Anda di halaman 1dari 27

ARSITEKTUR PERILAKU

“Mengaitkan Teori Privasi & Personal, Teritorialitas, dan


Kepadatan & Kesesakan Serta Studi Kasus ”

Mahasiswa :

Ni Luh Deva Ananda Pratiwi

1605522006

PRODI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
STUDI KASUS

Trans Studio Bandung adalah kawasan wisata terpadu di Kota Bandung,


Indonesia. Trans Studio dibangun pada areal seluas 4,2 hektare dengan investasi
mencapai Rp 2 triliun sehingga menjadikan sebagai kawasan hiburan terluas dan
terlengkap di Bandung. Wahana yang terdapat menawarkan petualangan dan
sensasi baru yang tidak kalah menantang seperti pendahulunya yaitu Trans Studio
Resort Makassar yang dibuka pada tahun 2009. Trans Studio Bandung dibuka untuk
umum pada tanggal 18 Juni 2011. Trans Studio Bandung adalah taman bermain
yang paling komplet di kota Bandung.
Dasar Pemilihan Studi Kasus :
Dasar pemilihan Trans Studio Bandung yang dijadikan studi kasus yang
memuat ketiga materi pada mata kuliah Arsitektur Prilaku yaitu : Privasi & Ruang
Personal, Teritorialitas, dan Kepadatan & Kesesakan sudah mencakup semua dari
kajian materi tersebut di dalam studi kasus Trans Studio Bandung ini
TERITORIALITAS
Batas dan tanda teritorialitas pada objek study dapat kita temukan pada
Trans Studio Bandung. Pembatas dan penanda tersebut dapat berupa dinding,
partisi, dan penanda.

Teritori Primer, Dinding dan Penanda Tulisan

Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau sekelompok orang yang


mengendalikan penggunaan teritori tersebut secara relative tetap. Contoh pada
studi kasus yang saya ambil kali ini adalah loket tiket yang dibuat terkesan memiliki
ruang sendiri dengan dinding yang menjadi penanda batas pada area ini membuat
area loket tiket memiliki sifat privasi dikarenakan pada area ini terdapat kegiatan
pembayaran tiket masuk sehingga privasi dan keamanan harus diperhitungkan
dengan matang yang menghasilkan batasan pengunjung dan penjual tiket memiliki
area privasinya masing-masing . Terdapat penanda tulisan pada loket membuat area
ini terlihat lebih jelas oleh pengunjung Trans Studio Bndung.

Gambar loket tiket


Sumber : www.google.com
Teritori Sekunder

Teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh


sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Area yang termasuk teritori
sekunder pada Trans Studio Bandung adalah pada area panggung atau stage Trans
City Theatre Trans Studio Bandung dan stage atau anggung Amphiteatre Trans
Studio Bandung karena digunakan oleh civitas tertentu saja yang memiliki
kesamaan profesi dan kegiatan pada studo kasus ini civitas dalam melaksanakn
tugasnya yaitu beramain drama atau teater dalam satu area panggung pada batasan
teritorinya terlihat jelas yaitu perbedaan ketinggian atau level pada panggung dan
penonton hal tersebit merupakan batas teritori sehingga bersifat semi private.
Gambar Trans City Theatre
Sumber : www.google.com

Gambar Amphiteatre
Sumber : www.google.com

Teritori Publik
Teritori publik adalah area yang terbuka untuk umum. Area yang termasuk
teritori publik pada Trans Studio Bandung teradapat pada beberapa wahana yaitu
Yamaha Racing Coaster, Jelajah, Giant Swing, Vertigo, Special Effect Action,
Negeri Raksasa, Dunia Lain, Trans Science Center, Trans Broadcast, Sky Pirates,
Kong Climb, Dragon Rider, Blackheart Pritae Ship, Pulau Liliput, Trans Car
Racing, Trans Movie Magic, Si Bolang Adventure, dan area sirkulasi pengunjung.
Gambar Wahana Yamaha Racing Coaster Gambar Wahana Giant Swing
Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com

Gambar Wahana Sky Pirates Gambar Wahana Dragon Rider


Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com

Gambar Wahana Jelajah Gambar Wahana Vertigo


Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com
Gambar Wahana Pulau Liliput Gambar Wahana Magic Corner
Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com

Gambar Wahana Kong Climb Gambar Wahana Dunia Lain


Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com

Gambar Wahana Dunia Raksasa Gambar Trans Science Center


Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com

Gambar Wahana Si Bolang Gambar Area Sirkulasi Pengunjung


Sumber : www.google.com Sumber : www.google.com
PRIVASI DAN RUANG PERSONAL
Privasi sendiri merupakan kegiatan atau kecenderungan pada diri seseorang
untuk tidak diganggu kesendiriannya, dorongan atau ego seseorang dari gangguan
yang tidak dikehendakinya. Pada studi kasus kali ini yaitu Trans Studio Bandung
privasi terbentuk dari individual civitas yang berkunjung atau melakukan
pekerjaannya di area tersebut. Privasi ini ada karena berbagai factor yakni :
Analisa Privasi : Faktor Personal
Perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan
kebutuhan akan privasi. Beberapa definisi ruang personal secara implisit
berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain :
• Ruang personal adalah batasan-batasan yang tidak jelas antara seseorang
dengan orang lain.
• Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
• Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan
diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
• Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat
berakibat kecemasan, stress, dan bahkan perkelahian.
• Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar
manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain : berhadapan, saling
membelakangi, dan searah.
Pada studi kasus Trans Studio Bandung Ruang Personal dapat dilihat pada
contoh di bawah ini :

Seperti terlihat pada gambar diatas ruang personal terbentuk antara


pengunjung Trans Studio Bandung, dimana pada gambar tersebut menjelaskan
terbentuknya jarak social antara pengunjung satu dengan lainnya, dapat dilihat jarak
social yang terbentuk anatara pengunjung tersebut diatas adalah jarak social fase
dekat yakni (3.60-7.50m), dengan analisa tersebut mereka diduga tidak mengenal
satu sama lain sehingga memiliki ruang privasinya masing-masing .

Analisa Privasi : Reserve (Keinginan Menyendiri)


Reserve merupakan keinginan untuk tidak terlalu mengungkapkan diri kepada
orang lain. Privasi ini terjadi ketika seseorang dapat mengontrol sepenuhnya
kondisi bahwa ia tidak dapat diganggu karena sudah memiliki barrier secara
psikologis. Contoh pada studi kasus ini adalah dilihat dari foto di bawah

Terdapat seseorang menggunakan baju hitam sedang duduk enyendiri pada area
tempat duduk di pinggir area sirkulasi, orang tersebut menyendiri karena ingin
duduk sambil beristirahat guna mendapatkan privasi yang di butuhkan.
KEPADATAN DAN KESESAKAN
Faktor Personal
 Kontrol Pribadi
Civitas yang beraktivitas di Trans Studio Bandung ini berasal dari berbagai
macam karakter yang berbeda satu sama lain. Pengendalian diri seseorang
dengan individu lainnya juga berbeda-beda. Pengendalian diri ini yang dapat
membantu individu menghadapi stress akibat kesesakan yang dirasakan pada
saat menonton pertunjukan musik.
Misalnya, seseorang yang sedang menonton drama yang dia sukai pada
Amphiteatre Trans Studio Bandung akan mampu beradaptasi dalam kepadatan
dan kesesakan area, dibandingkan dengan individu yang datang sedang
menonton drama atau teater yang tidak ia sukai atau yang tidak diminatinya dan
sedang menunggu drama atau teater tampil akan lebih mudah stress dan
merasakan reaksi-reaksi negatif dari kepadatan dan kesesakan di area menonton
Amphiteatre Trans Studio Bandung.
Kemudian, adapula minat yang berkaitan dengan kecenderungan individu
dalam bersosialisasi. Semakin senang seorang individu bersosialisasi dengan
individu lainnya akan mampu membuat individu ini mudah beradaptasi dengan
keadaan area penonton yang padat dan sesak dibandingkan dengan individu
yang tidak suka bersosialisasi, akan lebih cepat menimbulkan dampak negatif
dari kepadatan dan kesesakan di dalam Amphiteatre Trans Studio Bandung.
dan kesesakan di dalam pasar.
 Pengalaman
Jika seseorang yang telah memiliki pengalaman pribadi dalam kesesakan dan
kepadatan akan mempengaruhi tingkat stress yang terjadi akibat kepadatan yang
tinggi.
Misalnya seperti area tempat masuk wahana seperti gambar diatas Individu
yang terbiasa berada dalam keramaian orang tersebut tidak akan terlalu peduli
dengan situasi saat area tempat masuk wahana yang penuh sesak seperti
demikian dan akan lebih adaptif serta lebih bersikap toleran dalam menghadapi
kepadatan dalam situasi baru. Namun seseorang yang kesehariannya jarang
bertemu ataupun jarang berada dalam keramaaian akan cenderung merasa tidak
nyaman dengan situasi ramai dan sesak.
 Budaya
Pengunjung Trans Studio Bandung memiliki asal dari darerah yang berbeda –
beda, sehingga setiap individu memiliki sifat yang berbeda satu sama lain.
Sebagian besar pengunjung yang datang ke Trans Studio Bndung merupakan
masyrakat yang berdomisili di luar Bandung untuk menikmati waktu liburan
dengan teman, sudara, keluarga, ataupun pacar.
Dengan hal tersebut maka tidak semua pengunjung Trans Studio Bandung
memiliki kebiasaan budaya dan kebiasaan yang sama.
Dilihat dari foto dibawah terdapat perbedaan kebudayaan dimana biasanya
seseorang gerlihat lebih santai menggunakan sandal untuk beraktivitas atau
liburan di Trans Studio Bandung dibandingkan dengan orang yang biasa
menggunakan sepatu saat liburan sesuai dengan kenyamana mereka.
 Jenis kelamin dan usia
Menurut peneltian, pria akan lebih reaktif terhadap kondisi kesesakan. Jenis
kelamin juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam
kesesakan dan kepadatan. Pengunjung pada pasar Kreneng ini tidak dapat
diprediksi jumlah laki-laki maupun perempuan, namun berdasakan pengamatan
kami, pengunjung laki-laki lebih tahan dan dapat mengendalikan diri dalam
kepadatan dan kesesakan di dalam pasar. Pengunjung perempuan cenderung
cepat lelah, cepat putus asa, dan emosi pada saat menghadapi kepadatan pasar.
Untuk usia ataupun umur, pengunjung yang berusia muda lebih reaktif
terhadap kesesakan Trans Studio Bandung dibandingkan pengunjung yang
berusia tua atau lanjut. Pengunjung yang berusia tua akan lebih cepat lelah dan
stress dibandingkan yang berusia muda dalam menghadapi padat dan sesaknya
Trans Studio Bandung.

Faktor Sosial
 Kehadiran dan Prilaku Orang Lain
Di area Trans Studio Bandung, seringkali terjadi kepadatan tinggi yang
akhirnya menimbulkan kesesakan dan ketidaknyamanan civitas di dalamnya.
Kesesakan ini menimbulkan kurangnya ruang privasi untuk individu dalam
melakukan aktivitas, sehingga individu ini akan berpikir dan mencari jalan
keluar untuk menghadapi situasi ini, seperti gangguan fisik antar individu yang
menyebabkan sulit bergerak sehingga berkurangnya kontrol individu akan
barang bawaannya dan menyebabkan pencopetan dapat berlangsung dengan
mudah.
 Kualitas Hubungan dan Informasi yang Tersedia
Setiap individu di Trans Studio Bandung memiliki sifat dan karakter yang
berbeda-beda. Ada individu yang mudah bergaul, ada individu yang tertutup.
Setiap individu memiliki kualitas hubungan yang berbeda-beda, ada
pengunjung yang akrab dengan petugas dari penjaga masing – masing wahana
karena cepat beradaptasi dengan orang – orang disekitarnya dan ada juga yang
tidak.
Kualitas hubungan ini juga mempengaruhi kesesakan dan kepadatan. Bila
pengunjung merupakan orang yang cuek maka ia tidak akan memperhatikan
hal-hal lainnya kecuali kepentingannya sendiri dan cenderung cepat stress dan
lelah, namun bila ia memiliki hubungan yang akrab dengan individu lain, ia
dapat bertahan dan beradaptasi dalam kepadatan Trans Studio Bandung karena
tingkat stress yang rendah dan terdapat individu lain untuk sharing.

Gambar : Kepadatan dan Kesesakan pada trans studio bandung


Sumber : www.google.com
Pada studi kasus yang di analisa kebanyakan civitas yang dating dengan
keluarga, pasangan ataupun teman sehingga individu dapat saling berinteraksi
satu sama lain hal ini membuat civitas lebih nyaman dan mampu beradaptasi
dengan kepadatan sekitar dalam menikmati acara walaupun terdapat kesesakan
sehingga tingkat stress individu yang berinteraksi tergolong rendah.
Faktor Fisik
 Sempitnya area sirkulasi pada dan area menuju wahana menyebabkan
pengunjung mengalami kesesakan dan kepadatan di area tersebut.
Gambar : Sirkulasi dan Area tunggu
Sumber : www.google.com
 Area menonton pada Amplitheatre memiliki luasan dan kapistas yang terbatas
sehingga sering terjadi kesesakan antar penonton dan jika area tersebut sudah
padat dan tidak bias ditoleran lagi penonton tidak dapat mengankses area
tersebut.
KAJIAN TEORI PRIBASI DAN RUANG PERSONAL

1. Pengertian Privasi

Menurut Dibyo Hartono, Privasi merupakan tingkatan interaksi atau


keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan,
adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin
menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain.

2. Faktor yang Mempengaruhi Privasi

Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor


situasional, dan faktor budaya (Prabowo, 1998).

A. Faktor Personal

Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar


belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam
penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana
rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve
saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di
kota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy.

B. Faktor Situasional

Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum
menyimpulkan bahwa kepuasaan terhadap kebutuhan akan privasi sangat
berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang
di dalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).

C. Faktor Budaya

Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya


(seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada
orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-
tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi
yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka
mendapatkan privasi (Gifford, 1987).

3. Fungsi Privasi

Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), ada tiga fungsi dari privasi, yaitu:

1. Pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana


hubungan dengan oang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan
kapan waktunya bersamasama dengan orang lain dikehendaki.
2. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain,
yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Memperjelas identitas diri.
4. Pengertian Ruang Personal

Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil


penelitian, antara lain :
• Ruang personal adalah batasan-batasan yang tidak jelas antara seseorang
dengan orang lain.
• Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
• Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan
diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
• Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat
berakibat kecemasan, stress, dan bahkan perkelahian.
• Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar
manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain : berhadapan, saling
membelakangi, dan searah.
Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah
di sekeliling seseorang dengan batasan-batasan yang tidak jelas dimana
seseoramg tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975)
menggambarkan ruang personal sebagai jarak / daerah di sekitar individu
dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkn orang lain
tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-
kadang menarik diri.
5. Manfaat Ruang Personal

Pengetahuan akan ruang personal dapat melengkapi informasi bagi


seseorang arsitek agar lebih peka terhadap kebutuhan ruang para pemakai
ruang. Beberapa manfaat ruang personal khususnya bagi arsitek seperti :

• Arsitek dapat dengan mudah menentukan jarak antar individu


• Arsitek dapat mengambil keputusan untuk menentukan ruang apa saja yang
dibutuhkan.
• Membantu menentukan jenis ruang, karena setiap individu memiliki sifat
yang berbeda-beda.

6. Tujuan Ruang Personal

Tujuan mengetahui ruang personal ini yaitu untuk membantuk nantinya


para arsitek dalam menentukan pemograman ruang, organisasi ruang,
ukuran ruang dan jenis ruang.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ruang Personal

1. Jenis kelamin
Heska dan Nelson (1972) mengatakan bahwa salah satu penentu
perbedaan yang bergantung pada diri individu itu sendiri adalah jenis
kelamin. Wanita ataupun pria sama-sama membuat jarak dengan lawan
bicara. Semakin akrab hubungannya dengan lawan bicaranya maka
semakin kecil jarak ruang personalnya.
2. Umur
Pada umumya, semakin bertambah umur seseorang, semakin besar
jarak ruang personal yang akan dikenakannya pada orang-orang tertentu
(Hayduk,1983). Ruang personal pertama kali akan muncul pada usia
remaja. Usia 12 tahun merupakan usia yang menyerurapi ruang personal
orang dewasa.
3. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian berpengaruh pada ruang personal, orang dengan
kepribadian eksternal (merasa bahwa segala sesuatu lebih ditentukan
oleh hal di luar dirinya.) memerlukan ruang personal lebih dibandingkan
dengan orang bertipe internal ( merasa bahwa segala sesuatu ditentukan
oleh hal di dalam dirinya). Orang dengan kepribadian introver (tidak
mudah berteman dan pemalu) memerlukan ruang personal lebih besar.
Sedangkan ekstrover ( orang yang budah berteman ) memerlukan ruang
personal lebih kecil.
4. Latar Belakang Budaya
Latar belakang suku bangsa dan kebudayaan seseorang juga
mempengaruhi besarnya ruang personal seseorang. Seperti orang bali
memiliki ruang personal yang lebih besar karena budaya setempat.
5. Rasa Aman/Ketakutan

Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman


dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang
salah pada pihak-pihak tertentu, misalnya kitas ering kali menjauh
ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang
mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut
muncul karena faktor ketidak biasaan dana dan ada sesuatu yang
berbeda.

6. Jarak Sosial

Sesuai dengan teori jarak sosial Edward Hall (1966) yang


membedakan empat macam jarak yang menggambarkan macam-macam
hubungan, seperti jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak publik.

7. Trauma
Pengalaman yang tidak mengenakkan dapat mempengaruhi ruang
personal seseorang.
8. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri
tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia
memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang
besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat.
9. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara
kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis
memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan
tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih
untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
10. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling
berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung
mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang
kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang
romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja
bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang
wanita yang baru masuk.

8. Jenis-jenis Ruang Personal

Gifford dan Price (1979) mengusulkan adanya 2 jenis ruang


personal, yaitu ruang personal alfa dan ruang personal beta.
1. Ruang Personal Alfa
Ruang personal alfa menurt Gifford dan Price merupakan jarak
objektif yang terukur antara individu yang berinteraksi dan ruang personal
beta sebagai suatu pengalaman subjektif dalam proses mengambil jarak.
2. Ruang Personal Beta
Ruang personal beta menurut Gifford dan Price merupakan
kepekaan seseorang terhadap jarak dalam bersosialisasi. Menurut penelitian
Gifford dan Price, jarak ruang personal beta ini 24% lebih besar dari pada
ruang personal alfa.

9. Jarak Ruang Personal


Edward Hall (1963) membshi jarak-jarak ruang personal dalam empat jenis
yaitu :
1. Jarak intim, fase dekat ( 0.00-0.15m) dan fase jauh (0.15-0.50m)
2. Jarak personal, fase dekat (0.50-0.75m) dan fase jauh (0.75-
1.20m)
3. Jarak sosial, fase dekat (1.20-2.10m) dan fase jauh (2.10-3.60m)
4. Jarak publik, fase dekat (3.60-7.50m) dan fase jauh ( >7.50m)
10. Ruang Personal Terhadap Desain Arsitektur

Ruang personal dimiliki oleh setiap orang. Dengan kata lain, ruang
personal ini merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang. Berbagai
rumusan menjelaskan kurangnya ruang personal berarti kurangnya jarak
interpersonal. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman, rasa tidak
aman, stress, adanya ketidakseimbangan, komunikasi yang buruk, den
segala kendala pada rasa kebebasan. Jadi, ruang personal berperan dalam
menentukan kualitas hubungan seorang individu dengan individu lainnya.
Peran suatu ruang personal terhadap desain arsitektur dapat dibagi
menjadi dua, sebagai berikut:

1. Ruang Sosiopetal (Sociopetal)

Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang


mampu memfasilitasi interaksi sosial. Tatanan sosiopetal yang paling
umum adalah meja makan, tempat anggota keluarga berkumpul
mengelilingi meja makan dan saling berhadapan satu sama lain.

2. Ruang Sosiofugal (Sosiofugal)

Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang


mampu mengurangi interaksi sosial. Tatanan sosiofugal biasanya
sering ditemukan pada ruang tunggu. Misalnya pada ruang tunggu
stasiun kereta api atau bandara tempat para pengunjung duduk saling
membelakangi.
KAJIAN TEORI TERITORIALITAS

1. Pengertian Teritorialitas
 Julian Edney (1974)
Mendefinisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif,
personaliasi, dan identitas. Termasuk didalamnya dominasi, kontrol,
konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu, dan pertahanan.

2. Klasifikasi Teritorialitas
Klasifikasi yang dibuat oleh Altman (1980) yang didasarkan pada
derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian :
a. Teritori Primer
Yaitu tempat - tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya boleh
dimasuki oleh orang - orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah
mendapat izin khusus.
b. Teritori Sekunder
Teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh
sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Jenis teritori ini lebih
longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan.

c. Teritori Publik
Teritori publik adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum.
Pada prinsipnya, setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat
tersebut. Misalnya, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel, dan
taman kota yang dinyatakan terbuka untuk umum, Kadang-kadang teritori
publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok yang
lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau tempat-tempat hiburan
yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota ABRI, misalnya. Selain
pengklasifikasian tersebut,

3. Bagian Teritorial Umum


a. Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam
jangka waktu tertentu, biasanya berkiasr anatara jangka waktu lama dan agak
lama. Contohnya adalah kamar-kamar hotel dan kamar-kamar diasrama
b. Turns mirip dengan stalls, hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaan
saja. Turns dipakai orang dalam jangka waktu yang singkat, misalnya tempat
antrian karcis, antrian bensin dan sebagainya.
c. Use space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik kedudukan
seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati seseorang. Contohnya
adalah seseorang yang sedang mengamati objek lukisan dalam suatu pameran,
maka ruang antara objek lukisan dengan orang yang sedang mengamati
tersebut adalah “Use Space” atau ruang terpakai yang dimiliki oleh orang itu,
serta tidak dapat digangu gugat selama orang tersebut masih mengamati
lukisan tersebut.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Teritorialitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaan teritori (Laurens, J.M,
2001, 99-101).

 Faktor Personal
Usia, jenis kelamin dan kepribadian merupakan karakteristik yang diyakini
memiliki pengaruh pada sikap teritorialitas.
 Situasi
Tatanan fisik dan sosial budaya merupakan dua aspek yang dianggap
mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas seseorang.
 Budaya
Latar belakang budaya yang berbeda akan mengekspresikan tertorialitas
yang berbeda pula.
5. Bentuk Pelanggaran Teritori
a. Bentuk pertama
pelanggaran teritori yang dapat diindikasi adalah invasi.
b. Bentuk kedua
kekerasan,Suatu bentuk pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori
seseorang. Biasanya tujuannya bukanlah untuk menguasai kepemilikannya,
melainkan suatu bentuk gangguan.
c. Bentuk ketiga
intimidasi. Seseorang menggangu teritori orang lain dengan meninggalkan
sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan, atau bahkan
merusaknya. Misalnya, ketika seseorang menyewa sebuah rumah, dan
meninggalkan barang-barang bekasnya.
6. Pertahanan dari Teritorialitas
 Pencegahan
seperti memberikan lapisan pelindung, memberi rambu-rambu, atau pagar
batas sebagai antisipasi sebelum terjadi pelanggaran.
 Reaksi sebagai respon terjadinya pelanggaran
seperti langsung menghadapi si pelanggar.
 Batas sosial
digunakan pada tepi teritori internasional, pertahanan ini terdiri atas suatu
kesepakatan yang dibuat oleh tuan rumah dan tamunya. Misalnya, perlunya
seseorang menggunakan paspor untuk memasuki wilayah negara tertentu
atau yang diperlukan identitas diri seperti KTP ketika memasuki lingkungan
tertentu.
7. Hubungan Teritorialitas dengan Perilaku
 Personalisasi & Penandaan
Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda, atau
menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran akan
teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi papan nama yang
merupakan tanda kepemilikan
 Agresi
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin
keras bila pelanggaran terjadi diteritori primernya, misalnya pencurian
di rumahnya, dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi di tempat
umum. Agresi biasanya terjadi apabila batas teritori tidak jelas.
 Dominasi & Kontrol
Dominasi dan kontrol umumnya lebih banyak terjadi pada teritori
primer.
8. Hubungan Antara Teritori dan Desain Arsitektur
▪ Publik dan Privat
Kita selalu dihadapkan pada gradasi teritori yang bersifat primer, sekeunder
ataupun public dalam desain arsitektur.
▪ Ruang Peralihan
Pada rancangan di mana pengguna ruang sama sekali tidak mempunyai
kontribusi dalam penataanya, atau sama sekali tidak memiliki peluang untuk
membentuk lingkungannya karena sepenuhnya bergantung pada struktur
organisasi pengelola dan kemauan arsitek, sukar untuk menstimulasi
pengguna agar bisa menjadi penghuni agar bisa merasa terlibat dalam
tanggung jawab lingkungan. Akibatnya, seluruh area dianggapnya teritori
publik.
KAJIAN TEORI KEPADATAN & KESESAKAN

1. Pengertian Kepadatan
Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam
setiap unit ruangan (dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Kepadatan juga
berarti sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu
dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstradan McFarling, 1978;
Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan
semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin
banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
2. Pengertian Kesesakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesesakan berasal dari kata dasar
sesak yang berarti kesempitan, kepicikan, kesukaran yang mencakup
kekurangan dan sejenisnya.
3. Pengaruh Kepadatan dan Kesesakan Terhadap Perilaku Manusia
1. Akibat kepadatan tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling, kepadatan yang tinggi memberikan
akibat :
a. Fisik  peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit
fisik lain
b. Sosial  meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja
c. Psikis  stress, menarik diri dari interaksi sosial, menurunnya
perilaku menolong, menurunnya kemampuan mengerjakan
tugas, menimbulkan perilaku agresi
2. Reaksi Kesesakan
Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang dirasakan
individu dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:
a. Fisiologi dan kesehatan  peningkatan detak jantung serta tekanan
darah, gangguan pencernaan, gatal-gatal, bahkan kematian
b. Penampilan kerja  individu yang yakin mampu menyelesaikan
tugasnya dalam kepadatan yang tinggi dapat menampilkan performa
kerja yang lebih baik daripada individu yang tidak yakin
c. Interaksi sosial  ketertarikan sosial, agresi, kerja sama, penarikan
diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan humor
d. Perasaan/afeksi  kesesakan menimbulkan emosi negative seperti
kejengkelan
e. Kendali dan strategi penanggulangan masalah  Kesesakan dapat
menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah sehingga perlu adaptasi
situasi
4. Faktor yang Mempengaruhi Kesesakan dan Kepadatan
 Faktor Individu
a. Kontrol Personal
Individu yang memiliki ketertarikan terhadap individu lain dalam
ruangan yang padat akan memiliki toleransi terhadap kesesakan
yang lebih tinggi.
b. Pengalaman
Individu yang telah terbiasa dengan situasi yang padat akan lebih
adaptif dan lebih bersikap toleran dalam menghadapi kepadatan .
c. Budaya
Kepadatan dan kesesakan sudah melekat dengan situasi
diperkotaan.
d. Gender
Pria lebih bereaksi negatif terhadap kesesakan dibandingkan
dengan wanita
 Faktor Sosial
a. Kehadiran dan Perilaku Orang Lain
Kepadatan meningkat menyebabkan privasi menurun, berpikir
keras menghadapi situasi yang menekan, gangguan fisik meningkat
dan kemampuan kontrol dapat berkurang
b. Kualitas Hubungan dan Informasi yang Tersedia
Individu yang memiliki cara pandang yang sama akan merasa cocok
satu sama lain dan lebih mudah menghadapi situasi yang
padat.Informasi yang jelas dan akurat akan membantu individu
menghadapi kesesakan yang dialami
 Faktor Fisik
Faktor fisik dari kesesakan meliputi situasi dan tatanan ruang
keadaan ruang, bangunan, lingkungan, kota, dan arsitektur bangunan
seperti ketinggian langit-langit, penataan perabot, penempatan jendela
dan pembagian ruang
5. Aspek Kesesakan
a. Aspek situasional  didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang
saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan menyebabkan
gangguan fisik dan ketidaknyamanan, tujuan terhambat, dan ruangan
semakin sempit
b. Aspek emosional  menunjuk pada perasaan yang berkaitan dengan
kesesakan yang dialami seperti perasaan negatif pada orang lain
c. Aspek perilaku  Kesesakan menimbulkan respon seperti mengeluh,
menghentikan kegiatan dan meninggalkan ruang, tetap bertahan namun
berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata
6. Hubungan Antara Kesesakan dan Kepadatan
Menurut Sarwono (dalam Sarwono, 1995), hubungan antara
kepadatan dan kesesakan mempunyai dua ciri, antara lain:
1. Kesesakan adalah persepsi terhadap kepadatan dalam artian
jumlah manusia. Kesesakan berhubungan dengan kepadatan
(density), yaitu banyaknya jumlah manusia dalam suatu batas
ruang tertentu. Makin banyak jumlah manusia berbanding
luasnya ruangan, makin padatlah keadaannya.
2. Kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subjektif. Individu
yang sudah biasa naik bus yang padat penumpangnya, mungkin
sudah tidak merasa sesak lagi (density tinggi tetapi crowding
rendah). Sebaliknya, individu yang biasa menggunakan
kendaraan pribadi, bisa merasa sesak dalam bus yang setengah
kosong (density rendah tapi crowding tinggi).
7. Solusi Untuk Mencegah Atau Mengurangi Kepadatan dan Kesesakan
 KDB dan KLB
KDB dan KLB (jika lantai 2) merupakan syarat dasar untuk
membangun sebuah bangunan dimana ke 2 hal ini akan membatasi
luasan bangunan yang akan dibangun.
 Sempadan
Sempadan merupakan batasan areal membangun dihitung dari lebar
jalan di depan site yang akan dibangun dengan jarak membangun
setengah dari lebar jalan serta jika disamping sudah ada bangunan
maka sempadan minimal 2 meter dari dinding.

Anda mungkin juga menyukai