Anda di halaman 1dari 10

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan

fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an
hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah
tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara
yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh,
Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman
Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai
konseptor utama gerakan ini.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem irigasi,
pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan
organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan
berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada
tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan
teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang
muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara
berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

A.Revolusi Hijau
Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan
sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang
berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan
masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas
strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani,
penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan
infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum
diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara
yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni
antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di
pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat
dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960
sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan
karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan
dan kesuburan tanah.

B.Pestisida dan Pupuk Buatan


Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan,
penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil
mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang
dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga
menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan
pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan
mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.
Namun, mitos obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak
paham akan bahaya pestisida. Hal ini disebabkan karena informasi yang sampai kepada mereka
adalah ‘jika ada hama, pakailah pestisida merek A’. para petani juga dibanjiri impian tentang
produksi yang melimpah-ruah jika mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian
adalah ‘antek-antek’ pedagang yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini.
Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia
sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi
bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat
habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga
menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang
menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.

C.Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya


Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau,
sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau
telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.
Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian,
dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu,
pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia,
pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun
pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan
tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak
manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah
Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur,
kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat
beberapa binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu.
Disamping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko
kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat
ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan
melemahkan kegairahan bertani.
Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:
Berbagai organisme penyubur tanah musnah
Kesuburan tanah merosot / tandus
Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
Hasil pertanian mengandung residu pestisida
Keseimbangan ekosistem rusak
Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban
manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam
untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun
dalam revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan
merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —
yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul,
sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat
tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta
dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program
pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida,
benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian
meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di
balik itu semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian
yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang.
Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan
dari sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika
Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan
dalam masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda
sendiri.”. Telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif
pada lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di
Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang
tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah
Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan
secara nasional. Apa sih Revolusi Hijau itu? Revolusi Hijau adalah perubahan besar berkaitan
dengan soal penggarapan tanah dan pertanian.

Dampak positif Revolusi Hijau di Indonesia :


a. Meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
b. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi
terpenuhi.
c. Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.
d. Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.
Sedangkan dampak negatif Revolusi Hijau di Indonesia antara lain :
a. Penggunaan pupuk buatan dan pwstisida secara berlebihan akan mengakibatkan lahan
pertanian menjadi tidak subur lagi.
b. Berkurangnya keanekaragaman genetic jenis tanaman tertentu yang disebabkan oleh
penyeragaman jenis tanaman tertentu yang dikembangkan.
c. Adanya mekanisme pertanian mengakibatkan cara bertani tradisional menjadi terpinggirkan.
d. Rasa kegotongroyongan semakin menurun.
e. Hasil panen dari beberapa kawasan Revolusi Hijau mengalami penurunan.
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Presiden Soeharto pun
mendapatkan gelar Bapak Pembangunan karena berhasil mewujudkan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional pada masa ini juga menimbulkan sisi negative yang ditandai dengan
munculnya gejala crony capitalism yaitu istilah yang merujuk pada kapitalis-kapitalis yang
melingkari pemerintahan Orde Baru berdasarkan asas-asas kekerabatan. Adanya crony
capitalism tersebut telah memunculkan ketidakmerataan ekonomi yang imbasnya dirasakan
masyarakat terutama kelas menengah ke bawah. Kondisi tersebut memunculkan penyakit sosial
yang menghinggapi elemen pemerintahan dan masyarakat yang kemudian dikenal dengan
praktik KKN.
PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI
Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil
penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi,
dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-
petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi
industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya
ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam peningkatan produksi bahan makanan.
Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang
disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan
peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan
meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini
terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh
dengan cara :
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :
a. Pemilihan Bibit Unggul
b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan
pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat
ditanami, membuka hutan, dsb).
3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang
sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas
sumber devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang
membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan
makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.

Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:


1. Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.
2. Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi
dan komunikasi.
3.Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu
menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
4.Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang
tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.
5.Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional
(IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi
unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.
6.Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.
7.Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri
pupuk nasional.
8.Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Dampak Positif Revolusi Hijau :


1.Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.
2.Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi
kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.
3.Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
4.Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat
ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :
5.Muncullah komersialisasi produksi pertanian
6.Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah
7.Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa
dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan
kepentingan.
8.Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat
hubungan antar lapisan.
9.Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli.
1.Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah
sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah.
11.menyebabkan tingkat pendapatanpun akan berbeda.
12.Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun gaya berpakaian
penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.
13.Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring perkembagan
teknologi.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Perkembangan teknologi memberikan pengaruh positif bagi Indonesia khususnya bagi
peningkatan industri pangan:
~Digunakannya pupuk buatan dan zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit sehingga
produksi pertanianpun meningkat.
~Proses pengolahan lahanpun menjadi cepat dengan digunakan traktor
~Proses pengolahan hasil menjadi cepat dengan adanya alat penggiling padi

Adapun dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut adalah


~Timbulnya pencemaran pada air maupun tanah akibat penggunaan pestisida (pupuk kimia)
yang berlebih. Sebab jika unsur nitrat maupun fosfat yang terkandung dalam pupuk dalam
jumlah banyak masuk ke sungai akan menyebabkan pertumbuhan ganggang biru serta
tanaman air lainnya yang menyebabkan pengeringan sungai karena banyaknya tumbuhan air
(eutrofikasi).
~Penggunaan pestisida dapat membunuh hama tanaman, serangga pemakan hama, burung,
ikan dan hewan lainnya. Bahkan dari unsur-unsur yang terkandung dalam pestisida dapat
berubah menjadi senyawa yang membahayakan kehidupan.
~Pelaksanaan monokultur menyebabkan hubungan yang tidak seimbang antara tanah, hewan,
dan tumbuh-tumbuhan sehingga kesimbangan alam akan terganggu yang menyebabkan
berjangkitnya hama dan penyakit.
~Adanya sistem peladangan berpindah atau penebangan pohon dalam jumlah besar yang
dilakukan oleh pihak pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman baru
menyebabkan kerusakan lingkungan kususnya pada ekosistem tanah.
~Semakin sempit lahan pertanian karena diubah menjadi wilayah pemukiman dan industri.
~Meningkatnya kegitan penggalian sumber alam, pertambangan liar yang kurang
memperhatikan kondisi lingkungan.
~Pengurangan jumlah tenaga kerja manusia yang terlibat dalam proses produksi karena telah
tergantikan oleh mesin-mesin sehingga bersifat padat modal dan hemat tenaga kerja.
Berdampak pada munculnya pengangguran.

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
Revolusi Hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada
perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional.
Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme.
Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya dimana dibagun masyarakat dari suatu
pola hidup atau berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya
masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang
penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam masyarakat.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan industrialisasi adalah :
- Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk
memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
- Mengembangkan industri pertanian
- Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami
kemajuan pesat.
- Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang
dikelola olrh PT.PAL Indonesia.
- Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah
menjadi PT. Dirgantara Indonesia.
- Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.
- Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan
investasi.

Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh :


Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.
Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru yang
bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.
Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan
industri.
Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan,
sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.

Dampak positif industrialisasi adalah tercapainya efisiensi dan efektifitas kerja.


Dampak negatif dari industrialisasi adalah Munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi yang
ditandai oleh kemiskinan serta Munculnya patologi sosial (penyakit sosial) seperti kenakalan
remaja dan kriminalitas.
Kondisi Ekonomi Pada Masa Orde Baru

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal Masa Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai dari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur,dll. Saat permulaan Orde Baru
program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama
pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 %
setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah.

Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan


Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan
mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

1)Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan


kemacetan, seperti :
rendahnya penerimaan negaraa
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negarab
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bankc
terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.d
2)Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:


Mengadakan operasi pajaka
b.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun)
dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun).
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.

1. Pelita I(1 April 1969 – 31 Maret 1974)

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana,
perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih
menitikberatkan pada sektor pertanian.
Keberhasilan dalam Pelita I yaitu:
a. Produksi beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun.
b. Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.
c. Perbaikan jalan raya.
d. Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.
e. Semakin majunya sektor pendidikan.

2. Pelita II(1 April 1974 – 31 Maret 1979)


Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana
dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.

3.Pelita III(1 April 1979 – 31 Maret 1984)


Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan
dalam berbagai langkah kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja,
kesempatasn kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan
perumahan,dll

4. Pelita IV(1 April 1984 – 31 Maret 1989)


Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang
dicapai pada Pelita IV antara lain.

a. Swasembada Pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi
besar bagi Indonesia.
Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk
keluarga.

5. Pelita V(1 April 1989 – 31 Maret 1994)


Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang
di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru

Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999)

Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik
lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal
dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis
kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan
yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena
pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia
meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah,
antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam..
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan
sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal
menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai