Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke merupakan masalah kesehatan yang serius ditengah

masyarakat modern sekarang ini. Stroke adalah gejala penyakit yang awal

timbulnya mendadak, perubahan yang cepat, berupa gangguan saraf fokal

atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer, 2008).

Stroke merupakan penyebab kecacatan serius no 1 di dunia.

Menurut data WHO (2010) menyebutkan setiap tahunnya terdapat 15 juta

orang di seluruh dunia menderita stroke dimana 6 juta orang mengalami

kematian dan 6 juta orang mengalami kecacatan permanen dan angka

kematian tersebut terus meningkat dari 6 juta di tahun 2010 menjadi 8 juta

di tahun 2030.

Pada Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina,

Austria, tahun 2008 mengungkapkan bahwa jumlah kasus stroke terus

meningkat di kawasan Asia, dan salah satunya negara Indonesia yang

merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia,

penyebabnya karena penyakit degeneratif, dan penyakit terbanyak

diakibatkan karena stres (Yayasan Stroke Indonesia, 2009).

Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi nomor satu di

Indonesia (Balitbangkes, 2014). Diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000

1
penduduk Indonesia terkena serangan stroke, sekitar 12,5% atau 125.000

orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Bedasarkan hasil

Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan insiden stroke di Indonesia

meningkat dari 8,3 per 1000 penduduk pada tahun 2007 menjadi 12,1 per

1000 penduduk pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di

Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita stroke

terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 238.001 (7,4% berdasarkan

diagnosis Nakes) dan 533.895 orang (16,6%) berdasarkan

diagnosis/gejala. Yang artinya dalam setiap 100 penduduk terdapat 7

orang penderita stroke berdasarkan Nakes, dan dalam setiap 100 penduduk

terdapat 16 orang penderita stroke berdasarkan diagnosis/gejala

(Riskesdas, 2013).

Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat

dengan tingkat prevalensi pada penyakit stroke yang cukup tinggi.

Berdasarkan data Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet

Garut pada tahun 2014 tercatat prevalensi stroke sebanyak 3113 jiwa yang

menjalani rawat jalan, dan pada tahun 2013-2015 terdapat 983 kasus

stroke yang menjalani rawat inap. Hal tersebut menunjukkan betapa

tingginya prevalensi stroke di Kabupaten Garut. Ruang Cempaka

merupakan salah satu ruang perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Slamet Garut dengan tempat perawatan khusus untuk merawat kasus-kasus

sistem persyarafan (RM RSU dr.Slamet Garut, 2014).

2
Kematian jaringan otak akibat stroke dapat menyebabkan

menurunnya bahkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan

tersebut. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah kelemahan otot pada

bagian anggota gerak tubuh. Pada pasien stroke, 70-80% mengalami

hemiparesis (kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh) dengan

20% dapat mengalami peningkatan fungsi motorik dan sekitar 50%

mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik/kelemahan otot

pada bagian ekstermitas bila tidak dilakukan intervensi yang tepat dalam

pemberian asuhan keperawatan maupun rehabilitasi. Fungsi motorik

merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari,

sehingga terpenuhinya kebutuhan dasar seperti kebutuhan untuk makan,

minum, kemampuan untuk melakukan perawatan diri sendiri, mandi,

menggunakan toilet, berhias, berpindah tempat, dan bergerak (mobilisasi).

Pasien yang mengalami kelemahan pada salah satu sisi bagian

tubuh diakibatkan oleh penurunan kekuatan tonus otot, sehingga tidak

mampu untuk menggerakkan tubuhnya (immobilisasi). Immobilisasi yang

tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi berupa

abnormalitas otot, orthostatic hypotension, deep vein trombosis dan

kontraktur. Atropi otot karena kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya

dalam waktu kurang dari satu bulan setelah terjadinya serangan stroke.

Kontraktur dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fungsional,

gangguan mobilitas, gangguan aktivitas sehari hari dan kecacatan.

3
Penderita stroke harus dilakukan mobilisasi sedini mungkin ketika

kondisi klinis neurologis dan hemodinamik penderita sudah mulai stabil.

Mobilisasi dilakukan secara rutin dan terus menerus untuk mencegah

terjadinya komplikasi stroke. Mobilisasi pada pasien stroke bertujuan

untuk mempertahankan Range of Motion (ROM), memperbaiki fungsi

peredaran darah, fungsi pernafasan dan mencegah kontraktur. Beberapa

intervensi dapat dilakukan untuk memperbaiki fungsi fisik pasien,

diantaranya dengan latihan ROM. ROM baik aktif maupun pasif

memberikan efek bagi fungsi fisik yaitu mempertahankan kelenturan

sendi, dan mempertahankan kemampuan aktivitas.

Kemampuan aktivitas yaitu kemampuan untuk bergerak dimana

manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu

latihan yang dapat digunakan untuk mempertahankan kemampuan

aktivitas yaitu latihan ROM. Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang

dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan

lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,

2006). Tujuan ROM adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan

fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan

pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi. Jenis latihan

ROM dapat dibedakan kedalam ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif

yaitu gerakan yang dilakukan seseorang dengan kekuatan kontraksi otot

sendiri, sedangkan ROM pasive yaitu gerakan yang dilakukan atas

4
bantuan orang lain. Manfaat latihan ROM adalah untuk menentukan nilai

kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan,

memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan,

mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah

dengan dilakukannya latihan ROM pada pasien (Beebe & Lang, 2009;

Hardwick & Lang, 2012). Pada pasien stroke dengan gangguan

hemiparesis dapat dilakukan latihan ROM pasif, untuk melatih dan

mempertahankan kelenturan otot pada anggota gerak yang mengalami

hemiparesis. Sehingga dengan dilakukannya latihan ROM pasif tersebut

diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan pada pasien stroke.

Dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan

latihan ROM pasif tersebut, agar latihan ROM dapat dilakukan dengan

benar. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihtan pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa (Notoatmodjo,

2010). Pengetahuan erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambil

dalam merawat pasien stroke diantaranya dalam melakukan latihan ROM

pasif, karena dengan pengetahuan tersebut keluarga memiliki landasan dan

alasan untuk melakukan suatu tindakan. Perilaku adalah semua tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki cakupan yang sangat

luas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yag tidak dapat diamati

(Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini, perawat sebagai pendidik dapat

5
memberikan pendidikan kesehatan dan latihan kepada keluarga sebagai

lingkungan terdekat pasien mengenai latihan ROM pasif. Sehingga

keluarga dapat menentukan perilaku dalam melakukan latihan ROM pasif

dan dapat mendampingi serta melatih pasien secara mandiri untuk

mempercepat proses pemulihan pasien, yang sesuai dengan tugas keluarga

dalam bidang kesehatan yaitu merawat anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap 10

pasien stroke di ruangan Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet

Garut, bahwa 10 keluarga pasien stroke tersebut tidak mengetahui tentang

latihan ROM pasif. 6 dari 10 pasien sering dilakukan latihan hanya dengan

menggerakkan anggota gerak yang lemas, yaitu dengan latihan mengepal

dan membuka tangan serta menekuk dan meluruskan kaki yang lemas.

Serta 7 dari 10 keluarga pasien menyatakan bahwa keluarga tidak

diberikan pendidikan atau arahan secara khusus dari petugas mengenai

latihan ROM pasif pada pasien. Sehingga keluarga melakukan latihan otot

atas inisiatif sendiri dan berdasarkan apa yang keluarga ketahui.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku keluarga

dalam latihan ROM pasif pada pasien stroke di Ruang Cempaka Rumah

Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, peneliti

merumuskan permasalahan sebagai berikut: adakah hubungan antara

tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku keluarga dalam latihan

ROM pasif pada pasien stroke di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Slamet Garut?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan

antara tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku keluarga dalam

latihan ROM pasif pada pasien stroke di Ruang Cempaka Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Slamet Garut.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang latihan ROM

pasif pada pasien stroke di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Slamet Garut.

b. Mengetahui perilaku keluarga dalam latihan ROM pasif pada

pasien stroke di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Slamet Garut.

c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan

perilaku keluarga dalam latihan ROM pasif pada pasien stroke di

Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut.

7
D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai media pembelajaran

dan pengetahuan khususnya pada Ilmu Keperawatan Medikal Bedah

dengan kasus stroke dan Keperawatan Keluarga mengenai tingkat

pengetahuan dan perilaku keluarga dalam melakukan latihan ROM

pasif untuk meningkatkan kemampuan fungsi motorik pada pasien

stroke.

b. Manfaat Praktik

1) Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi tempat penelitian

untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan dan

perilaku keluarga dalam latihan ROM pasif pada pasien stroke

sebagai upaya meningkatkan kemampuan fungsi motorik pada

pasien stroke, sehingga diharapkan keluarga dapat berperan aktif

dalam upaya meningkatkan fungsi motorik dan mencegah

terjadinya penurunan fungsi motorik yang lebih signifikan pada

pasien stroke.

2) Bagi Institusi

Hasil penelitian dapat menjadi referensi atau bahan pembelajaran

bagi institusi pendidikan di bidang kesehatan khususnya Ilmu

Keperawatan, dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan

wawasan mahasiswa Ilmu Keperawatan.

8
3) Penulis Selanjutnya

Bagi penulis selanjutnya diharapkan hasil penelitian dapat

digunakan sebagai salah satu sumber kepustakaan untuk

melakukan penelitian yang lebih lanjut terkait tingkat pengetahuan

dan perilaku keluarga dalam latihan ROM pasif pada pasien stroke.

E. Ruang Lingkup

a. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Cempaka Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Slamet Garut, sebagai salah satu ruangan perawatan

khusus kasus persarafan.

b. Waktu

Waktu untuk melakukan penelitian yaitu 4 minggu dimulai dari

pengambilan data dan pengolahan data.

c. Bidang Keilmuan

Materi penelitian meliputi Keperawatan Medikal Bedah,

Pendidikan Dalam Keperawatan dan Keperawatan Keluarga.

9
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN
PERILAKU KELUARGA DALAM LATIHAN ROM PASIF
PADA PASIEN STROKE DI RUANG CEMPAKA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SLAMET GARUT

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyusunan Skripsi

Disusun Oleh :
MITA ARFAH MUHAJIROH
NIM 4002150008

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2016

10

Anda mungkin juga menyukai