
menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam,
antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih tinggi dari
ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh
negative dari keragaman, yaitu :

1) Semangat Religius
2) Semangat Nasionalisme
3) Semangat Fluralisme
4) Dialog antar umat beragama
5) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama,
media, masa, dan harmonisasinya.

2.5 Problematika Diskriminasi

Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, kelas sosial ekonomi,
jenis kelamin, kondisi fisik, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi, dan politik serta batas negara dan
kebangsaan seseorang.

Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “.

Sementara itu Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan bahwa “Setiap
orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat”

Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan
dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam
kebebasan, keadilan, dan perdamaian.

Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor
penyebab antara lain adalah

1) Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi.
2) Adanya tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap
kelompok atau golongan yang lebih lemah.
3) Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka
terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi
Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan hancurnya sebuah
negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang sedikit demi sedikit bisa menjadi penyebab
utama peruses itu, yaitu

1) Kegagalan kepemimpinan
2) Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
3) Krisis politik
4) Krisis sosial
5) Demoralisasi tentara dan polisi
6) Interfensi asing

Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui “ Integrasi
Kebudayaan “ atau “ Integrasi Nasional “.

Manusia Beradab dalam Keragaman

Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik di tengah masyarakat antara lain:

1. Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah
masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara
kelompok yang berbeda, perbedaan bisa dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan ideologi
politiknya.
2. Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras di masyarakat tidak lain disebabkan
identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu
yang tidak terselesaikan
3. Teori kesalahfahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan dalam
cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
4. Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial budaya dan ekonomi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ditengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia baru, maka idiom
yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada
konsep bhineka tunggal ika. Artinya, sekalipun berada dalam satu kesatuan tidak boleh
dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu keragaman.

Kesetaraan bisa diwujudkan dengan pemarataan pembangunan diseluruh wilayah NKRI


dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di hadapan hokum). Namun
jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya : sebuah konflik yang
berkepanjangan. Oleh karena itu keragaman dan kesetaraan harus ditanamkan sejak dini kepada
generasi mudah penerus bangsa.

3.2 Saran

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang ditengah
masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok-pangkal dari keragaman dan
kesetaraan sebagai sifat dasar manusia.
DAFTAR PUSAKA

Hartono, Yudi. Ilmu Sosial Budaya Dasar

(http://yudihartono.wordpress.com/) Husodo, siwono yudo. 2009. Pancasila

dan Keberlanjutan NKRI

( http://www.liveconector.com/)

Mulyana, Agung. 2006. Memahami Masyarakat Multikultural, Suara Karya.

Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia (http://maharsi-rujio.blogspot.com)

Wahyudi, M Zaid. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel Islam

(http://ajaranislam.com/)

Yunanto, Ignatius. 2008. Martikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa Indonesia


(http://joenanto.multyply.com/)

Anda mungkin juga menyukai