Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

POST OPERASI APENDISITIS DI RUANG MUTIARA

RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

Oleh :

KELOMPOK 2B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

i
ii
DAFTAR ISI

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, salah satunya

adalah appendisitis. Apendiksitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks

diakibatkan terbuntunya lumen apendiks. Apendisitis akut merupakan kasus bedah

emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja (Anonim,

2011). Apendisitis akut merupakan masalah pembedahan yang paling sering dan

apendektomi merupakan salah satu operasi darurat yang sering dilakukan

diseluruh dunia (Paudel et al., 2010). Faktor terjadinya adalah diet rendah serat

dan konsumsi gula yang tinggi, riwayat keluarga serta infeksi (Mazziotti et al.,

2008). Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan

wanita (Craig, 2010). Insidensi apendisitis lebih tinggi pada anak kecil dan lansia

(Smeltzer et al, 2002).


Apendisitis merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di Amerika

Serikat yang melanda lebih dari seperempat juta pasien bertahun-tahun (2). Resiko

terjadinya apendisitis adalah sekitar 7 %, yang terjadi pada setiap kelompok usia,

dari anak-anak sampai orangtua, tetapi yang paling lazim pada remaja dan

dewasa. Di Asia indisdensi appendiksitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk

dari total populasi. Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) di indonesia, insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan

tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya, pada tahun 2013 jumlah

penderita appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada

tahun 2014 sebesar 596.132 orang. (3).


Apendisitis akut merupakan salah satu penyebab penyakit yang banyak

terjadi pada abdomen dan ditampilkan sebagai akut abdomen. apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk

dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Appendisitis atau radang apendiks

merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara

maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini

mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern

(perkotaan) bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak

mengkonsumsi serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur,

umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya 8 sampai

14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah dua tahun. Apabila

peradangan pada appediks tidak segera mendapatkan pengobatan atau tindakan

maka usus buntu akan pecah, dan usus yang pecah dapat menyebabkan masuknya

kuman kedalam usus, menyebabkan peritonitis yang bisa berakibat fatal serta

dapat terbentuknya abses di usus (Mansjoer, 2000)


Dengan adanya kondisi tersebut, maka perawat sebagai salah satu pemberi

asuhan keperawatan yang mencakup pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta

memandang kebutuhan manusia dari segi bio-psiko-sosialspiritual, dituntut untuk

terus menerus dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilannya agar

mampu berperan dalam menangani kasus ini sesuai dengan ilmu yang telah

dimiliki guna menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Adapun upaya-upaya

yang mampu dilakukan oleh seorang perawat dalam menangani kasus post

apendiksitis, yang pertama pastikan tidak terjadi infeksi pada luka jahitan,

observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran klien, usahakan klien agar

istirahat total dan kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi obat serta

kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat bagi klien dengan

post apendiksitis. Selain itu promosi kesehatan pada masyarakat, pencegahan


(preventif), pengobatan (kuratif) serta rehabilitatif, merupakan tugas perawat yang

semestinya direalisasikan pada masyarakat. Dengan adanya peran dan fungsi

perawat tersebut, perawat mampu memberikan suatu informasi serta perubahan-

perubahan perilaku kepada masyarakat guna membantu meningkatkan taraf dan

derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.


1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis

akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan

dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana asuhan

keperawatan post operasi apendisitis pada Ny. S di ruang mutiara Rumah Sakit

PHC Surabaya”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis

post operasi apendisitis di ruang Mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengkaji klien dengan diagnosa medis post operasi apendisitis pada Ny. S di

ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.


2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa medis post

operasi apendisitis pada Ny. S di ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis post

operasi apendisitis pada Ny. S di ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.
4. Melaksanakan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis post operasi

apendisitis pada Ny. S di ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.


5. Mengevaluasi klien dengan diagnosa medis post operasi apendisitis pada Ny.

S di ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.


6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis post

operasi apendisitis pada Ny. S di ruang mutiara Rumah Sakit PHC Surabaya.
1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Akademis
Dari segi akademis merupakan sumbangan yang dapat dijadikan sebagai ilmu

pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa medis. Post operasi apendisitis.


2. Secara praktis, ini akan bermanfaat bagi :
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit
Hasil karya tulis ini dapat digunakan sebagai masukan pada pelayanan

rumah sakit untuk melakukan asuhan keperawatan klien post operasi

apendisitis dengan baik


b. Bagi profesi kesehatan
Untuk menambah ilmu penegtahuan yang baru bagi profesi keperawatan

dan memberi pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada

klien dengan diagnosa medis post operasi apendisitis.

1.5 Metode Penulisan


1.5.1 Metode Deskriptif

Penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif

yaitu metode yang sifatnya mengungkapan peristiwa atau gejala yang terjadi saat

ini meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan dan membahas

data dengan menggunakan studi pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari

beberapa tahapan yaitu tahap pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari karya tulis ini, maka

secara keseluruhan karya tulis ini dibagi menjadi tiga bagian antara lain:

1. Bagian awal, terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan dari kedua

pembimbing, surat pernyataan penulis, halaman pengesahan, motto dan

persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar tabel.

2. Bagian inti terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Pengertian Apendiksitis
Apendiksitis adalah inflamasi apendiks vermiformis (kantong buntu di

ujung sekum) (Sodikin, 2011). Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-

rata penjangnya 10 cm. ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama

dibelakang sekum (Muttaqin dan Sari, 2011). Apendiksitis akut merupakan

kondisi kegawatan yang memerlukan pembedahan. apendiksitis lebih sering

diderita oleh laki-laki daripada wanita dan prevalensinya pada remaja lebih sering

daripada orang dewasa (Suratun dan Lusiana, 2010). apendiksitis dapat terjadi

pada usia dan tersering pada rentang usia 10-30 tahun (Brunner dan Suddarth,

2002).
2.1.2 Anatomi
1. Anatomi Usus Besar

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,

adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,

yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan
terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau

pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus

halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang

memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus

dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat

kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder

yang memuat sela cangkir.

Usus besar terdiri dari :

a. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup

ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit,

berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.


b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon

memiliki tiga bagian, yaitu :


1) Kolon asenden Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah

kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.


2) Kolon transversum Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan

lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah

pada flkesura splenik.


3) Kolon desenden Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan

menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.


4) Rektum Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan

panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan

membuka ke eksterior di anus.


2. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4

inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup

ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan

posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3

tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan

pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun

demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari

cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri

apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh

karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

a. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam

apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin


sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)

yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.

Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap

infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem

imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan

dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks

cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi

( Sjamsuhidayat, 2005).
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologis adalah sebagai berikut:
1. Apendisitis Akut
a. Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan

obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi

peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa

apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa

nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam

ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan apendiks terlihat

normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.


b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan

trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada

apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam

dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi

suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoapendiks


terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat

fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri

tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai

terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-

tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian

tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah

kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan

kenaikan cairan peritoneal yang purulen.


d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya

dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum

sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu

dengan yang lainnya.


e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah

(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,

subcaecal, dan pelvic.


f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi

peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi

dikelilingi oleh jaringan nekrotik.


2. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai

proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi

rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis

kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal,

sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel

radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan

serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi (Soeparman dalam USU

Institutional Repository, 2010).

2.1.4 Etiologi

Apendiksitis disebabkan oleh obstruksi pada lumen apendiks, infeksi

bakteri, dan striktura pada dinding usus. 1. Obstruksi atau penyumbatan pada

lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh fekalit (massa feses yang keras,

terutama disebabkan oleh kekurangan makanan berserat) (Suratun dan Lusiana,

2010). Bahan keras ini biasanya mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai

apendikolit (Sodikin, 2011). Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang

berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora

normal kolon, hiperplasia jaringan limfoid, benda asing tumor, cacing atau parasit

lain. 2. Infeksi bakteri (seperti, proteus, klebsiella, streptococcus dan

pseudomonas, dan bakteri anaerobic terutama bacteroids fragilis), parasit. 3.

Striktura karena fibrosis pada dinding usus.

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor

prediposisi yaitu:

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini

terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun

(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid

pada masa tersebut.


4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
2.1.5 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal

yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu

akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini

disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,

akan terjadi apendisitis perforasi.


Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang

disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses

atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks

lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan

daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.

Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan

pembuluh darah (Mansjoer, 2007)

2.1.6 Manifestasi Klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

3 anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.


2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian

menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri

punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.


3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya :
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak) Pada kondisi ini gejala yang

ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8- 38,8°

Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit

sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan

gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik Pada stadium ini gejala yang timbul

sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di

daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali

disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada

apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus

dan Krista iliaka kanan). Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah

posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus

buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi

nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi

usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur

atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak

spesifik. (Anonim, 2008)

Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien

mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada

kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi

kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian

sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika

timbul nyeri pada kanan bawah.


Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan

rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul

nyeri pada hipogastrium atau vagina.


Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan

batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut

pada korda spermatic kanan


Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau

sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran


kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran

kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri


Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit

triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s

sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada

kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-

tiba

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%

sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara

umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu

37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen

yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering

pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah

2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada

anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih

tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan


terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.

Adapun jenis komplikasi diantaranya:

1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak

di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa

flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini

terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.


2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri

menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama

sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat

diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul

lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri

tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear

(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat

menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya

yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar

luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.

Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,

dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin

hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.


2.1.8 Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk


membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat

diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,

secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih

oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya

dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa

dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat

laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera

menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah

sebagai berikut:

1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa

Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering

tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang

cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui

mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan

pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural

atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan

abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara

periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua

kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran

kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.


b. Intubasi

Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas

yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada

penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita

dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.

c. Antibiotik

Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan

toksitas yang berat dan demam yang tinggi .

2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah

terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik

lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang

direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer

angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh

komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.


3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde

lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam

tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih

besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai

fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama

4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan

saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi

pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan

dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang


2.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-

18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP

ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu

komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah

terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis

serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan

90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography

Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang

pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada

pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith

dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas

dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai

tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi

yaitu 90-100% dan 96-97%.


3. Pemeriksaan urin
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis

banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai

gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis. Pemeriksaan ini juga
bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran

kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.


4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.


5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa

adanya kemungkinan kehamilan.


6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan

Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

kemungkinan karsinoma colon.


7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti

Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan apendisitis

dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.


2.2 Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Post operatif apendiksitis
1. Pengkajian
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/

bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.


b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri pada

daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.


2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon, kebiasaan makan makanan

pedas.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus. Sejak

kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,

bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,

keadaan apa yang memperberat dan memperingan.


c. Pemeriksaaan Kesadaran
Pada pemeriksaan TTV (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah) di dapat

takikardi dan peningkatan frekuensi napas (Muttaqin dan Sari, 2011). Kaji
adanya demam atau peningkatan suhu tubuh pada pasca pembedahan,

adanya demam kemungkinan terjadinya infeksi pada luka operasi atau

terjadi peritonitis
d. Pemeriksaan fisik

e. Pengkajian status nutrisi dan cairan pada klien apakah klien mengalami

anoreksia, mual, muntah dan kembung, hal ini kemungkinan efek dari

anestesi pasca pembedahan. dengan mengkaji turgor kulit, kelembapan

mukosa mulut, pengisian kapiler, intake dan output cairan.


f. Pengkajian nyeri, jika klien mengalami nyeri abdomen didaerah luka insisi

bedah, maka perawat harus melakukan pengkaji karakteristik nyeri yaitu

yang meliputi durasi, frekuensi, skala nyeri, hal apa yang dapat menurunkan

dan meningkatkan nyeri.


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

post operasi apendiks (apendiktomi) (Suratun dan Lusianah, 2010).

a. Nyeri b.d agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
b. Resiko infeksi b.d tindakan invasif (insisi post pembedahan).
c. Resiko perdarahan b.d trauma insisisi
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri
e. Defisit self care b.d nyeri.
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurang informasi.

3. Intervensi postoperatif apendiksitis

DIAGNOSA

NO KEPERAWATA
NOC NIC RASIONAL

N
1. Nyeri Setelah dilakukan - Kaji skala nyeri - Berguna dalam

berhubungan asuhan lokasi, karakteristik pengawasan dan

dengan agen keperawatan, dan laporkan keefesien obat,


injuri fisik diharapkan nyeri perubahan nyeri kemajuan

(luka insisi berkurang dengan dengan tepat. penyembuhan,peruba


- Monitor tanda-tanda
post operasi kriteria hasil : han dan karakteristik
vital
appenditomi). - Melaporkan nyeri nyeri.
- Deteksi dini terhadap
berkurang
- Klien tampak rileks - Pertahankan istirahat perkembangan
- Dapat tidur dengan
dengan posisi semi kesehatan pasien.
tepat - Menghilangkan
- Tanda-tanda vital powler.
- Dorong ambulasi tegangan abdomen
dalam batas
dini. yang bertambah
normal : TD - Berikan aktivitas
dengan posisi
(systole 110- hiburan.
- Kolaborasi tim terlentang.
130mmHg, diastole - Meningkatkan
dokter dalam
70-90mmHg), kormolisasi fungsi
pemberian
HR(60- organ.
analgetika. - Meningkatkan
100x/menit), RR
relaksasi.
(16-24x/menit), - Menghilangkan nyeri.

suhu (36,5-37,50C)
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji adanya tanda- - Dugaan adanya

berhubungan asuhan keperawatan tanda infeksi pada infeksi

dengan diharapkan infeksi area insisi


- Monitor tanda-tanda
tindakan dapat diatasi dengan
vital. Perhatikan
invasif (insisi kriteria hasil : - Dugaan adanya
demam, menggigil,
post - Klien bebas dari infeksi/terjadinya
berkeringat,
pembedahan). tanda-tanda infeksi sepsis, abses,
- Menunjukkan perubahan mental
- Lakukan teknik peritonitis
kemampuan untuk
mencegah isolasi untuk infeksi - Mencegah transmisi

timbulnya infeksi enterik, termasuk penyakit virus ke


- Nilai leukosit (4,5-
cuci tangan efektif. orang lain.
11ribu/ul) - Pertahankan teknik

aseptik ketat pada


- Mencegah meluas dan
perawatan luka
membatasi
insisi / terbuka,
penyebaran
bersihkan dengan
organisme infektif /
betadine.
- Awasi / batasi kontaminasi silang.

pengunjung dan siap - Menurunkan resiko

kebutuhan. terpajan.
- Kolaborasi tim medis
- Terapi ditunjukkan
dalam pemberian
pada bakteri anaerob
antibiotik
dan hasil aerob gra

negatif.
3. Defisit self Setelah dilakukan - Mandikan pasien-Agar badan menjadi

care asuhan keperawatan setiap hari sampai segar, melancarkan

berhubungan diharapkan klien mampu peredaran darah dan

dengan nyeri. kebersihan klien melaksanakan sendiri meningkatkan

dapat dipertahankan serta cuci rambut dan kesehatan.

dengan kriteria hasil potong kuku klien. -Untuk melindungi klien


- Ganti pakaian yang
: dari kuman dan
kotor dengan yang
- klien bebas dari bau meningkatkan rasa
bersih.
badan - Berikan nyaman
- kebersihan diri px -Agar klien dan keluarga
Hynege Edukasipada
terpenuhi klien dan dapat termotivasi
- ADL klien dapat
keluarganya tentang untuk menjaga
mandiri atau
pentingnya personal hygiene.
dengan bantuan
kebersihan diri. -Agar klien merasa
- Berikan pujian pada
tersanjung dan lebih
klien tentang
kooperatif dalam
kebersihannya.
- Bimbing keluarga kebersihan

klien memandikan -Agar


/ keterampilan dapat

menyeka pasien diterapkan


- Bersihkan dan atur
-Klien merasa nyaman
posisi serta tempat
dengan tenun yang
tidur klien.
bersih serta mencegah

terjadinya infeksi.

4. Kurang Setelah dilakukan - Kaji ulang-Memberikan informasi

pengetahuan asuhan keperawatan pembatasan aktivitas pada pasien untuk

tentang diharapkan pascaoperasi merencanakan

penyakit dan pengetahuan - Anjuran kembali rutinitas

perawatannya bertambah dengan menggunakan biasa tanpa

b.d kurang kriteria hasil : laksatif/pelembek menimbulkan

informasi. - menyatakan feses ringan bila masalah.


-Membantu kembali ke
pemahaman proses perlu dan hindari
fungsi usus semula
penyakit dan enema
- Diskusikan mencegah ngejan saat
pengobatan
- berpartisipasi dalam perawatan insisi, defekasi
program termasuk mengamati-Pemahaman

pengobatan balutan, pembatasan meningkatkan kerja

mandi, dan kembali sama dengan terapi,

ke dokter untuk meningkatkan

mengangkat penyembuhan

jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala-Upaya intervensi

yang memerlukan menurunkan resiko

evaluasi medic, komplikasi lambatnya

contoh peningkatan penyembuhan

nyeri edema/eritema peritonitis.

luka, adanya

drainase, demam
KERANGKA MASALAH
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

dengan diagnosis post operasi apendisitis yang dimulai dari tahap pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kasus yang di amati mulai tanggal 11

september 2018 sampai 14 september 2018 dengan data pengkajian pada tanggal 11

september 2018 pukul 08.00 WIB. Anamnesa diperoleh dari pasien dan file No.

Register 2092XX sebagai berikut:

1.1. PENGKAJIAN
1.1.1 Identitas

Klien adalah seorang Perempuan bernama Ny “S” berusia 27 tahun, bertempat

tinggal di kalimas baru 2/86, klien bekerja sebagai seorang wiraswasta. Bahasa yang

sering digunakan Bahasa Indonesia, Status pernikahan klien sudah menikah. Klien

beragama Islam. Penanggung jawab biaya rumah sakit dengan mengguanakan BPJS.

Pasien MRS tanggal 9 September 2018 pukul 12.45 WIB dan dilakukan pengkajian

tanggal 11 September 2017 pukul 10.00 WIB.

3.1.2 Keluhan Utama


Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi
P : post apendiktomi
Q : nyeri panas
R : perut kanan bawah
S : skala nyeri 3
T : terus menerus
1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada bulan juni saat puasa klien merasakan kram di perut kemudian

diperiksakan ke klinik PHC, dari klinik PHC klien di rujuk ke poli bedah, kemudian di

lakukan USG dan tes urin hasilnya negatif (normal). Pada hari minggu tanggal 9

September 2018 klien merasakan nyeri timbul di perut sebelah kanan bawah, kemudian
dibawa ke RS PHC pukul 02.00 WIB dokter mengatakan asam lambung naik, kemudian

klien pulang jam 05.00 WIB. Sabtu sore jam 15.00 WIB klien kembali lagi dan

langsung masuk UGD, kemudian dilakukan tes urin dan tes darah menunjukkan hasil

infeksinya tinggi, disarankan oleh dokter untuk opname dan senin pagi dilakukan USG

lagi dan hasilnya apendiksitis.


1.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit. Klien mengatakan

sejak kecil memiliki penyakit magh. Klien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes

mellitus dan asma.

3.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga klien mengatakan keluaraga tidak memiliki riwayat penyakit yang

sama dengan klien.


3.1.6 Genogram
3.1.7 Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan

maupun obat – obatan.


3.1.8 Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien baik, GCS 4 5 6

Kesadaran :composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Suhu :36° C
RR : 17x/menit
TB : 145 cm
BB :54 Kg
1. B1 Sistem Pernafasan (breathing)
Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan bentuk dada normo chest,

pergerakan dada simetris, tidak terdapat otot bantu nafas, irama nafas

pasien regular, pola nafas reguler, suara nafas vesikuler, pasien tidak

batuk, tidak ada sputum, tidak ada suara nafas tambahan, RR 18x/menit.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada MK
2. B2 Sistem Kardiovaskuler (blood)
Akral HKM, CRT <2 detik, irama jantung regular, nadi:

87x/menit, tekanan darah 120/80, ictus cordis teraba di ICS 4-5 mid

clavicula, suara jantung S1 S2 tunggal, tidak di temukan suara jantung

tambahan, tidak terpasang CVP, tidak ada nyeri dada tidak ada oedema,

tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.


Masalah Keperawatan : Tidak Ada MK
3. B3 Sistem Pengindraan dan persyarafan (brain)
a. Persyarafan
1) Pemerikasaan GCS 456 total 15, reflek fisiologis: bisep +/+, trisep +/+,

patella +/+, Refleks patologis : Babinski -/-, kaku kuduk -/-, brudzinki 1&2

-/- , pada pemeriksaan Nervus Kranial I pasien mampu mencium bau,

Nervus Kranial II pandangan pasien normal, Nervus Kranial III tidak

terdapat oedema di kelopak mata, Nervus Kranial IV pupil normal saat

diberi rangsangan, Nervus Kranial V pasien mampu menggerakkan bola


maata, Nervus Kranial VI kedua alis mata simetris, pasien mampu

mengerutkan dahi, Nervus Kranial VII pendengaran baik, Nervus Kranial

VIII pasien mampu menelan, Nervus Kranial IX pasien mampu

menggeleng, Nervus Kranial X tidak ada gangguan terhadap menelan ,

Nervus Kranial XI tidak ada gangguan terhadap pergerakan leher dan

bahu, Nervus Kranial XII pasien mampu menjulurkan lidah. Kepala : pada

pemeriksaan inspeksi kepala, kepala simetris, tidak ada benjolan atau lesi,

pada pemeriksaan palpasi tidak ada nyeri tekan pada kepala.


b. Pengindraan
1. Penciuman
Bentuk hidung simetris, septum berada ditengah, tidak terdapat polip

dan tidak ada gangguan, tidak ada secret atau lendir.

2. Wajah & penglihatan

Mata simetris, pupil isokor tidak ada kelainan, reflek cahaya +/+,

konjungtiva tidak anemis, tidak ikterik, lapang pandang pasien normal, pupil

mata isokor ukuran 2 mm, reflek cahaya pasien positif di kedua matanya.

3. Pendengaran

Telinga simetris, telinga bersih tidak ada gangguan dan tidak ada kelainan,

tidak terdapat alat bantu pendengaran.

4. Lidah
Lidah bersih uvula terdapat di tengah, tidak ada kesulitan telan, pasien

dapat berbicara normal

Masalah Keperawatan : Tidak ada MK

4. B4 Sistem perkemihan (bladder)


Kebersihan cukup. Pada pemeriksaan palpasi tidak ada nyeri tekan, eleminasi urin

SMRS frekuensi 3-5 kali/hari, eleminasi urin setelah MRS pasien 3-5x/hari,

warna kuning pekat, tidak terdapat odema di ekstremitas bagian bawah (kaki).
Masalah keperawatan : Tidak ada MK
5. B5 Sistem pencernaan (bowel)
Mulut pasien kotor, membrane mukosa lembab, tidak terdapat gigi palsu,

faring normal, diit sebelum MRS berupa nasi, lauk pauk, dan sayur frekuensi 1

porsi habis. Diit di rumah sakit diit TKTP, frekuensi 3x sehari, pasien tidak

muntah, pasien tidak mual, jenis makan nasi tim, tidak terpasang NGT. Pada

pemeriksaan inspeksi abdomen terdapat distensi, terdapat luka post operasi. Pada

pemeriksaan palpasi tidak terdapat pembesaran hepar, tidak terdapat pembesaran

lien, tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Pada pemeriksaan auskultasi peristaltic

usus 12x/menit, tidak terdapat kelainan abdomen. Rectum dan anus normal,

eliminasi sebelum masuk rumah sakit 1x/hari, eleminasi selama masuk rumah

sakit pasien baru 1 kali BAB selama di rumah sakit, tidak terdapat colostomy.
Masalah keperawatan : Konstipasi

6. B6 Sistem musculoskeletal (bone)


Pada pemeriksaan inspeksi, pemeriksaan rambut berwarna hitam, lurus,

tidak ada uban, kulit kepala bersih, kulit berwarna sawo matang. Pada

pemerikaan palpasi turgor kulit elastis, kekuatan ROM bebas, kekuatan otot

pasien :

5555 5555
5555 5555

Tidak terdapat fraktur, terdapat luka post operasi, tidak terdapat edema pada

ekstremitas atas dan bawah.


Masalah Keperawatan : tidak ada MK

7. Pemeriksaan Thyroid
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, pasien tidak menderita

hiperglikemi, pasien tidak menderita hipoglikemia.


Masalah Keperawatan : Tidak ada MK

8. Pemeriksaan perawatan
Tabel 3.1 kemampuan perawatan

SMRS MRS Skor


Mandi 1 3 1 : mandiri
Berpakaian/dandan 1 1 2 : alat bantu
3 : dibantu orang lain dan

alat
Toleting/eliminasi 1 3
4 : tergantung/ tidak

mampu
Mobilitas tempat tidur 1 1
Berpindah 1 1
Berjalan 1 1
Naik tangga 1
Berbelanja 1
Memasak 1
Pemeliharaan rumah 1
Alat bantu berupa : semua kegiatan didampingi keluarga

Masalah Keperawatan : Tidak ada MK

9. Pola Kebersihan
Sebelum MRS pasien mandi 3 kali sehari, keramas sebanyak 3

x/seminggu, ganti pakaian sebanyak 2x/ hari, menyikat gigi sebanyak 2x/hari,

memotong kuku 1 minggu satu kali. Selama pasien MRS pasien mandi dengan

cara di seka sebanyak 2 x/sehari, pasien belum keramas selama MRS, pasien ganti

pakain selama 1x/ hari, pasien menyikat gigi sebanyak 1x/hari. Pasien belum

memotong kuku selama MRS.


Masalah Keperawatan : Tidak ada MK
10. Pola Tidur
Sebelum MRS pasien istirahat tidur dari jam 21.00-04.00, jam tidur siang

dari jam 14.00-15.00, jumlah tidur pasien sebelum MRS 8 jam, selama MRS
pasien istirahat tidur dari jam 22.00 - 06.00, jam tidur siang dari jam 14.00-15.00,

jumlah tidur pasien sebelum MRS 9 jam.


Masalah keperawatan : Tidak ada MK

11. Kognitif Perseptual Psiko-sosio-spiritual


Persepsi terhadap sehat sakit
Konsep diri :
1. Gambaran diri : Tidak terkaji
2. Ideal diri : Tidak terkaji
3. Harga diri : Tidak terkaji
4. Identitas diri : Tidak terkaji
5. Peran : Tidak terkaji
Kemampuan bicara pasien normal, Bahasa yang digunakan sehari – hari yaitu

Bahasa Indonesia, sistem pendukung pasien adalah keluarganya, hubungan pasien

dengan orang lain baik, kegiatan ibadah pasien selama masuk rumah sakit pasien

tidak melaksanakan sholat.


Masalah Keperawatan : Tidak ada MK

12. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Batas Normal

11/09/2018
HEMATOLOGI

HB 13.1 mg/dL 12.8 – 16.8


Leokosit/WBC 14,16 /mm3 4.0-11.0
Hematokrit 39.4% 33 – 45
Trombosit 165.000 /mm3 150.000 – 440.000
99 mg/dl < 150
Eritrosit/RBC 4,62 ul 3.8 - 5.2
Trombosit/PLT 236 ul 150-450
Hematokrit/HCT/PCV 39.0 % 35.0 – 47.0
Bleeding Time/ waktu 3.00 menit 1.00-6.00

perdarahan
Clotting time/ Waktu 10.00 menit 8.00-15.00

pembekuan
PPT 11.2 detik <15
KPTT 31 detik <34
INR 1.00 -
URINALISIS
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Berat Jenis 1,019 1,005 – 1,030
pH 7,5 5,0 – 8,0
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Sedimen
* eritrosit 2–4 0-1
* leukosit 1–2 0-5
* epitel 5–6 5-15

13. Penatalaksanaan

Nama obat Dosis Rute Pemberian Pemberian Indikasi


Mengatasi penyakit

Ceftriaxone 5g IV 2x1 serebrovaskuler

(neurotropik)
Mengurangi produksi
Ranitidin 50 mg IV 2x1
asam lambung
Ketorolac 30 mg IV 3 x 30
Santagesik IV 2X1 Mengurangi Nyeri
Kandungan kaliumnya

berfungsi untuk

Cairan infus 500 ml + 12,5 konduksi saraf dan


Infus 2x500 ml
RL + Ns ml otak, mengganti cairan

yang hilang karena

dehidrasi.

14. Analisa Data

Penyebab Masalah
No. Data (Symptom)
(Etiologi) (Problem)
1. DS : Agen cidera Nyeri
- Pasien mengatakan luka
biologis
operasinya nyeri
DO :
- Pasien terlihat menahan

nyeri
- pengkajian nyeri
P : post apendiktomi
Q : nyeri panas
R : perut kanan bawah
S : skala nyeri 3
T : terus menerus
2. DS : Perubahan Konstipasi
- pasien mengatakan belum
BAB selama di RS lingkungan baru
DO : TTV
- sering flatus
- distensi abdomen penurunan
frek. BAB
3. DS : klien sering menanyakan Mengungkapkan Kesiapan

bagaimana cara untuk mencegah keinginan meningkatkan

supaya tidak terkena usus buntu meningkatkan perawatan diri

lagi perawatan diri


DO : klien nampak sering bertanya

dan merasa khawatir akan terkena

peyakit yang sama.

TD: 100/70mmHg

nadi: 96 x/menit

Suhu: 36,2 ̊C

RR: 20x/menit.

3.2. Prioritas Masalah

Tanggal
No. Masalah Keperawatan Ditemukan Teratasi Paraf

1. Nyeri 10 Sep 2018 12 sep ₰


2. Konstipasi b.d perubahan 10 Sep 2018 12 sep ₰

lingkungan baru 2018


3. Kesiapan Meningkatkan Perawatan 10 Sep 2018 12 sep ₰

Diri 2018
3.3. Rencana Keperawatan

Diagnose
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri b.d Agen Cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri termasuk lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri

Biologis keperawatan 2x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, pasien


2. Untuk mengurangi tingkat
diharapkan nyeri yang kualitas, intensitas nyeri
2. Hilangkan faktor presipitasi yang ketidaknyamanan yang
dirasakan pasien berkurang
dapat meningkatkan pengalaman dirasakan klien.
dengan kriteria hasil : 3. Agar nyeri yang dirasakan klien
- ekspresi wajah pasien nyeri klien( ketakutan)
tidak bertambah
menyatakan nyaman 3. Ajarkan cara penggunaan terapi non 4. Pemberian analgetik dapat
- skala nyeri menjadi 2 – 1
- pasien bisa mengontrol farmakologi (distraksi, guide mengurangi rasa nyeri pasien

nyeri dengan manajemen imagery, relaksasi)

nyeri 4. Kolaborasi pemberian analgesic


2. Konstipasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji faktor penyebab konstipasi 1. Untuk mengetahui tindakan
2. Dorong peningkatan aktivitas
perubahan lingkungan keperawatan selama 3x24 selanjutnya
yang optimal 2. Untuk mengembalikan
baru jam diharapakan pasien dapat 3. Sediakan privasi selama BAB
defekasi secara teratur dengan 4. Jelaskan pada pasien manfaat keteraturan pola defekasi klien
3. Untuk memfasilitasi refleks
kriteria hasil : diet (cairan dan serat) terhadap
defekasi.
- defekasi dapat dilakukan 1 x eliminasi. 4. Nutrisi serat tinggi untuk
5. Pemberian laksatif atau enema
sehari melancarkan eliminasi fekal
- konsistensi feses lembut sesuai indikasi 5. Untuk melunakkan
- bab tanpa mengejan
- tidak ada distensi abdomen fesesorganisme, penurunan

penyebaran-penyebaran

pertumbuhan organisme pada

rongga abdomen.
3. Kesiapan Setelah dilakukan asauhan 1. Kaji pengetahuan klien tentang1. 1. Pemahaman tentang penyakit

meningkatkan keperawatan selama 1x24 jam proses penyakit. dapat meningkatkan pengetahuan
2. Berikan informasi tentang
perawatan diri b.d diharapkan klien bisa klien tentang proses penyakit
meningkatkan prilaku kesehatan.
memngungkapkan meningkatkan perawatan diri 3. Edukasi keluarga tentang2. 2. Berikan informasi tentang

keinginan dan diharapkan pengetahuan pemahaman penyakit dan kesiapan meningkatkan perawatan diri.

meningkatkan klien tentang proses penyakit meningkatkan perawatan diri anggota3. 3. Pemahaman tentang penyakit
perawatan diri meningkat dengan kriteria : keluarga. dapat meningkatkan kerjasama

- klien menyatakan telah dengan keluarga untuk

memahami tentang proses meningkatkan perawatan diri

penyakit dan kesiapan anggota keluarga.

meningkatkan perawatan diri.

3.4. Implementasi

No. Tanggal Tindakan Keperawatan Paraf Tanggal Catatan Perkembangan Paraf

Dx & Waktu & Waktu


11.09.18 11.08.18 Diagnosis Keperawatan 1

1. 07.30 Membina hubugan saling percaya dengan klien S = klien mengatakan masih merasakan

- memperkenalkan diri ₰ nyeri, klien mengatakan nyeri hilang

- Mengobservasi kedaan klien dan menanyakan timbul.

keluhan klien O = skala nyeri 4 (1-10), klien tampak

08.00 Memberikan injeksi Ceftriaxone 1 gram iv memegang luka post op


08.30 Mengobservasi tanda tanda vital A = Masalah belum teratasi

TD = 110/80 mmhg P = lanjutkan intervensi no 1,2,3 dan 4

S = 36 ̊C ₰
N = 85 x/menit

RR =20 x/menit

10.00 Mengkaji nyeri klien (lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri) ₰


11.00 Mengajarkan klien teknik relaksasi pengalihan

nyeri.

11.30 Membantu klien berada di posisi yang nyaman

(semifowler)

12.00 Mengobservasi insisi bedah.

15.00 Melakukan perawatan luka.

16.00 Memberikan obat inj ₰


- Ceftriaxon

- Ondansetron

- Santagesik

17.00 Mengkaji Nyeri Klien

18.00 Mengobservasi tanda-tanda vital ₰


TD : 128/83 mmHg

S : 36

RR: 20x/ menit

N : 85x/ menit

19.00 Mengkaji pengetahuan klien dan keluarga

tentang proses penyakit


59
BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan

yang terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan

pada pasien dengan post operasi apendisitis di ruang mutiara Rumah Sakit PHC

Surabaya yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Klien seorang perempuan berusia 27 tahun, beragama islam, bertempat

tinggal di Surabaya dan bekerja sebagai karyawan. Klien masuk UGD pada

tanggal 8 September 2018 pukul 02.00 WIB dengan keluhan nyeri perut sebelah

kanan bawah, setelah diperiksa dokter mengatakan bahwa asam lambung klien

naik, setelah 3 jam di UGD pada pukul 05.00 WIB klien pulang. Sabtu sore pada

tanggal 8 September 2018 pukul 15.00 WIB klien kembali masuk UGD dengan

keluhan yang sama nyeri perut bagian kanan bawah. Setelah dilakukan

pemeriksaan tes urin dan tes darah menunjukkan hasil bahwa terdapat bakteri

infeksi yang tinggi. Pada hari Minggu tanggal 9 September 2018 pukul 10.45

WIB pasien masuk ruang rawat inap mutiara. Pada hari senin tanggal 10

September 2018 dilakukan USG dan hasilnya menunjukkkan bahwa klien

mengidap apendiksitis. Pada hari Selasa tanggal 11 September 2018 pukul 10.00

WIB pasien menjalani tindakan operasi untuk pengangkatan apendiksitis.

Pada pengkajian sistem pernapasan, penulis tidak menemukan masalah

keperawatan yang terjadi pada klien. Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan

bentuk dada normo chest, pergerakan dada simetris, tidak terdapat otot bantu
nafas, irama nafas pasien regular, pola nafas reguler, suara nafas vesikuler, pasien

tidak batuk, tidak ada sputum, tidak ada suara nafas tambahan, RR 18x/menit.

Pada pengkajian sistem kardiovaskuler, penulis tidak menemukan masalah

keperawatan yang terjadi pada klien. Akral hkm, CRT <2 detik, irama jantung

regular, nadi: 87x/menit, tekanan darah 120/80, ictus cordis teraba di ICS 4-5 mid

clavicula, suara jantung S1 S2 tunggal, tidak di temukan suara jantung tambahan,

tidak terpasang CVP, tidak ada nyeri dada tidak ada oedema, tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pengkajian sistem persarafan, penulis tidak menemukan masalah

keperawatan yang terjadi pada klien. Pada pemeriksaan GCS klien 456, Nervus

Kranial I sampai XII klien tidak mengalami masalah, pada pemeriksaan inspeksi

kepala, kepala simetris, tidak ada benjolan atau lesi, pada pemeriksaan palpasi

tidak ada nyeri tekan pada kepala. Pada sistem penginderaan Bentuk hidung

simetris, septum berada ditengah, tidak terdapat polip dan tidak ada gangguan,

tidak ada secret atau lendir. Mata simetris, pupil isokor tidak ada kelainan, reflek

cahaya +/+, konjungtiva tidak anemis, tidak ikterik, lapang pandang pasien

normal, pupil mata isokor ukuran 2 mm, reflek cahaya pasien positif di kedua

matanya. Telinga simetris, telinga bersih tidak ada gangguan dan tidak ada

kelainan, tidak terdapat alat bantu pendengaran.

Pada pengkajian sistem perkemihan, penulis tidak menemukan masalah

karena dari hasil pengkajian klien tidak mengalami distensi kandung kemih,

namun penulis mengalami kesulitan dalam menghitung jumlah produksi urin klien

sebab klien tidak terpasang folley chateter, klien terpasang pampers.


Pada pengkajian sistem pencernaan,

Pada pengkajian sistem muskuluskeletal dan integumen, kekuatan otot klien

penuh, tidak ada fraktur, rentang gerak sendi bebas, turgor kulit elastis, dan warna

kulit sawo matang, namun penulis menemukan adanya luka post operasi, hal ini

sesuai dengan (Pandjaitan costy, 2013). Infeksi luka operasi atau lebih dikenal

dengan sebutan ILO merupakan infeksi yang sering terjadi pada pasien paska

pembedahan, bahwa luka post operasi menimbulkan resiko infeksi. Menurut

(Kurnia andrini, 2013) Faktor kejadian ILO post operasi meliputi nutrisi, personal

hygiene, mobilisasi dan perawatan luka.

Pada pengkajian kebersihan, Sebelum MRS klien mandi 3 kali sehari,

keramas sebanyak 3 x/seminggu, ganti pakaian sebanyak 2x/ hari, menyikat gigi

sebanyak 2x/hari, memotong kuku 1 minggu satu kali. Selama pasien MRS pasien

mandi dengan cara di seka sebanyak 2 x/sehari, pasien belum keramas selama

MRS, pasien ganti pakain selama 1x/ hari, pasien menyikat gigi sebanyak 1x/hari.

Pasien belum memotong kuku selama MRS. (Setyabudi, 2002) Mandi adalah

bagian perawatan hygiene total. Mandi dapat dikategorikan sebagai pembersihan

atau terapeutik. Mandi di tempat tidur yang lengkap diperlukan bagi individu

dengan ketergantungan total dan memerlukan personal hygiene total. Keluasan

mandi individu dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada

kemampuan fisik individu dan kebutuhan tingkat hygiene yang diperlukan.

Individu yang bergantung dalam kebutuhan hygienenya sebagian atau individu

yang terbaring di tempat tidur dengan kecukupan diri yang tidak mampu

mencapai semua bagian badan memperoleh mandi sebagian di tempat tidur.


4.2 Diagnosa Keperawatan

Analisa data pada tinjauan pustaka hanya berisi teori, namun pada

kenyataannya dilapangan, analisa data diseseuaikan dengan keluhan-keluhan yang

telah dialami klien. Kesenjangan yang didapatkan oleh penulis yaitu tentang

diagnosisdiagnosis keperawatan yang tertuang di tinjauan pustaka tidak semunya

di dapatkan dalam tinjauan kasus. Diagnosis keperawatan yang tertuang dalam

tinjauan pustaka berjumlah tujuh diagnosis keperawatan namun diagnosis

keperawatan yang penulis temukan di tinjauan kasus berjumlah tiga diagnosis.

Adapun diagnosis-diagnosis keperawatan yang tertuang dalam tinjauan pustaka

adalah sebagai berikut:

1. Intoleransi Aktivitas B.D Terapi Pembatasan, Tirah Baring, Kewaspadaan

Dan Keamanan
2. Cemas B.D Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Dan Perkembangannya
3. Nyeri Akut B.D Agen Cidera Biologis
4. Resiko Infeksi B.D Insisi Pembedahan
5. Defisit Self B.D Nyeri

Dari ke lima diagnosis tersebut, hanya 3 diagnosis yang muncul pada tinjauan

kasus antara lain :

1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis


2. Konstipasi b.d perubahan lingkungan baru
3. Kesiapan meningkatkan perawatan diri b.d memngungkapkan keinginan

meningkatkan perawatan diri

Dari ketiga diagnosis keperawatan yang terdapat ditinjaun kasus, penulis

memprioritaskan berdasarkan prinsip dalam keperawatan gawat darurat yaitu

airway, breathing, circulation dan disability. Dalam penegakan diagnosis

keperawatan yang penulis ambil disesuaikan dengan kondisi dan keadaan klinis
klien, oleh karena itu tidak semua diagnosis yang terdapat dalam tinjauan pustaka

tercantum dalam tinjauan kasus.

Pada diagnosis Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis, penulis

menemukan tanda-tanda timbulnya nyeri yaitu klien menunjukkan ekspresi wajah

menringis menahan nyeri, dengan kriteria nyeri yaitu pasien mengatakan nyeri

setelah dilakukan pembedahan, nyeri terasa panas, nyeri pada daerah luka post

operasi dengan skala nyeri 3 dan terasa menetap terus menerus. Hal ini sesuai

dengan Ffitri (2018) mengatakan Suatu proses pembedahan setelah operasi atau

post operasi akan menimbulkan respon nyeri.

4.3 Perencanaan

Setelah tim kelompok menentukan diagnosis keperawatan yang sesuai dengan

kondisi klien, selanjutnya kelompok merumuskan rencana tindakan untuk

mengatasi masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien. Dalam

merumuskan perencanaan, tim kelompok merumuskan tindakan-tindakan

keperawatan berdasarkan diagnosis yang sesuai dengan kondisi klien, selain itu

kelompok mencantumkan tujuan dan kriteria hasil pada setiap diagnosis yang

ada pada klien. Adapun fungsi dari penulisan tujuan dan kriteria hasil adalah

untuk menilai berhasil atau tidaknya asuhan keperawatan yang dilakukan pada

klien.

4.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah realisasi dari perencanaan yang

telah tim kelompok susun berdasarkan kondisi klien. Pelaksanaan tindakan

keperawatan dilakukan secara terkoordinasi sesuai dengan rencana keperawatan


yang telah tim kelompok buat. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan tim

melakukan pendelegasian tindakan keperawatan kepada sesama teman sejawat

sesuai dengan shift.

4.5 Evaluasi

Pada tinjauan pustaka evaluasi hasil evaluasi kasus berdasarkan masalah yang

dihadapi klien,
BAB 5

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan secara langsung pada klien dengan diagnosa medis post operasi

apendiksitis.

5.1 Simpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada

klien dengan diagnosa medis post operasi apendiksitis., maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pengkajian didapatkan ...............


2. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan diagnosa medis post

operasi apendiksitis adalah


3. Perencanaan
Pada masalah keperawatan........, penulis merencanakan tindakan yaitu..........dan

diagnosa seterusnya.
4. Pelaksanaan
Pada diagnosa.......... Tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi

yang direncanakan namun terdapat tambahan dalam implementasi dikarenakan

pasien mengalami gagal nafas. Tindakan tersebut adalah melakukan begging dan

RJP, untuk mengatasi gagal nafas yang dialami oleh pasien.

5. Pada akhir evaluasi semua tujuan belum bisa dicapai karena pasien mengalami

5.2 Saran

Bertolak dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan yang

baik anatara pasien, perawat, keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya.
2. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan, ketrampilan yang cukup serta dapat bekerjasama dengan tim


kesehatan lainnya dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

diagnosa medis post operasi apendiksitis.


DAFTAR PUSTAKA

Pandjaitan, Costy. (2013). Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit harus diantisipasi.

diakses 26 November 2015 dari http://politikindonesia.com/index.php?

k=wawancara&i=40941-Costy-Pandjaitan:-Infeksi-Nosokomial-di-Rumah-Sakit-

Harus-Diantisipasi

Kurnia, A., Tripriadi, E.A., & Andrini, F. (2013). Gambaran Penderita ILO pada

Pasien Pasca Operasi Bersih Di RSUD Arifin Achmad Prov. Riau. Diakses 29

Desember 2015 dari

http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/viewFile/6448/6146
Diglib.unimus.ac.id/download.php?id=9688

Anda mungkin juga menyukai