Anda di halaman 1dari 20

I.

JUDUL PERCOBAAN : FERMENTASI ALKOHOL


II. TUJUAN PERCOBAAN : Untuk memperkenalkan dasar - dasar
fermentasi dan pengaruh penambahan nutrisi
pada perkembangbiakan mikroba
III. TEORI
3.1 Salak (Salacca zalacca)
Salak (Salacca edulis) adalah tanaman asli Indonesia, termasuk famili
Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang
bercabang rendah dan tegak. Buah salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit luar,
kulit dalam, daging buah dan biji. Tekstur kulit buahnya bergerigi menyerupai
kulit ular sehingga dikenal juga dengan snake fruit. Tekstur ini yang
menyebabkan kulit salak memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Kulit yang masih segar atau yang baru dilepas umumnya mengandung air,
karbohidrat, mineral dan protein. Kadar air dalam kulit salak cukup tinggi, yaitu
sebesar 74,67% untuk salak pondok, dan 30,06% untuk salak gading. Kadar
karbohidrat sebesar 3,8% pada kulit salak pondok, dan 5,5% pada kulit salak
gading, sedangkan kandungan protein sebesar 0,565% pada kulit salak pondok,
dan 1,815% pada kulit salak gading. Komposisi tersebut menyebabkan kulit
mudah rusak, oleh karena itu perlu diawetkan dulu sebelum proses pengolahan
(Hendri dan Arianingrum, 2010).
Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Dikenal juga
sebagai salak, dalam bahasa Inggris disebut snake fruit karena kulitnya mirip
dengan sisik ular, sementara nama ilmiahnya adalah Salacca zalacca, tetapi ada
sebagian sumber juga menyebutkan nama ilmiah salak adalah Salacca edulis.
Salak tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 700 m di atas
permukaan air laut (dpl) dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400
mm/bulan. Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur, dan lembab,
dengan derajat keasaman tanah (pH) 4,5-7,5 dengan kondisi tanah yang
kelembabannya tinggi. Buah salak dapat dipanen setelah matang benar di pohon,
biasanya berumur enam bulan setelah bunga mekar. Hal ini ditandai oleh sisik
yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman atau kuning tua, dan bulu-
bulunya telah hilang. Ujung kulit buah (bagian buah yang meruncing) terasa
lunak bila ditekan. Tanda buah yang sudah tua menurut sumber lain adalah
warnanya mengkilat, bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah, dan aroma
khas salak cukup kuat. Pemanenan buah salak yakni dengan cara memotong
tangkai tandannya.
Menurut Soetomo (2001), buah salak mengandung nilai gizi tinggi. Dalam
setiap 100 gram nilai gizinya terdiri dari berbagai kandungan zat seperti pada
tabel berikut.
Tabel 3.1 Kandungan Gizi Salak Setiap 100 gram
Kandungan Zat Nilai Rata-rata Buah Salak
Kalori 77 kal
Protein 0,4 g
Lemak 0g
Karbohidrat 20,9 g
Kalsium 28
Fosfor 18 mg
Besi 4,2 mg
Air 78,0 mg
Berat bahan yang dimakan 50 %

Salak (Salacca edulis) merupakan sumber serat yang baik dan


mengandung karbohidrat. Rasa buahnya manis, dan memiliki bau dan rasa yang
unik. Salak mengandung zat bioaktif antioksidan seperti vitamin A dan vitamin
C, serta senyawa fenolik. Salak memiliki umur simpan kurang dari seminggu
karena proses pematangan buahnya cepat dan mengandung kadar air yang cukup
tinggi yakni sekitar 78% (Hidayat, 2010).

3.2 Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari
Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa
Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau
mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-
buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari
katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti
yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada
bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme
senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti
yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk
dari pembiakan mikroorganisme. Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah pada
saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan penguraian
gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur melakukan
penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi,
sehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim.
Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan karbohidrat,
bahkan sampai sekarang pun masih sering digunakan. Padahal pengertian
fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan protein dan
lemak oleh aktivitas mikroorganisme.
Meskipun fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas
maupun terdapatnya sel mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang
esensial. Dalam beberapa proses fermentasi misalnya fermentasi asam laktat,
tidak ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat juga berlangsung (meskipun
jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang berfungsi sebagai
katalisator reaksi. Dari uraian diatas dapat disarikan bahwa fermentasi
mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu
substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi yang
diperoleh dari metabolisme bahan pangan dimana mikroorganisme berada di
dalamnya. Bahan baku energi yang paling banyak digunakan oleh
mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa
mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida, dan
sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Ini adalah
metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi beberapa mikroorganisme dapat mencerna
bahan baku energinya tanpa adanya oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku
energi ini hanya sebagian yang dipecah. Bukan air, karbondioksida, dan
sejumlah besar energy yang dihasilkan, tetapi hanya sejumlah kecil energi,
karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain yang dihasilkan.
Zat-zat produk akhir ini termasuk sejumlah besar asam laktat, asam asetat, dan
etanol, serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester dari
alkohol tersebut. Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal
sebagai fermentasi (Hidayat, 2010).

3.3 Fermentasi Alkohol


Umumnya etanol di buat dengan jalan fermentase dari glukosa dengan
pertolongan suatu mikro organisme (saccharomyces cerevisiae).
Reaksi overall dapat ditlis:

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Jalan reaksinya sangan panjang, banyak sekali hasil – hasil antaranya.


Dalam industri bukan glukosa yang di pakai sebagai bahan dasar (mahal). Tetapi
zat yang mengandung pati (kentang, padi –padian, jagung) atau melasse (tetes).
Fermentasi dilakukan pada temperature 27 – 300C. Hasil fermentasi
mengandung alkohol ± 18%, kemudian dilakukan distilasi bertingkat, sehingga
di peroleh alkohol 95,6% dan sisanya air, campuran ini mempunyai titik didih
minimum 78,150C, sehingga tidak dapat di pekatkan lagi dengan jalan destilasi
(Respati, 1986).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu (1) apakah karbon dioksida
dibiarkan lepas, (2) apakah produk minuman beralkohol didestilasi dan (3)
apakah senyawa lain ditambahkan. Pada proses fermentasi kadar alkohol yang
terkandung tidak lebih 18% (v/v). Produk fermentasi di samping diperoleh etil
alkohol juga terdapat hasil ikutan fuse oil (German: Fusel, senyawa wujud cair
dalam jumlah sedikit) yang merupakan campuran isopentil alkohol, n-propil
alkohol, isobutyl alkohol, dan 2-metil-1-butanol, dikenal sebagai amil alkohol
aktif.
Dalam skala industri etil alkohol dibuat dengan cara hidrasi etena dan
fermentasi terhadap molasses dari tebu dan kandungan etil alkohol yang
diperoleh mencapai 95,6%. Distilat yang diperoleh selalu mengandung 95,6%
etanol dan 4,4% air; campuran tersebut campuran azeotrop.
Salah satu cara untuk memperoleh etanol murni (murni 100%) dengan
menghilangkan kandungan air, yaitu dengan menambahkan logam magnesium.
Air akan diubah menjadi Mg(OH)2 yang tidak larut, kemudian etanol diperoleh
dengan cara distilasi. Cara lain adalah dengan menambahkan benzene ke dalam
etanol 95,6% (Sastrohamidjojo, 2011)
3.4 Peranan Mikroorganisme pada Teknologi Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang
menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan
yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk
asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Jenis-
jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah bakteri
asam laktat.
Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar
asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat
yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan
pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat
pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Mikroorganisme
dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme yang bersifat
homofermentative dan heterofermentative. Jenis-jenis homofermentatif yang
terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan
jenisjenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-
asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat.
Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini:
1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan positif, berbentuk
bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai
nilai ekonomis penting dalam industri susu.
2. Pediococcus cerevisae, bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun
jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan
penting dalam fermentasi daging dan sayuran.
3. Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum, bakteri ini
adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan
atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan dalam perusakan
larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir.
Walaupun demikian, bakteribakteri ini merupakan jenis yang penting
dalam permulaan fermentasi sayuran dan juga ditemukan dalam sari
buah, anggur, dan bahan pangan lainnya.
4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii,
organisme-organisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram positif
dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini
umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis
Pediococcus atau dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat
pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri-bakteri
ini penting sekali dalam fermentasi susu dan sayuran (Hidayat, 2010).

3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroba


a. Nutrisi (zat gizi)
Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya :
- Unsur C : ada pada karbohidrat
- Unsur N : dengan penambahan pupuk yang mengandung
nitrogen, ZA, urea, anomia, pepton dan sebagainya.
- Unsur P : penambahan pupuk fospat dari NPK, TSP, DSP dan
lain-lain.
- Mineral-mineral
- Vitamin-vitamin
b. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkoholis, ragi memerlukan media suasana asam,
yaitu antara pH 4,8 – 5,0. Pengaturan pH dilakukan penambahan asam
sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikabonat jika substratnya
asam.
c. Temperatur
Temperatur optimum untuk dan pengembangbiakan adalah 28 °C – 30
°C pada waktu fermentasi, terjadi kenaikan panas, karena ekstrim.
Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan
supaya suhu dipertahankan tetap 28 °C – 30 °C.
d. Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun
demikian, udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum
fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel.
(Harahap, 2003).

3.6 Aplikasi Fermentasi Alkohol dalam Industri


” Pemanfaatan Limbah Buah Salak Sebagai Sumber Bahan Bakar
Alternatif (Bioetanol)”
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen gula, pati, maupun selulosa. Bioetanol biasanya dimanfaatkan
sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis,
sebagai zat pelarut, dan yang sedang populer saat ini adalah pemanfaatan
bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bioetanol sebagai bahan
bakar dicampur dengan bensin yang biasa disebut gasohol. Setiap kali musim
panen sering terjadi pembuangan buah salak (Salacca zalacca) yang rusak
dan busuk oleh para petani. Dimana salak ini memiliki kandungan
karbohidrat sebesar 20,90 gr dengan kadar glukosa mencapai 60,83 % dari
bahan kering, sehingga buah salak ini bisa digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol.
Oleh sebab itu, untuk memanfaatkan limbah ini maka salak busuk ini
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Pembuatan
bioetanol dengan bahan dasar buah salak ini melalui dua tahapan proses yaitu
proses fermentasi dan distilasi. Proses fermentasi mengubah glukosa menjadi
etanol dengan bantuan bakteri Saccharomyces cereviceae yang terkandung
pada ragi roti. Proses distilasi merupakan proses pemurnian untuk
meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi.
Analisa yang dilakukan terhadap sampel adalah secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisa kualitatif meliputi identifikasi senyawa yang terkandung
dan penentuan bobot molekul dengan menggunakan alat GC-MS. Dimana
hasil analisa kualitatif menunjukkan bahwa seluruh sampel dipastikan
mengandung senyawa etanol. Sedangkan dalam analisa kuantitatif, jumlah
bioetanol yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki kadar alkohol
terbesar pada media fermentasi daging salak bagus yang menggunakan ragi
roti yaitu sebesar 83,70 %. Namun penggunaan media salak busuk dengan
penambahan ragi roti juga menghasilkan jumlah dan kadar alkohol yang
cukup tinggi yaitu 104 ml dengan kadar 83,33 % (Ruli, dkk., 2013)

Mulai

Buah salak dikupas dan dipisahkan daging buah dan bijinya

Kemudian larutan salak dicacah hingga menjadi bubur salak

Larutan salak difermentasi selama 7 hari


dengan penambahan ragi (7,5%) dan urea
(1%)
Hasil proses fermentasi disaring kemudian didestilasi

Kualitas bioetanol yang dihasilkan diuji


menggunakan
Gambar 3.1 Flowchart PemanfaatanGS-MS
Limbah Buah Salak Sebagai
Sumber Bahan Bakar Alternatif
(Ruli, dkk., 2013)
Untuk menentukan sampel adalah etanol, digunakan
Kromatografi Gas Spektokopi Massa (GC-MS)

Selesai
IV BAHAN DAN PERALATAN
4.1 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Amonium Sulfat ((NH4)2SO4)
Fungsi : Berperan dalam proses perkembangbiakan mikroba dan
menghambat pertumbuhan mikroba yang lain.
2. Aquadest (H2O)
Fungsi : Sebagai pelarut sampel.
3. Buah salak (Salacca zalacca)
Fungsi : Sebagai sampel yang akan difermentasi menghasilkan alkohol
dan sebagai sumber glukosa.
4. Kalium Klorida (KCl)
Fungsi : Sebagai sumber mineral yang essensial.
5. Ragi Instant (fermipan)
Fungsi : Untuk memecahkan gula menjadi alkohol.

4.2 Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Batang Pengaduk
Fungsi : Untuk mengaduk zat yang berada di dalam erlenmeyer.
2. Beaker Glass
Fungsi : Sebagai wadah larutan salak yang ditimbang.
3. Erlenmeyer
Fungsi : Sebagai wadah untuk larutan salak yang akan diinkubasi.
4. Gabus
Fungsi : Untuk menutup labu leher tiga dan pendingin leibig pada saat
distilasi.
5. Gelas Ukur
Fungsi : Untuk mengukur volume alkohol yang dihasilkan.
6. Karet Gelang
Fungsi : Untuk mengikat plastik pada labu erlenmeyer.
7. Labu Leher Tiga
Fungsi : Sebagai tempat larutan salak didistilasi.
8. Lem glukol
Fungsi : Untuk menghambat udara masuk kedalam labu leher tiga.
9. Neraca Elektronik
Fungsi : Untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
10. Pendingin Leibig
Fungsi : Untuk mendinginkan distilat alkohol yang menguap agar
mengembun.
11. pH meter
Fungsi : Untuk mengukur pH larutan salak sebelum dan sesudah
inkubasi.
12. Plastik
Fungsi : Untuk menutup labu erlenmeyer.
13. Rotary Shaker
Fungsi : Untuk mengaduk rata larutan salak di dalam erlenmeyer
sebelum diinkubasi.
14. Selang
Fungsi : Sebagai jalur lewat air pendingin.
15. Selotip
Fungsi : Untuk merekat sambungan gabus dan labu leher tiga.
16. Spatula
Fungsi : Untuk mengambil garam amonium sulfat, kalium klorida
serta ragi instan yang akan digunakan.
17. Termometer
Fungsi : Untuk mengukur suhu pada proses distilasi.

V PROSEDUR PERCOBAAN
5.1 Prosedur Perlakuan I
1. Dimasukkan 500 gram sampel buah salak yang telah dihaluskan
sebanyak 500 ml dengan aquadest ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan nutrisi 5% w/w, glukosa 5% w/w dan 5% w/w gram ragi
instan (fermipan) atau ragi tape lalu diaduk hingga merata.
3. Ditutup erlenmeyer dengan plastik dan diikat dengat karet gelang.
4. Diaduk dengan rotary shaker selama 10 menit dengan kecepatan 150 rpm
dan diukur pH-nya.
5. Disimpan dalam steril kabinet selama 95 jam. Setelah itu diukur pH-nya.
6. Sampel hasil fermentasi didistilasi untuk diperoleh jumlah alkohol yang
dihasilkan.
7. Dihitung jumlah alkohol yang diperoleh.

5.2 Prosedur Perlakuan II


1. Dimasukkan 500 gram sampel buah salak yang telah dihaluskan
sebanyak 500 ml dengan aquadest ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan glukosa 5% w\w gram dan 5% w/w gram ragi instan
(fermipan) atau ragi tape lalu diaduk hingga merata.
3. Ditutup erlenmeyer dengan plastik dan diikat dengat karet gelang.
4. Diaduk dengan rotary shaker selama 10 menit dengan kecepatan 150 rpm
dan diukur pH-nya.
5. Disimpan dalam steril kabinet selama 95 jam. Setelah itu diukur pH-nya.
6. Sampel hasil fermentasi didistilasi untuk diperoleh jumlah alkohol yang
dihasilkan.
7. Dihitung jumlah alkohol yang diperoleh.

5.3 Rangkaian Peralatan


termometer

keluaran air pendingin

refluks kondensor
Statif dan klem

larutan sampel

alkohol
masukan air pendingin

Gambar 5.1 Rangkaian Peralatan Percobaan Fermentasi Alkohol

5.4 Flowchart Percobaan


5.4.1 Flowchart Prosedur Percobaan Fermentasi Alkohol Perlakuan I

Mulai

Dimasukkan 500 gr salak yang telah dihaluskan


dengan aquadest sebanyak 500 ml dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 5% nutrisi dari
berat sampel

Ditambahkan glukosa 5% dari


berat sampel

Ditambahkan ragi instan


(fermipan) atau ragi tape 5% dari
berat sampel

Diaduk zat di dalam erlenmeyer


dengan batang pengaduk

Erlenmeyer ditutup dengan plastik


dan diikat erat dengan karet gelang

Kedua erlenmeyer diaduk dengan rotary shaker selama 10


menit dengan kecepatan 150 rpm dan diukur pH-nya

Disimpan dalam steril kabinet 65 jam

Tidak
Apakah sudah
65 jam ?

Ya
Didistilasi hingga diperoleh alkohol dan diukur
jumlah alkohol yang diperoleh

Selesai Fermentasi Alkohol Perlakuan II


5.4.2 Flowchart Prosedur Percobaan
Gambar 5.2 Flowchart Prosedur Percobaan Fermentasi Alkohol Perlakuan I
Mulai

Dimasukkan salak yang telah dihaluskan sebanyak


500 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan glukosa 5%
dari berat sampel

Ditambahkan ragi instan (fermipan)


5% dari berat sampel

Diaduk zat di dalam erlenmeyer


dengan batang pengaduk

Erlenmeyer ditutup dengan plastik


dan diikat erat dengan karet gelang

Kedua erlenmeyer diaduk dengan rotary shaker selama 10 menit


dengan kecepatan 150 rpm dan diukur pH-nya

Disimpan dalam steril kabinet selama 120 jam

Tidak

Apakah sudah
120 jam ?

Ya
Didistilasi hingga diperoleh alkohol dan diukur
jumlah alkohol yang diperoleh

selesai

Gambar 5.3 Flowchart Prosedur Percobaan Fermentasi Alkohol Perlakuan II

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


6.1 Hasil Percobaan
Berikut adalah hasil percobaan yang didapat dan disajikan dalam bentuk
tabel :
Tabel 6.1 Hasil Percobaan Fermentasi Alkohol dengan Sampel Buah salak
(Salacca zalacca) 500 mL
No Perlakuan Jenis Ragi pH
Lama Jumlah
Sebelu
Fermentasi Sesudah Alkohol
m
(Jam) (ml)
1 I 3 3 6
Ragi Tape
2 II 3 3 12
95
3 I 4 4 36
Ragi instan
4 II 4 4 45

6.2 Pembahasan
VI.2.1 Pengaruh Pemberian Nutrisi Terhadap Jumlah Alkohol
Secara teoritik tiap molekul glukosa akan menghasilkan 2
mol etanol dan 2 mol karbondioksida, dan melepaskan energi. Nutrien
diperlukan dalam pertumbuhan ragi. Nutrien yang ditambahkan adalah
karbon, nitrogen, fosfor, belerang, dan hidrogen, sedangkan nutrien dalam
jumlah kecil yaitu kalium, magnesium, kalsium, mineral, dan senyawa-
senyawa organik seperti vitamin, asam nukleat, dan asam amino.
Temperatur operasi yang digunakan tergantung pada jenis ragi, umumnya
adalah 30-40oC (Supriyanto dan Wahyudi, 2010). Setiap unsur nutrisi
mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Unsur tersebut diberikan
ke dalam medium sebagai kation garam anorganik yang jumlahnya
berbeda-beda tergantung pada keperluannya (Hidayat, 2010). Dengan
demikian, pemberian nutrisi dapat meningkatkan kadar alkohol yang
dihasilkan.
Tabel 6.1 menunjukkan hasil percobaan fermentasi alkohol dengan
sampel Buah salak (Salacca zalacca). Perlakuan I merupakan perlakuan
dimana larutan Buah salak (Salacca zalacca) ditambah dengan nutrisi
(NH4)2SO4, dan KCl sebanyak 25 gram, 25 gram sukrosa dan 25 gram ragi
tape. Sedangkan perlakuan II merupakan perlakuan dimana larutan salak
tidak ditambah dengan nutrisi namun hanya ragi tape dan glukosa saja.
Pada perlakuan I dengan waktu fermentasi 95 jam, jumlah alkohol
yang dihasilkan adalah 6 ml dan untuk perlakuan II dengan waktu
fermentasi 95 jam jumlah alkohol yang dihasilkan adalah 12 ml. Terlihat
bahwa alkohol yang dihasilkan pada larutan dengan perlakuan I dengan
penambahan nutrisi sedikit jika dibandingkan dengan alkohol yang
dihasilkan pada larutan dengan perlakuan II tanpa tambahan nutrisi.
Pada proses fermentasi, nutrient sangat diperlukan walaupun dalam
jumlah kecil. Semakin banyak nutrient yang ditambahkan dalam media
fermentasi, maka etanol yang dihasilkan semakin besar. Itu terjadi karena
suplai nutrient untuk pertumbuhan bakteri semakin tercukupi. Bakteri
membutuhkan nutrient esensial untuk tumbuh, dengan demikian maka
etanol yang dihasilkan juga lebih maksimal (Putra, 2011).

VI.2.2 Pengaruh Perbedaan Jenis Ragi Terhadap Jumlah Alkohol


Pembentukan alkohol juga dipengaruhi oleh jenis ragi yang
digunakan dalam fermentasi. Ragi yang dapat menghasilkan fermentasi
yang baik adalah ragi yang bersih dan tidak terkontaminasi zat lain. Saf
Instan merupakan ragi yang mengandung air 1-2% dan daya simpannya
lama. Penggunaanya langsung pada saat pengadukan, ragi ini langsung
bereaksi cepat dengan larutan, Sedangkan ragi tape adalah ragi koral atau
active dry yeast yang bentuknya seperti bola dimana dalam penggunaan
ragi ini harus diaktifkan lebih dulu dengan cara dilarutkan dalam air
sebelum ditambahkan kedalam larutan sementara (Jayanti, 2011). Pada
pembuatan larutan, Ragi instan dan ragi tape langsung dimasukkan
kedalam larutan yang berbeda secara bersamaan, Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ragi instan fermipan akan lebih cepat berfermentasi
dengan larutan karena pada saat pemasukan ragi ke dalam larutan, ragi
langsung bereaksi dengan larutanya sementara pada ragi tape, pada saat
pemasukan kedalam larutan, ragi masih butuh beberapa menit untuk
mengaktifkan diri terlebih dahulu kemudian bereaksi dengan larutannya.
Oleh karena itu produk alkohol yang dihasilkan kedua jenis ragi berbeda.
Menurut hasil percobaan yang ada, telah diperoleh hasil yang tidak
sesuai dengan teori yang ada. Ini dikarenakan pada saat destilasi perlakuan
ke II, suhu yang di gunakan sudah hampir mencapai suhu penguapan air
yaitu 97 0C sehingga air dan alkohol juga ikut menguap sehingga
volumenya juga ikut bertambah.

VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dalam percobaan ini adalah :
1. Volume alkohol yang dihasilkan pada perlakuan I dengan lama waktu
65 jam adalah sebanyak 6 ml dengan ragi tempe dan 36 ml dengan ragi
instan (fermipan).
2. Volume alkohol yang dihasilkan pada perlakuan II dengan lama waktu
65 jam sebanyak 12 ml dengan ragi tape dan 46 ml dengan ragi instan
(fermipan).
3. Tidak terjadi perubahan nilai pH larutan sari buah salak selama
fermentasi dimana pada perlakuan I dengan ragi instan (fermipan)
yaitu dengan pH 4.
4. Tidak terjadi perubahan nilai pH larutan sari buah salak selama
fermentasi pada perlakuan II dengan ragi tape yaitu dengan pH 3.
5. Pemberian nutrisi saat proses fermentasi berpengaruh terhadap jumlah
alkohol yang dihasilkan.

7.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan oleh praktikan adalah :
1. Dalam melakukan distilasi alkohol, disarankan lebih memperhatikan
suhu atau temperatur larutan agar pemisahan uap alkohol dari larutan
lebih cepat dihasilkan.
2. Sampel yang digunakan hendaknya divariasikan jenisnya seperti
sayuran, kacang-kacangan agar dapat dilihat perbedaan kandungan
alkohol yang dihasilkan dengan sampel buah-buahan.
3. Erlenmeyer hendaknya ditutup dengan rapat untuk mencegah adanya
mikroba yang masuk kedalam larutan.
4. Volume pelarut yang digunakan hendaknya divariasikan jumlahnya,
misalnya 75 ml, 100 ml, dll.
5. Lama pengadukan dengan rotary shaker hendaknya lebih lama agar
larutan dapat tercampur merata.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Hamidah. 2003. Karya Ilmiah Produksi Alkohol. Medan : Universitas


Sumatera Utara.
Hendri, Zulfi dan Retno Arianingrum. 2010. Penerapan Teknologi: Pemanfaatan
Kulit Salak pada Produk Keramik Guna Peningkatan Usaha kerajinan
keramik Di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Artikel untuk Jurnal
Inotek. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Jayanti, Risha Tiara. 2011. Pengaruh pH, Suhu Hidrolisis Amilase dan Konsentrasi
Ragi Roti Untuk Produksi Etanol Menggunakan Bekatul. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret
Rikana, Heppy dan Risky Adam. 2010. Pembuatan Bioethanol dari Singkong Secara
Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Skripsi Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Semarang: Universitas Diponegoro.
Ruli, Faria Siska, Fitria Purnamasari, Ellyta Sari, Elly Desni Rahman. 2013.
Pemanfaatan Limbah Buah Salak Sebagai Bahan Bakar Alternatif
(Bioetanol). Jurnal Teknik Kimia, Vol 2 No. 4. Universitas Bung Hatta.
Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: UPN Veteran.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya : Unesa Press
Supriyanto, Tri dan Wahyudi. 2010. Proses Produksi Etanol Oleh Saccharomyces
Cerevisae Dengan Operasi Kontinyu Pada Kondisi Vakum. Diakses pada 12
September 2014
Wahyudi. 1997. Produksi Alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus dengan Tetes
Tebu (Molase) sebagai Bahan Baku Utama. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Yamin, Nurul Fadhila. 2012. Perubahan Warna pada Salak (Salacca edulis) Selama
Pengeringan Lapisan Tipis. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

LAMPIRAN A
FOTO PERCOBAAN

A.1 Foto Alkohol Yang Dihasilkan

Gambar A.1 Alkohol yang


Dihasilkan
A.2 Foto Larutan Salak Yang
Difermentasi
Gambar A.2 Larutan Salak yang Difermentasi

A.3 Foto Larutan Salak Saat Didistilasi

Gambar A.3 Larutan Salak Saat Didistilasi

Anda mungkin juga menyukai