Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak
akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini
sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam
ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun
1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha
menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki
Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup
banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti,
Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia
dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing
jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di
dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik,
Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui
nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di
Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex,
nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan
di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di
daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan
bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat
bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi
beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis,
dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan
darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan

1
karena nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.
(chairufatah,alex.2009)

WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of lympatic
filariasis as a public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi dilaksanakan
melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di
lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk
mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi
penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan.
Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu
filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka
kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan
sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari filariasis ?

2. Bagaimana epidemiologi dari penyakit filariasis ?

3. Jelaskan klasifikasi penyakit filariasis ?

4. Jelaskan etiologi terjadinya penyakit filariasis ?

5. Jelaskan klasifikasi penyakit filariasis ?

6. Bagaimana patofisiologi penyakit filariasis ?

7. Jelaskan Manifestasi klinis dari penyakit filariasis ?

8. Jelaskan pemeriksaan diagnostik penyakit filariasis?

9. Jelaskan pentalakasanaan dari penyakit filariasis?

10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien filariasis?

1.3 Tujuan Masalah

A. Umum

1. Mendokumentasikan mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien Filariasis.

2
B. Khusus

1. Menjelaskan konsep Teoritis asuhan keperawatan pada pasien filariasis

2. Menjelaskan Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan filariasis ,


terdiri dari:

1. pengkajian pada pasien filariasis.

2. diagnosa pada pasien filariasis.

3. perencanaan pada pasien filariasis.

4.implementasi pada pasien filariasis.

5. evaluasi pada pasien filariasis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan
oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki
gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar /
saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang
kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
(Witagama,dedi.2009)

2.2 Epidemiologi

Penyakit Filariasisi terutama ditemukan didaerah Khatulistiwa dan merupakan


masalah didaerah dataran rendah kadang-kadang dapat juga ditemukan daerah bukit yang
terlalu tinggi. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak ditemukan didaerah pedesaan. Didaerah
kota hanya w.bancrofti yang telah ditemukan seperti di kota Jakarta, Tanggerang, Pekalongan
dan Seamarang dan mungkin dikota-kota lainnya.

Di Indonesia Filariasis tersebar luas daerah endemi terdapat dibnayak pulau diseluruh
Nusantara seperti di Sumatera, Jawa, Klaimantan Sulawesi, NTT, Irian Jaya dan
Maluku.Pemberantasan Filariasis sudah dilakukan oleh Departe men Kesehatan sejak
tahun 1970 dengan pemberiian DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40
minggu). Survei prevalensi filiriasis yanng dilakukan oleh Departemen kesehatan
menunjukkan bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46% (P2M &
PLP , 1999)9. Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya
ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabka
perubahan lingkunagan Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis perl diperhatikan

4
faktor-faktor seperti hospes , hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai
untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.

2.3 Klasifikasi

Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai
ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:

1. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.

2. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel)
bila tungkai diangkat.

3. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.

4. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009)

2.4 Etiologi

1. Hsopes

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumver infeksi bagi orang lain yang
rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap
infeksi filariasis dan lebih menderita dari penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih
banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk mendapat
infeksi. Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisisk lenih berat.

2. Hospes Reservoar

Tipe B. Malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk manusia.
Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera terutama jenis
Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.

5
3. Vektor

Bnyak spesies nyamuk ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada cacing filarianya.
W. Bancrofti yang terdapat didaerah perkotaan ditularkan oleh Cx. Quinquefasciatus yang
tempat perindukannya air kotor dan tercemar.

a. W. Bancrofti didaerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di


Irian Jaya W.Bancrofti ditularka terutama oleh An. Farauti yang dapat menggunakan bekas
jejak kaki binatang (footprint) untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga
sebagai vektor. An.Koliensis, An. Punctulatus, Cx. Annulirostris dan Ae.Konchi W.Bancrofti
didaerah lain dapat ditularkan spesis lain seperti An.Subpictus didaerah pantai di NTT. Selain
nyamuk Culex , Aedes pernah juga ditemukan sebagai vektor.

b. B. Malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai
spesies Mansonia seperti Ma.Uniformis, Ma.Bonneae, Ma. Dives dan lain-lain, yang
berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B. Malayi
yang periodik di tularkan oleh An. Barbirostris yang memaki sawah sebagai tempat
perindukannya, seperti didaerah Sulawesi.

c. B.Timori, spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya
ditemukan didaerah NTT dan Timor Timur, di tularkan oleh An.Barbirostris yang
berkembangbiak didaerah sawah, baik dekat pantai maupun daerah pedalaman.

4. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes reservoar dan
vektor, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis.Jenis filariasis yang
ada di suatu daerah endemi dapat diperkiran dengan melihat keadaan lingkungannya.
Pencegahan filariasis, hanya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk. Untuk
mendapatkan infeksi diperlukan gigitan nyamuk ynag banyak sekali. Pengobatan masal
dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis dengan jelas. Pencegahan dengan obat masih
dalam taraf penelitian.

6
2.5 Patofisiologi

Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh
limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi
parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan
dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa
retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.
(Witagama,dedi.2009)

Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit


mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α.
Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang
berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi
sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan
parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia
dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk
membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi
inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan
perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas
dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses perjalanan penyakit,
filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan
terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas
dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi
menjadi:

1. Masa prepaten

7
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang
memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik
yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua
kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang
asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

2. Masa inkubasi

Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.

3. Gejala klinik akut

Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise.
Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat
mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

4. Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini
menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani
keluarganya. (Witagama,dedi.2009) Filariasis bancrofti Pada filariasis yang disebabkan
Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis,
epididimitis dan orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis
retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi
beberapa kali dalam setahun.

8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Diagnosis Klinik

Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik
penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease
Rate).

2. Diagnosis Parasitologik

Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan


darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah
diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing
filaria.

3. Radiodiagnosis

Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yangbergerak-gerak. Pemeriksaan
limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif
akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang
mikrofilaremia asimtomatik.

4. Diagnosis Immunologi

Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia


dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara
immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.

2.8 Penatalaksanaan

1. Upaya Pencegahan Filariasis

Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi


kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi
dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti
nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian
berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan

9
Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari
semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk
itu sendiri dengan cara 3M.

2. Upaya Pengobatan Filariasis

Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria
dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-
satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria
bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk
filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat
badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit
kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi
dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu
yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan
Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi
meningkatkan efek filarisida DEC

3. Upaya Rehabilitasi Filariasis

Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi
mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar
tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut
dapat dilakukan dengan jalan operasi.

10
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh , semua data atau informasi klien yang di butuhkan di kumpulkan untuk
menentukan masalah keperawatan pengkajian klien Filariasis.

a. Riwayat kesehatan

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva
stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat
hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.

b. Aktifitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD,
frekuensi jantung)

c. Sirkulasi

Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.

d. Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa,
dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.

e. Integumen

Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.

f. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan

11
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.

g. Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

h. Neurosensoris

Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.

i. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.

Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.

j. Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang,
berkeringat malam.

Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.

k. Seksualitas

Gejala : Menurunnya libido

Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis

l. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.

Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

m. Pemeriksaan diagnostik

Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan


ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi

12
kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk
mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit

3.Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
. Keperawatn NOC NIC Rasional

1.Peningkatan Setelah dilakukan Mandiri :


suhu tubuh tindakan 1. Pantau suhu 1. Suhu 38 sam
berhubunga keperawatan tubuh pasien api 41,1 men
n dengan selama 3 x 24 jam perhatikan adanya ujukan adany
Adanya diharapkan ada mengiggil/diafor a infeksius
Inflamasi Perubahan suhu es. akut.
pada dalam batas 2. Pantu suhu lingku 2. Suhu ruanga
kelenjar normal. Dengan ngan,batasi/tamba n/jumlah seli
getah KH: hkan linen tempat mut harus di
bening. . Tidak tidur sesuai ubah untuk
mengalami indikasi. mempertahan
komplikasi 3. Berikan kompres kan suhu
yangberhubungan mandi hangat mendekati
. hindari normal.
· Tanda tanda penggunaan 3. Dapat
vital normal. alkohol. Pada membantu
· Leukosit normal daerah frontalis mengurangi

13
dan aksila. demam,peng
4. Berikan selimut gunaan air
pendingin. es/aklhokol
5. Anjurkan klien mungkinmen
memakai pakaian yebabkan
tipis dan mudah kedinginan,p
menyerap eningkatan
keringat. suhu secara
Kolaborasi: actual.
1. Kolaborasi dengan 4. Di gunakan
dokter atau tim kesehatan untuk
lainya untuk pemberian mengurangi
antipiretik, Misal nya demam
aspirin asetaminofen umumnya
lebih besar
dari
39,5°csampai
40°c pada
waktu terjadi
kerusakan
/gannguan
pada otak.
5. Dengan
pakaian tipis
dan
menyerap
keringat
maka akan
mengurangi
penguapan.
Di gunakn
untuk
mengurangi

14
demam
dengan aksi
sentral nya
kepada
hipotalamus.
2 Nyeri Setelah dilakukan Mandiri : 1. Mengindika
berhubunga tindakan 1. Kaji keluhan sikan
n dengan keperawatan nyeri,perhatikan kebutuhan
adanya selama 3 x 24 lokasi,intensitas,d untuk
Peradangan jamdiharapkan an frekuensi. intervensi
pada Nyeri berkurang / 2. Lakukan teknik dan juga
kelenjar menghilang relaksasi tanda tanda
limfe. dengan KH: misalnya perkembanga
· Tanda tanda perubahan n.Meningkat
vitalnormal/stabil. posisi,masase, kan
· Klien tampak rentang gerak relaksasi/men
tenang pada sendi yang urunkan
sakit. tegangan
3. Berikan kompres otot.
hangat atau 2. Dapat
lembab pada menghilangk
daerah nyeri. an nyeri dan
4. Ajar kan klien meningkatka
untuk n relaksasi
memggunggkap serta
kan perasaan menurun kan
/rasa sakit yang di tegangan
rasakan otot.Dapat
Kolaborasi : mengurangi
Kolaborasi dengan ansietas dan
dokter untuk pemberian rasa takut
analgesik sesuai indikasi. sehingga
mengurangi

15
persepsi akan
intensitas
rasa sakit
3. Dapat
mengurangi
rasa nyeri.
3 Hambatan Setelah dilakukan Mandiri : 1. Mengidentifi
mobilitas tindakan 1. Periksa kembali kasi
fisik berhub keperawatan kemampuan dan kerusakan
ungan deng selama 3 x 24 jam keadaan secara kemungkinan
an Adanya diharapkan kondisional pada kerusakan
pembengka Mempertahankan kerusakan yang secara
kan pada ke /meningkatkan ter jadi. fungsional
lenjar limfe kekuatan dan 2. Atur posisi dan
di daerah tu fungsi bagian tertentu untuk mempegaruhi
ngkai(ingui tubuh yang sakit menghindari pilihan
nal) / kompensasi. kerusakan karna intervensi
KH : tekanan,ubah yang akan
· Kaki klien tidak posisi pasien dilakukan.
lagi mengalami secara teratur dan 2. Perubahan
pembesaran. buat sedikit posisi yang
· Nadi normal perubahan posisi teratur
· RR normal antara waktu menyebakan
perubahan posisi penyamaran
tersebut. terhadap
3. Berikan atau berat badan
bantu klien untuk dan
melakukan meningkatak
latihan rentang an sirkulasi
gerak. pada bagian
4. Tingkat kan tubuh
aktivitas dan 3. mperhatikan
partisipasi dalam mobilisasi

16
merawat diri dan fungsi
sendiri sesuai sendi /posisi
kemampuan normal
klien. ekstermitas
dan
menurunkan
ter jadinya
vena yang
statis.
4. Keterlibatan
pasien dalam
perencanaan
dalam
kegiatan
adalah sangat
penting
dalam
meningkatka
n kerjasama
pasien
untukkeberha
silan dari
suatu
program
tersebut.
Dapat
menghilangk
an rasa nyeri
sehingga
mempermuda
h klien untuk
melakukan
aktivitas

17
secara
mandiri
4 Resiko Setelah dilakukan Mandiri 1. Orang orang
penularan tindakan 1. Identifikasi orang yang terpajan
penyakit keperawatan lain yang berisiko ini perlu
berhubunga selama 3 x 24 jam penularan contoh program
n dengan diharapkan klien anggota keluarga terapi obat
pemajanan mampu Melakuka /teman. untuk
penularan n perubahan pola 2. Awasi suhu mencegah
melalui hidup untuk mem lingkungan penularan.
vector. perbaiki Kesehata kelembapan dan. 2. Suhu
n umum dan men 3. berikan racun lingkungan
urunkan resiko serangga di yang lembab
tentang penularan sekitar merupakan
penyakit lingkungan tempat
tempat tinggal perkembangb
klien. iakan
4. Atur lingkungan nyamuk.
klien sedemikian 3. Racun
rupa sehngga serangga
membatasi dapat
rentang vektor membunuh
untuk dapat pembawa
menyebarkan vektor
penyakit. filariasis
5. Berikan penkes 4.
pada keluarga Pemodifikasi
dan masyarakat an
sekitar seputar ruang/lingku
pencegahan ngan dapat
terhadap mengurangi
filariasis. faktor resiko
6. Tekankan penting penyebaran

18
tidak melakukan parasit
penghentian 5. Untuk
terapi obat. menambah
7. Berikan makanan pengetahuan
yang seimbang masyarakat
dalam porsi kecil seputar
pada jumlah filariasi
makanan yang 6. Penghentian
besar dan tepat. terapi obat
berisiko
Kolaborasi penyebaran
Kolaborasi dengan dokte infeksi dapat
r untuk pemberian pengo berlanjut.
batan di komunitas sepert 7. Adanya
i dietilkarbamazine (dec) anoreksia
pengobatan di lakukan dapat
secara berulang 1 hingga menurunkan
6 bulan(6 sampai 8 kg/B tahanan
B) tubuh
terhadap
prosese
infeksi dan
menganggu
proses
penyembuha
n.

1 Pemberian obat
dietilkarbamazine
(dec) dapat membun
uh parasite yang terd
apat pada kalenjar
limpe dan menurunk

19
an resiko terjadinya
penularan.

4.Implementasi

Menurut patricia A. Potter (2005). Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana


tindakan keperawatan yang telah disusun atau ditentukan, yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat terlaksana dan juga dapat bekerjasama
dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisiotrapi. Perawat memilih
intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.

Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan oleh perawat:

1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan


2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan member penyuluhan pada klien pada klien dan keluarganya.

Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali klien, menelaah, dan


memodiksi rencana keperawatan yang sudah ada, mengisentifikasi area dimana bantuan
dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien
deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan atau juga perawat bis mendelegasikan implementasi pada tenaga
kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas
dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.

20
5. Evaluasi

Menurut patricia A. Potter (2005), evaluasi merupakan proses yang dilakukan untuk
menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan keperawatan seberapa
jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.

Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi
kualitatif. Dalam evaluasi kuantitatif yang dinilai adalah kuantitias atau jumlah kegiatan
keperawatan yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kulaitatif difokuskan pada masalah
satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang
dilakukan.

Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah :

1. Mengumpulkan data keperawatan pasien


2. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan criteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal
yang berlaku.

Pada evaluasi, pasien akan :

1. Mengungkapkan bahwa kelelahan berkurang

2. Menunjukkan nadi dan tekanan darah stabil

3. Dapat memanfaatkan istirahat (secara mandiri) apabila merasa pusing, sakit dada,
lelah

4. Tidak ada tanda-tanda infeksi yang baru

5. Dapat melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari


kambuhnya endokarditis.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan
oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat
menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki.
Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung
kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil
survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas
tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233
orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata
mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing
filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena
nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.
(chairufatah,alex.2009). Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta
hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami
selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan
sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto,
harun.2005).

3.2 saran

Agar terhindar dari penyakit filariasis atau kaki gajah upayakan untuk melakukan
upaya kebersihan dan melawan gigitan nyamuk serta selalu mengkonsumsi obat yang di
berikan pemerintah selama 5 tahun berturut – turut agar terhindar dari penyakit filariasis.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah referensi akademik untuk
melengkapi bahan pembelajaran dan motivasi mahasiswa untuk mengetahui lebih banyak lagi
tentang penyakit Filariasis. Saya menyadari bahwa dalampembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
dapat memperbaiki penulisan makalah ini selanjutnya.

22

Anda mungkin juga menyukai