Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pada pasal 3

pada azas dan tujuan dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan

pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-

upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.1

Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Menurut

data World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 di New York jumlah

penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan dinegara berkembang

berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 20% dari bayi yang

lahir di negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30% dari

kematian anak disebabkan oleh ISPA. Penyakit-penyakit saluran pernapasan

pada masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan saat dewasa yang

berhubungan dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease.2 Pada negara

berkembang, setiap tahunnya kurang lebih 12 juta anak meninggal

sebelum usia kelima, sebagian besar disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA), diare dan campak.1

1
Menurut data Departemen Kesehatan RI (Riskesdas,2013) di Indonesia,

kejadian ISPA tertinggi berada pada Provinsi Nusa Tenggara Timur (41,7%),

Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur

(28,3%). Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong tinggi

dibandingkan dengan provinsi lain, yaitu sebanyak (19,90%). Karakteristik

penduduk dengan Infeksi saluran pernafasan di Indonesia pada tahun 2013,

berdasarkan kelompok umur yaitu: <1 tahun (22%), 1-4 tahun (25,8%), 5-14

tahun (15,4%), 15-24 tahun (10,4%), 25-34 tahun (11,1%), 35-44 tahun (11,8%),

45-54 tahun (12,8%), 55-64 tahun (13,5%), 65-74 tahun (15,2%), ≥75 tahun

(15,3%). Berdasarkan jenis kelamin yaitu: laki-laki (13,7%) dan perempuan

(13,8%).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama

penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Survey mortalitas yang

silakukan Departemen Kesehatan RI subdit ISPA tahun 2016 prevalensi ISPA di

Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % -

41,4 %, dan menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di

Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh kematian balita, serta lebih dari

50% penyebabnya adalah virus infeksi sekunder bakterial pada ISPA, yang dapat

terjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut, sehingga

memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman penyebab komplikasi infeksi

ISPA yang pernah diisolasi dari usap tenggorok antara lain Streptococcus,

Staphylococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus, dan aemophillus.

Untuk mengatasinya sering kali digunakan antimikroba golongan betalaktam, mak

2
rolida, dan cotrimoksazol.3

Dan berdasarkan data profil pada Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga

Pada Tahun 2017 Bahwa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit

yang menduduki peringkat pertama dari sepuluh jenis penyakit terbanyak pada

Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga dengan jumlah 4.248 pasien atau

sebesar 20,00% dari jumlah total kunjungan pasien sebanyak 21.235 orang.

Didasarkan latar belakang dan profil data diatas penulis merasa perlu

mengangkat hal ini dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul Evaluasi

Penggunaan Obat – Obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Aek Parombunan Kota Sibolga Tahun 2018.

1.2 Rumusan masalah

1 Bentuk sediaan obat-obat golongan antibiotik manakah yang paling

banyak digunakan pada pasien infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

di Pukesmas Aek Parombunan Kota Sibolga priode Januari – Maret

2018.

2 Obat-obat golongan antibiotik manakah yang paling banyak digunakan

pada pasien penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas

Aek Parombunan kota Sibolga priode Januari – Maret 2018.

3 Obat-obat golongan antibiotik manakah yang paling sedikit digunakan

pada pasien penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas

Aek Parombunan kota Sibolga priode Januari – Maret 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui data umum berdasarkan jenis kelamin dan kelompok

3
umur dari pasien penderita ISPA yang berobat di Puskesmas Aek

Parombunan kota Sibolga.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase penggunaan obat-

obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) golongan antibiotik di

Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat-obat

antibiotik yang paling banyak dan yang paling sedikit digunakan pada

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Puskesmas Aek Parombunan

kota Sibolga.

4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetehaui bentuk sediaan obat –obat

antibiotik yang paling banyak di pakai pada infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) di Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga.

1.4 Manfaat Penelitian.

1 Bagi Peneliti :

 Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai

penggunaan obat-obat infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

golongan antibiotik pada pasien dengan ISPA .

 Sebagai suatu bentuk kepedulian terhadap permasalahan dalam

pelayanan kesehatan yang terjadi khususnya mengenai

penggunaan obat – obat infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

terutama tentang obat antibiotik pada pasien.

2. Bagi Puskesmas.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan yang membangun

4
dan bahan evaluasi terhadap pengadaan dan penggunaan obat – obat

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Aek

Parombunan kota Sibolga.

3. Manfaat bagi pembaca.

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta

dapat dijadikan bahan acuan dan perbandingan untuk penelitian yang

berhubungan ataupun sejenis.

1.5 Hipotesa.

1. Bentuk sediaan yang yang paling banyak dipakai pada pasien infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) pada Pukesmas Aek Parombunan kota

Sibolga priode Januari – Maret 2018 yaitu sediaan tablet.

2. Obat golongan antibiotik pada infeksi saluran pernafasan akut di

Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga yang paling banyak

digunakan pada priode Januari – Maret 2018 adalah Amoksillin

3. Obat golongan antibiotik pada infeksi saluran pernafasan akut di

Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga yang paling sedikit

digunakan pada priode Januari – Maret 2018 adalah cefixime 100 mg.l

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan yang menyelengarakan upaya

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat

di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Wilayah kerja

Puskesmas meliputi satu Kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor

kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan

infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan

wilayah kerja Puskesmas.4

Sedang menurut Permenkes nomor 75 Tahun 2014 menyatakan bahwa

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) itu adalah Pusat Kesehatan

Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2.1.2 Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan

masyarakat di wilayah kerjanya, membina peran serta masyarakat di

6
wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup

sehat, memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

kepada masyarakat di wilayah kerjanya.5

Menurut Sistem Kesehatan Nasional, Puskesmas sebagai fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama mempunyai tiga fungsi sebagai

berikut:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Memiliki makna bahwa Puskesmas harus mampu membantu

menggerakkan (motivator,fasilitator) dan turut serta memantau

pembangunan yang diselenggarakan di tingkat kecamatan agar dalam

pelaksanaannya mengacu, beroeientasi serta dilandasi oleh kesehatan

sebagai faktor pertimbangan utama. Diharapkan setiap pembangunan yang

dilaksanakan seyogyanya yang mendatangkan dampak positif terhadap

kesehatan. Keberhasilan dapat diukur dari Indeks Potensi Tatanan Sehat

(IPTS) Indikatornya adalah:

 Berapa % sekolah yang dinyatakan berpotensi sehat

 Berapa % tempat kerja yang dinyatakan berpotensi sehat

 Berapa tempat-tempat umum yang dinyatakan berpotensi sehat

2. Memberdayakan masyarakat dan keluarga

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat

noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan

melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasil

7
itas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM (Lembaga

Swadaya Masyarakat ) dan tokoh masyarakat. Pemberdayaan keluarga

adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non instruktif guna meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu mengidentifikasi

masalah, merencanakan dan mengambil keputusan untuk

melakukan pemecahannya dengan benar tanpa atau dengan bantuan pihak

lain. Indikator fungsi pemberdayaan masyarakat, yaitu:

 Tumbuh-kembang UKBM ( Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat )

 Tumbuh dan berkembangnya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

di bidang kesehatan.

 Tumbuh dan berfungsinya BPKM ( Badan Peduli Kesehatan

Masyarakat ) atau BPP( Badan Penyantun Puskesmas )

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan

Puskesmas bersifatholistik, komprehensif,menyeluruh, terpadu dan berkesin

ambungan.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat

pokok (basic health service), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar

masyarakat serta mempunyai nilais strategis untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi

pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan medik. Pada umumnya

pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan

rawat jalan (ambulatory / out patient service).

8
Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya,

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil

dan merata. Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi:

 Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan

promotif dan preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat,

serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat melalui

upaya pelayanan dalam dan luar gedung di wilayah kerja Puskesmas.

 Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan, kuratif

dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada

umumnya melalui upaya rawat jalan dan rujukan

Pada kondisi tertentu dan bila memungkinkan dapat dipertimbangkan

Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap sebagai rujukan antara

sebelum dirujuk ke Rumah Sakit.

2.1.3 Klasifikasi Puskesmas

Berbagai jenis kegiatan pokok Puskesmas dilakukan secara kerja

sama, begitu pula rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pengawasan dan

pengendalian serta evaluasi kegiatan dilakukan bersama di bawah satu

administrator dan satu pimpinan. Sebagai sarana untuk mempermudah

Puskesmas dalam melakukan tugasnya , maka Puskesmas ditunjang dengan

unit kegiatan yang lebih sederhana dalam bentuk :

1. Puskesmas Pembantu ( Pustu )

Puskesmas pembantu merupakan unit pelayanan kesehatan yang seder

9
hana dan berfungsi menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan yang

dilakukan Puskesmas dalam masyarakat lingkungan wilayah yang lebih

kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan

kemampuan tenaga dan prasarana yang tersedia,

2. Puskesmas keliling ( Pusling )

Puskesmas keliling adalah merupakan tim pelayanan kesehatan

Puskesmas keliling, terdiri dari tenaga yang dilengkapi dengan kendaraan

bermotor / roda 4 / perahu bermotor, peralatan kesehatan, peralatan

komunikasi yang berasal dari Puskesmas. Puskesmas keliling berfungsi

untuk menunjang dan membantu pelaksanaan Puskesmas dalam wilayah

kerjanya yang belum terjangkau atau yang sulit dijangkau sarana kesehatan.

3. Posyandu

Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk

masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Posyandu merupakan

salah satu Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM). Jadi,

Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang.

Posyandu dapat dikembangkan dari pos pengembangan balita, pos

imunisasi, pos KB, pos kesehatan. Pelayanan yang diberikan posyandu

meliputi: KB, KIA, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare serta kegiatan

sektor lain.

2.2 Saluran Pernapasan

Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan

oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh.

10
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan

membuang karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas

dua jenis, yaitu :

1. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah

dan udara.

2. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah

ke sel-sel tubuh.

Dalam mengambil napas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara

dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :

1. Pernapasan dada

a. Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut.

b. Tulang rusuk terangkat ke atas

c. Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam

dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.

2. Pernapasan perut

a. Otot difragma pada perut mengalami kontraksi

b. Diafragma datar

c. Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan

udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.

Saluran pernapasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan

sampai ke paru-paru (rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, percabangan

bronkus, dan paru-paru). Fungsi sistem pernapasan adalah mengambil oksigen

(O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida

11
(CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Saluran pernapasan

dibagi dalam 2 golongan utama:

1. saluran pernapasan atas, terdiri dari lobang hidung, rongga hidung, faring,

laring

2. saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchiolus, alveoli

dan membran alveouler – kapiler

2.3 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut istilah lainnya adalah Acute Respiratory

Infection (ARI). Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah penyakit infeksi yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adekyasa, seperti

sinus, rongga talinga tengah dan pleura.1

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan

atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai

penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,

faktor lingkungan, dan faktor dari diri sendiri.1

12
Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan6

Penyakit saluran pernafasan akut disebabkan oleh agen infeksius. Meskipun

spektrum gejala infeksi saluran pernapasan akut sangat bervariasi, timbulnya

gejala biasanya cepat, mulai dari jam ke hari setelah timbulnya infeksi. Gejalanya

meliputi demam, batuk, dan sering sakit tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi,

atau kesulitan bernapas. Patogen yang menyebabkan penyakit ini termasuk virus

influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV) dan

severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV).7

2.3.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas

Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi akut yang menyerang satu

komponen saluran pernapasan bagian atas. Bagian saluran pernapasan atas yang

terkena bisa meliputi hidung, sinus, faring, dan laring. Bagian sistem pernapasan

tersebut akan mengarahkan udara yang kita hirup dari luar ke trakea dan akhirnya

ke paru-paru di mana respirasi berlangsung. Infeksi Saluran Pernafasan Akut

13
bagian atas antara lain Otitis Media, Faringitis, dan Sinusitis. Faringitis akut dan

infeksi pada telinga sering kali berkembang menjadi komplikasi yang parah pada

anak-anak seperti ketulian dan demam rematik akut.8

2.3.1.1 Otitis Media

Otitis Media adalah peradangan dan/atau infeksi telinga tengah dimana

adanya ketidaknormalan fungsi tuba eustakius sehingga menyebabkan refluks

cairan transudat di bagian telinga tengah dan menjadi tempat perkembangan

bakteri yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otitis media akut

dan otitis media efusi. Otitis media akut dapat terjadi bila ada infeksi bakteri atau

virus di cairan telinga tengah yang menyebabkan produksi cairan/nanah. Gejala

dan tandanya lebih dari satu serta muncul secara cepat seperti demam, otalgia,

gangguan pendengaran, gelisah, lemah, anoreksia, muntah. Pada otitis media

efusi, terjadi penumpukan cairan di bagian ruang tengah telinga. Hal ini terjadi

karena adanya perubahan membran timpani seperti kemerahan, keruh, cahaya

yang tidak dapat direfleksi, menonjol, dan tidak bergerak saat dilakukan otoskopi

pneumatik.9

Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya otitis media antara lain

Streptococcus pnemoniae (35%), Haemophilus influnzae (25%), Moxarella

catarrhalis (10%), dan sekitar 20-30% diduga etiologi oleh virus. Antimikroba

oral amoksisilin menjadi pilihan pertama untuk mengatasi otitis media.8

Antimikroba pilihan pertama untuk terapi otitis media adalah amoksisilin

dosis tinggi (80-90 mg/kgBB/hari) terbagi dalam tiga dosis setiap harinya. Pasien

alergi penisilin dapat menggunakan sefdinir, sefuroksim, sefpodoksim,

14
azitromisin, dan klaritromisin. Jika gejalanya parah, misalnya suhu tubuh di atas

390C dan terjadi otalgia yang parah maka pilihan pertamanya adalah amoksisilin-

klavulanat dan antimikroba alternatifnya klindamisin.10

2.3.1.2 Faringitis

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan jaringan limfoid di

sekitarnya akibat infeksi bakteri atau virus. Faringitis biasanya timbul bersama-

sama dengan rhinitis, tonsillitis, dan laryngitis. Faringitis dapat disebabkan oleh

virus seperti rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus dan oleh

bakteri seperti grup A β-hemolytic Streptococcus (paling sering), Chlamydia,

Corynebacterium diphtheria, Hemophilus influenza, Neisseria gonorrhoeae.

Gejala yang timbul akibat bakteri seperti demam yang muncul secara tiba-tiba,

disfagia (kesulitan menelan), sakit tenggorokan, dan mual. Jika infeksi yang

terjadi akibat bakteri Group A streptococcus/GAS maka ditandai dengan adanya

pembengkakan kelenjar limfa, tidak batuk, demam dengan suhu tubuh > 380C.

Gejala yang timbul akibat virus seperti demam, nyeri menelan, batuk, kongesti

nasal, faring posterior hiperemis atau bengkak, onset radang tenggorokannya

lambat dan progresif.8

Antimikroba pilihan pertama untuk terapi faringitis akibat Streptococcus

adalah penisilin. Jika alergi terhadap penisilin maka dapat digunakan makrolida,

contohnya eritromisin atau sefalosporin generasi pertama, contohnya sefaleksin.

Jika terjadi resistensi terhadap mikrolida,dapat digunakan klindamisin.10

2.3.1.3 Sinusitis

Peradangan satu atau lebih dari rongga sinus paranasal, kemungkinan

15
disebabkan alergi, virus, bakteri, atau jamur (jarang). Sinusitis merupakan infeksi

pada sinus yang terjadi secara akut (sampai dengan 4 minggu). Bakteri yang

sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumonia (30-40%),

Haemophilus influenza (20-30%), Moxarella catarrhalis (12-20%),

Streptococcus pyogenes, dan Staphylococcus aureus. Gejalanya yaitu

keluarnya cairan kental berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri muka,

sakit gigi, dan demam. Terapi utamanya adalah dengan antimiroba. Sinusitis

tanpa komplikasi bisa diobati dengan amoksisilin atau kotrimoksazol. Jika terjadi

resistensi maka bisa digunakan azitrimisin, gklaritromisin, sefuroksim, sefiksim,

sefaklor, dan fluorokuinolon.11 Pemilihan antimikroba terapi sinusitis akut karena

bakteri.

2.3.2 Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Bawah

Infeksi saluran napas bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, dan protozoa yang menyerang saluran napas bagian epiglotis

atau larin, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Sebagian besar infeksi ini

disebabkan oleh bakteri.

Secara umum, semua bakteri patogen harus mempunyai kemampuan

tertentu selaras dengan patogenesis penyakit, yaitu masuk ke dalam pejamu,

bertahan pada pintu masuk sel pejamu, evasi atau sirkumvensi terhadap

mekanisme pertahanan tubuh, menimbulkan gejala klinis, dan keluar dari pejamu

untuk melanjutkan siklus infeksi berikutnya.

Proses terjadinya penyakit infeksi merupakan resultan fungsi faktor

virulensi yang bersifat mosaik serta merupakan bagian integral dari respon tubuh

16
pejamu yang juga bersifat mosaik.9

Penyebab yang paling sering adalah virus RSVs dan virus parainfluenza.

Infeksi Saluran Pernafasan bagian bawah meliputi pneumonia, bronkiolitis, dan

bronkitis.

2.3.2.1 Pneumonia

Gejala pneumonia antara lain demam yang meningkat tajam, batuk

produktif dengan sputum berwarna atau berdarah, nyeri dada, takikardi, takipnea,

dan O2 arteri rendah. Berdasarkan jenis pneumonia gejalanya ditandai dengan:

 Pneumonia anaerobik, gejalanya adalah batuk, demam ringan, hilang berat

badan, dan sputum yang berabu menjadi ciri khas. Abses paru berkembang

dalam 1-2 minggu pada 20%pasien.

 Pneumonia mikoplasma, gejalanya adalah demam bertahap, sakit kepala,

malaise, batuk yang awalnya nonproduktif, sakit leher, sakit telinga,

rhinorrhea dan ronkhi. Gejala ekstrapulmonal bisa terjadi yaitu mual,

muntah, diare, myalgia, atralgia, arthritis, poliarticular rash, miokarditis,

pericarditis, dan anemia hemolitik.

 Pneumonia virus, gambaran klinis bervariasi, diagnosis dilakukan dengan

tes serologi.

 Pneumonia nosokomial, faktor utamanya adalah pengguna ventilator, yang

meningkatkan pengguna antibiotika, pengguna antagonis reseptor H2, dan

penyakit berat.10

Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus

pneumonia (pneumococcus) atau Haemophilus influenza, dan

17
Staphylococcus aureus atau Streptococcus lainnya. Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia pneumonia menyebabkan pneumonia atipikal.11

2.3.2.2 Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi

yang menunjukan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musim dingin dan

menetap sampai awal musim semi. Penyakit tersebut umumnya memengaruhi

bayi yang berusia 2-10 bulan. Penyebab utamanya adalah virus Respiratory

syncytial, penyebab kedua adalah virus parainfluenzae. Bakteri sebagai patogen

sekunder hanya terjadi pada sedikit kasus. Gejalanya adalah gelisah, nafas cepat,

demam, batuk, wheezing (mengi), muntah, diare, dan hidung memerah.

Bronkiolitis dapat sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain

menghilangkan kecemasan dan sebagai antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau

dehidrasi.10

Antibiotika yang digunakan untuk mengatasi bronkiolitis adalah ribavirin,

namun bentuk sediaannya aerosol sehingga membutuhkan peralatan khusus.

Akademi Pediatrik Amerika merekomendasikan untuk mempertimbangkan

penggunaan ribavirin karena kesalahan terapi dengan ribavirin akan menyebabkan

pasien lebih lama dirawat di rumah sakit, semakin lama di ICU, dan semakin lama

menggunakan ventilasi mekanik.11

2.3.2.3 Bronkitis Akut

Bronkitis akut sebenarnya penyakit yang dapat sembuh sendiri dan jarang

menimbulkan kematian. Penyebabnya biasanya adalah virus seperti rhinovirus,

adenovirus dan coronavirus. Bakteri yang sering menyebabkan bronkitis akut

18
adalah Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, dan Bordetella pertussis.

Gejalanya adalah batuk lebih dari 5 hari dengan sputum purulen, sakit

tenggorokan, sakit kepala, dan demam dengan suhu tubuh >390C. Antibiotika

pilihan pertama yang digunakan untuk terapi bronkitis akut adalah azitromisin,

sedangkan antibiotika alternatif yaitu golongan fluorokuinolon seperti

levofloxacin. Jika penyebabnya virus influenza A dapat digunakan amantadin,

rimantadin, zanamivir, oseltamivir.11

Penyebab infeksi saluran pernafasan akut meliputi virus, bakteri, maupun

senyawa renik lainnya. Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran

pernafasan akut termasuk Gram-positif yaitu Staphylococcus aureus,

Streptococcus pnemoniae, sedangkan yang termasuk Gram-negatif adalah

Haemophillus influenza, Pseudomonas aeruginosa, dan Pnemonia aureus.12

2.4 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri dan virus. Bakteri

penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,

Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,

Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Bakteri tersebut di udara

bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu

tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang

kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim

hujan.13

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus

19
(termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak),

dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma

batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk

virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran pernafasan

kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus

influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas

bagian atas dari pada saluran nafas bagian bawah.13

2.5 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk dalam dua golongan yaitu

menurut letak anatomi dan umur penderita 14 :

2.5.1 Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi

menurut Depkes RI (2009), sebagai berikut :

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut Infeksi yang menyerang bagian

hidung sampai faring seperti otitismedia, faringitis, dan sinusitis.

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut Infeksi yang menyerang mulai

dari bagian laring sampai alveoli seperti pneumonia, bronkiolitis, dan

bronkitis.

2.5.1 Klasifikasi ISPA berdasarkan umur

menurut Depkes RI (2011) sebagai berikut :

1. Kelompok Umur < 2 bulan dibagi atas :

a. Pneumonia Berat

Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan napas cepat (fast

breathing), dimana frekuensi pernapasan 60 kali/menit atau lebih, atau

20
adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam yang

kuat (severe chest indrawing).

b. Non Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan frekuensi

pernapasan normal.

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

 Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai

kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

 Kejang

 Kesadaran menurun

 Stridor

 Wheezing

 Demam / dingin

2. Golongan umur 2 bulan – 5 tahun dibagi atas :

1. Pneumonia sangat berat

Pneumonia sangat berat, bila batuk dan mengalami kesulitan saat

bernapas yang disertai sianosis sentral, adanya tarikan dinding

dada, dan kejang.

2. Pneumonia Sedang

Pneumonia bila batuk dan mengalami kesulitan bernapas serta ada

tarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral.

3. Pneumonia

21
bila batuk dan terjadi kesukaran bernapas yang disertai dengan

napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan >40

11 kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.

4. Non pneumonia,

Non pneumonia bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan

dinding dada, tidak ada napas cepat, frekuensi kurang dari 50

kali/menit pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40

kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak

ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5

tahun yaitu :

 Tidak bisa minum

 Kejang

 Kesadaran menurun

 Stridor

 Gizi buruk

2.6 Tanda dan Gejala ISPA

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran

pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema

mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur

fungsi siliare.14

Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,

malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia

22
(takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea

(kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang

oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan

dan mengakibatkan kematian.15

Sedangkan tanda gejala ISPA menurut 16 adalah :

2.6.1 Gejala ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

 Batuk

 Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal

pada waktu berbicara atau menangis).

 Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

 Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak

diraba.

2.6.2 Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala

dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

 Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang

dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang

berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah

dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.

 Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

 Tenggorokan berwarna merah.

23
 Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

 Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

 Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

2.6.3 Gejala ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut:

 Bibir atau kulit membiru.

 Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada

waktubernafas.

 Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

 Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

 Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

 Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

 Tenggorokan berwarna merah.

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA

Menurut Maryunani faktor-faktor yang menyebabkan kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut pada anak adalah sebagai berikut:

a. Usia / Umur

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian

24
menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA dari

pada usia yang lebih lanjut.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan

0-5 tahun, sebagian besar kematian balita di Indonesia karena ISPA. Balita

merupakan faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Karena pada usia balita daya tahan tubuh

mereka belum terlalu kuat.

b. Jenis kelamin

Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang

menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.

c. Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak

yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga

didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara

kebutuhan dan masukan nutrien.

Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua

organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit

dan rambut terus berganti, sel-sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak

dan mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk

pekerjaan tubuh.

d. Status Imunisasi

Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan

25
kekebalan terhadap penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu

penyakit. Oleh sebab itu anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan lebih

berisiko terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi

lengkap.

e. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian penyakit termasuk

ISPA. Keadaan lingkungan yang kotor khususnya perumahan yang kotor dan

padat dapat akan memudahkan terjangkitnya berbagai penyakit, pembuangan air

limbah, sampah dan kotoran yang tidak teratur dengan baik menyebabkan sampah

dan kotoran terkumpul disekitar rumah.

2.8 Pencegahan ISPA

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menurunkan angka kejadian

ISPA antara lain:

1 Menjaga keadaan gizi

Menjaga kesehatan gizi yang baik akan mencegah atau terhindar dari

penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan

mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air

putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup. Kesemuanya itu

akan menjaga badan tetap sehat. Dengan tubuh yang sehat maka kekebalan

tubuh akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus atau bakteri

penyakit yang akan masuk ke tubuh.

2 Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak

26
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan

tubuh supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh virus / bakteri.juga dapat dilakukan dalam upaya

pencegahan infeksi beberapa jenis virus seperti influenza dan pneumonia.

3 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada di dalam rumah.

Hal tersebut dapat mencegah seseorang menghirup asap yang bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara

kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.

4 Menghindari berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini

melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini

biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol

(suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet,

Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh

secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara

bibit penyakit).

2.9 Penatalaksanaan ISPA

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat

27
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula

petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan

penunjang yang penting bagi pederita ISPA . Berikut penatalaksanaan ISPA yang

menjadi acuan dalam pelaksanaan :

a. Berdasarkan Adult Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA

Foundation.

penatalaksanaan pada ISPA menurut Adult Clinical Practice Guidelines

Summary dapat dikelompokan menjadi :

1. Sinusitis Bronkhial Akut

 Dengan antibiotik

Pasien dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang

tidak membaik dalam 10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7 hari.

Antibiotik diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah pemberian

selama 72 jam, reevaluasi pasien dan berikan antibiotik pilihan lain.

 Tanpa antibiotik

Hampir semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian

antibiotik.

2. Faringitis

 Dengan antibiotik

Jika pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan eksudat

tonsilofaringeal, petekie palatum, nyeri tekan dan pembesaran pada nodus

limfatikus servikal anterior dan tanpa disertai batuk. Diagnosis dipastikan

dengan kultur swab tenggorok atau deteksi antigen sebelum diberikan

28
antibiotik.

 Tanpa antibiotik

Hampir seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi virus. Adanya

gejala seperti di atas tidak biasa ditemukan pada Strep grup A. dan

antibiotik tidak diperlukan pada pasien dengan konjungtivitis, batuk,

rinorea, diare dan tanpa demam.

3. Batuk Tidak Khas / Bronkhitis Akut

 Dengan antibiotik

Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi bakterial

akut pada bronchitis kronis dan PPOK. Pada pasien dengan kondisi yang

lebih berat dapat dipertimbangkan pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak

banyak membantu untuk menentukan kebutuhan antibiotik.

 Tanpa antibiotik

90% kasus ini merupakan kasus nonbakterial.

4. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik

 Tanpa antibiotic tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien

biasanya mengharapkan terapi obat sehingga diperlukan edukasi yang baik

tentang penggunaan antibiotik dan terapi nonmedikamentosa.

5. Pasien rawat jalan dengan Pneumonia Community Acquired

 Dengan antibiotik

Kultur gram sputum disarankan jika pasien merupakan

pengkonsumsi alkohol, mengalami obstruksi paru berat atau efusi pleura.

 Tanpa antibiotik

29
Pertimbangkan untuk memondokkan pasien jika skor PSI > 90,

CURB-65≥ 2, tidak dapat mentoleransi pemberian oral, kondisi sosial

yang tidak stabil atau jika penilaian klinis tidak terdapat indikasi.17

b. Penatalaksanaan oleh tenaga kesehatan menurut R.Hartono (2012) adalah :

1. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak

dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan

mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak

tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas),

untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung

napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal,

mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk

melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.

Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakitpneumonia

dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

2. Pengobatan

a. Klasifikasi ISPA dibagi menjadi 3 kategori dan intervensi dari

ketiga kategori ISPA berbeda-beda yaitu salah satunya ISPA berat.

Penatalaksanaan ISPA berat yaitu dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Selain ISPA berat ISPA sedang pun memiliki penatalaksanaan

tersendiri. Penatalaksanaan ISPA sedang yaitu diberi obat

antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin

30
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat

antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin

prokain.

c. Menurut Depkes RI tahun 2012 Penatalaksanaan ISPA ringan yaitu

tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,

untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk

lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan

obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala

batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya

bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening

dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10

hari.

3. Istirahat yang Cukup

Anak yang mempunyai penyakit febrile akut seharusnya mendapat

tempat tidur istirahat. Ini biasanya tidak sulit untuk suhu yang

ditinggikan tetapi menjadi sulit ketika anak merasa baik. Sering anak

banyak mengeluh dengan tempat istirahat ketika mereka diijinkan untuk

berbohong untuk sesuatu agar mereka dapat menonton TV atau aktifitas

lain secara diam-diam. Jika anak protes, diijinkan mereka untuk

bermain secara diam-diam untuk mencapai istirahat lebih baik daripada

31
membuat mereka menangis melampui batas tempat tidur.

4. Mengembangkan kenyamanan

Anak yang lebih tua biasanya mampu untuk mengatur keluarnya bunyi

sengau dengan kesulitan yang kecil. Orang tua memerintahkan untuk

membenarkan mengelola obat tetes hidung dan irigasi kerongkongan

jika dipesan. Untuk setiap anak muda, yang normalnya melewati

hidung, pengisap sengau bayi atau alat pembersih telinga berbentuk

syringe yang menolong berpindahnya keluaran sengau sebelum

memberinya. Praktek ini diijinkan dengan membangkitkan obat tetes

hidung yang dapat membersihkan sengau dan mendukung

pemberiannya. Obat tetes hidung dapat disiapkan di rumah dengan

membuat 1 sendok teh garam kedalam 1 takaran air panas.

5. Menurunkan Suhu

Jika anak mempunyai suhu tinggi yang signifikan, mengatur demam

sangat tinggi. Orang tua mengetahui cara merawat suhu anak dan

membaca thermometer dengan akurat.

6. Pencegahan penyebaran infeksi

Berhati-hati dalam mencuci tangan dengan melakukan ketika merawat

anak yang terinfeksi pernafasan. Anak dan keluarga mengajarkan untuk

menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup hidung dan mulutnya

ketika mereka batuk / bersin dan mengatur tisu dengan pantas seperti

sebaiknya mencuci tangannya. Penggunaan tisu dapat saja dibuang ke

bak sampah dan tisu dianjurkan mengakumulasi ke tumpukan, anak

32
yang terinfeksi pernafasan tidak berbagi cangkir minuman, baju cuci/

handuk.

7. Mengembangkan Hidrasi

Dehidrasi terutama ketika muntah atau diare. Cukupnya cairan yang

diterima mendorong yang berlebihan jumlah cairan pada frekuensi.

Cairan tinggi kalori seperti colas, jus buah air pewarna dan pemanis

pada jagung mencegah katabolisme dan dehidrasi terapi akan mencegah

diare yang muncul.

8. Pemenuhan Nutrisi

Hilangnya nafsu makan adalah karakter anak yang terinfeksi akut dan

pada banyak kasus anak diijinkan untuk menentukan miliknya yang

dibutuhkan untuk makan.

9. Dukungan Keluarga dan Rumah Asuh

Orang tua memberi anak antibiotik oral yang membutuhkan untuk

pemahaman begitu penting untuk mengelola secara teratur dan

selanjutnya obat untuk mengukur jarak pada waktu anaknya sakit.

Orang tua juga secara kontinyu memberi banyak pengobatan pada anak

yang tidak diterima oleh praktek kesehatan. Ketidakcocokan efek telah

diterangkan pada anak yang menerima bekal persiapan untuk dewasa

(seperti aktifitas panjang obat tetes hidung (Neo-synephrine II),

Dextromethorphan, batuk squares (kehilangan untuk anak). Mereka

juga berkelanjutan untuk memberi gambaran antibiotik yang tertimbun

pada penyakit sebelumnya.

33
2.10 Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme

dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : penyakit

yang berat dapat mengancam jiwa, bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum

tentu sebagai penyebab pneumonia. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Tindakan

suportif meliputi oksigen dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan

stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi yaitu ventilasi non invasif (misalnya

tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau

ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan

bronkoskopi membantu bersihan sputum.18

2.10.1 Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain. Banyak

antibiotik dewasa ini dibuat semisintetik atau sintetik penuh, Terapi

pneumonia dilandaskan pada dignosis berupa antibiotik untuk

mengeradikasi mikroorganisme yang diduga sebagai kausalnya. Dalam

pemakaian antibiotik harus dipakai pola berpikir tepat yaitu diagnosis tepat,

pilihan antibiotik yang tepat dan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang

tepat dan pengertian patogennesis secara tepat.12

Secara umum pemakaian obat antibiotik yang sering dipakai pada

kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah :

34
1. Penicillin

Penicillin adalah antibitik besipat bakterisida (membunuh bakteri)

dengan mekanisme menghambat sintesa dinding sel bakteri. Obat ini

berdifusi baik pada jaringan dan cairan tubuh, tetapi penetrasi kedalam

cairan otak kurang baik kecuali selaput otak mengalami infeksi. Golongan

antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah penicillin, flucloxacillin

dan Amoksillin.

2. Quinolon

Quinolon adalah antibiotik yang bersipat antibakteri garam positif dan

negatif namun lebih kuat terdap bateri garam negatif. Golongan obat

antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah Ciprofloxacin,

levofloksasin, ofloksasin, norfloksasin dan moksifloksasin.

3. Makrolida

Makrolida adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik hampir mirip

dengan penicillin. Mekanisme kerjanya yaitu pengikatan reversible pada

ribosom kuman, sehingga mengganggu sintesis protein. Umumnya dipakai

sebagai alternatif terhadap pasien yang alergi terhdap penicillin, obat

antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah Azitromycin,

Erytromycin, Klaritromycin, Roksitromycin dan spiramycin

4. Sulfonamida

Sulfonamida adalah antibiotik spektrum luas terhadap bakteri garam

positif dan negatif. Bersifat bakteriostatik mencegah sintesis asam folat

dalam bakteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan

35
RNA bakteri, obat antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah

sulfametoksazol, trimetoprim dan Cotrimoksazol.

2.10.2 Terapi suportif

1. Analgesik–Antipiretik

Obat ini seringkali digunakan untuk mengurangi gejala letargi,

malaise, demam terkait infeksi pernapasan. 19

2. Antihistamin

Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi

alergi nasal, rhinitis alergi dan juga rhinitis vasomotor. Antihistamin

mengurangi rinore dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti

hidung. Mengantuk adalah efek samping utama dalam penggunaan

antihistamin. Oleh karena itu dalam memilih antihistamin hendaknya

perlu dipertimbangkan pekerjaan pasien, yaitu pekerjaan yang

memerlukan koordinasi seperti yang berkaitan dengan pengoperasian

mesin, motor hendaknya menghindari antihistamin generasi I, karena

dapat menggagalkan koordinasi dan bisa berakibat fatal.19

3. Kortikosteroid

Efek kortikosteroid adalah antiinflamasi dan imunosupresi.

Kortikosteroid bekerja sekaligus pada berbagai kaskade dalam proses

inflamasi yaitu produksi, pengerahan, dan aktivasi dari fungsi efektor.

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema subglotis dengan

cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas

kortikosteroid masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi meta-

36
analisis menunjukkan bahwa steroid mampu mengurangi gejala dalam

24 jam serta mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal 19.

4. Dekongestan

Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada

beberapa kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap radang

pada nasal, sinus serta mukosa. Ada beberapa agen yang digunakan

untuk menstimulasi kardiovaskuler dan sistem syaraf pusat

diantaranya pseudoefedrin dan fenilpropanolamin yang 19 digunakan

secara oral serta oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin yang

digunakan secara topikal.19

5. Bronkodilator

Penggunaan klinik bronkhodilator pada infeksi pernapasan

bawah adalah pada kasus bronkhitis kronik yang disertai obstruksi

pernapasan.19

6. Mukolitik

Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus

yang kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi

tambahan pada bronkhitis dan pneumonia. Pada bronkhitis kronik

terapi dengan mukolitik hanya berdampak kecil terhadap reduksi dari

eksaserbasi akut, namun berdampak reduksi yang signifikan terhadap

jumlah hari sakit pasien19.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian non eksperimental.

Jenis penelitian yang mengumpulkan data survey dan anasis data secara deskriftif.

Penelitian deskriktif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan

fenomena-fenomena yang ada , baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan

manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, perubahan, kesamaan, dan

perbedaan fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.

Dalam hal pengumpulan data tentang jumlah pemakaian obat-obat infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) pada Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga

pada priode Januari – Maret 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitia ini dilakukan di puskesmas Aek Parombunan

Kelurahan Aek Parombunan Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga

Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada periode bulan April– Agustus 2018.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian diambil berdasarkan sistem informasi history penggunaan

obat yang menderita penyakit ISPA di Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga

38
3.4 Populasi dan sampel

Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh pasien yang mengalami infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang rawat jalan yang berobat di Puskesmas

Aek Parombunan Kota Sibolga.

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep pasien umum berobat

rawat jalan pada Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga yang

menggunakan obat-obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang

menerima pengobatan dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2018.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti.

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah resep yang mengandung

obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Aek

Parombunan Kota Sibolga Periode Januari sampai Maret 2018.

3.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data diambil secara observasional menggunakan lembar data

status medik pasien untuk melihat diagnosis yang diberikan oleh dokter kepada

pasien serta penatalaksanaannya, berupa jenis kelamin, umur dan resep obat

pasien yang menerima obat ISPA untuk melihat jenis obat, unit obat, dan

frekuensi obat ISPA yang diberikan kepada tiap pasien di Puskesmas Aek

Parombunan Kota Sibolga.

39
Tabel 3.1 Data umum Pasien penderita ISPA

Karakteristik pasien Frekwensi Persentase Ket

a.
b. Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
3.
Jumlah

c.
d. Umur
1. Balita : ( 0 - 5 Thn)
2. Anak : ( 6 - 11 Thn)
3. Remaja : (12 - 25 Thn)
4. Dewasa : (26 – 45 Thn)
5. Lansia : (46 – 65 Thn)
6. Manula : ( 66 Thn keatas)
7.
Jumlah

40
Tabel 3.1 Pemakaian Obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang digunakan pada
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga periode Januari – Maret 2018.

No Nama Obat Bulan Persentase


Jan Peb Mar Jumlah (%)
ANTIBIOTIK
1 Amoksilin tablet 500 mg
2 Amoksilin syrup 125 mg
3 Ciprofloxacin 500 mg
4 Erytromycin 500 mg
5 Cotrimoksazol 480 mg
6 Ampisilin 500 mg
7 Levofloksasin 500 mg
8 Cefekxim 100 mg
9 Clindamicin 150 mg
ANTITUSIF / EKSPEKTORAN
1 Acetylcysteine 200 mg
2 Glyseryl Guaiacolate (GG)100 mg
3 Salbutamol 2 mg
4 Efedrin 10 mg
ANALGESIK / ANTIPERITIK
1 Ibuprofen 400 mg
2 Paracetamol tablet 500 mg
3 Paracetamol syrup 120 mg
4 Asam mefenamat 500 mg
ANTIHISTANIN
1 Chlorpeniramine Maleat (CTM)
2 Cetrizine 10 mg
3 Loratidin 10 mg
4 Diphenhidramin HCL 50 mg
VITAMIN
1 Vit. B1
2 Vit. B6
3 Vit. B Komplek
4 Vit. C
Total

41
3.6 Pengolahan dan Analisa Data

3.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data adalah cara, proses, ataupun perbuatan mengolah

data.Upaya mengubah data yang telah dikumpulkan menjadi informasi yang

dibutuhkan. Pengolahan data dilakukan dengan mentabulasi data dan

selanjutnya dilakukan analisa.

3.5.2 Analisa data

Tujuan analisis adalah menjawab tujuan penelitian dan membuktikan

hipotesis. Proses analisis data adalah merubah data menjadi informasi yang

diperlukan dan interpretasi atas berbagai informasi dalam upaya menjawab

berbagai permasalahan.

Pada penelitian analisis data dilakukan dengan pengelompokan

berdasarkan jenis kelamin, umur dan menghitung persentase pemakaian

masing-masing jenis penggunaan obat pada penderita ISPA dan

mempersentasikan dalam bentuk dengan menggunakan rumus

(Lameshow,1990) sebagai berikut :

% Penggunaan Obat X = Total Obat X x 100%


Total Obat ISPA seluruhnya

Ket : Obat x = Obat-obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

42
Obat - obat infeksi saluran pernapasan akut yang dugunakan di Puskesmas

Aek Parombunan Kota Sibolga, yaitu :

Amoksilin tablet 500 mg Ibuprofen 400 mg


Amoksilin syrup 125 mg Paracetamol tablet 500 mg
Ciprofloxacin 500 mg Paracetamol syrup 120 mg
Erytromycin 500 mg Asam mefenamat 500 mg
Citromoksazol 400 mg Chlorpeniramine Maleat (CTM)
Ampisilin 500 mg Cetrizine 10 mg
Levofloksasin 500 mg Loratidin 10 mg
Cefekxim 100 mg Diphenhidramin HCL 50 mg
Clindamicin 150 mg Vit. B1
Acetylcysteine 200 mg Vit. B6
Glyseryl Guaiacolate (GG) Vit. B Komplek
Salbutamol 2 mg Vit. C
Efedrin 10 mg

43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Puskesmas Aek Parombunan

Puskesmas Aek Parombunan berada di Kecamatan Sibolga Selatan terletak

1°43΄- 1°44 ‘Lintang Utara dan 98°47΄ -98°48΄ Bujur Timur dengan Luas

Wilayah kecamatan 313,85 Ha, berbatasan di sebelah Utara dan sebelah Timur

dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah Selatan berbatasan denganTeluk

Tapian Nauli dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Sambas.

Puskesmas Aek Parombunan Berada diwilayah Kecamatan Sibolga Selatan

yang memiliki Luas Daerah : 1,290 Km2 yang secara Administratif memiliki 2

(dua) Kelurahan yaitu :

 Kelurahan Aek Parombunan luas wilayah 0.898 km2

 Kelurahan Aek Muara Pinang luas wilayah 0,392 km2

Adapun Jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Aek

Parombunan Kota Sibolga adalah sebaga berikut :

 Kelurahan Aek Parombunan = 10.579 jiwa

 Kelurahan Aek Muara Pinang = 5.803 jiwa +

16.322 jiwa

Dengan rincian berdasarkan jenis kelamin sebanyak 8.339 jiwa adalah laki-

laki dan sebanyak 7.983 adalah perempuan.

Data Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga secara umum adalah

sebagai berikut :

Nama Puskesmas : Puskesmas Aek Parombunan

44
Alamat : Jalan Jenderal Sudirman No. 59 Sibolga

Type Puskesmas : Puskesmas Madya

Jumlah Pegawai : 66 Orang

Tenaga Medis : 6 Orang

Tenaga Paramedis : 58 Orang

Tenaga Nonmedis : 2 Orang

Gambar 4.1 Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga.

Puskesmas Aek Parombunan dalam pelayanan kesehatan dasar bagi

masyarakat difasilitasi dengan fasilitas pendukung sebagai berikut:

 2 unit ambulan

 12 unit kenderaan roda dua

 1 ruang Tata Usaha

45
 1 ruang aula

 1 ruang pendaftaran

 1 ruang poned

 1 ruang imunisasi

 1 ruang KIA

 1 ruang kesling

 1 ruang TB Paru

 1 ruang obat / apotik

 1 ruang gudang obat

 1 runag sterillisasi alat

 1 ruang laboratorium

 1 ruang bermain anak

 1 ruang gizi

 1 ruang IGD

 1 poli anak

 1 poli dewasa

 1 poli lansia

 1 poli gigi

 1 poli umum

 2 unit rumah dokter/paramedis

Untuk dapat meratakan pelayanan dalam bidang kesehatan dasar bagi

masyarakat, Pukesmas Aek Parombunan pada wilayah kerjanya dibantu oleh unit

pelayanan pembantu yaitu :

46
 Puskesmas Pembantu Parombunan

 Puskesmas Pembantu Sudirman

 Puskesmas Pembantu Aek Muara Pinang

4.2 Hasil Analisa Data

4.2.1 Data umum pasien ISPA

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap

data pasien penderita penyakit infeksi saluran pernapsan akut (ISPA)

sebanya 347 orang di Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga pada

priode Januari – Maret 2018, didapatkan data umum pasien sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data umum Pasien penderita ISPA

Karakteristik pasien Frekwensi Persentase Ket


(%)
e. Jenis Kelamin
4. Laki-laki 189 54,47
5. Perempuan 158 45,53
Jumlah 347 100

f. Umur
8. Balita : ( 0 - 5 Thn) 85 24,49
9. Anak : ( 6 - 11 Thn) 66 15,85
10. Remaja : (12 - 25 Thn) 15 4,32
11. Dewasa : (26 – 45 Thn) 46 13,26
12. Lansia : (46 – 65 Thn) 66 18,30
13. Manula : ( 66 Thn keatas) 80 23,06
Jumlah 347 100

4.2.2 Data penggunaan obat – obat ISPA

Hasil penelitian persentase penggunaan obat-obat infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga

dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

47
Tabel 4.2 Data hasil penggunaan obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga periode Januari – Maret
Tahun 2018.

No Nama Obat Bulan Persentase


Jan Peb Mar Jumlah (%)
ANTIBIOTIK
1 Amoksilin tablet 500 mg 333 414 396 1.143 17,33
2 Amoksilin syrup 125 mg 11 9 13 33 0,50
3 Ciprofloxacin 500 mg 60 90 84 234 3,55
4 Erytromycin 500 mg 18 36 36 90 1,36
5 Cotriomoksazol 480 mg 12 12 18 42 0,64
6 Ampisilin 500 mg 18 18 27 63 0,96
7 Levofloksasin 500 mg 6 6 6 18 0,28
8 Cefekxim 100 mg 0 6 0 6 0,09
9 Clindamicin 150 mg 9 0 9 18 0,28
ANTITUSIF / EKSPEKTORAN
1 Acetylcysteine 200 mg 81 72 63 216 3,28
2 Glyseryl Guaiacolate (GG)100 mg 162 126 180 468 7,10
3 Salbutamol 2 mg 24 24 30 78 1,18
4 Efedrin 10 mg 48 54 48 150 2,27
ANALGESIK / ANTIPERITIK
1 Ibuprofen 400 mg 9 9 0 18 0,28
2 Paracetamol tablet 500 mg 522 594 558 1.674 25,38
3 Paracetamol syrup 120mg 11 10 12 33 0,50
4 Asam mefenamat 500 mg 9 9 18 36 0,55
ANTIHISTAMIN
1 Chlorpeniramine Maleat (CTM) 189 189 225 603 9,14
2 Cetrizine 10 mg 102 90 96 288 4,37
3 Loratidin 10 mg 3 2 2 7 0,10
4 Diphenhidramin HCL 50 mg 27 18 18 63 0,96
VITAMIN
1 Vit. B1 9 9 9 27 0,41
2 Vit. B6 18 27 27 72 1,09
3 Vit. B Komplek 252 315 270 837 12,69
4 Vit. C 108 126 144 378 5,73

Total 2.041 2.265 2.289 6.595 100,00

48
Berdasarkan data dari tabel 4.2 dituangkan dalam bentuk Grafik batang

sehingga dapat dilihat frekwensi penggunaan obat infeksi saluran pernapasan

(ISPA) yang paling banyak digunakan di Puskesmas Aek Parombunan Kota

Sibolga periode Januari – Maret 2018 pada grafik 4.1dibawah ini:

Grafik 4.1 Frekwensi Penggunaan obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
periode Januari – Maret tahun 2018 di Puskesmas Aek Parombunan
Kota Sibolga.

700
Januari
Pebruari
600
Maret
500

400

300

200

100

0
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y

Keterangan :

A : Amoksilin tablet 500 mg N : Ibuprofen 400 mg


B : Amoksilin syrup 125 mg O : Paracetamol Tablet 500 mg
C : Ciprofloxacin 500 mg P : Paracetamol Syrup 120 mg
D : Erytromycin 500 mg Q : Asam mefenamat 500 mg
E : Cotriomoksazol 480 mg R : Chlorpeniramine Maleat (CTM)
F : Ampisilin 500 mg S : Cetrizine 10 mg
G : Levofloksasin 500 mg T : Loratidin 10 mg
H : Cefekxim 100 mg U : Diphenhidramin HCL
I : Clindamicin 150mg V : Vit. B1
J : Acetylcysteine 200 mg W : Vit. B6
K : Glyseryl Guaiacolate (GG) 100 mg X : Vit. B Komplek
L : Salbutamol 2 mg Y : Vit. C
M : Efedrin 10 mg

49
4.3 Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga.

Puskesmas merupakan instalasi kesehatan yang merupakan tumpuan bagi

masyarakat, yang menuntut perbaikan disegala aspek pelayanan

berkesinambungan dalam hal kesehatan oleh pengguna jasa Puskesmas.

Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga berperan sangat penting dalam upaya

memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dan hal ini sejalan dengan

tugas dan fungsi Puskesmas Aek Parombunan.

Dari hasil penelitian pada Tabel 4.1 diketahui bahwa penderita ISPA

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 189 pasien (54,47%), sedangkan yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 158 pasien (45,53%). Berdasarkan hasil

Riskesdas 2013, di Indonesia laki-laki lebih banyak mengkomsumsi rokok sebesar

(64,9 %) yang dapat menimbulkan resiko lebih besar sebagai penyakit ISPA

sehingga meningkatkan prevalensi ISPA sedangkan perempuan yang

mengkonsumsi perokok sebesar (2,1%). Dan penderita ISPA berdasarkan

pengelompokan umur dari Tabel 4.1 didapat bahwa anak balita umur 0-5 tahun

sebanyak 85 orang (24,49%), anak-anak umur 6-11 tahun sebanyak 66 orang

(15,85%), remaja umur 12-25 tahun sebanyak 15 orang (4,32%), dewasa umur 26-

45 tahun sebanyak 45 orang (13,26%), lansia umur 46-65 sebanyak 66 orang

(18,30%) dan manula umur lebih dari 66 tahun sebanyak 80 orang (24,06%).

Tingginya persentase pada kelompok umur balita hal ini disebabkan oleh faktor

lingkungan yang buruk seperti status gizi, polusi dari pemakaian jenis bahan bakar

memasak, orang tua dan anggota keluarga yang merokok, sirkulasi dan ventilasi

50
udara dalam rumah yang kurang serta lingkungan dengan kepadatan hunian yang

tinggi dan kumuh yang merupaka faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA

pada balita.

Adapun jenis penggunaan obat-obat infeksi saluran pernapasan akut yang

digunakan pada penederita ISPA di Pukesmas Aek Parombunan kota Sibolga

bedasarkan Tabel 4.2 yaitu : Acetylcysteine 200 mg (3,28%), Glyseryl

Guaiacolate (GG)100 mg (7,10%), Salbutamol 2 mg (1,18%), Efedrin 10 mg

(2,27%), Amoksilin tablet 500 mg (17,33%), Amoksilin syrup 125 mg (0,50%),

Ciprofloxacin 500 mg (3,55%), Erytromycin 500 mg (1,36%), Cotrimoksazol 480

mg (0,64%), Ampisilin 500 mg (0,96%), Levofloksasin 500 mg (0,27%),

Cefixime 100 mg (0,09%), Clindamicin 150 mg (0,28%), Ibuprofen 400 mg

(0,28%), Paracetamol Tablet 500 mg (25,38%), Paracetamol syrup 120mg

(0,50%), Asam mefenamat 500 mg (0,55%), Chlorpeniramine maleat (CTM)

(9,14%), Cetrine 10 mg (4,37%),Loratidin 10 mg (0,10%), Vit. B1 (0,41%), Vit.

B6 (1,09%), Vit. B Komplek (12,69%), Vit. C (5,73%).

Dari Tabel 4.2 dan Grafik 4.1 di atas bahwa jumlah penggunaan obat dalam

bentuk sediaan tablet hal ini dikarenakan bahwa penderita ISPA secara umum

didominasi kelompok umur 6 tahun hinnga umur diatas 66 tahun sehingga

pemakian dalam bentuk sediaan tablet yang oaling praktis digunakan. Sedangkan

penggunaan obat golongan antibiotik pada infeksi saluran pernapasan akut yang

paling banyak digunakan di Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah

golongan antibiotik penisillin yaitu Amoksillin Tablet 500 mg (17,33%),

dikarenakan amoksillin tablet 500 mg merupakan obat jenis antibiotik penicillin

51
yang digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri, sepertiinfeksi

pada saluran pernapasan. Obat ini bekerja dengan menghentikan pertumbuhan

bakteri, ini juga mengindikasikan bahwa kejadian ISPA yang paling banyak

disebabkan oleh bakteri. Sedang golongan obat antibiotik yang paling sedikit

penggunaanya di Puskesmas Aek Parombunan adalah golongan antibitik

sefalosporin yaitu Cefixim 100 mg (0,09%).

52
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian di Puskesmas Aek

Parombunan Kota Sibolga pada periode Januari-Maret 2018 adalah:

1. Jumlah penggunaan obat dalam bentuk sediaan tablet adalah bentuk sediaan

obat yang paling banyak digunakan pada pasien ISPA di puskesmas Aek

Parombunan kota Sibolga pada periode Januari – Maret 2018 hal ini

dikarenakan bahwa penderita ISPA secara umum didominasi kelompok

umur anak-anak hingga kelompok umur manula (6 tahun-≥ 66 tahun)

sehingga pemakian dalam bentuk sediaan tablet yang paling praktis

digunakan.

2. Adapun jenis penggunaan obat-obat infeksi saluran pernapasan akut

golongan antibiotik yang paling banyak digunakan penederita ISPA di

Pukesmas Aek Parombunan kota Sibolga bedasarkan Tabel 4.2 yaitu :

golongan penisillin yaitu Amoksilin tablet 500 mg sebanyak 1.143 tablet

(17,33%), sedang obat antibiotik yang lain adalah Amoksilin syrup 125 mg

sebanyak 33 botol (0,50%), Ciprofloxacin 500 mg 234 tablet (3,55%),

Erytromycin 500 mg sebanya 90 tablet (1,36%), Cotrimoksazol 480 mg

sebanyak 42 tablet (0,64%), Ampisilin 500 mg sebanyak 63 tablet (0,96%),

Levofloksasin 500 mg sebanyak 18 tablet (0,27%), Cefixime 100 mg

sebanyak 6 tablet (0,09%), Clindamicin 150 mg sebanyak 18 tablet

(0,28%),

53
3. Obat golongan antibiotik pada infeksi saluran pernapasan akut yang paling

paling sedikit penggunaanya di Puskesmas Aek Parombunan adalah

berdasarkan tabel 4.2 adalah antibiotik golongan cefaloporin yaitu :

Cefixim 100 mg (0,09%).

5.2 Saran

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti tentang

penggunaan obat-obat pada pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan

golongan obat lainnya.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2009a, Infeksi Saluran Napas Akut, http://id.wikipedia.org


/wiki/ Infeksi_saluran_napas_akut, diakses tanggal 4 Mei 2018
2. Prabu, 2009, Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA),http:// putraprabu.
wordpress.com /2009/01/04/ infeksi- saluran- pernafasan-akut-spa/, diakses
tanggal 4 April 2018
3. Gitawati, R., Isnawati, A., 2009, Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap
Tenggorok Penderita Tonsilofaringitis Akut Terhadap Beberapa Antimikroba
Betalaktam di Puskesmas Jakarta Pusat,
4. Departemen Kesehatan RI, Retno Indarwati, 1991, Definisi Puskesmas,
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
5. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM & PLP, 1992,
Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan
Indonesia 2011. Jakarta: Depkes RI.
7. Rasmaliah, 2004, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) & Penanggulanganya,
Artikel, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
8. Sukandar, E.Y., Andrajati, R. Sigit, J.I, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi.
Jakarta. PT.ISFI Penerbitan.
9. Betz & Soeden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5. Jakarta.
EGC.
10. DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G. & Posey, L.
M., 2008, Pharmacotherapy : a Pathophysiologic Approach, hal : 2036, Mc-Graw
Hill Company, New York.
11. Muttaqin A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
12. Khairuddin. 2009, 'Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Pneumonia yang di Rawat Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr.Kariadi
Semarang Tahun 2008', Skripsi, S.Ked, Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro, Semarang
13. Departemen Kesehatan RI, 2007, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2006,
Medan
14. Merson. M.H, 2012. Global Health, Disease, Programs, System, and
Policies, 3th edition, Jones & Barlett Learning, London.
15. Mizgerd JP. Acute lower respiratory tract infection. N Engl J Med 2009.
16. Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran
Pernafasan Akut, Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
17. CMA Foundation Aware. 2011. Acute Respiratory Tract Infection Guideline
Summary. http://www.aware.md, diakses 16 Mei 2018
18. Jeremy P. 2007. At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series.

55
19. Anonima, 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran
pernafasan.Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Diakses pada tanggal 2
Mei2018.http://binfar.kemkes.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/02/PC_INF
EKSI.pdf
20. Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran
Pernafasan Akut, Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
21. Departemen Kesehatan RI, 2007, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2006,
Medan
22. Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman program pemberantasan
penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan premonia
pada balita, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
23. Elizabeth J. Corwin. Patofisiologi. Jakarta; EGC: 2002.
24. Huswanda, 2010, Sistem Pernafasan, Jakarta : Penerbit Salemba Medika
25. Maryunani Anik. 2010. “Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan”. (Trnas
Info Media, Jakarta, 2010).
26. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
27. Nelson, 2003,Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.
28. WHO. (2007). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
( ISPA ) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pedoman Interim WHO, 12. Retrieved from
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.6
_ind.pdf diakses tanggal 8 April 2018

56
Lampiran. 1 Riwayat penggunaan obat infeksi saluran pernapasan (ISPA)
di Puskesmas Aek Parombunan kota Sibolga.
Obat Acetylcysteine GlyserylGuaiacolate Salbutamol Efedrin
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 0 0 9 9 0 0 0 0
2 9 9 0 9 9 0 0 6 0 6 6 0
3 0 0 0 0 0 9 6 0 0 0 0 6
4 0 9 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 9 0 9 9 9 9 0 0 6 6 6 6
7 0 0 0 0 6 0 0 0
8 0 0 0 9 9 9 0 0 0 0 6 0
9 9 0 9 9 0 9 6 0 6 6 0 0
10 0 0 0 0 9 9 0 0 0 0 0 0
11 9 9 0 0
12 0 9 0 9 9 9 0 0 0 0 6 6
13 9 9 0 9 9 9 0 0 0 6 0 0
14 0 0 0 0 0 6 0 0
15 0 9 9 0 9 9 6 0 0 0 6 6
16 9 0 9 9 0 0 6 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 9 0 0
19 0 9 0 9 9 9 0 6 0 6 6 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 9 9 9 0 6 0 6
22 0 9 0 9 9 9 0 0 0 6 6 0
23 0 0 9 0 0 9 0 0 0 0 0 6
24 9 9 0 9 9 9 0 0 0 0 6 0
25 0 0 0 0
26 9 0 0 9 9 9 6 0 0 0 0 6
27 0 0 0 9 0 9 0 6 0 0 0 0
28 9 0 9 9 0 0 6 0
29 0 9 0 9 0 6 0 6
30 9 9 0 6
31 0 9 9 9 0 0 0 0
Total 81 72 63 162 126 180 24 24 30 48 54 48

57
Obat Amoksillin Tablet Amoksillin Syrup Ciprofloxacin Erytromycin
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 27 18 0 1 6 6 9 0
2 9 18 18 1 1 0 6 6 0 0 0 0
3 18 27 18 0 0 1 0 0 6 0 0 0
4 9 1 0 0
5 18 `18 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 9 27 18 1 1 1 6 6 6 0 0 9
7 18 18 0 0 0 0 0 0
8 18 18 9 0 0 1 0 6 6 0 0 0
9 9 18 18 1 1 1 6 6 6 9 9 0
10 18 9 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 9 0 0 0
12 18 18 9 0 0 1 0 6 6 0 0 9
13 9 18 18 1 1 0 6 6 0 0 0 0
14 18 18 0 0 0 0 0 0
15 18 9 9 0 0 1 0 6 6 0 0 0
16 9 18 1 0 6 0 0 0
17 9 18 0 1 0 6 0 0
18 18 0 0 0
19 9 9 27 1 0 1 6 6 6 0 0 0
20 18 27 18 0 1 0 0 6 0 0 0 0
21 9 9 0 1 0 6 0 0
22 9 18 18 1 1 0 6 6 0 9 9 0
23 18 18 18 0 0 0 0 0 6 0 0 0
24 9 18 18 1 1 1 6 6 6 0 0 9
25 9 0 0 0
26 18 9 9 1 1 1 6 6 6 0 0 0
27 9 27 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 18 18 0 0 6 0 9 0
29 9 18 0 1 0 6 0 9
30 18 1 6 0
31 9 18 0 1 0 6 0 0
Total 333 414 396 11 9 13 60 90 84 18 36 36

58
Obat Cotrimoksazol Ampisilin Levofloksasin Cefexim
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 6 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 6 0 0000 0 9 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0
9 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 9 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 6 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0
19 6 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 6 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0
26 0 0 0 9 0 9 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0
29 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0
31 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 12 12 18 18 18 27 6 6 6 0 6 0

59
Obat Clindamicin Ibuprofen Paracetamol tablet Paracetamol syrup
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 0 0 0 0 27 18 0 1
2 0 0 0 0 0 0 27 18 36 1 1 0
3 0 0 0 0 0 0 18 54 18 0 0 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 18 18 18 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 36 27 18 1 1 1
7 0 0 0 0 18 18 0 0
8 0 0 0 0 9 0 18 45 36 0 1 0
9 0 0 0 0 0 0 45 18 18 1 0 1
10 9 0 0 0 0 0 18 36 18 0 0 0
11 0 0 27 1
12 0 0 0 0 0 0 9 18 45 0 1 1
13 0 0 0 0 0 0 36 18 18 1 1 0
14 0 0 0 0 18 18 0 0
15 0 0 0 0 0 0 18 9 36 0 1 1
16 0 0 9 0 18 36 1 0
17 0 0 0 0 9 18 0 0
18 0 0 18 0
19 0 0 0 0 0 0 27 27 18 1 1 1
20 0 0 0 0 0 0 9 27 18 0 0 0
21 0 9 0 0 18 9 0 1
22 0 0 0 0 0 0 9 18 18 1 1 0
23 0 0 0 0 0 0 18 54 18 0 0 1
24 0 0 0 0 0 0 27 18 18 1 1 1
25 0 0 9 0
26 0 0 0 0 0 0 18 45 36 1 0 1
27 0 0 0 0 0 0 18 27 9 0 0 0
28 0 0 0 0 18 18 1 0
29 0 0 0 0 36 27 0 1
30 0 0 18 0
31 0 0 0 0 9 18 1 1
Total 9 0 9 9 9 0 522 594 558 11 10 12

60
Obat Asam Mefenamat CTM Cetrizin Loratidin
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 0 0 9 9 0 0 0 0
2 0 0 0 9 9 9 6 6 6 0 1 0
3 0 0 0 9 9 9 6 6 0 0 0 0
4 0 9 0 0
5 0 0 0 9 0 9 6 0 0 0 0 0
6 0 0 0 9 9 9 6 6 6 0 0 1
7 0 0 9 9 0 6 0 0
8 0 9 0 9 9 9 6 6 0 0 0 0
9 0 0 0 9 9 9 6 0 6 1 0 0
10 0 0 9 9 9 9 0 6 6 0 0 0
11 0 9 5 0
12 0 0 0 0 9 9 0 6 6 0 0 0
13 0 0 0 9 9 9 6 0 6 0 0 0
14 0 0 9 9 6 0 0 1
15 0 9 0 0 9 9 0 6 6 1 0 0
16 9 0 9 9 6 0 0 0
17 0 0 9 9 6 6 0 0
18 0 9 0 0
19 0 0 0 9 9 9 6 6 0 0 1 0
20 0 0 0 9 0 9 6 0 6 0 0 0
21 0 0 9 9 6 6 0 0
22 0 0 9 9 9 9 6 6 0 0 0 0
23 0 0 0 0 9 9 0 0 6 0 0 0
24 0 0 0 9 9 9 6 6 6 0 0 0
25 0 0 0 0
26 0 0 0 9 9 9 6 6 6 1 0 0
27 0 0 0 0 9 9 0 6 0 0 0 0
28 0 0 9 9 0 6 0 0
29 0 0 9 9 6 0 0 0
30 0 9 0 0
31 0 0 9 9 6 6 0 0
Total 9 9 18 189 189 225 102 90 96 3 2 3

61
Obat Diphenhidramin
HCL Vit. B.1 Vit. B.6 Vit. B.Comp
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 0 0 0 0 0 0 9 9
2 0 9 0 0 0 0 0 9 0 9 18 18
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 9 9
4 0 0 0 9
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 28 18 9
6 0 0 9 0 0 0 0 0 9 9 9 18
7 0 0 0 0 9 0 18 9
8 0 0 0 0 9 0 0 0 0 18 9 18
9 8 0 0 0 0 0 9 0 0 9 9 9
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 18 9
11 0 0 0 9
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 9
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 9 18
14 0 9 0 0 0 9 18 9
15 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 9
16 0 0 9 0 0 0 9 18
17 0 0 0 0 0 0 18 18
18 0 0 0 18
19 0 9 0 0 0 0 0 9 0 9 18 9
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 9 9
21 0 0 0 0 0 0 18 9
22 0 0 0 0 0 9 0 0 0 9 9 9
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 9
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 9 9
25 0 0 0 0
26 9 0 0 0 0 0 9 0 9 9 18 9
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 9
28 0 0 0 0 0 0 18 9
29 0 0 0 0 0 0 9 9
30 0 0 0 9
31 0 0 0 0 0 0 18 9
Total 27 18 18 9 9 9 18 27 27 262 315 270

62
Obat Vit. C
Tgl JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR JAN PEB MAR

1 9 9
2 9 9 0
3 0 0 9
4 9
5 0 0 0
6 9 9 9
7 0 0
8 0 9 9
9 9 9 9
10 0 0 0
11 9
12 0 9 9
13 9 9 0
14 0 9
15 0 0 9
16 9 0
17 0 9
18 0
19 9 9 9
20 0 9 0
21 0 9
22 9 9 0
23 0 0 9
24 9 9 9
25 0
26 9 9 9
27 0 0 0
28 9 9
29 0 9
30 9
31 0 9
Total 108 126 144

63
Lampiran 3. Perhitungan persentase masing-masing obat ISPA

Formula perhitungan :

% Penggunaan obat X = Total obat X x 100 %


Total obat ISPA seluruhnya

% Acetylcysteine 200 mg = 216 x 100 % = 3,28 %


6.595

% Glyseryl Guaiacolate 100 mg = 468 x 100 % = 7,10 %


6.595

% Salbutamol 2 mg = 78 x 100 % = 1,18 %


6.595

% Efedrin 10 mg = 150 x 100 % = 2,27 %


6.595

% Amoksillin tablet 500 mg = 1.143 x 100 % = 17,69 %


6.595

% Amoksillin syrup 125 m = 33 x 100 % = 2,12 %


6.595

% Ciprofloxacin 500 mg = 234 x 100 % = 1,58 %


6.595

% Erytromycin 500 mg = 90 x 100 % = 2,99 %


6.595

% Cotriomokazol 480 mg = 42 x 100 % = 1,30 %


6.595

% Ampisilin 500 mg = 63 x 100 % = 18,08 %


6.595

64
% Levofloksacin 500 mg = 18 x 100 % = 3,11 %
6.595

% Cefixime 100 mg = 6 x 100 % = 0,09 %


6.595

% Clindamicin 150 mg = 18 x 100 % = 0,28 %


6.595

% Ibuprofen 400 mg = 438 x 100 % = 0,28 %


6.595

% Paracetamol tablet 500 mg = 1.674 x 100 % = 25,38 %


6.595

% Paracetamol syrup 120 mg = 33 x 100 % = 0,50 %


6.595

% Asam mefenamat 500 mg = 36 x 100 % = 0,55 %


6.595

% Chlorpeniramine Maleat 4 mg = 603 x 100 % = 9,14 %


6.595

% Cetrizine 10 mg = 288 x 100 % = 4,37 %


6.595

% Loratidine 10 mg = 7 x 100 % = 0,10 %


6.595

% Diphenhidramine HCL 50 mg = 63 x 100 % = 0,96 %


6.595

% Vitamin B1 = 27 x 100 % = 0,41 %


6.595

% Vitamin B6 = 72 x 100 % = 1,09 %


6.595

% Vitamin B Complek = 837 x 100 % = 12,69 %


6.595

% Vitamin C = 378 x 100 % = 5,73 %


6.595

65
Lampiran 4. Contoh gambar resep obat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

66
67
68
69
70
71
Lampiran 5. Contoh gambar obat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Glyceryl Guaiacolate tablet 100 mg

Acetylcysteine tablet 200 mg

72
Salbutamol tablet 2 mg

Ephedrine tablet 10 mg

73
Amoxicillin tablet 500 mg

Amoxicillin syrup 125 mg

74
Glyceryl Guaiacolate tablet 100 mg

Erythromycin tablet 500 mg

75
Cotrimoxazole tablet 480 mg

Ibuprofen tablet 400 mg

76
Levofloxacin Tablet 500 mg

Cefixime tablet 100 mg

77
Clindamycin capsul 150 mg

78
Ibuprofen tablet 400 mg

Paracetamol tablet 500 mg

79
Paracetamol syrup 120 mg

Asam Mefenamat tablet 500 mg

80
Chlorpheniramine 4 mg

Cetrizine tablet 10 mg

81
Loratidine 10 mg

Diphenhidramine HCL

82
Vitamin B1 tablet 100 mg

Vitamin B6 tablet 10 mg

83
Vitamin B1 tablet 100 mg

Vitamin B6 tablet 10 mg

84

Anda mungkin juga menyukai