Anda di halaman 1dari 78

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk-produk jajanan ditargetkan untuk semua orang, namun

sasaran utamanya adalah anak-anak karena makanan jajanan sebagian

besar penggemarnya adalah anak-anak. Setiap pedagang memiliki strategi

penjualan yang berbeda-beda, banyak pedagang tidak memperhatikan

kebersihan makanan jajanan, mereka hanya mempedulikan bagaimana

cara pembeli tertarik dan meraup untung. Contohnya dengan memberikan

harga terjangkau,memberikan warna yang menarik dan menggunakan

bahan pengawet yang belum tentu dapat digunakan sebagai pengawet

makanan. Anak-anak memiliki kegemaran untuk mengkonsumsi jenis

makanan secara berlebihan, khususnya anak usia sekolah (Pristiana, 2010).

Dalam keseharian banyak dijumpai anak-anak yang selalu dikelilingi

penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat

tinggal hingga di sekolah. Makanan jajanan tersedia dan disajikan dalam

kemasan plastik maupun makanan cepat saji. Makanan jajanan dan

minuman yang di jual di pasaran belum tentu mempunyai kualitas yang

baik.

Perilaku jajan yang terjadi pada anak sekolah ini biasanya sangat

tinggi apalagi pada anak Sekolah Dasar (SD). Kesukaan anak pada

makanan itu beraneka ragam. Biasanya anak lebih suka makan makanan
2

yang bentuknya dan warna yang bagus, tetapi mereka tidak tahu apakah

makanan itu baik di konsumsi (Damayanti dkk, 2017). Pada tahun 2013

terdapat tujuh jenis pangan yang diuji pada pengawasan PJAS (Pangan

Jajan Anak Sekolah). Berdasarkan pemeriksaan sampel pangan yang

paling tidak memenuhi syarat secara berturut-turut adalah minumam

berwarna/sirup, minuman es, jelly/agar-agar dan bakso. Penyebab sampel

tidak memenuhi syarat antara lain karena menggunakan bahan berbahaya

yang dilarang untuk pangan, menggunakan bahan tambahan pangan

melebihi batas maksimal, mengandung cemaran logam berat melebihi

batas maksimal, dan kualitas mutu mikrobiologis yang tidak memenuhi

syarat (BPOM,2014).

Pada tahun 2011, BPOM juga melakukan sampling dan pengujian

laboratorium terhadap pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diambil

dari 866 sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di

Indonesia. Sampel pangan jajanan yang diambil sebanyak 4.808 sampel,

dan 1.705 (35,46%) sampel di antaranya tidak memenuhi persyaratan

(TMS) keamanan dan atau mutu pangan. Dari hasil pengujian terhadap

parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang, yaitu boraks dan

formalin yang dilakukan terhadap 3.206 sampel produk PJAS yang terdiri

dari mie basah, bakso, kudapan dan makanan ringan, diketahui bahwa 94

(2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel mengandung

formalin. Hasil pengujian terhadap parameter uji pewarna bukan untuk

pangan (rhodamin B) yang dilakukan terhadap 3.925 sampel produk PJAS


3

yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna merah, sirup,

jeli/agar-agar, kudapan dan makanan ringan diketahui bahwa 40 (1,02%)

sampel mengandung rhodamin B .

Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) memiliki potensi yang cukup

besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan

keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya (KEMENKES

RI,2016). TPM siap saji yang terdiri dari rumah makan/restoran, jasa boga,

depot air minum, sentra makanan jajanan, kantin sekolah yang memenuhi

syarat kesehatan adalah TPM yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi

yang dibuktikan dengan sertifikat layak higiene sanitasi (KEMENKES

RI,2016). Persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan secara

nasional pada tahun 2016 adalah 13,66%, capaian ini meningkat dari

sebelumnya tahun 2015 (10,39%).Provinsi dengan persentase TPM yang

memenuhi syarat kesehatan tertinggi adalah Kalimantan Utara (33,68%),

Sumatera Barat (33,05%), dan Maluku Utara (27,73%), sedangkan

provinsi Jawa Tengah baru memenuhi syarat sebesar 8,27%. Data tersebut

menunjukkan bahwa di Jawa Tengah makanan jajanan belum sepenuhnya

memenuhi standar.

Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang

sering membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal

dari tempat pengelolaan makanan (TPM) khususnya jasa boga, rumah

makan dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi

persyaratan kesehatan atau sanitasi lingkungan sehingga upaya


4

pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga

kesehatan masyarakat (Dinkes,2015). Hasil pengawasan terhadap kualitas

Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Kabupaten Banjarnegara tahun

2015 yaitu jumlah TPM yang terdaftar sebesar 2.675 TPM, yang

memenuhi syarat sebesar 1.720 TPM (47,48%), mengalami penurunan

dibanding sebelumnya yaitu 70%. Dari data tersebut peneliti ingin

menggambarkan salah satu penyebab keracunan dan penularan penyakit

akut yaitu karena makanan jajanan, karena makanan jajanan banyak

digemari oleh anak usia sekolah, maka peneliti akan meneliti perilaku

jajan sembarangan pada siswa SD yaitu kelas III dan IV.

Wilayah kerja PUSKESMAS Pandanarum terdapat 21 SD dan 1

MI, menurut data puskesmas Pandanarum beberapa SD sangat jarang atau

bahkan tidak sama sekali dikunjungi oleh pedagang keliling karena daerah

yang terpencil dan sulit transportasi yaitu di SDN 1 Sinduaji, SDN 2

Sinduaji dan MI GUPPI Sinduaji, secara umum makanan jajanan yang

ditemui adalah pisang goreng, tempe goreng, rames, es lilin, bubur kacang

ijo, bubur mutiara, dan beberapa snack sedangkan sekolah-sekolah lain

lebih banyak jenis makanan jajanan yang ditemui yaitu snack, pisang

goreng,ondol, tempe goreng, bakwan, berbagai minuman kemasan yang

berwarna-warni yang biasanya dijual oleh pedagang tidak keliling, pada

sekolah-sekolah yang transportasinya mudah dilalui banyak pedagang

keliling yang menjual beberapa makanan yang sangat digemari oleh siswa

SD seperti sosis goreng, nugget goreng, cimol, siomay, baso goreng, mi


5

goreng, cireng, mpek-mpek, berbagai jenis bubur, agar-agar, martabak

mini, sempolan.

Makanan jajanan banyak di jual di sekitar anak usia sekolah di

SDN 1 Sirongge, SDN 2 Sirongge, dan SDN 3 Sirongge kecamatan

Pandanrum Kabupaten Banjarnegara karena seperti data dari puskesmas

pada SD di daerah terpencil dan transportasi dilalui sulit lebih sedikit

variasi makanan jajanan, sedangkan SDN 1 Sirongge, SDN 2 Sirongge dan

SDN 3 Sirongge merupakan sekolah yang transportasinya mudah.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti

menunjukkan bahwa anak usia sekolah mengkonsumsi makanan jajanan

sesuai dengan keinginan mereka, tanpa memikirkan efek samping. Peneliti

memberikan angket dengan 5 pertanyaan kepada 5 siswa di SDN 1

Sirongge, SDN 2 Sirongge dan SDN 3 Sirongge kelas III dan IV, hasil

yang diperoleh adalah sebanyak 4 (95%) siswa memiliki perilaku jajan

tidak sehat, peneliti menilai bahwa siswa jajan tidak sehat dengan

menghitung hasil jawaban sering sebanyak ≥ 75% maka dianggap jajan

tidak sehat, mereka senang dengan makanan berwarna mencolok, makanan

manis dan snack. Kebiasaan jajan pada anak usia sekolah merupakan

fenomena yang menarik untuk diteliti. Selain merupakan kebutuhan energi

karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi juga merupakan suatu

kebutuhan bagi mereka, namun pada saat survei mayoritas anak

mengkonsumsi makanan jajanan tidak sehat.


6

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Pristiana,2010) yang berjudul

Perilaku Orang Tua Di Dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak,yang

dilakukan di SDN 3 Bareng Lor kabupaten Klaten, didapatkan hasil bahwa

bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal mempengaruhi perbedaan

tingkat pengetahuan yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada

akhirnya menentukan perilaku ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan

formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola

jajan snack anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal tinggi

berperilaku protect terhadap jajan snack yang dikonsumsi anaknya. Dari

penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa perilaku Ibu perlu diteliti

untuk pencegahan jajan tidak sehat pada anak.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Aprilia,2011) yang berjudul

Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Jajanan Pada

Anak Sekolah Dasar dengan hasil penelitian pada berbagai item pemilihan

makanan jajanan, sebagian besar subjek termasuk dalam kategori kadang-

kadang. Hanya sebanyak 24,7% subjek yang mempunyai pengetahuan

dengan kategori baik. Latar belakang pendidikan ibu subjek sudah cukup

baik dimana sebagian besar telah menempuh pendidikan pada tingkat

SMA mapupun tingkat di atasnya, penelitian ini dilakukan di SDN

Pekunden semarang. Dari penelitian tersebut peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang perilaku Ibu terhadap perilaku jajan tidak

sehat pada anak kelas III dan IV di wilayah kerja PUSKESMAS

Pandanarum karena di wilayah tersebut pendidikan dari Ibu bervariasi.


7

Kebiasaan jajan tidak sehat dapat menimbulkan penyakit dan menjadikan

sistem kekebalan tubuh (imun) menjadi rendah, selain itu, banyak

makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan anak (Pristiana,

2010). Seperti konsumsi formalin secara kronis dapat mengakibatkan

iritasi pada membran mukosa dan bersifat karsinogenik , sementara

konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak

pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacauan

mental . Untuk rhodamin B, penggunaannya dapat menimbulkan

kerusakan hati, bahkan kanker hati (Paratmanitya dan Veriani, 2016).

Mengingat hal tersebut perlu adanya arahan dan kontrol bagi anak-

anak dalam mengkonsumsi jajan. Arahan dan kontrol tersebut bisa

didapatkan dari keluarga. Keluarga merupakan lembaga pendidikan

tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta

lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab

memelihara, merawat, melindungi dan mendidik agar tumbuh dan

berkembang dengan baik (Binti,2009). Keluarga yang paling dekat dengan

anak biasanya adalah Ibu sehingga Ibu diharapkan menjadi sosok yang

paling mampu mengontrol anaknya dalam hal jajan tidak sehat. Menururut

Wiyanti (2012) Proses pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan cara

memberikan pengarahan baik dalam bentuk nasihat, perintah, larangan,

pembiasaan, pengawasan, dan pemberian ilmu pengetahuan, tentunya hal

tersebut juga diterapkan Ibu dalam perilaku jajan anak. Dalam hal

pencegahan jajan tidak sehat Ibu dapat memberikan pengarahan dengan


8

cara menasihati anak untuk tidak mengkonsumsi jajan tidak sehat,

memberikan perintah kepada anak untuk menggunakan uang saku dengan

baik tanpa membeli jajan tidak sehat, melarang anak untuk mengkonsumsi

jajan tidak sehat, membiasakan anak untuk mengkonsumsi makananan

sehat dengan memberikan bekal makanan sehat dari rumah untuk dibawa

kesekolah, memberi pengawasan tentang makanan sehat yang dikonsumsi

anak dan memberitahukan kepada anak tentang kandungan berbahaya

yang terdapat pada jajan tidak sehat. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti

tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul Hubungan

Antara Perilaku Ibu Dalam Upaya Pencegahan Jajan Tidak Sehat Dengan

Perilaku Jajan Pada Siswa Kelas III Dan IV Di SDN Wilayah Kerja

Puskesmas Pandanarum Kabupaten Banjarnegara.

B. Rumusan Masalah

Banyak penelitian tentang makanan jajanan pada anak usia sekolah,

namun belum mencakup tentang penggambaran perilaku Ibu terhadap

upaya pencegahan jajan sembarangan, padahal Ibu adalah orang dewasa

yang paling dekat dengan anak sehingga Ibu diharapkan menjadi sosok

yang paling mampu mengontrol anaknya dalam hal jajan sembarangan,

oleh karena itu peneliti akan meneliti “Bagaimana Perilaku Ibu Dalam

Upaya Pencegahan Jajan Sembarangan Pada Siswa Kelas III Dan IV Di

Wilayah Kerja Puskesmas Pandanarum Kabupaten Banjarnegara?”


9

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan

sembarangan pada anak usia sekolah tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik Ibu berdasarkan umur, pendidikan,

pekerjaan, dan pendapatan di wilayah kerja PUSKESMAS

Pandanarum Banjarnegara.

b. Mengetahui pengetahuan Ibu terhadap pengetahuan jajan

c. Mengetahui perilaku Ibu dalam pencegahan Jajan sembarangan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat digunakan sebagai literatur untuk melakukan penelitian serupa

dalam lingkup yang lebih luas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ibu

Memberikan motivasi untuk lebih menjaga makanan jajanan yang

dikonsumsi anaknya dan monitoring perilaku anak dalam membeli

makanan jajanan.

b. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pihak sekolah untuk memberikan edukasi kepada siswa tentang


10

keamanan jajanan, serta melakukan pemantauan terhadap penjual

makanan dan minuman jajanan di lingkungan sekolah.

c. Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman langsung dalam penelitian dan dapat

dapat menjadi suatu sarana pembelajaran di lapangan.

d. Bagi Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan

perawat terkait sebagian kesehatan sekolah.

E. Penelitian Terkait

Tabel 1.1
Penelitian Terkait
No Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Persamaan dan
Perbedaan

1. Ikma (2017) Gambaran Deskriptif Pemilihan makanan jajanan Persamaan :


Pemilihan kuantitatif dengan yang dilakukan oleh siswa di Menggambarkan
Makanan menggunakan sekolah berada pada pemilihan makanan
Jajanan Pada kuesioner. pemilihan yang tidak baik jajanan pada anak usia
Anak Usia Sampel dengan presentase pemilihan sekolah
Sekolah Dasar ditentukan dengan baik (42,%) dan tidak baik Perbedaan :
metode total (57,3%). Peneliti hanya
sampling. membahas tentang
gambaran pemilihan
makanan jajanan, tidak
spesifik dengan
variabel perilaku Ibu
dalam pencegahan
jajan sembarangan

2. Bamayanti(2 Hubungan Pada penelitian Hasil penelitian sebanyak Persamaan :


017) Perilaku Jajan ini menggunakan 56,66% anak mempunyai Membahas tentang
Dengan Status desain penelitian perilaku jajan cukup. jajan pada anak
Gizi Pada Anak non ekperimen Sebanyak 96,67% anak Perbedaan :
SDN dengan jenis mempunyai status gizi baik. Teknik sampling pada
Tunggulwulung korelasional Hasil penelitian penelitian yang akan
3 Kota Malang. dengan metode menunjukkan terdapat dilakukan adalah total
pendekatan cross hubungan antara perilaku sampling
sectional. jajan dengan status gizi Terdapat satu variabel
Populasinya anak. dependen yang berbeda
11

adalah siswa dan yaitu status gizi pada


siswi di SDN anak, sedangkan
Tunggul wulung penelitian yang akan
Malang sebanyak dilakukan adalah
101 orang. pencegahan jajan
Pengambilan sembarangan
sampel dengan
purposive
sampling. Jumlah
responden adalah
30. Data yang
diperoleh
dianalisis dengan
menggunakan uji
statistic rank
spearman dengan
derajat
kemaknaan
(0,05).
3. Maryani Hubungan Penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian, Persamaan :
(2016) Pengetahuan menggunakan sebagian besar pengetahuan Membahas tentang
Orang Tua metode diskriptif orang tua tentang bahaya makanan
Tentang korelatif dengan makanan jajanan baik jajanan
Makanan pendekatan sebanyak 53 (80,3%)
Jajanan Dengan retrospektif. responden dan anak SD yang Perbedaan :
Kejadian Diare Populasi tidak Terdapat dua variabel
Pada Anak SD penelitian 192 menderita diare sebanyak 58 yang diteliti yaitu
Negeri 1 responden. (87,9%) orang. Hasil dari pengetahuan orang tua
Buayan Sampel penelitian analisis dengan Uji tentang makanan
Kecanatan 66 Kolmogorov-Smirnov dapat jajanan dan kejadian
Buayan responden. diketahui nilai p-value 0,008 diare sedangkan
Kabupaten Penelitian ini dengan (p<0,05) variabel penelitian
Kebumen dilakukan pada sehingga ada hubungan yang yang akan dilakukan
bulan Februari- signifikan antara adalah perilaku Ibu
Maret 2016. pengetahuan orang tua dalam upaya
Pengambilan tentang pencegahan jajan
sampel makanan jajanan dengan sembarangan
menggunakan kejadian diare pada anak SD
teknik simple Negeri 1 Buayan
random sampling. Kecamatan Buayan
Analisis data Kabupaten Kebumen.
menggunakan uji
korelasi
Kolmogorov-
Smirnov dengan
taraf signifikan
0,05.
12

4. Pristiana Perilaku Orang Metode penelitian hasil penelitian ini dapat Persamaan :
(2010) Tua Di Dalam yang digunakan penulis sampaikan bahwa 1. Membahas
Mengontrol adalah deskriptif perbedaan tingkat makanan jajanan
Pola Jajan kuantitatif. Untuk pendidikan formal 2. Membahas
Snack teknik mempengaruhi perbedaan perilaku Ibu
pengambilan tingkat Perbedaan :
sampel adalah pengetahuan yang kemudian 1. Membahas tentang
stratified mempengaruhi sikap dan jajan snack sedangkan
sampling dan pada akhirnya menentukan penelitian yang akan
simple random perilaku ibu. Jadi perbedaan dilakukan adalah jajan
sampling serta tingkat pendidikan formal sembarangan secara
sampel yang ibu menyebabkan umum
digunakan dalam perbedaan perilaku ibu di 2. teknik sampling
penelitian ini dalam mengontrol pola jajan yang akan dilakukan
sejumlah 74 snack anaknya. Ibu dengan oleh total sampling
responden yang tingkat pendidikan sedangkan pada
mewakili jumlah formal tinggi berperilaku penelitian tersebut
populasi ibu siswa protect terhadap jajan snack menggunakan teknik
SDN 3 Bareng yang dikonsumsi anaknya. sampling stratified
Lor sampling dan simple
Kabupaten random
Klaten. Teknik Sampling
pengumpulan data
yang digunakan
adalah kuesioner
dan dokumentasi.
Teknik analisis
data yang
digunakan yaitu
analisis data chi
square. Dari hasil
olah data dengan
menggunakan chi
square tersebut di
deskripsikan, dan
dibuat kesimpulan
untuk
menghasilkan
data jadi.
13

5. Agustin Hubungan Peran Desain penelitian Peran teman sebaya anak Persamaan :
(2017) Teman Sebaya ini deskriptif usia sekolah sebagian besar Meneliti gambaran
Dengan korelasional kategori baik (61,8%). perilaku jajan pada
Kebiasaan Jajan dengan Kebiasaan jajan anak usia anak
Anak Usia pendekatan cross sekolah sebagian besar Perbedaan :
Sekolah Di SD sectional. kategori baik (61,8%). Ada 1.desain penelitian
Negeri 04 Populasi hubungan peran teman yang akan digunakan
Sidomulyo penelitian ini sebaya dengan kebiasaan adalah desain deskriptif
Kabupaten adalah anak usia jajan anak usia sekolah di kuantitatif sedangkan
Semarang sekolah (usia 10- SD Negeri 04 Sidomulyo penelitian tersebut
13 tahun) di SD Kabupaten Semarang, menggunakan
Negeri 04 dengan p value sebesar deskriptif korelasional
Sidomulyo 0,047 < 0,05 (α). Ada 2.Terdapat satu varibel
Kabupaten hubungan peran teman dependen yang berbeda
Semarang yang sebaya dengan kebiasaan yaitu peran teman
berjumlah 120 jajan anak usia sekolah di sebaya sedangkan
siswa dengan SD Negeri 04 Sidomulyo penelitian yang akan
sampel adalah 55 Kabupaten Semarang. dilakukan variabel
siswa dependen adalah
menggunakan perilaku Ibu
teknik
proportionate
random sampling.
Alat pengambilan
data
menggunakan
kuesioner.
Analisis data yang
digunakan
distribusi
frekuensi dan uji
chi square.
6. Aprilia(2011 Faktor Yang Jenis penelitian Pada berbagai item Persamaan :
) Berhubungan ini adalah pemilihan makanan jajanan, Membahas pemilihan
Dengan penelitian sebagian besar subjek makanan jajanan
Pemilihan observasional. termasuk dalam kategori Perbedaan :
Makanan Subjek penelitian kadang-kadang. Hanya Meneliti faktor-faktor
Jajanan Pada ini adalah anak sebanyak 24,7% subjek yang yang berhubngan
Anak Sekolah kelas IV-VI di mempunyai pengetahuan dengan pemilihan
Dasar SDN Pekunden dengan kategori baik. Latar makanan jajanan
Semarang. belakang pendidikan ibu seperti:
Pengambilan subjek sudah cukup baik 1. Pendidikan
sampel sebanyak dimana sebagian besar telah Ibu
73 anak dilakuan menempuh pendidikan pada 2. Besar uang
jajan
dengan simple tingkat SMA mapupun
3. Frekuensi
random sampling. tingkat di atasnya. Besar sarapan pagi
Data yang uang jajan subjek di sekolah 4. Frekuensi
dikumpulkan mayoritas berkisar antara Rp membawa
14

meliputi 500 – Rp 5000 ketika di bekal ke


pemilihan sekolah (95,9%) dan Rp 500 sekolah
makanan jajanan, – Rp 2500 ketika di rumah 5. Peran media
massa
besar uang jajan, (52,05%). Sebagian besar
6. Ketersediaan
frekuensi sarapan anak (71,2%) sarapan pagi makanan
pagi dan setiap hari, sedangkan jajanan
membawa bekal frekuensi membawa bekal Penelitian yang akan
makanan ke sebagian besar termasuk dilakukan berfokus
sekolah, dalam kategori kadang- pada satu faktor yaitu
ketersediaan kadang (1-3 kali/minggu) Perilaku Ibu dalam
jajanan, dan peran (69,9%). Jajanan sehat pencegahan jajan
media massa yang banyak tersedia di rumah, sembarangan.
diperoleh sedangkan jajanan tidak
berdasarkan hasil sehat seperti jajanan tinggi
wawancara natrium, tinggi gula, tinggi
dengan kuesioner. lemak dan minuman tinggi
gula banyak tersedia di luar
rumah. Frekuensi membawa
bekal makanan sekolah
merupakan variabel yang
paling berhubungan dengan
pemilihan makanan jajanan
pada anak sekolah.
7. Sharon, Child Control of Penelitian ini Orang tua biasanya Persamaan :
Anne, Erin Food Choices in menggunakan memberitahukan bahwa Meneliti tentang
(2008) Head Start pendekatan anaknya memutuskan untuk makanan jajanan pada
Families kualitatif memilih makanan yang anak
Menghabiskan 45 disediakan baik untuk Perbedaan :
menit untuk mkanan berat maupun 1.Desain penelitian
diskusi grup makanan ringan. yang akan dilakukan
dengan item yang Kebanyakan orang tua adalah kuantitatif
diselidiki memberitahukan sedangkan penelitian
membangun pengontrolan makanan anak tersebut adalah
ketertarikan anak seperti itu menjadi penelitian kualitatif
terhadap penghalang untuk waktu 2. Berbeda variabel,
pemilihan makan yang menyenangkan penelitian yang akan
makanan atas dilakukan terdapat
pengontrolan variabel perilaku.
konsumsi
makanan
15

8. John A. The percobaan Kami menemukan beberapa Persamaan :


Lista, Anya behavioralist as lapangan hasil yang menjanjikan. Meneliti pemilihan
Savikhin nutritionist: berbingkai untuk Pertama, pada awal, hanya makanan pada anak
Samek, Leveraging menyelidiki 17% anak yang menyukai Perbedaan :
(2015) behavioral dampak langsung buahnya. Insentif kami, yang 1. Penelitian
economics dari pesan dibumbui baik keuntungan yang akan
toimprove child singkat, pesan dan kerugian, secara dilakukan
terdapat
food choice and pendidikan dan signifikan meningkatkan
variabel
consumption insentif token, pilihan buah, dengan perilaku Ibu
yang telah dipilih hampir80% subyek memilih 2. Penelitian
untuk memilih makanan ringan sehat dalam yang akan
dan perawatan insentif. Pesan dilakukan
mengkonsumsi pendidikan tidak berbeda tidak
buah (pilihan secara signifikan dari awal, melakukan
intervensi
sehat) atau kue kecuali dalam kombinasi
kering (pilihan dengan kerugian yang
kurang sehat). dibingkai Intensif. Yang
Eksperimen penting, satu minggu setelah
lapangan intervensi, anak-anak dalam
dilakukan di 24 pendidikan kesehatan dan
acara berbeda Rugi terus memilih lebih
setelah program banyak buah untuk anak-
sekolah yang anak dalam intervensi
secara teratur lainnya.
menyajikan
makanan untuk
anak-anak berusia
7-18 tahun dari
rumah tangga
berpenghasilan
rendah. Sampel
anak diambil
secara acak untuk
menerima insentif
berbingkai,
kehilangan
insentif
berbingkai, pesan
pendidikan
pendek, atau
kombinasi
tertentu.
9. Emmy The Use of Diperoleh dari 2 Kecamatan A (4839 siswa) Persamaan :
Andrepont,K Point-of-Sale departemen memiliki lebih banyak siswa Terdapat satu variabel
aren W. Machines in dengan jenis dengan peringatan (n = 789, yang sama Pemilihan
Cullen, School kelamin siswa, 16%) dibandingkan dengan makanan pada siswa
Wendell C. Cafeterias as a nilai, etnisitas, Distrik B (8510 siswa; n = Perbedaan :
Taylor, Method of dan kelayakan 217, Pada penelitianyang
16

Parental makan gratis atau 2,6%), dan 94 siswa Distrik akan dilakukan tidak
Influence harga kurang A mendapat peringatan embahas karakteristik
Over Child pelayanan kedua. Distrik orang tua siswa
Lunch Food makanan sekolah harus memberikan izin
Choices untuk tahun tertulis untuk anak mereka
ajaran 2008-2008. membeli makanan ringan (n
Tanda tersebut = 654, 13,5%) dan makanan
dikodekan tambahan (n = 113, 2,3%).
menjadi 5 Sebagian besar peringatan
kategori: ditujukan untuk siswa
keuangan, medis, dengan gaji penuh di kedua
pembatasan, distrik tersebut
makanan ringan , (74% dan 66%) dan
dan tambahannya. bervariasi menurut
Distribusi demografi siswa.
peringatan oleh
kabupaten,
mahasiswa, dan
demografi adalah
lalu ditabulasikan.
17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmojo (2010), dari segi biologis perilaku adalah

suatu kegiatan aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai

dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia berperilaku,

karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang

dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia

baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati secara

langsung oleh pihak dari luar.

Skinner dalam Notoatmojo (2010), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar), perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, kemudian organisme itu merespon (S-O-R). selanjutnya

Skinner membedakan dua respon yaitu respondent respons (refleksi) dan

operant respons atau instrumental respons. Respondent respons adalah

respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu, rangsangan ini disebut

eliciting respons karena menimbulkan respon yang relative tetap.

Sedangkan operant respons adalah respon yang timbul dan berkembang

yang kemudian diikuti oleh stimulus lain. Perangsang ini disebut

reinforcing stimulation (Notoatmojo,2010). Berdasarkan teori “S-O-R”


18

tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua

(Notoatmojo,2010), yakni :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah dalam

bentuk tindakan atau praktik (practice), yang mudah dapat diamati

atau dilihat orang lain.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku

Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga

domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar

dengan istilah knowledge, attitude, dan practice (Sarwono, 2008)

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu (Notoatmodjo, 2008). Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia


19

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang dicakup di

dalam domain kognitif mempunyai tingkat, yakni :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefiniskan,

menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan

tanda-tanda kekurangan gizi pada anak .

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real


20

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.Kemampuan analisis ini dapat menggambarkan

(membuatmbagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya, dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang


21

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara anak-anak

yang cukup gizi dengan anak-anak yang kekurangan gizi, dapat

menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat

menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan

sebagainya.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap

tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku yang tertutup. Dalam kehidupan sehari-hari,

pengertian sikap adalah reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial (Adnani, 2011).

Newcomb, salah seorang psikologi sosial menyatakan

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah

merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup,bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).


22

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Seperti adanya

fasilitas atau sarana dan prasarana perlu supaya sikap meningkat

menjadi suatu tindakan. Praktik atau tindakan dapat

dikelompokkan menjadi 4 tingkatan mengikut kualitasnya, yaitu :

1) Persepsi (peception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang diambil adalah merupakan praktik tingkat

pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang

bergizi untuk anaknya.

2) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek

tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan

benar.

3) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,

maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang

ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur

tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.


23

4) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut. Misalnya seorang ibu dapat memasak makanan yang

bergizi dengan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

3. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi,2009). Sebelum seseorang

mengadopsi perilaku yang baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni sebagai berikut:

a. Timbul kesadaran (awareness) yakni orang tersebut menyadari

(mengetahui) stimulus terlebih dahulu.

b. Ketertarikan (interest) yakni orang tersebut mulai tertarik kepada

stimulus.

c. Mempertimbangkan baik tidaknya stimulus (evaluation) yakni

sikap orang tersebut sudah lebih baik lagi.

d. Mulai mencoba (trial) yakni orang tersebut memutuskan untuk

memulai mencoba perilaku baru.

e. Mengadaptasi (adoption) yakni orang tersebut telah berperilaku

baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya setelah

stimulus. (Efendi 2009).


24

4. Proses Terjadinya Perilaku

Untuk proses perubahan perilaku biasanya diperlukan waktu lama,

jarang ada orang yang langsung merubah perilakunya. Kadang- kadang

orang merubah perilakunya karena tekanan dari masyarakat

lingkunganya, atau karena yang bersangkutan ingin menyesuaikan diri

dengan norma yang ada. Proses terjadinya perubahan ini tidak semena-

mena dapat tercapai dan harus benar- benar teruji, ada 5 tingkatan

perubahan perilaku :

a. Prekontemplasi : Belum ada niat perubahan perilaku

b. Kontemplasi :

1) Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin

mengubah perilakunya menjadi lebih sehat.

2) Belum siap berkomitmen untuk berubah.

c. Persiapan :

1) Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.

2) Sudah pernah melakukan tapi masih gagal.

d. Tindakan :

Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari

sejak mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.

e. Pemeliharaan :

1) Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah

dilakukan ( 6 bulan dilhat kembali).


25

2) Mungkin berlangsung lama.

3) 6 bulan dilihat kembali.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut (Notoatmodjo,2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku antara lain:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat-alat steril dan sebagainya

c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok refrensi dari perilaku masyarakat.

6. Menurut Ardila (2010), perilaku adalah respon seseorang dari stimulus

yang menghasilkan suatu tindakan nyata. Untuk mengukur perilaku

Ibu siswa dapat diukur dengan lima indikator, yaitu:

a. Transfer informasi kepada anak

b. Melarang

c. Menasehati

d. Merekomendasikan

e. Memberikan contoh konkrit


26

B. Karakteristik Ibu

1. Umur

Purwanto dalam Sari (2008), mengemukakan bahwa usia dapat

mempengaruhi cara pandang seseorang dalam menghadapi suatu hal

tentang kehidupan. Proses perkembangan kedewasaan seseorang

ditentukan oleh usia yang kemungkinan telah memiliki berbagai

pengalaman dalam kehidupannya termasuk mengenai upaya

pencegahan jajan tidak sehat bagi anaknya. Apabila seorang wanita

telah menjadi seorang ibu pada saat remaja maka, kemungkinan

perkembangan psikologis dalam tahap kehidupannya adalah masa

dimana seseorang dalam keadaan perubahan fisik dan mental yang

sangat signifikan karena pada masa remaja merupakan masa

pergolakan emosi yang bertindak sesuai keinginan sendiri. Hal ini

berbeda dengan perkembangan psikologis pada ibu-ibu yang berusia

dewasa, dimana mereka dapat berpikir secara logis, membedakan hal

yang baik dan buruk.

2. Pendidikan

Menurut Soetjiningsih (2008) pendidikan orang tua merupakan

salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Dengan

pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala

informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,

bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.


27

Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih

baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan

menggunakan informasi. Informasi tersebut dapat mempengaruhi

pengetahuan yang diperoleh seseorang (Yasmin,dkk; 2010).

Tingkat pendidikan orang tua, terutama ibu merupakan peletak

dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka

(Notoatmodjo, 2010). Ibu yang berpendidikan tinggi terutama yang

memiliki pengetahuan gizi, akan cenderung memberikan makanan

yang aman bagi anak-anaknya seperti dalam hal kebersihan,

kandungan gizinya dan variasi makanannya, sehingga anak akan

terjaga kesehatannya.

3. Status Pekerjaan Ibu

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit satu jam

dalam satu minggu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan

berturut-turut dan tidak boleh terputus, termasuk pekerjaan keluarga

tanpa upah yang membantu usaha atau kegiatan ekonomi (BPS, 2016).

Pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan penghasilan keluarga yang

mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan

terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya, baik kualitas maupun kuantitas (Yuliastuti,2012).

Menurut Suhardjo (2008) status pekerjaan Ibu dapat mempengaruhi

perilaku anak dalam makan.


28

a. Ibu Bekerja

Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan di luar

rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah untuk keluarga. Selain

itu salah satu tujuan ibu bekerja adalah suatu bentuk aktualisasi diri

guna menerapkan ilmu yang telah dimiliki ibu dan menjalin

hubungan sosial dengan orang lain dalam bidang pekerjaan yang

dipilihnya (Santrock, 2008).

Alasan utama yang melandasi latar belakang tindakan para ibu

untuk bekerja di luar rumah atau motif-motif yang mendasari ke-

butuhan mereka untuk bekerja di luar rumah sehingga mereka mau

menghadapi berbagai resiko atau pun konsekuensi yang bakal

dihadapi pada umumnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, di

antaranya ke-butuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, dan

kebutuhan aktualisasi diri (Nurhidayah,2008).

Alasan-alasan tersebut menjadi dasar terjadinya pergeseran

nilai peran seorang ibu. Ibu harus menjalankan peran ganda dalam

melaksanakan perannya sebagai sosok seorang ibu. Peran ganda ini

berpengaruh posotif maupun negatif terhadap kondisi keluarga

terutama terhadap anak.Pengaruh ibu yang bekerja pada hubungan

anak dan ibu, sebagian besar bergantung pada usia anak pada

waktu ibu mulai bekerja. Jika ibu mulai bekerja sebelum anak telah

terbiasa selalu bersamanya, yaitu sebelum suatu hubungan tertentu

terbentuk, maka pengaruhnya akan minimal. Tetapi jika hubungan


29

yang baik telah terbentuk, anak itu akan menderita akibat deprivasi

maternal, kecuali jika seorang pengganti ibu yang memuaskan

tersedia, yaitu seorang pengganti yang disukai anak dan yang

mendidik anak dengan cara yang tidak akan menyebabkan

kebingungan atau kemarahan di pihak anak (Hurlock, 2008).

b. Ibu Tidak Bekerja

Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk

mengatur rumah tangga. Dalam konteks inilah peran seorang ibu

berlaku, yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari

peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungannya (Santrock, 2008).

Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memahami bagaimana sifat

dari anak-anaknya. Karena sebagian besar waktu yang dimiliki ibu

yang tidak bekerja dihabiskan di rumah sehingga bisa memantau

kondisi perkembangan anak. Kebanyakan pekerjaan yang

dilakukan ibu di rumah meliputi membersihkan, memasak,

merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian, dan mendisiplinkan.

Dan kebanyakan ibu yang tidak bekerja seringkali harus

mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sekaligus (Santrock,

2008). Namun, karena ikatan kasih sayang dan melekat dalam

hubungan keluarga pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh

ibu memiliki arti yang kompleks dan juga berlawanan (Santrock,


30

2008). Banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga itu tidak

cerdas namun penting. Mereka biasanya senang memenuhi

kebutuhan orang-orang yang mereka kasihi dan mempertahankan

kehidupan keluarga, karena mereka merasa aktivitas tersebut

menyenangkan dan memuaskan.

Pekerjaan keluarga bersifat positif dan negatif bagi perempuan.

Mereka tidak diawasi dan jarang dikritik, mereka merencanakan

dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri, dan mereka hanya perlu

memenuhi standart mereka sendiri. Namun, pekerjaan rumah

tangga perempuan sering kali menyebalkan, melelahkan, kasar,

berulang-ulang, mengisolasi, tidak terselesaikan, tidak bisa

dihindari, dan sering kali tidak dihargai (Santrock, 2008).

Perempuan secara kodrat harus menerima peran yang harus

dijalankan, yaitu sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya dan

menjalankan perannya sebagai ibu dalam keluarga yang memiliki

tanggung jawab penuh untuk megatur rumah tangga.

4. Pendapatan

Di kota-kota besar pencari nafkah keuangan keluarga banyak yang

terdiri atas suami dan istri, karena keduanya mempunyai pekerjaan.

Dalam hal ini kesanggupan keuangan keluarga akan lebih baik,

sehingga lebih banyak kebutuhan yang dapat terpenuhi. Pada

umumnya keluarga yang sumber keuangannya didapat dengan mudah,

akan menggunakan pula uang itu dengan mudah, sehingga terjadi pola
31

hidup boros (Spending Life Stile) (Sediaoetama,2008). Menurut

Widajanti (2009). Pendapatan keluarga berpengaruh terhadap besar

uang jajan yang diperoleh anak sekolah. Biasanya orang tua yang

memiliki pendapatan besar akan memberikan uang jajan lebih besar

kepada anaknya dibandingkan dengan orang tua yang memiliki

pendapatan rendah.

C. Pencegahan

1. Definisi Pencegahan

Menurut KBBI, mencegah adalah menahan agar sesuatu tidak

terjadi, menegahkan, tidak menurutkan, merintangi, melarang,

mengikhtiarkan, supaya jangan terjadi, sedangkan pencegahan adalah

proses, cara, perbuatan mencegah, pencegahan, penolakan.

Pencegahan menurut Notosoedirjo dan Latipun (2009 adalah

upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan,

kerusakan, atau kerugian bagi seorang atau masyarakat, sedangkan

pengertian pencegahan menurut Nasry (2008) menjelaskan bahwa

pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih

dahulu sebelum kejadian, dengan didasarkan pada data atau

keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil

pengamatan atau penelitian epidemiologi.

2. Tingkatan Usaha Pencegahan

Leavell dan Clark dalam bukunya “ Preventive Medicine for the

Doctor in his Community” , membagi usaha pencegahan penyakit


32

dalam 5 tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan

pada masa sakit. Usaha-usaha pencegahan itu adalah :

a. Masa sebelum sakit

1) Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion)

Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan

kesehatan pada umumnya. Beberapa usaha diantaranya :

a) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun

kuantitasnya.

b) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti :

penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara

pembuangan sampah, kotoran dan air limbah dan sebagainya.

c) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

d) Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan

kepribadian yang baik

2) Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit

(spesific protection) Usaha ini merupakan tindakan pencegahan

terhadap penyakit-penyakit tertentu. Beberapa usaha diantaranya

adalah :

a) Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu

b) Isolasi penderita mpenyakit menular

c) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat

umum maupun di tempat kerja


33

b. Pada masa sakit

Pencegahan pada masa sakit diantara lain adalah:

1) Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingakt awal,

serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early

diagnosis and prompt treatment)

2) Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan

gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit

(disibility limitation)

3) Rehabilitasi (rehabilitation)

3. Upaya Preventif Kesehatan

Pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan yang

berkaitan dengan kesehatan dapat dilakukan dengan berdasarkan

tingkat pencegahan sebagai upaya promotif dan preventif. Upaya

pencegahan menurut teori Leavel dan Clark (Maulana, 2009)

dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah peningkatan kesehatan dan

perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit

tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit (pre

pathogenesis), dan disebut dengan pencegahan primer. Pencegahan

primer dilakukan pada masa individu yang belum menderita sakit.

Pencegahan primer terdiri dari promosi kesehatan (health

promotion) dan perlindungan khusus (spesifiic protection).


34

1) Promosi Kesehatan

Health promotion bertujuan untuk meningkatkan, memajukan

dan membina koordinasi sehat yang sudah ada hingga

dipertahankan dan dijauhkan dari ancaman penyebab penyakit

atau agent secara umum. Pendidikan kesehatan yang diperlukan

antara lain : meningkatnya gizi, perbaikan sanitasi lingkungan,

Ph(derajat keasaman), pendidikan sifat umum, nasihat

perkawinan, penyuluhan kehidupan sex, olahraga dan

kebugaran jasmani, pemeriksaan secara berkala, meningkatnya

standar hidup dan kesejahteraan keluarga, nasihat tentang

keturunan, penyuluhan tentang PMS, penyuluhan AIDS.

2) Spesific Protection

Spesific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah

terjadinya penularan penyakit tertentu. Spesific protection

terdiri dari (Maulana,2009 ) :

a) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk

mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya :

imunisasi hepatitis diberikan kepada mahasiswi yang akan

praktek di rumah sakit.

b) Isolasi terhadap penderita penyakit menular. Contohnya :

isolasi terhadap pasien penyakit flu burung.

c) Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan di tempat

tempat umum dan di tempat kerja. Contohnya : di tempat


35

umum, misalnya adanya rambu-rambu zebra cross agar

pejalan kaki yang akan menyebrang tidak tertabrak oleh

kendaraan yang sedang melintas. Sedangkan di tempat kerja

: para pekerja yang memakai alat perlindungan diri.

d) Peningkatan keterampilan remaja untuk mencegah ajakan

menggunakan narkotik. Contohnya : kursus-kursus

peningkatan keterampilan, seperti kursus menjahit, kursus

otomotif.

e) Penanggulangan stress. Contohnya : membiasakan pola

hidup yang sehat , dan seringnya melakukan relaksasi.

b. Pencegahan sekunder

Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat, disebut pencegahan sekunder (seconder preventive).

Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit.

Pencegahan sekunder bentuknya upaya diagnosis dini dan

pengobatan segera ( early diagnosis and prompt treatment ).

1) Early diagnosis

Early diagnosis mengandung pengertian diagnosa dini atau

tindakan pencegahan pada seseorang atau kelompok yang

memiliki resiko terkena penyakit. Tindakan yang berupaya

untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan

sehingga tidak akan menjadi parah. Prinsipnya diterapkan

dalam program pencegahan, pemberantasan dan pembasmian


36

macam penyakit baik menular ataupun tidak dan

memperhatikan tingkat kerawanan penyakit terhadap

masyarakat yang tinggi. Misalnya : TBC paru-paru, kusta,

kanker, diabetes, jantung dll.

Tindakan pencegahan meliputi :

a) Upaya penemuan kasus (case finding) tertuju pada individu,

keluarga, masyarakat. Misalnya : anemia gravidarum, dll.

b) Survey kesehatan, untuk memperoleh data tentang prestasi

dari penyakit banyak diderita masyarakat, sehingga dapat

didiagnosis secara dini untuk diberi pengobatan segera.

c) Papsmear, tujuan untuk deteksi dini adanya kanker serviks

sehingga dapat dilakukan pengobatan tindakan segera.

d) Pemeriksaan rutin pada tiap individu.

e) Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang

diperdagangkan secara bebas (golongan narkotika).

f) Mencegah yang sudah ada agar tidak meningkatkan lebih

lanjut. Misalnya : flu burung, papsmear.

2) Prompt treatment

Prompt treatment memiliki pengertian pengobatan yang

dilakukan dengan tepat dan segera untuk menangani berbagai

masalah yang terjadi. Prompt treatment merupakan tindakan

lanjutan dari early diagnosis. Pengobatan segera dilakukan

sebagai penghalang agar gejala tidak menimbulkan komplikasi


37

yang lebih parah. Tindakan prompt treatment antara lain:

1) Case Holding Drugs yaitu menangani dan keteraturan

berobat.

2) Support Live

Dilakukan dengan jalan pemberian pengobatan secepat

mungkin yang mengalami gangguan kesehatan karena

jajan sembarangan, dukungan hidup yang diberikan oleh

berbagai pihak (keluarga, tenaga kesehatan, masyarakat)

c. Pencegahan tersier

Pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan disebut

pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan tersier

bentuknya membatasi ketidakmampuan/kecacatan (disability

limitation) dan pemulihan kesehatan (rehabilitation). Pada proses

ini diusahakan agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan

sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara

fisik, mental dan sosial. Pencegahan dilakukan dalam taraf penyakit

sudah nyata bahkan sudah lanjut sehingga penderita dalam keadaan

disable (tidak sanggup melakukan aktivitas yang biasa dikerjakan

walau tidak sakit). Sehingga penderita bisa sembuh. Tindakan

pencegahan meliputi :

1) Pengobatan agar tidak makin parah

2) Mencegah supaya penderita tidak mati

3) Mencegah kecacatan yang menetap


38

4) Mencegah penyakit menjadi tidak menahun

5. Upaya Pencegahan Ibu Dalam Jajan Sembarangan

a. Pemberian Uang Jajan

Pada umunya anak sekolah diberi uang jajan hanya untuk

keperluan jajan di sekolah. Dari hasil beberapa penelitian diketahui

bahwa besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.

Semakin besar uang jajan yang diperoleh dari orang tua, maka

semakin sering anak mengeluarkan uang untuk membeli makanan

jajanan dan semakin beragam pula makanan jajanan yang

dibelinya. Pada usia sekolah dasar, semakin tinggi kelas, semakin

tinggi uang jajan yang diterima.

Pemberian uang saku kepada anak merupakan bagian dari

pengalokasian pendapatan keluarga kepada anak untuk keperluan

harian, mingguan atau bulanan, baik untuk keperluan jajan maupun

keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis, menabung dan lain-lain.

Namun, anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk

keperluan jajan di sekolah. Pemberian uang saku ini memberikan

pengaruh kepada anak untuk belajar mengelola dan

bertanggungjawab atas uang saku yang

dimilikinya.(Yuliastuti,2012).

b. Membiasakan Anak Untuk Sarapan

Sarapan adalah makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum

beraktivitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk-pauk, atau


39

makanan kudapan (Depkes, 2009). Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia sarapan adalah makan pagi. Manfaat dari sarapan yaitu

memelihara ketahanan tubuh, agar dapat belajar dengan baik,

membantu memusatkan pikiran untuk belajar serta untuk

mencukupi zat gizi. Sarapan pagi menjadi sarana utama dari segi

gizi untuk memenuhi kebutuhan energinya. Menurut para ahli gizi,

sedikitnya mengandung 20-30 % jumlah zat gizi yang dibutuhkan

sehari.

Tingginya aktifitas sekolah seperti aktifitaas otak untuk belajar

serta berolahraga membuat siswa membutuhkan tambahan energi.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut biasanya siswa terlebih

dahulu sarapan sebelum berangkat sekolah atau membawa bekal

makanan. Menurut Ivonne (2008) Bagi anak sekolah sarapan dapat

memudahkan konsentrasi belajar, menyerap pelajaran sehingga

prestasi belajar menjadi baik.

Kondisi tidak sarapan akan menurunkan kadar gula darah

sehingga penyaluran energi berkurang untuk kerja otak. Untuk

mempertahankan kadar gula normal, tubuh memecah simpanan

glikogen. Bila cadangan habis, tubuh akan kesulitan memasok

jatah energi dari gula darah ke otak, yang akhirnya menyebabkan

badan gemetar, cepat lelah dan gairah belajar menurun

(Yuliastuti,2012). Kebiasaan tidak sarapan akan meningkatkan

peluang anak sekolah untuk lebih sering mengkonsumsi makanan


40

jajanan.

Menurut dinas kesehatan (Depkes, 2009), akibat yang muncul

apabila tidak sarapan, yaitu:

1) Badan terasa lemah karena kekurangan zat gizi yang diperlukan

untuk tenaga.

2) Tidak dapat melakukan kegiatan atau pekerjaan pagi hari

dengan baik.

3) Pada anak sekolah tidak dapat berpikir dengan baik dan malas.

4) Pada orang dewasa hasil kerjanya menurun.

c. Membiasakan Anak Membawa Bekal

Bekal Makanan adalah makanan yang dipersiapkan dari rumah

untuk dikonsumsi di sekolah, dengan membawa bekal makanan,

orang tua tidak perlu memberikan uang saku agar anak tidak jajan

sembarangan. Bekal makanan yang dibawa oleh anak ke sekolah

akan lebih mudah diawasi kandungan gizinya, higiene dan

kebersihannya serta dapat menghindari kebiasaan jajan di sekolah.

Bekal makanan yang paling ideal adalah makanan yang dapat

memberikan semua unsur zat gizi yang diperlukan. Tetapi dalam

praktek, membawa bekal yang memenuhi syarat demikian itu agak

sukar. Memberikan bekal makanan kepada anak-anak membawa

beberapa keuntungan, antara lain:

1) Anak-anak dapat dihindarkan dari gangguan rasa lapar

2) Pemberian bekal dapat menghindarkan anak itu dari kekurangan


41

kalori

3) Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan

yang sekaligus berarti menghindarkan anak-anak itu dari

gangguan penyakit akibat makanan yang tidak bersih.

Hasil penelitian Bondika (2011) pada kelas IV-VI di SDN

Pekunden Semarang menunjukkan frekuensi membawa bekal

makanan ke sekolah merupakan variabel yang paling berhubungan

dengan pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah.

d. Pengetahuan Mengenai Makanan Jajanan

Pengetahuan mengenai makanan jajanan adalah kepandaian

memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan

kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat

(Febriyanto,2016). Pengetahuan mengenai jajan sehat, manfaat

jajan, efek samping jajan, dan aneka ragam jajan. Pada upaya

pencegahan jajan tidak sehat juga dipengaruhi oleh pengetahuan

gizi yang menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan.

Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan

mempunyai kemampuan dalam menerapkan pengetahuan gizinya

dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi

pangan mencukupi kebutuhan. Menurut Khomsan (2009) tingkat

pengetahuan gizi sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan mempengaruhi

keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut Husaini (2008)


42

Pengetahuan yang dimiliki seseorang tinggi, maka akan cenderung

untuk memilih makanan bernilai gizi yang lebih baik.

D. Makanan Jajanan

1. Pengertian Makanan Jajanan

Makanan jajanan menurut Food and agricultural organization (FAO)

adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh

pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum

lain yang langsung dimakan atu dikonsumsi tanpa pengolahan atau

persiapan lebih lanjut. Menurut Aprillia (2011) istilah makanan jajanan

tidak jauh dari istilah junk food, fast food, dan street food karena

istilah tersebut merupakan bagian dari istilah makanan jajanan .

Makanan jajanan terdiri dari minuman, makanan kecil (kudapan), dan

makanan lengkap, didefinisikan sebagai makanan yang siap untuk

dimakan atau terlebih dahulu.

2. Jenis-Jenis Makanan Jajanan

Menurut Husaini (2008) jajanan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Makanan Porsi (meats), misal: bakso, bakmi, bubur ayam, lontong,

pecel.

b. Makanan Cemilan (snack), misal: kacang asin/atom, kerupuk,

wafer biskuit.

c. Minuman (drinks), misal: es sirup.

3. Cara Memilih Makanan Jajanan yang Aman

Menurut Khomsan (2010) dalam memilih makanan, seseorang


43

memasuki tahap independensi yaitu kebebasan dalam memilih

makanan apa saja yang disukai. Untuk memetik manfaat

mengkonsumsi makanan jajanan, maka harus pandai dalam memilih

makanan jajanan yang dibeli sehingga dapat memperoleh nilai gizinya.

Menurut Direktorat Perlimdungan Konsumen, adapun kiat memilih

pangan jajanan yang sehat dan aman yaitu:

a. Hindari pangan yang dijual di tempat terbuka, kotor dan tercemar,

tanpa penutup dan tanpa kemasan.

b. Beli pangan yang dijual ditempat bersih dan terlindung dari

matahari, debu, hujan, angin dan asap kendaraan bermotor. Pilih

tempat yang bebas dari serangga dan sampah.

c. Hindari pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau koran.

Belilah pangan yang dikemas dengan kertas, plastik atau kemasan

lain yang bersih dan aman.

d. Hindari pangan yang mengandung bahan pangan sintetis

berlebihan atau bahan tambahan pangan terlarang dan berbahaya.

Biasanya pangan seperti itu dijual dengan harga yang sangat

murah.

e. Warna makanan atau minuman yang terlalu menyolok, besar

kemungkinan mengandung pewarna sintetis, jadi sebaiknya jangan

dibeli.

f. Untuk rasa, jika terdapat rasa yang menyimpang, ada kemungkinan

pangan mengandung bahan berbahaya atau bahan tambahan


44

pangan yang berlebihan.

a. Manfaat Dan Dampak Makanan Jajanan

Menurut direktorat bina gizi (2011) dampak buruk bila pangan

tidak aman bagi konsumen adalah:

a. Sakit, cacat atau gangguan perkembangan

b. Meningkatkan absen sekolah atau hari kerja

c. Menurunkan produktivitas kerja

d. Meningkatkan curahan waktu dan pengeluaran insidental

keluarga

e. Meningkatkan pengeluaran jangka panjang dan kehilangan

kesempatan hidup yang lebih bila berdampak kronik

f. Meninggal dunia dan biaya pemakaman

Menurut Febry (2010) Makanan jajanan juga berfungsi, antara lain:

a. Sebagai sarapan pagi.

b. Sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan

makanan utama.

c. Sebagai makan siang terutama bagi mereka yang tidak sempat

makan di rumah.

d. Sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari-hari terutama

bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan.

e. Sebagai produk yang mempunyai nilai ekonomi bagi para

pedagang.

Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan mempunyai keuntungan


45

ganda yaitu selain untuk tambahan zat gizi juga berguna untuk mengisi

kekosongan lambung.

Manfaat makanan jajanan menurut Febry (2010) adalah:

a. Bagi anak-anak sekolah, makanan jajanan adalah perkenalan

dengan beragam jenis makanan jajanan dapat menumbuhkan

kebiasaan penganekaragaman makanan sejak kecil.

b. Terhadap kesehatan anak, makanan jajanan yang kurang memenuhi

syarat kesehatan (termasuk dalam hal ini: cara pengolahan

makanan jajanan, penggunaan zat pewarna yang bukan pewarna

makanan, cara penyajian, dll), sewaktu-waktu dapat mengancam

kesehatan anak.

c. Dapat mengakibatkan pengurangan nafsu makan di rumah.

E. Jajan Pada Siswa Sekolah Dasar

Jajan merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan dan sangat

digemari oleh anak-anak. Jajanan anak sangat mudah diperoleh dengan

harga yang relative murah untuk anak sekolah. Setiap harinya anak

diberikan uang jajan atau uang saku oleh orang tuanya. Uang jajan

diberikan mulai dari harian, mingguan, atau bulanan. Untuk anak usia

sekolah dasar biasanya membeli aneka jajanan yang dijual di sekitar

lingkungan sekolahan, baik didalam area sekolahan maupun diluar area

sekolahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di United States

Departement of Agricculture USDA (2014) ditemukan bahwa sekitar 76%

sampai 83% minimal mengkonsumsi makanan ringan atau makanan


46

jajanan sekali dalam sehari.

Susanto (2008) mengamati mengapa anak-anak sekolah senang

mengkonsumsi makanan jajanan dan menemukan alasan sebagai berikut:

1. Tidak sempat makan pagi di rumah, keadaan ini berkaitan dengan

kesibukan ibu yang tidak sempat menyediakan makan pagi ataupun

karena jarak sekolah yang jauh dari rumah atau mereka tergesa-gesa

berangkat ke sekolah.

2. Tidak nafsu makan atau lebih suka jajan daripada makan di rumah.

3. Karena alasan psikologis pada anak, jika anak tidak jajan di sekolah,

anak merasa tidak punya kawan dan merasa malu.

4. Anak biasanya mendapatkan uang saku dari orang tua yang dapat

digunakan untuk membeli makanan jajanan.

5. Walaupun di rumah sudah makan tetapi tambahan makanan dari jajan

tetap masih diperlukan oleh karena kegiatan fisik di sekolah

memerlukan tambahan energi.

F. Siswa

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian siswa berarti

orang, anak yang sedang berguru (belajar, bersekolah), sedangkan menurut

pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2013. Mengenai sistem pendidikan

nasional, siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan diri mereka melalui proses pendidikan pada jalur dan

jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Menurut Muhammad (2010) menyatakan bahwa siswa adalah


47

mereka yang secara khusus diserahkan oleh orang tua untuk mengikuti

pembelajaran yang diselenggarakan disekolah dengan tujuan untuk

menjadi manusia yang memiliki pengetahuan, berketrampilan,

berpengalaman, berkepribadian, berakhlak dan mandiri. Pendapat Ali

(2010) tersebut, menunujukkan masih ada peran orang tua dalam

menyerahkan anaknya untuk mengikuti pembelajaran yang

diselenggarakan di sekolah, peran ini tak jauh dari perilaku Ibu terhadap

anaknya.

Menurut Rita dalam (Latifah,2012) Siswa sekolah dasar (SD)

adalah anak memasuki usia 6 sampai 11-13 tahun, untuk siswa kelas III

dan IV biasanya berusia 8-10 tahun. Pada periode sekolah ini anak mulai

diarahkan untuk keluar dari kelompok keluarga dan mulai berinbteraksi

dengan lingkungan sosial yang akan berdampak pada hubungan interaksi

anak dengan masyarakat dan teman sebaya (Latifah,2012). Mengenai hal

tersebut justru peran orang tua lebih dibutuhkan karena anak memiliki

waktu bersama orang tua terutama Ibu berkurang, mereka lebih senang

berada di luar rumah bersama teman sebayanya.


48

G. Kerangka Teori

Karakteristik Ibu : Siswa


1. Umur Ibu (Ali,2010)
2. Pendidikan Ibu
3. Pekerjaan Ibu
4. Pendapatan Ibu
(Yuliastuti,2012)

Jajan sembarangan

Perilaku Ibu dalam upaya


pencegahan jajan
sembarangan

1. Pemberian besar Alasan jajan sembarangan:


uang jajan 1. Tidak sempat makan pagi
2. Membiasakan anak 2. Tidak nafsu makan atau lebih suka
untuk sarapan jajan dari makan di rumah
3. Membiasakan anak 3. Alasan psikologis, jika anak tidak
membawa bekal jajan di sekolah, anak merasa tidak
4. Memiliki punya kawan dan merasa malu.
pengetahuan giz 4. Mendapatkan uang saku
5. Walaupun di rumah sudah makan
Idris (2009), tetapi tambahan makanan dari jajan
(Yuliastuti,2012) tetap masih diperlukan oleh karena
kegiatan fisik di sekolah
memerlukan tambahan energi.
(Susanto,2008)

Perilaku Ibu dalam upaya


pencegahan jajan
sembarangan

5. Pemberian besar
uang jajan
6. Membiasakan anak
untuk sarapan
7. Membiasakan anak
membawa bekal Gambar 2.2
8. Memiliki Kerangka konsep
pengetahuan giz

Idris (2009),
Sumber: Ali (2010), Idris (2009), Susanto (2008), Yuliastuti (2012)
(Yuliastuti,2012)
49

H. Kerangka Konsep

Gambaran perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan


tidak sehat:

1. Pemberian Transfer informasi kepada anak

2. Melarang

3. Menasehati

4. Merekomendasikan

5. Memberikan contoh konkrit

Gambar 2.2
Kerangka konsep

Sumber: Pristiana (2010)


50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode

deskriptif kuantitatif. Kuantitatif adalah data yang disajikan menggunakan

angka-angka, sedangkan deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang

suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2010). Tujuan dari penelitian

deskriptif adalah menggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya tanpa

melihat hubungan-hubungan antar variabel yang ada.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi yang akan ada dalam penelitian ini adalah

Ibu dari siswa kelas III dan IV di SDN 1 Sirongge, SDN 2 Sirongge,

dan SDN 3 Sirongge di wilayah kerja puskesmas Pandanarum

kabupaten Banjarnegara, yang berjumlah 87 siswa dengan rincian

jumlah siswwa di SDN 1 Sirongge sebanyak 20 siswa, SDN 2

Sirongge sebanyak 20 siswa dan SDN 3 Sirongge sebanyak 39 siswa.

Arikunto (2013: 174) berpendapat bahwa sampel adalah sebagian atau

wakil populasi yang diteliti. Sedangkan menurut sugiyono (2014: 81)


51

Sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik

sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu teknik pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu

pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat tertentu ataupun ciri-ciri yang

sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2010). Sampel pada penelitian

ini yaitu Ibu dari siswa kelas III dan IV di SDN 1 Sirongge, SDN 2

Sirongge dan SDN 3 Sirongge yang memiliki anak dengan perilaku jajan

tidak sehat. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Ibu tinggal menetap dengan anaknya

b. Dapat membaca dan menulis

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

Ibu yang tidak bersedia untuk menjadi responden

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus slovin

sebagai berikut (Notoatmodjo,2010).

N
n=
1 + N(d2 )

Keterangan:

n:jumlah sampel

N : populasi

d: derajat kesalahan (0.1)

Berdasarkan rumus sampel di atas dapat dihitung jumlah sampel

sebagai berikut:
52

87
n=
1 + 87(0.102 )

87
n=
1.87

= 46,52 (dibulatkan menjadi 47)

C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah SDN 1 Sirongge, SDN2 Sirongge, dan

SDN 3 Sirongge Kecamatan Pandanarum Banjarnegara pada bulan Maret

2018

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2013: 61) adalah segala sesuatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini terdiri dari variabel bebas.

Variabel bebas adalah objek atau gejala-gejala dalam penelitian yang

bebas dan tidak tergantung dengan hal-hal lain.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mrngukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,2014). Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Form identitas diri responden digunakan untuk mengetahui identitas

diri responden yang meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan

terakhir dan alamat rumah.


53

2. Kuisoner perilaku Ibu dalam pencegahan jajan sembarangan, yang

peneliti memodifikasi dari penelitian Pristiana (2010). Pada kuisoner

perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan tidak sehat terdapat 11

item pertanyaan yang terdiri dari 9 pertanyaan favorable dan 2

pertanyaan unfavorable. Alat ukur ini menggunakan pengukuran skala

Likert. Pada setiap pertanyaan favorable memiliki 4 jawaban dimana

skor 1 (tidak pernah), skor 2 (kadang-kadang), 3 (sering) dan 4

(selalu). Pada setiap pertanyaan unfavorable memiliki 4 jawaban

dimana skor 1 (selalu), 2 (sering), 3 (kadang-kadang) dan 4 (tidak

pernah). Pada jawaban untuk pertanyaan favorable maupun

unfavorable jawaban selalu jika dilakukan setiap hari, jawaban sering

jika dilakukan 4-6 kali dalam seminggu, kadang-kadang jika dilakukan

1-3 kali dalam satu minggu Berikut adalah kisi-kisi kuisoner perilaku

Ibu.

Tabel 3.1
Kisi-kisi kuisoner perilaku Ibu

Indikator Favorable Unfavorabl Jumlah


e
Perilaku Ibu dalam 1,2,3,4,5,6,8 7 dan 9 11

upaya pencegahan jajan ,10 dan 11

tidak sehat

3. Kuisoner pengetahuan jajan, yang peneliti memodifikasi dari

penelitian Maryani (2016). Terdapat 17 item pertanyaan, skala


54

pengukuran menggunakan skala Guttman dimana nilai 1 untuk

jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah. Berikut adalah kisi-kisi

kuisoner pengetahuan gizi Ibu

Tabel 3.2
Kisi-kisi kuisoner pengetahuan gizi

No Elemen No butir Jumlah


1. Pengertian makanan jajanan 1 1

2. Ragam jajanan 2 1

3. Manfaat makanan jajanan 3 1

4. Keamanan pangan 4,5,6,7,8,9 6

5. Zat aditif pada makanan 10,11 2

6. Keamanan makanan 12,13 2

7. Kandungan gizi 14 1

8. Tanggal kedaluarsa 15 1

9. Kriteria makanan sehat 16,17 2

4. Angket survey jajan pada siswa

Angket yang diberikan bertujuan untuk mengetahui adanya jajan tidak

sehat pada siswa, terdapat 8 pertanyaan namun untuk 3 diantaranya

adalah karakteristik anak, sehingga untuk menilai jajan sehat atau tidak

peneliti menilai dari nomor empat sampai delapan

5. Komputer dengan program SPSS Program SPSS digunakan untuk

analisis data.
55

F. Definisi Operasional

Tabel 3.3
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil ukur Skala


oprasional
1. Umur Masa hidup Kuisoner Dibedakan menjadi 2 Nominal
responden kategori dengan
sampai dengan batasan median :
ulang tahun 1. < 32 tahun
terakhir 2. ≥ 32 tahun
2. Tingkat Tingkat Kuisoner Dibedakan menjadi 2 Ordinal
Pendidikan Ibu pendidikan kategori :
formal terakhir 1. Tinggi
yang pernah (SMA, D1,
ditempuh oleh D3, S1,
lainnya)
Ibu
2. Rendah
(SMP, SD)

3. Pekerjaan Ibu Mata pencarian Kuisoner Dibedakan menjadi 2 Nominal


yang dilakukan kategori:
untuk 1. Bekerja
memperoleh 2. Tidak
penghasilan bekerja
4. Pendepatan Pendapatan Kuisoner Menggunakan batasan Ordinal
Keluarga orang tua upah minimum kerja di
setiap bulan kabupaten
Banjarnegara :
1. Tinggi (>
Rp.
1.490.000
2. Rendah ( ≤
1.490.000)
5. Perilaku Ibu Tindakan yang Kuisoner Terdapat 11 pertanyaan Ordinal
dilakukan oleh variabel perilaku Ibu
responden dengan 3 kategori:
dalam 1. Baik jika
mencegah total skor 31-
perilaku jajan 40
2. Cukup jika
tidak sehat
total skor 21-
pada anak 30
3. Kurang jika
total skor 0-
20
6. Pengetahuan jajan Kemampuan Kuisoner Terdapat 17 Ordinal
dan pertanyaan, dibedakan
penguasaan ibu dengan 3 kategori:
dalam 1. Baik jika
menjawab soal benar 9-
56

pertanyaan 14
mengenai jajan 2. Cukup jika
soal benar 5-
8
3. Kurang jika
soal benar 0-
4
Perilaku jajan Makanan yang Kuisoner Terdapat 6 pertanyaan, Ordinal
dikonsumsi dibedakan dengan 2
anak dari uang kategori:
jajan perhari 1. Jajan tidak
sehat jika
skor jawaban
0-7
2. Jajan sehat
jika skor
jawaban 8-15

G. Uji Validitas Dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Nursalam (2013) Prinsip validitas adalah pengukuran dan

pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam

mengumpulkan data. Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai r

hitung > r tabel (sugiyono,2010). Uji validitas dilakukan dengan rumus

Product Moment.

n(∑𝑋𝑌) − ∑𝑋∑𝑌
𝑟=
√[𝑛∑𝑋 2 − (∑𝑋)2 ][𝑛∑𝑌 2 −(∑𝑌)2 ]

Keterangan:

r = koefisien kolerasi Product Moment

x = pertanyaan

y = skor total

n = jumlah populasi
57

xy = skor dari pertanyaan di kali skor total.

Uji validitas dengan mengkorelasi nilai masing-masing butir yang

diperoleh responden dengan jumlah total item yang diperoleh oleh suatu

responden dengan tingkat kepercayaan r = 5% dengan menggunakan

level of signifikan 95%, maka apabila r hasil positif atau r hitung ≥ r

tabel (0,355) maka item pertanyaan tersebut valid, sedangkan apabila r

hitung negatif atau ≤ r tabel (0,355) maka item pertanyaan tidak valid.

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan di wilayah SDN 1

Pringamba pada tanggal 18 Maret 2018 dengan 30 responden

disimpulkan bahwa pada kuisoner perilaku Ibu dalam upaya

pencegahan jajan tidak sehat dari 11 pertanyaan terdapat 1 pertanyaan

tidak valid. Pada pertanyaan valid didapatkan r hitung minimum 0,494

dan nilai r hitung maksimum 0,746, sedangkan 1 pertanyaan yang tidak

valid adalah pertanyaan nomor 8 dengan r hitung ≤ 0,355. Jadi pada

kuisoner perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan tidak sehat peneliti

hanya menggunakan 10 item pertanyaan, karena terdapat pertanyaan di

nomor yang valid dengan indikator yang sama.

Pada kuisoner pengetahuan jajan yang telah di lakukan uji validitas

pada hari yang bersamaan dengan kuisoner perilaku Ibu dalam upaya

pencegahan jajan tidak sehat yaitu pada tanggal 18 Maret 2018 terdapat

17 item pertanyaan 3 pertanyaan diantaranya dinyatakan tidak valid,

pada pertanyaan yang valid r hitung maksimum 0,742 dan r hitung

minimum 0,442 sedangkan pertanyaan yang tidak valid adalah


58

pertanyaan nomor 5,11 dan 17 dengan r hitung ≤ 0,355. Pada kuisoner

pengetahuan jajan peneliti akan menggunakan 14 pertanyaan karena

pada ketiga pertanyaan yang tidak valid terdapat pertanyaan dengan

indikator yang sama pada nomor yang valid.

2. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamanan bila

fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam

waktu yang berlainan (Nursalam,2013). Reabilitas hanya untuk

menguji item yang valid. Untuk menguji reabilitas dapat menggunakan

metode Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

 k  b 2 
   1  
 k  1  t 2 

Keterangan:

α : koefisien Alpha Cronbacbh

k : Jumlah butir pertanyaan

 t2 :varians total

 2
b :jumlah varians butir

Untuk menentukan reliabilitas, keputusan diambil dengan dasar :

a. Jika r hitung ≥ r tabel (0,355), maka instrument reliable.

b. Jika r hitung <r tabel (0,355), maka instrument tidak reliable.

Perhitungan uji reabilitas dilakukan menggunakan proses SPSS 24.

Uji reabilitas pada kuisoner perilaku Ibu dalam upaya pencegahan

jajan tidak sehat dan kuisoner pengetahuan jajan dilakukan di wilayah


59

SDN 1 Pringamba dengan jumlah responden 30. Berdasarkan hasil uji

reabilitas yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa kuisoner

perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan tidak sehat yang diujikan

kepada 30 responden dengan 11 pertanyaan terdapat 1 pertanyaan

tidak valid. Didapatkan nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,693 maka

dapat dinyatakan bahwa kuisoner perilaku Ibu dalam upaya

pencegahan jajan tidak sehat reliabel.

Pada kuisoner pengetahuan jajan yang telah diujikan kepada 30

responden dengan 17 pertanyaan terdapat 3 pertanyaan yang tidak

valid, didapat nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0.817 maka dapat

dinyatakan bahwa kuisoner pengetahuan jajan reliabel.

H. Prosedur Penelitian

Tahap-tahap dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan, adalah

sebagai berikut

1. Tahap Persiapan

a. Mengajukan judul penelitian dan konsultasi penelitian

b. Melakukan studi pendahuluan ke Puskesmas Pandanarum

kabupaten Banjarnegara

c. Penyusunan proposal dan seminar proposal

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengurus surat ijin penelitian

b. Melakukan pengumpulan data sesuai sampel yang sudah diperoleh

3. Tahap Akhir
60

a. Melakukan pengolahan dan analisa data

b. Menyusun laporan hasil penelitian dan kesimpulan

c. Mempresentasikan hasil penelitian

I. Metode Pengolahan Data

Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan

terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid (Sugiyono,2010).

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data.

Pengolahan data dilakukan secara manual disajikan dalam bentuk tabel

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penyuntingan (Editing)

Memeriksa data yang telah dicantumkan dalam check list. Peneliti

melakukan pemeriksaan ulang check list di tempat pengumpulan data,

meneliti kembali jawaban yang ada serta kelengkapan data check list

yang diisi bila terjadi kekurangan atau ketidakseimbangan dapat

dilengkapi atau disesuaikan.

2. Pemberian Kode (coding)

Coding adalah menyederhanakan jawaban atau data yang

dilakukan dengan memberikan suatu simbol tertentu, dalam hal ini

peneliti memberikan kode untuk setiap jawaban yang ada.

3. Skor (scoring)

Pada penelitian yang akan dilakukan peneliti akan memberikan skor

sebagai berikut:
61

a. Tingkat pendidikan tinggi jika SMA, D1, D2, D3, S1. Rendah jika

SD,SMP.

b. Pendapatan keluarga tinggi jika > Rp. 1.490.000, rendah jika ≤ Rp.

1.490.000

c. Perilaku Ibu: baik jika total skor 31-40, cukup jika total skor 21-30

dan kurang jika total skor 0-20.

d. Pengetahuan jajan: baik jika skor benar 9-14, cukup jika skor 5-8,

dan kurang jika skor 0-4.

e. Perilaku jajan: jajan tidak sehat jika skor 0-7 dan jajan sehat jika

total skor jawaban 8-15

4. Tabulasi (Tabulating)

Tabulasi adalah mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu

menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

Peneliti memasukkan data hasil check list yang sudah diisi dari

responden dalam bentuk tabel.

5. Memasukkan Data (Processing)

Jawaban dari responden yang telah di terjemahkan menjadi bentuk

angka, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat

dianalisis. Data yang sudah dikumpulkan dalam tabel penelitian

kemudian dianalisa menggunakan program Statistical Product and

Service Solutions (SPSS).

6. Pembersihan Data (Cleaning)


62

Pembersihan data merupakan kegiatan pemeriksaan kembali data

yang sudah dikumpulkan dan ditedit, apakah ada kesalaha atau tidak.

J. Analisa Data

Mendeskripsikan atau menggambarkan variabel penelitian dalam

bentuk distribusi frekuensi menggunakan analisa univariat. Menurut

Notoatmodjo (2010), analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel

dari hasil penelitian. Pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentasedari tiap variabel. Data yang ada dikelompokkan

dan dikategorikan dengan sebuah skala tertentu kemudian dicarikelompok

responden dengan kategori tertentu yang jumlah respondennya terbanyak

dan paling sedikit. Perhitungan menggunakan perhitungan rata-rata, yaitu

rumus persen:

𝐹
𝑃= × 100%
𝑁

Keterangan:

P= Presentase

F= Frekuensi

N= Jumlah sampel

K. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2010) merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mendapatkan data. Pada penelitian yang telah dilakuka

menggunakan teknik :
63

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan data primer yang diperoleh dari individu atau perseorangan

yaitu kuisoner pengetahuan jajan ibu dan kuisoner perilaku ibu dalam

upaya pencegahan jajan tidak sehat.

L. Etika Penelitian

Menurut Saryono (2010), masalah etika penelitian merupakan masalah

yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Informed Concent ( Lembar Persetujuan)

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan.informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk manjadi

responden. Tujuan informed concent adalah agar responden mengerti

maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Setelah

diberi penjelasan tentang peneletian yang dilakukan,responden

menandatangani informed concent sebagai bentuk persetujuan antara

peneliti dan responden

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak


64

mencantumkan nama responden pda lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan. Pada penelitian ini, nama responden diisi dengan

inisial

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Kerahasiaan pada penelitian ini dengan menutup wajah

responden pada saat dokumentasi penelitian terlampir.


65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sirongge kecamatan Pandanarum

kabupaten Banjarnegara pada bulan April 2018. Responden dalam

penelitian ini adalah Ibu dari anak kelas III dan IV yang jajan tidak sehat

sebanyak 47 orang. Hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4.1 hasil penelitian

Karakteristik Responden Jumlah %


Karakteristik responden
Umur
< 32 tahun 25 53,2
≥ 32 tahun 22 46,8
Total 47 100
Pendidikan
Rendah 46 97,9
Tinggi 1 2,1
Total 47 100
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja 29 61,7
Bekerja 18 38,3
Total 47 100
Pendapatan Keluarga
Rendah 25 53,2
Tinggi 22 46,8
Total 47 100
Perilaku ibu
Baik 2 4,3
Cukup 39 83,0
Kurang 6 12,8
Total 47 100
Pengetahuan jajan
Baik 24 51,1
Cukup 23 48,9
Kurang 0 0
Total 7 100
66

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa responden lebih

banyak berumur <32 tahun sebanyak 25 orang (53,2%), pendidikan

terakhir sebagian besar responden adalah rendah sebanyak 46 orang

(97,9%), status pekerjaan responden lebih banyak tidak bekerja yaitu

sebanyak 29 orang (61,7%) dan pendapatan keluarga lebih banyak

rendah yaitu sebanyak 25 orang (53,2%).

Data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 47 responden

sebagian besar responden memiliki perilaku cukup yaitu sebanyak 39

orang (83,0%), sedangkan responden perilaku baik sebanyak 2 orang

(4,3%) dan perilaku kurang sebanyak 6 orang ( 12,8%).

Dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 47 responden terdapat

24 responden (51,1%) memiliki pengetahuan baik dan 23 responden

(48,9%) memiliki pengetahuan cukup dan tidak ada responden yang

memiliki pengetahuan kurang (0%).

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih banyak

berumur <32 tahun sebanyak 25 orang (53,2%), pendidikan terakhir

sebagian besar responden adalah rendah sebanyak 46 orang (97,9%)

dan pendapatan keluarga lebih banyak rendah yaitu sebanyak 25 orang

(53,2%).

Menurut Sari (2008) Proses perkembangan kedewasaan seseorang

ditentukan oleh usia yang kemungkinan telah memiliki berbagai


67

pengalaman dalam kehidupannya, apabila seorang wanita telah

menjadi seorang ibu pada saat remaja maka kemungkinan

perkembangan psikologis dalam tahap kehidupannya adalah masa

dimana seseorang dalam keadaan perubahan fisik dan mental yang

sangat signifikan karena pada masa remaja merupakan masa

pergolakan emosi yang bertindak sesuai keinginan sendiri , namun

pada penelitian ini hanya terdapat 1 responden yang berumur remaja

yaitu 24 tahun. Hal ini berbeda dengan perkembangan psikologis pada

ibu-ibu yang berusia dewasa, dimana mereka dapat berpikir secara

logis, membedakan hal yang baik dan buruk, namun pada penelitian ini

justru sebagian besar Ibu memiliki umur lebih dari 32 tahun tetapi

anak tetap memiliki perilaku jajan tidak sehat, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lasmini dkk (2013) menyimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara umur Ibu dengan perilaku anak

dalam memilih makanan jajanan, menurut Lasmini dkk (2013) hal ini

disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Ibu dan anak pada usia

sekolah mulai meniru perilaku orang-orang yang ada disekitarnya

termasuk guru dan teman sebaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpendidikan rendah yaitu sebanyak 46 responden (97,9%),

sedangkan 1 responden (2,1%) berpendidikan tinggi. Orang yang

memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan

yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitasnya dibandingkan


68

dengan orang yang berpendidikan rendah. Pada penelitian yang

dilakukan oleh (Susanto, 2009) Semakin tinggi pendidikan tingkat

pendidikan Ibu, semakin tinggi pula nilai skor perilaku yang didapat.

Tingkat pendidikan orang tua, terutama ibu merupakan peletak dasar

perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka

(Notoatmodjo, 2010). Ibu yang berpendidikan tinggi terutama yang

memiliki pengetahuan gizi, akan cenderung memberikan makanan

yang aman bagi anak-anaknya seperti dalam hal kebersihan,

kandungan gizinya dan variasi makanannya, sehingga anak akan

terjaga kesehatannya, pada penelitian ini sebagian besar Ibu yang

memiliki perilaku dengan kategori cukup yaitu sebanyak 83%, ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pristiana (2010)

Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat

pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu

siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan

snack anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi akan

mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack

anak, ibu dengan tingkat pendidikan formal yang sedang akan

mempunyai perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack

anak, dan ibu dengan tingkat pendidikan formal yang rendah akan

mempunyai perilaku membiarkan di dalam mengontrol pola jajan

snack anak.
69

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29 responden (61,7%)

tidak bekerja dan sebanyak 18 responden (38,3%) bekerja. Pengaruh

ibu yang bekerja pada hubungan anak dan ibu, sebagian besar

bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai bekerja. Jika ibu

mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya, yaitu

sebelum suatu hubungan tertentu terbentuk, maka pengaruhnya akan

minimal. Tetapi jika hubungan yang baik telah terbentuk, anak itu akan

menderita akibat deprivasi maternal, kecuali jika seorang pengganti

ibu yang memuaskan tersedia, yaitu seorang pengganti yang disukai

anak dan yang mendidik anak dengan cara yang tidak akan

menyebabkan kebingungan atau kemarahan di pihak anak (Hurlock,

2008).

Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk mengatur

rumah tangga. Dalam konteks inilah peran seorang ibu berlaku,

yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-

anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, Ibu yang tidak

bekerja dapat lebih memahami bagaimana sifat dari anak-

anaknya (Santrock, 2008). Berbeda dengan hasil penelitian ini yang

sebagian besar responden adalah Ibu yang tidak bekerja tetapi anak

tetap memiliki perilaku jajan tidak sehat, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lasmini dkk (2013) yang

menyimpulkan bahwa perilaku anak yang tidak baik paling besar


70

berada pada Ibu yang tidak bekerja hal ini disebabkan karena Ibu yang

tidak bekerja cenderung sibuk dengan urusan rumah tangga, belum lagi

jika memiliki anak lebih dari satu dan masih membutuhkan perhatian

yang intensif sehingga perhatian untuk anak yang beranjak besar

terabaikan, anak jadi cenderung banyak berada di luar rumah sehingga

anak akan lebih banyak terpengaruh oleh teman sebaya,

kecenderungan untuk meniru akan lebih besar, selain Ibu memiliki

anak lebih dari satu juga anak usia sekolah lebih banyak berada di luar

rumah, sedangkan di luar rumah anak tidak mendapat pengawasan dari

Ibu sehingga bebas memilih jajan yang mereka inginkan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 47 responden

terdapat 25 (53,2%) berpenghasilan rendah dan 22 (46,8%)

berpenghasilan tinggi. Pada umumnya keluarga yang sumber

keuangannya didapat dengan mudah, akan menggunakan pula uang itu

dengan mudah, sehingga terjadi pola hidup boros (Spending Life Stile)

(Sediaoetama,2008). Biasanya orang tua yang memiliki pendapatan

besar akan memberikan uang jajan lebih besar kepada anaknya

dibandingkan dengan orang tua yang memiliki pendapatan rendah.

Pada penelitian ini pada keluarga degan penghasilan rendah tetap

memiliki anak yang berperilaku jajan tidak sehat, ini sejalan dengan

hasil penelitian Lasmini dkk (2013) yang menyimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan

perilaku anak dalam memilih jajanan. Pada anak yang diberikan uang
71

saku lebih sedikit tetap dapat memilih makanan jajanan yang tidak

sehat karena keterjangkauan harga. Pada anak yang memiliki perilaku

jajan tidak sehat memiliki uang saku dan dapat mengalokasikan uang

sakunya sesuai keingininannya, anak mengalokasikan uang sakunya

untuk berbagai keperluan. Alokasi uang saku terbesar digunakan siswa

untuk membeli jajanan (Syafitri dkk,2009). Pada penelitian yang

dilakukan oleh (Syafitri dkk,2009) Terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara alokasi uang saku untuk membeli jajanan dengan

jumlah jenis makanan jajanan yang dibeli siswa, artinya semakin besar

alokasi uang saku untuk membeli jajanan maka jumlah jenis jajanan

yang dibeli akan semakin besar pula.

2. Perilaku Ibu Dalam Upaya Pencegahan Jajan Tidak Sehat

Pada penelitian yang telah dilakukan dari 47 responden sebagian

besar responden memiliki perilaku cukup yaitu sebanyak 39 (83,0%), 2

responden (4,3%) dengan perilaku baik dan 6 responden (12,8%)

dengan kategori perilaku kurang. Menurut Ardila (2010) Untuk

mengukur perilaku Ibu siswa dapat diukur dengan lima indikator, yaitu

transfer informasi kepada anak, melarang, menasehati,

merekomendasikan, memberikan contoh konkrit.

Pada penelitian ini perilaku yang dimaksud adalah perilaku upaya

pencegahan jajan tidak sehat yang dilakukan Ibu, seperti:

a. Pemberian Uang Jajan


72

Dari hasil beberapa penelitian diketahui bahwa besar uang

jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak (Yuliastuti,2012).

Pada penelitian ini seluruh responden (100%) memberikan uang

saku setiap hari kepada anak saat anak ke sekolah. Anak

mengalokasikan uang sakunya untuk berbagai keperluan. Alokasi

uang saku terbesar digunakan siswa untuk membeli jajanan

(Syafitri, 2009). Pada penelitian ini dengan seluruh responden

(100%) memberikan uang saku dan anak responden memiliki

perilaku jajan tidak sehat.

b. Membiasakan Anak Untuk Sarapan

Kebiasaan tidak sarapan akan meningkatkan peluang anak

sekolah untuk lebih sering mengkonsumsi makanan jajanan

(Yuliastuti, 2012). Tingginya aktifitas sekolah seperti aktifitaas

otak untuk belajar serta berolahraga membuat siswa membutuhkan

tambahan energi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut biasanya

siswa terlebih dahulu sarapan sebelum berangkat sekolah atau

membawa bekal makanan. Menurut Ivonne (2008) Bagi anak

sekolah sarapan dapat memudahkan konsentrasi belajar, menyerap

pelajaran sehingga prestasi belajar menjadi baik. Pada penelitian

ini dari 47 responden sebagian besar responden sudah

membiasakan anak untuk selalu sarapan sebanyak 26 responden

(55%), sering memberikan sarapan atau empat sampai enam kali

dalam seminggu sebanyak 3 responden (7%) dan responden


73

memberikan sarapan pada kategori kadang-kadang sebanyak 18

responden (38%).

c. Membiasakan Anak Membawa Bekal

Pada penelitian ini dari 47 responden sebagian besar

responden tidak pernah memberikan bekal kepada anak sebanyak

30 responden (64%), sedangkan 17 responden (36%) kadang-

kadang memberikan bekal makanan kesekolah, pada hasil

gambaran tersebut sejalan dengan penelitian Aprillia (2011) yang

menghubungkan variabel frekuensi membawa bekal makanan

dengan pemilihan makanan jajanan menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut,

mengingat hasil penelitian gambaran perilaku jajan pada anak

seluruh responden (100%) jajan tidak sehat. Hubungan yang

diperoleh dari penelitian Aprillia (2011) yaitu semakin sering

frekuensi membawa bekal makanan ke sekolah, maka pemilihan

makanan jajanan semakin baik. Dalam penelitian ini, bekal

makanan yang dibawa ke sekolah adalah bekal makanan yang

dibawa dan dipersiapkan dari rumah.

Melihat hasil penelitian ini mayoritas Ibu memiliki perilaku dengan

kategori cukup sebanyak 83%, terdapat kemungkinan bahwa perilaku

jajan pada siswa juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang di

jelaskan pada penelitian Patricia,dkk (2014) bahwa anak-anak sekolah

dasar membeli makan siang sehat ketika item menu sehat ditawarkan
74

dan ketika makanan yang kurang sehat dihilangkan dari menu, selain

itu penelitian yang dilakukan oleh Barquera dkk (2012) yang

mendukung pentingnya pemantauan penyebab obesitas yaitu termasuk

jajan tidak sehat yang dapat dijangkau anak untuk melindungi anak-

anak dari pemasaran makanan tidak sehat tidak hanya di dalam

sekolah tetapi juga di sekitar mereka, terutama di masyarakat

berpenghasilan rendah. Mengingat pada penelitian ini mayoritas

responden berpenghasilan rendah dan sekolah sudah beberapa kali

melakukan edukasi terhadap anak tentang pentingnya makanan

jajanan sehat, mayoritas Ibu sudah memiliki perilaku dalam kategori

cukup namun anak tetap jajan tidak sehat.

3. Pengetahuan Ibu Tentang Jajan

Pada penelitian yang telah dilakukan terhadap 47 responden

terdapat 24 orang (51,1%) memiliki pengetahuan jajan kategori baik,

23 orang (48,9) kategori cukup dan tidak ada responden dengan

kategori kurang (0%).

Pada upaya pencegahan jajan tidak sehat dipengaruhi oleh

pengetahuan jajan yang menjadi landasan dalam menentukan

konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan yang baik akan

mempunyai kemampuan dalam menerapkan pengetahuan gizinya

dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi

pangan mencukupi kebutuhan. Menurut Khomsan (2009) tingkat

pengetahuan jajan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku


75

dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan mempengaruhi

keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut Husaini (2008)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang tinggi, maka akan cenderung

untuk memilih makanan bernilai gizi yang lebih baik. Hal ini sesuai

dengan teori Notoatmodjo (2012) bahwa pengetahuan merupakan

faktor predisposisi terbentuknya perilaku, dengan pengetahuan akan

menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan menyebabkan orang

berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Pada penelitian

ini sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik namun hasil

penelitian pada perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan tidak sehat

perilaku baik hanya sebanyak 4,3% hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Lasmini (2013) yang menyimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu yang baik dengan perilaku

anak yang baik.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan. Keterbatasan

yang ada diharapkan tidak mengurangi tujuan dan manfaat penelitian.

Keterbatasan penelitian ini adalah beberapa responden yang sudah

menandatangani informed concent dan membuat kontrak dengan peneliti

tentang waktu pengisian kuisoner pada saat peneliti datang berkunjung ke

rumah responden sesuai dengan kontrak justru responden tidak berada di

rumah, hal ini menyebabkan ketidakefektifan waktu penelitian karena

peneliti harus datang kembali.


76

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, responden sebagian

besar sudah memiliki perilaku pencegahan jajan tidak sehat untuk anak

pada kategori baik sebanyak 39 orang (83%), dengan beberapa

karakteristik dan beberapa upaya pencegahan seperti pemberian besar

uang jajan, memberikan sarapan, membiasakan membawa bekal serta

pengetahuan Ibu tentang jajan, pada 47 responden yang diteliti maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Responden lebih banyak berumur < 32 tahun sebanyak 25 orang

(53,2%), pendidikan sebagian besar adalah rendah sebanyak 46

orang (97,9%), sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 29

orang (61,7%) dan sebagian besar berpenghasilan rendah sebanyak

25 orang (53,2%).

2. Perilaku Ibu dalam upaya pencegahan jajan tidak sehat mayoritas

termasuk dalam kategori cukup yaitu 39 orang (83%).

3. Pengetahuan Ibu tentang jajan mayoritas dalam kategori baik yaitu

sebanyak 24 orang (51,1%). Kategori kurang sebanyak 0%


77

B. Saran

1. Bagi Ibu

Para Ibu dapat mengadakan pertemuan berkala untuk membahas

pemberian bekal makanan sehat kepada anak ke sekolah secara

bergilir yang dilaksanakan setiap hari oleh para Ibu.

2. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Sekolah dapat mengantisipasi jajan tidak sehat pada siswa dengan

cara menyediakan kantin sehat, melarang pedagang dari luar sekolah

masuk ke dalam lingkungan sekolah, membuat gerbang sekolah yang

dibuka hanya saat jam berangkat dan pulang sekolah agar siswa tidak

melakukan jajan tidak sehat di luar sekolah.

3. Bagi Puskesmas

Pihak Puskesmas dapat melakukan sidak secara rutin tentang layak

atau tidaknya makanan jajanan yang beredar di sekolah dan

melakukan pendidikan kesehatn tentang jajanan sehat kepada siswa

dan pedagang, serta merangkul pedagang untuk menyediakan

makanan jajanan yang sehat.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa tentang permasalahan yang ada pada anak sekolah dasar

terkait dengan jajan tidak sehat.

5. Bagi Profesi Perawat


78

Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan peran perawat

komunitas di sekolah sebagai edukator dengan adanya perawat

komunitas di sekolah yang melakukan edukasi di sekolah yang dapat

mengurangi atau bahkan mencegah kebiasaan jajan tidak sehat pada

anak.

Anda mungkin juga menyukai