Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

BLADDER STONE

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/SMF Bedah

Oleh:

Yeni Ulvia

Pembimbing:

BAGIAN/SMF BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DATU BERU
BANDA ACEH
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Bladder Stone”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi
ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Bedah RS Datu Beru
Takengon. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu kesehatan mata khususnya. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.

Banda Aceh, November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................2
DAFTAR ISI ..................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi...................................................................5
2.2 Definisi..........................................................................................6
2.3 Etiologi..........................................................................................7
2.4 Patogenesis....................................................................................8
2.5 Komposisi batu..............................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis & Pemeriksaan Fisik......................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................10
2.8 Tata laksana...................................................................................11
2.9 Pencegahan....................................................................................12

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas........................................................................................13
3.2 Anamnesis.....................................................................................13
3.3 Pemeriksaan Fisik.........................................................................16
3.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................17
3.5 Diagnosa Kerja..............................................................................19
3.6 Tata Laksana.................................................................................19

BAB IV ANALISA KASUS.........................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukannya batu pada
kandung kemih seseorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
dunia tidak terkecuali penduduk Indonesia. Penyakit ini merupakan tiga penyakit
terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat benigna. Kejadian batu saluran kemih meningkat dengan adanya
peningkatan konsumsi protein hewani. (Prenggono D, 2006)

Prevalensi penderita batu saluran kemih di dunia rata-rata mencapai 1-12%


dengan presentase Ameriksa Serikat 5-10%, Amerika Utara 7-13%, Eropa 5-9%,
dan Asia 1-5%. Perbedaan angka kejadian di setiap negara disebabkan oleh faktor
litogenik, usia, jenis kelamin, status gizi, sosioekonomi, derajat pendidikan, dan
aktivitas sehari-hari. Di negara-negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu
saluran kemih atas, sedangkan di negara berkembang lebih banyak dujumpai
pasien dengan batu buli-buli. (Purnomo BB, 2011 et Sjamsuhidayat, 2010)

Secara garis besar pembentukan batu saluran kemih dipengaruhi


oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik dengan komposisi batu saluran kemih dapat
berupa batu kalsium, batu struvit, batu urat, batu lainnya. Batu kalsium
merupakan penyebab paling banyak batu saluran kemih yang dapat membentuk
batu kalsium oksalat maupun batu kalsium fosfat. Manifestasi batu saluran kemih
dapat berbentuk rasa sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi seperti
urosepsis dan gagal ginjal. (Prenggono D, 2006 et Purnomo BB, 2011)

Untuk pemeriksaan batu saluran kemih dapat dilakukan dengan berbagai


pemeriksaan seperti sedimen urin, laboratorium, pemeriksaan Rontgen, serta
dengan ultrasnografi untuk melihat ukuran dan posisi batu. Adapun prinsip tata
laksana batu saluran kemih adalah mengeluarkan batu dari traktus urinarius
yang dapat dilakukan berupa terapi medikamentosa dan terapi intervensi.
Setelah batu dikeluarkan, tindakan penting yang harus dilakukan adalah
menghindari timbulnya kekambuhan.(Liu Y, Chen Y, Liao B, 2018)2,3,4

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kandung Kemih


Kandung kemih merupakan organ muskular berongga yang berfungsi
menampung urine. Secara anatomik bentuk kandung kemih terdiri atas tiga
permukaan, yaitu (1)permukaan superior yang berbatasan dengan rongga
peritoneum, (2)permukaan inferiolateral, dan (3)permukaan posterior. Permukaan
superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding kandung kemih.
Ketika kosong, kandung kemih pada orang dewasa terletak di belakang simfisis
pubis dan sebagian besar organ pelvis. Ketika kandung kemih terisi penuh,
kandung kemih akan membesar sampai ke atas simfisis pubis sehingga dapat
teraba. Pada dasar kandung kemih, kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. (Prenggono
D, 2006 et Purnomo BB, 2011)

Gambar 1. Anatomi Kandung kemih

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian


mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Kapasitas buli-buli
menampung urine adalah 300-400 ml pada orang dewasa. Buli yang terisi penuh

5
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan mengaktifkan pusat miksi di
medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbuka lehernya buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah
proses miksi. Buli-buli mendapat perdarahan dari cabang arteri iliaka interna,
yakni arteri vesikalis superior yang menyilang di depan ureter. Sistem vena dari
buli-buli bermuara ke vena iliaka interna. (Prenggono D, 2006)
Secara histologi, lapisan penyusun dinding kantung kemih terdiri dari tiga
lapisan. Adapun penyusun lapisan dalam ke luar adalah : (Prenggono D, 2006 et
Purnomo BB, 2011)
1. Tunika Mukosa
Lapisan ini merupakan lapisan paling dalam yang berbatasan secara
langsung dengan lumen. Lapisan ini tersusun atas sel epitel berlapis dan
lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat areolar yang mengandung
banyak serabut elastin. Saat kandung kemih kosong, sel epitel penyusun
mukosa berbentuk kubus, namun saat kandung kemih terisi penuh,
bentuknya pun menjadi pipih dan lumen menjadi luas. Sehingga sel epitel
pada mukosa kandung kemih disebut epitel transisional.
2. Tunika Muskularis
Lapisan ini terdiri dari tiga lapis otot polos detrusor yang saling
beranyaman. Lapisan paling dalam terdiri dari otot longitudinal, bagian
tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot
lungitudinal.
3. Tunika Adventisia
Lapisan ini merupakan bagian terluar dari lapisan penyusun kandung
kemih. Bagian ini terdiri dari jaringan ikat yang dikelilingi oleh mesotel.
Di bagian paling luar lapisan ini terdiri saraf simpatik yang disebut plexus
vesicalis yang berperan dalam mengontrol proses kencing.
2.2 Definisi
Vesikolitiatis atau batu buli-buli adalah suatu keadaan ditemukannya batu
di dalam vesika urianaria. Batu tersebut akan menghalangi aliran air kemih akibat
penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-
tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri. Batu yang terjebak di

6
vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang
menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. (Prenggono D, 2006 et
Purnomo BB, 2011)

Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi


atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi dapat terjadi pada pasien
dengan hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli, atau buli-buli
neurogenik. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium
dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. Namun, pada
penyebab infeksi, komposisi batu buli-buli terdiri dari asam urat dan struvit.
(Purnomo BB, 2006 et Jung JH, Chung H , 2018)
2. 3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya. (Prenggono D, 2006)
Adapun faktor intrinsik tersebut antara lain adalah :
1. Herediter : Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : Penyakit ini paling sering dudapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: Jumlah pasien laki-laki 3x lebih banyak dibandingkan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstriksik penyebab batu saluran kemih adalah :
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemihyang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerahstone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampirtidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air

7
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yangdikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu saluran
kemih. Diet berbagai makanan dan minuman mempengaruhi tinggi
rendahnya jumlah air kemih dan substansi pembentukan batu yang
berefek signifikan dalam terjadinya batu saluran kemih. Diet banyak purin,
oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.4 Patogenesis
Secara teoritis, batu dapat terbentuk di saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine, yaitu pada sistem
kalises ginjal atau buli-buli. Batu terdiri dari atas kristal-kristal yang tersusun oleh
bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-
kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine
jika ada. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) sehingga menjadi kristl yang lebih besar. (Prenggono D, 2006,
Purnomo BB, 2011 et Jung JH, Chung H, 2018)

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH, larutan, adanya kloloid di


dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium ,
sedangkan sisanya erasal dari batu asam urat, batu magnesium, amonium fosfat
(batu infeksi), batu xantin, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Suasana urine yang
asam umumnya mempermudah terbentuknya batu asam urat dan suasana basa
dapat mempermudah terbentuknya batu magnesium amonium fosfat.
(Purnomo BB, 2011)
Tebentuknya batu tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga
oleh adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang

8
mampu mencegah timbulnya batu. Ada beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yaitu yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi
kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi
kristal hingga retensi kristal. (Purnomo BB, 2011)

Adapun zat inhibitor tersebut adalah ion magnesium yang dapat


menghambat pembentukan batu jika berikatan dengan oksalat garam magnesium
oksalat sehingga jumlah kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika
berikatan dengan ion kalsium akan membentuk kalsium sitrat. Beberapa senyawa
lain yang bertindak sebagai inhibituor adalah glikosaminoglikan, protein Tamm
Horsfall, atau uro mukoid. Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih.
(Sjamsuhidayat, 2010)

2. 5 Komposis Batu

Data mengenai kandungan/komposisi batu sangat penting untuk usaha


pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif. (Prenggono D, 2006 et
Purnomo BB, 2011 et Liu Y,2018)

 Batu Kalsium
Batu jenis ini kurang lebih penyebab 70-80% penyebab dari seluruh
kejadian batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kaslium fosfat, atau campuran keduanya. Kalsium oksalat adalah
yang paling banyak menyebabkan batu saluran kemih (70 75%). Faktor
terjadinya batu kalsium adalah hiperkalsiuria, hiperoksaluria,
hiperurikosaria, hiposisatruria, hipomagnesuria.
 Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi oleh karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi suasana basa sehingga memudahkan
pembentukan batu magnesium amonium fosfat. Kuman yang termasuk
pemceha urea adalah protease sp, Klebsiella, Pseudomonas. Meskipun

9
E.coli sering menyebab infeksi saluran kemih, namun E.coli bukan bakteri
pemecah urea.
 Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di
antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat. Asam urat relatif tidak larut di
dalam urine sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk
kristal asam urat selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang
menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah urine yang terlalu asam
(pH <6), volume urine yang jumlahna sedikit (<2 L/hari), atau dehidrasi,
dan hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.
 Batu Jenis Lain
Batu lain yang dapat menyebabkan vesikolitiasis adalah batu sistin, xantin,
triamteren, dan batu silikat. Namun kondisi ini sangat jarang terjadi.
2.6 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Adapun manifestasi klinis urolitiasis bergantung pada posisi batu, besar
batu, dan penyulit yang telah terjadi. Gejala khas batu buli-buli adalah berupa
gejala iritasi antara lain: nyeri saat kencing (disuria) hingga stranguri, perasaan
tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi
lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi sering kali
dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak
keluhan yang muncul sering berupa enuresis nokturna, di samping sering menarik-
narik penisnya atau menggosok-gosok vulva. Hematuria sering kali dikeluhkan
oleh pasien akibat trauma mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
(Purnomo BB, 2011 et Jung JH, 2018)
Di negara berkembang sering dijumpai batu endemik pada buli-buli yang
banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering
menderita dehidrasi atau diare. Seringkali komposis batu buli-buli terdiri atas
asam urat atau struvit jika penyebabnya adalah infeksi, sehingga tidak jarang pada
pemeriksaan foto polos tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis.
(Sjamsuhidayat, 2010)

10
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kostovertebrae, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil. (Purnomo BB, 2011)
2. 7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sedimen
urine. Pada pemeriksaan ini akan dijumpai leukosituria, hematuria, dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine juga dapat menunjukkan
kuman-kuman pemecah urea. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan faal ginjal yang
bertujuan untuk melihat fungsi ginjal untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal, selain juga untuk persiapan pemeriksaan foto IVU.
Pemeriksaan elektrolit juga penting dilakukan untuk menilai faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih antara lain : kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat di
dalam darah maupun urine.(Purnomo BB, 2011 et Sjamsuhidayat, 2010)
 Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Urutan radioopasitas beberapa
batu adalah :
Tabel 1. Urutan radioopasitas beberapa batu
Jenis Batu Radio-opasitas
Opak
Kalsium
Semiopak
MAP / Struvit
Non Opak
Urat/ Sistin

 Pielografi Intra Vena (IVU)


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semiopak ataupun
batu non-opak yang tidak terlihat pada foto polos abdomen.
 Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan IV, yaitu pada keadaan-keadaan alergi terhadap bahan
kontras, faal ginjal menurun, dan wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan

11
USG dapat menilai adnaya batu di ginjal atau di buli-buli yang akan
ditunjukkan sebahai echoic shadow, hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengerutan ginjal. (Hartono, 2005 et Dyer RB, 2004)
2.8 Tata Laksana
Adapun indikasi untuk tindakan/terapi batu pada saluran kemih adalah jika
batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu
indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan secara medikamentosa maupun dengan
intervensi. Terapi medikamentosa ditujukan pada batu yang berukuran kurang dari
5 mm dengan harapan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan dianjurkan untuk minum banyak supaya mendorong batu keluar
dari saluran kemih.( Purnomo BB, 2011 et Wu J, 2017)
Tindakan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan esktracorporeal
shockwave lithotripsy (ESWL) untuk memecah batu menjadi fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan, endourologi yang merupakan tindakan invasif
minimal dengan memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Intervensi
lainnya adalah tindakan bedah laparoskopi, pembedahan ini dilakukan untuk
untuk mengambil saluran kemih. Namun, pada instansi yang belum mempunyai
fasilitas yang memadai, tindakan pengambilan batu masih menggunakan bedah
terbuka. (Prenggono D, 2006 et Wu J, 2017)
2.9 Pencegahan
Upaya pencegahan perlu dilakukan pada pasien yang telah mendapatkan
terapi untuk menghindari timbulnya kekambuhan. Pencegahan dilakukan
berdasarkan kandungan unsur batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pencegahan dapat berupa : 1) menghindari dehidrasi dengan minum cukup
dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, 2) diet untuk
mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, 3) aktivitas harian yang cukup,
dan 4) pemberian medikamenstosa sesuai jenis batu. (Purnomo BB, 2011 et Liu
Y, 2018)

12
BAB III
LAPORAN K ASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. AR
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status : Menikah
Tanggal masuk : 22 Oktober 2018
Pekerjaan : Karyawan
No. RM : 175838

3.2 Data Dasar


3.2.1 Anamnesis
1.1. Keluhan Utama
Tidak bisa buang air kecil
1.2. Keluhan Tambahan
Perut terasa panas, nyeri pinggang kiri
1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak
tiga hari yang lalu. Pasien mengeluhkan nyeri saat buang air kecil, kencing
seperti menetes, dan merasa tidak tuntas setiap kali buang air kecil. Pasien
mengaku perut semakin membesar dan terasa panas. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan nyeri pinggang terutama pinggang kiri namun tidak menjalar.
Riwayat demam sejak tiga hari yang lalu, riwayat buang kecil berpasir
disangkal, dan riwayat kencing berdarah juga disangkal.
1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah mengalami nyeri saat berkemih, namun keluhan
sembuh dengan sendirinya. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
sebelumnya disangkal.

13
1.5 Riwayat Obat-obatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan selamaini
1.6 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
1.7 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien seorang karyawan swasta yang saat bekerja lebih banyak duduk,
pasien jarang mengkonsumsi air yang cukup. Pasien menyukai daging baik
akan tetapi pasien sering mengkonsumsi sayur-sayuran hijau.

1.8 Pemeriksaan Fisik


a. Status Presens
Keadaan Umum : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 72 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 38oC
b. Status Internus
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-/-)
Pucat : (-/-)
Sianosis : (-/-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), konj. palp inf
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Atrofi papil (-),Tremor (-)

14
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
Peningkatan TVJ : R-2 cmH2O
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
a) Inspeksi : Normochest, pergerakan simetris, retraksi (-)
b) Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

c) Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor

d) Auskultasi
Suara nafas Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Ves (+) Rh(-) , Wh(-) Ves (+) Rh(-) , Wh(-)
Lap.Paru tengah Ves (+) Rh(-) , Wh(-) Ves (+) Rh(-) , Wh(-)
Lap.Paru bawah Ves (+) Rh(-) , Wh(-) Ves (+) Rh(-) , Wh(-)

15
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 2 jari lateral linea
midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas : ICS III sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas Kiri : 2 jari lateral linea midclavicula
sinistra
- Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, gallop(-)
Abdomen
- Inspeksi : asites (-), collateral vein (-)
- Palpasi : Kandung kemih penuh, Nyeri tekan (+)
- Perkusi : shifting dullnes (-), asites (-)
- Auskultasi : Peristaltik usus (N) (4-6 kali/menit)

Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : pucat (-), sianosis (-)

16
3.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (22 Oktober 2018)

Hemoglobin 10,8 14,0-17,0 g/dL

Hematokrit 31,3 45-55 %

Eritrosit 5,78 4,7-6,1 106/mm3

Trombosit 333 150-450 103/mm3

Leukosit 12,21 4,5-10,5 103/mm3

MCV 54,2 80-100 fL

MCH 18,7 27-31 pg

MCHC 34,5 32-36 %

Hitung jenis:
Eosinofil 6,6 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Neutrofil 55 50-70 %
Limfosit 29 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
Ureum 27 10-50

Kreatinin 0,5 <1,4

Asam Urat 7,4 3,4-7

Pemeriksaan Sedimen Urine


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan
Protein Positif 2 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Eritrosit 30-40 1-4
Leukosit 40-50 40-50
Silinder Negatif Negatif
Epitel Positif 1 Positif 1
Kristal Corel positif 1 Negatif
pH 5,5 4,5-8

17
3.4 Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1. Foto Polos Abdomen


Kesan : suspect vesikolitiasis

Gambar 2. Pemeriksaan BNO-IVP


Kesan :
- Fungsi ekskresi ginjal kanan normal.
- Fungsi giri tidak tampak
- Vesikolitiasis

18
Gambar 3. Pemeriksaan USG
Kesan : Kaliektasis kidney sinistra + vesikolitiasis

3.5 Diagnosis Kerja


1. Vesikolitiasis (bladder stone)
3.6 Penatalaksanaan
 Farmokoterapi berupa:
1. Transfusi PRC 1 kolf/hari
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
4. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
5. Parasetamol 3x 500 mg
6. Urinter 2 x 400 mg
7. Lacbon 3 x 1
 Rencana operasi

Gambar 4. Batu post operasi

19
FOLLOW UP HARIAN
23-10-2018 S/ Th/
- nyeri saat BAK, BAK -Diet MB
tidak lancar, dan menetes, -IVFD RL 20 gtt/i
demam (+) -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
O/ -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 100/60 - Urinter 2 x 400 mg
HR : 75x/i - PCT 3 x 500 mg
RR : 18x/i
T : afebris
A/ P/ USG abdomen ginjal +
Retensi urin ec dd/ buli
1. Nefrilitiasis
2. ISK
24-10-2018 S/ Th/
- nyeri perut, mencret -Diet MB
O/ -IVFD RL 20 gtt/i
TD : 110/70 -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
HR : 75x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
RR : 18x/i - Urinter 2 x 400 mg
T : afebris - PCT 3 x 500 mg
A/ - Lacbon 3x1
Retensi urin ec dd/
1. Nefrilitiasis
2. ISK P/ Rawat alih bedah
25-10-2018 S/ Th/
- nyeri perut, BAB cair, -Diet MB
perut terasa panas, pusing -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
TD : 110/80 -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
HR : 80x/i - Urinter 2 x 400 mg
RR : 22x/i - PCT 3 x 500 mg

20
T : 36,5 -lacbon 3x1
A/
Retensi urin ec dd/
1. Nefrilitiasis P/ BNO-IVP
2. ISK
27 -10-2018 S/ Th/
- nyeri perut, BAB cair, -Diet MB
perut terasa panas, pusing -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
KU : sedang -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 110/80 - Urinter 2 x 400 mg
HR : 81x/i - PCT 3 x 500 mg
RR : 18x/i -lacbon 3x1
T : 36,1 C
A/
Retensi urin ec dd/ P/ Transfusi PRC 1 kolf
1. Nefrilitiasis Premed:
2. ISK Dexamethason +
Furosemid
28 -10-2018 S/ Th/
- nyeri perut, perut panas, -Diet MB
pusing (-) -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
KU : sedang -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 100/80 - Urinter 2 x 400 mg
HR : 81x/i - PCT 3 x 500 mg
RR : 18x/i -lacbon 3x1
T : 36,1 C
A/ P/ Transfusi PRC 1 kolf
Vesikolitiasis
29 -10-2018 S/ Th/
- nyeri perut,perut panas, -Diet MB

21
pusing (-) -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Ceftriaxone 1 gr/12j
KU : sedang -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 120/80 - Urinter 2 x 400 mg
HR : 82x/i - PCT 3 x 500 mg
RR : 18x/i -lacbon 3x1
T : 36,1 C
A/ P/
Vesikolitiasis + Anemia -Transfusi PRC 1 kof
- Inj. Meropenem 1 gr/24 j
-Cek Hb ulang post
transfusi
-Persiapan operasi
30 -10-2018 S/ Th/
- nyeri perut,perut panas, -Diet MB
pusing (-) -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
KU : sedang -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 120/80 - Urinter 2 x 400 mg
HR : 82x/i -Metronidazol 3 x 500 mg
RR : 18x/i - Ondansetron 3 x 500 mg
T : 36,1 C - PCT 3 x 500 mg
A/ -lacbon 3x1
Vesikolitiasis + Anemia
P/
-Irigasi 80 gtt/i
31 -10-2018 S/ Th/
- nyeri post op, pusing (+), -Diet MB
leher tegang, demam (+) -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
KU : sedang -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
TD : 120/80 - Urinter 2 x 400 mg

22
HR : 82x/i -Metronidazol 3 x 500 mg
RR : 18x/i - Ondansetron 3 x 500 mg
T : 37,5 C - PCT 3 x 500 mg
A/ -lacbon 3x1
Vesikolitiasis + Anemia
(POD1) P/
-Irigasi 80 gtt/i
- Vakum drain
- inj. Tramadol drip
Inj. Stesolid 1 amp
(malam)
1 -11-2018 S/ Th/
- nyeri post op, demam (+) -Diet MB
O/ -IVFD RL 20 gtt/i
KU : sedang -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
TD : 120/80 -Inj. Metronidazol 1 fls/8j
HR : 82x/i - Inj. Ondansetron amp/8j
RR : 18x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
T : 39,3 C - inj. Tramadol drip
A/ - Urinter 2 x 400 mg
Vesikolitiasis + Anemia - PCT 3 x 500 mg
(POD2) -lacbon 3x1

P/
-Irigasi aff
- GV
- Drip PCT 4x1
- Dulcolax supp
2 -11-2018 S/ Th/
- nyeri post op, demam (-) -Diet tinggi serat
O/ -IVFD RL 20 gtt/i
KU : sedang -Inj. Meropenem 1 gr/24 j

23
TD : 140/80 -Inj. Metronidazol 1 fls/8j
HR : 82x/i - Inj. Ondansetron amp/8j
RR : 18x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
T : 36,5 C - inj. Tramadol drip
A/ -Inj PCT fls/8j
Vesikolitiasis + Anemia - Urinter 2 x 400 mg
(POD3) -lacbon 3x1
Dulcolax supp
P/
- GV
- Drain vakum ganti urin
bag
3 -11-2018 S/ Th/
- nyeri post op, demam (-), -Diet tinggi serat
pusing -IVFD RL 20 gtt/i
O/ -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
KU : sedang -Inj. Metronidazol 1 fls/8j
TD : 130/80 - Inj. Ondansetron amp/8j
HR : 82x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
RR : 18x/i - inj. Tramadol drip
T : 36,5 C - Inj PCT fls/8j
A/ - Urinter 2 x 400 mg
Vesikolitiasis + Anemia -lacbon 3x1
(POD4) Dulcolax supp

P/
- Drain aff
- Threeway
- Pasang stagen
- Ergotamin 2 x 1
- Neurodex 2 x 1

24
4 -11-2018 S/ Th/
- nyeri post op -Diet tinggi serat
O/ -IVFD RL 20 gtt/i
KU : sedang -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
TD : 110/80 -Inj. Metronidazol 1 fls/8j
HR : 78x/i - Inj. Ondansetron amp/8j
RR : 18x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
T : 36,5 C - Inj PCT fls/8j
A/ - Urinter 2 x 400 mg
Vesikolitiasis + Anemia - Ergotamin 2 x 1
(POD5) - Neurodex 2 x 1
-lacbon 3x1
Dulcolax supp

P/
Aff kateter
5 -11-2018 S/ Th/
- nyeri post op -Diet tinggi serat
O/ -IVFD RL 20 gtt/i
KU : sedang -Inj. Meropenem 1 gr/24 j
TD : 110/80 -Inj. Metronidazol 1 fls/8j
HR : 80x/i - Inj. Ondansetron amp/8j
RR : 18x/i -Inj. Ketorolak 1 amp/8 j
T : 36,5 C - Inj PCT fls/8j
A/ - Urinter 2 x 400 mg
Vesikolitiasis + Anemia - Ergotamin 2 x 1
(POD6) - Neurodex 2 x 1
-lacbon 3x1
Dulcolax supp

P/

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak tiga
hari yang lalu. Pasien mengeluhkan nyeri saat buang air kecil, kencing seperti
menetes, dan merasa tidak tuntas setiap kali buang air kecil. Pasien mengaku perut
semakin membesar dan terasa panas. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri
pinggang terutama pinggang kiri namun tidak menjalar. Riwayat demam sejak
tiga hari yang lalu, riwayat buang kecil berpasir disangkal, dan riwayat kencing
berdarah juga disangkal. Pasien juga mengaku pernah mengalami keluhan nyeri
saat buang air kecil namun keluhan sembuh dengan sendirinya.
Manifestasi klinis urolitiasis bergantung pada posisi batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi. Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi
antara lain: nyeri saat kencing (disuria), perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan
kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan
posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi sering kali dirasakan pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Jika pasien mengalami demam,
kemungkinan sudah terjadi urosepsis. Salah satu faktor terjadinya pembentukan
batu pada saluran kemih adalah adanya infeksi berulang pada saluran kemih.
(Prenggono D, 2006)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, dan
peningkatan asam urat. Hal ini menunjukkan sedang berlangsungnya proses
infeksi dan terjadinya anemia yang dapat disebabkan oleh defisiensi besi maupun
penyakit kronik. Peningkatan asam urat merupakan salah satu faktor penyebab
terbentuknya batu kalsium oksalat dan batu urat. Pada pemeriksaan sedimen urine
dijumpai leukosituria, hematuria, dan adanya koral kalsium. Hal ini juga
menunjukkan terjadinya urosepsis. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Meskipun
terkadang hanya ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik. (Purnomo BB, 201)
Pada pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dijumpai bayangan opak
pada rongga pelvis dengan kesan vesikolitiasis. Bayangan opak umumnya

26
dihasilkan oleh batu kalsium. Pada foto IVP didapatkan juga didapatkan adanya
kesan vesikolitiasis dan fungsi ginjal kiri tidak tampak. Pada pemeriksaan USG
ditemukan korteks ginjal kiri dilatasi dan batu dengan acustic shadow di buli-buli.
Salah satu akibat dari adanya batu saluran kemih adalah hidronefrosis akibat
obstruksi. Pada pasien dengan batu kandung kemih akan memberikan gambaran
acustic shadow dengan opasitas tinggi berukuran 1,13 cm.(Dyer RB,2004)
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien diberikan terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Adapun terapi
medikamentosa yang diberikan berupa Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Inj. Ketorolac
1 amp/8 jam, Urinter 2 x 400 mg, Parasetamol 3x 500 mg, Lacbon 3 x 1.
Pemberian terapi antibiotik bertujuan untuk mencegah urosepsis dan sebagai
terapi infeksi saluran kemih. Pemberian analgetik bertujuan sebagai terapi
simtomatik. Pasien juga dilakukan transfusi PRC akibat kondisi anemia dan untuk
persiapan operasi. Pasien direncanakan untuk dilakukan pembedahan untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Umumnya pembedahan dilakukan pada
ukuran batu > 5 mm. ( Sjamsuhidayat,2010)

27
DAFTAR PUSTAKA

Dyer RB, Chen MY, Zagoria. Classic sign in uroradiology. RG 2004:


247-275
Hartono. Sistem radiologi dasar organisasi kesehatan dunia: petunjuk
membaca foto untuk dokter umum. 2005. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Jung JH, Chung H. The association of benign prostatic hyperplasia with
lower urinary tract stones in adult men: A retrospective multicenter
study. Asian journal of urology. 2018; 118-121
Liu Y, Chen Y, Liao B, et al. Epidemiology urolithiasis in Asia. Asian
Journal of urology. 2018
Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Penerbit IPD FKUI. 2006: 702-705.
Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi III. Sagung Seto: 2011
Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. 2010. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010
Wu J. Urolithiasis ( Kidney and bladder Stones). Chapter 61. Integrative
aproach to disease, 2017; 608-615

28

Anda mungkin juga menyukai