Anda di halaman 1dari 59

ANEMIA APLASTIK

1. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah
(Sudoyo,2013).
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2012).
Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk
memproduksi komponen sel-sel darah (Alkhouri, 2013). Anemia aplastik adalah
Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya
infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu
keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan
segala manifestasinya (Bakta, 2013).

2. Anatomi Dan Fisiologi


Anatomi

1. Sistem sirkulasi adalah penghubung antara lingkungan eksternal dan lingkungan


cairan internal tubuh. Sistem ini membawa nutrien dan gas ke semua sel, jaringan,
organ, dan sistem organ, serta membawa produk akhir metabolik keluar darinya.
a. Komponen
1) Sistem kardiovaskuler adalah bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini terdiri dari
jantung, pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena) dan darah yang mengalir
didalamnya.
a) Jantung adalah pompa muskuler untuk menggerakkan darah.
b) Pembuluh darah adalah serangkaian tuba tempat darah mengalir
c) Darah adalah cairan yang mengalir dalam pembuluh
2) Sistem Limfatik juga bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini terdiri dari
pembuluh limfe dan nodus limfe yang terletak didalam pembuluh limfe besar.
3) Organ pembentuk dan penyimpan darah seperti limfe juga berhubungan dengan
sistem sirkulasi.
b. Fungsi
1) Transpor. Makanan, gas, hormon, mineral, enzim, dan zat-zat vital lainnya
dibawa darah ke seluruh sel tubuh. Zat-zat sisa di bawa darah menuju paru-paru,
ginjal, atau kulit untuk dikeluarkan dari tubuh.
2) Mempertahankan suhu tubuh. Pembuluh darah berkontriksi untuk
mempertahankan panas tubuh dan berdilatasi untuk melepaskan panas pada
permukaan kulit.
3) Perlindungan. Sistem darah dan sistem limfatik melindungi tubuh terhadap
cedera dan invasi benda asing melalui sistem imun. Mekanisme pembekuan
darah mencegah kehilangan darah.
4) Pendaparan (buffering). Protein darah memberikan sistem bufer asam-basa
untuk mempertahankan pH optimum darah.
2. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari bahan interseluler adalah cairan yang
disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah.
Volume darah kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar
55 % adalah cairan, sedangkan 45 % terdiri darah angka ini dinyatakan dalam
hematokrit atau volume sel darah. didapat yang berkisar antara 40 – 47 (Pearce,
2008).
Karakteristik
1) Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan
dan dibawa dalam matriks cairan (plasma).
2) Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa
dan bau yang khas serta pH 7.4 ( 7.35 – 7.45).
3) Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah.
4) Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata dan
kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran
tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam
tubuh. Volume ini bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi
elektrolitnya.
Komponen Darah
1) Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama
dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92 % air dan mengandung campuran
kompleks zat organik dan anorganik.
2) Protein Plasma mencapai 7 % plasma dan merupakan satu-satunya unsur pokok
plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada
tiga jenis protein plasma yang utama : albumin, globulin, dan fibrinogen.
- Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55 sampai 60 %
tetapi ukuran paling kecil. Albumin disintesis dalam hati dan bertanggung
jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
- Globulin membentuk sekitar 30 % protein plasma.
- Fibrinogen membentuk 4 % protein plasma disintesis di hati dan merupakan
komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
3) Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineral, hormon,
vitamin dan zat-zat sisa.(Sloane, 2004)
4) Fungsi plasma adalah sebagai medium penyaluran makanan, mineral, lemak dan
glukosa serta asam amino kedalam jaringan. Albumin yang ada dalam plasma
berfungsi mempertahankan tekanan osmotik darah sebagai zat antibody yang
melindungi tubuh dari mikroorganisme dan zat asing serta menyediakan protein
untuk jaringan. Dalam keadaan normal terdapat 2-3 gr globulin dalam setiap 100
ml darah (Pearce, 2008).
Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit) sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.
1) Eritrosit atau sel darah merah
Karakteristik :
- Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7.65 mm.
- Eritrosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi.
Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit
menembus kapiler (pembuluh darah terkecil).
- Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis
pigmen pernafasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai
sepertiga volume sel.
Fungsi hemoglobin
Jika hemoglobin terpajan oksigen maka molekul oksigen akan bergabung
dengan rantai alfa dan beta untuk membentuk oksihemoglobin. Hemoglobin
berkaitan dengan karbondioksida dibagian asam amino pada globin.
Karbaminohemoglobin yang terbentuk hanya memakai 20% karbondioksida
yang terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam bentuk ion
bikarbonat.
Jumlah
- Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata adalah 4.2
sampai 5.4 juta sel per milimeter kubik. Pada perempuan sehat berukuran
rata-rata jumlah sel darah merahnya antara 3.2 sampai 5.2 juta sel per
milimeter kubik.
- Hematokrit adalah persentase volume darah total yang mengandung
eritrosit. Persentase ini ditentukan dengan melakukan sentrifugasi sebuah
sampel darah dalam tabung khusus dan mengukur kerapatan sel pada bagian
dasar tabung. Ht pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan pada
perempuan 38% sampai 48%. Ht dapat bertambah atau berkurang,
bergantung pada jumlah eritrosit atau faktor yang mempengaruhi volume
darah, seperti asupan cairan atau air yang hilang.
Fungsi
- Sel darah merah mentranspor oksigen keseluruh jaringan melalui pengikatan
hemoglobin terhadap oksigen
- Hemoglobin sel darah merah berkaitan dengan karbon dioksida untuk
ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa
plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat.
- Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion
bikarbonat dan hemoglobin merupakan bufer asam-basa.
2) Leukosit atau sel darah putih
Karakteristik :
Jumlah normal sel darah putih adalah 7000 sampai 9000 per mm3.
Infeksi atau kerusakan jaringan mengakibatkan peningkatan jumlah total
leukosit. Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi benda
asing, termasuk bakteri dan virus. Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah
yang dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula
sitoplasma. Sel yang memiliki granula sitoplasma disebut granulosit, sel tanpa
granula disebut agranulosit.
a. Granulosit terbagi menjadi neutrofil, eosinofil dan basofil.
Neutrofil mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Fungsi Neutrofil sangat
fagositik dan sangat aktif. Sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab lainnya.
Eosinofil mencapai 1-3% jumlah sel darah putih. Struktur eosinofil memiliki
granula sitoplasma yang kasar dan besar. Dengan pewarnaan orange
kemerahan. Sel ini berfungsi dalam detoksikasi histamin yang diproduksi sel
mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung. Eosinofil
mengandung peroksidase dan fosfatase yaitu enzim yang mampu
menguraikan protein.
b. Basofil mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak
beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan
nukleus berbentuk S. Diameternya sekitar 12 mm sampai 15mm. Fungsi
Basofil menyerupai fungsi mast. Sel ini mengandung histamin, mungkin
untuk meningkatkan aliran darah kejaringan yang cedera dan juga anti
koagulan heparin, mungkin untuk membantu mencegah penggumpalan darah
intravaskuler.
c. Agranulosit adalah leukosit tanpa granula sitoplasma yaitu limfosit dan
monosit. Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah. Limfosit
mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis
sitoplasma. Limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang merah tetapi
melanjutkan diferensiasi dan proliferasinya dalam organ lain. Sel ini
berfungsi dalam reaksi imunologi.
Monosit mencapai 3 sampai 8% jumlah total leukosit. Struktur Monosit
adalah sel darah terbesar, nukleusnya besar berbentuk seperti telur atau
seperti ginjal yang dikelilingi sitoplasma yang berwarna biru keabuan pucat.
Fungsi Monosit sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi
melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran darah maka
sel ini menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap). (Sloane, 2004). Apabila
jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000/mm3 disebut leukositosis dan
jika kurang dari 6000/mm3 disebut leukopenia (Syaifuddin, 2012).
3) Trombosit
Trombosit (keping darah) berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3. Bagian
ini merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari megakariosit raksasa
multinukleus dalam sumsum tulang. Trombosit adalah cakram bulat, oval, tidak
berinti. Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum
tulang dan hidup sekitar 10 hari. (Gibson, 2011). Struktur Ukuran Trombosit
mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu
membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan
dengan proses koagulasi darah. Trombosit berfungsi dalam hemostasis
(penghentian perdarahan) dan perbaikan pembuluh darah yang robek (Sloane,
2012)

Fisiologi

Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua
sisinya, sehingga dilihat dari samping nampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.
Jika dilihat satu persatu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar
kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus
luar atau stroma, berisi masa hemoglobin.Sel darah merah memerlukan protein karena
strukturnya terbentuk dari asam amino dan emerlukan zat besi. Sel darah merah
dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak
beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam
batang iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap : mula-mula
besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin
dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistem retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin
dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam
jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk
digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah
menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan
yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung)
terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel
darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke
jaringan-jaringan.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah, dan
jumlah ini biasanya disebut ”100%”. Dalam berbagai bentuk anemi jumlah
hemoglobin dalam darah berkurang. Dalam beberapa bentuk anemi parah, kadar itu
bisa dibawah 30% atau 5 gr setiap 100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi yang
diperlukan untuk bergabung dengan oksigen, maka pasien dengan enemia akan
memperlihatkan gejala kekurangan oksigen seperti napas pendek. Ini sering
merupakan salah satu gejala pertama anemia kekurangan zat besi (Pearce, 2008).
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai berikut
1) Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut :
a. Mengangkut gas karbondioksida (CO2) dari jaringan perifer kemudian
dikeluarkan melalui paru-paru untuk didistribusikan ke jaringan yang
memerlukan
b. Mengangkut sisa-sisa dari hasil metabolism jaringan berupa urea, keratin, dan
ampas urat
c. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke
seluruh jaringan tubuh
d. Mengangkut hasil metabolism jaringan
2) Mengatur keseimbangan cairan tubuh
3) Mengatur panas tubuh
4) Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh
5) Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi
6) Mencegah perdarahan
3. Etiologi
1. Primer (kongenital)
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari
padanya diturunkan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia
Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia
sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius,
mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa. Disebabkan
karena pansitopenia konstitusional fanconi, defisiensi pankreas pada anak,
gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel (Mansjoer, 2007)
2. Anemia aplastik/hipoplastik karena sebab-sebab lain : infeksi virus (dengue,
hepatitis), infeksi mikobakterial, kehamilan, penyakit simmond, skerosis tiroid.
3. Idiopatik
Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau
bersifat idiopatik disebabkan karena proses penyakit yang berlangsung perlahan-
lahan (Bakta, 2013).
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukospenia dan
trombositopenia. Gejala ini dapat berupa :
1. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat
2. Paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petechie dan echymosis.
Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan
gusi, hematemesis/melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan
organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering
bersifat fatal.
3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok selulitis leher,
febris dan sepsis atau syok septik
4. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati tidak
dijumpai.
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah :
1. Anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb <7 g/dl
3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
4. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
5. Sumsum tulang dengan hipoplasia sampai aplasia
6. Besi serum normal ataumeningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul
adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan
anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort,
palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis
menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal
maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di
kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala
awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan,
walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
5. Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain: bahan
kimia, obat, radiasi, infeksi, idiopatik, faktor individu. Apabila pajanan dilanjutkan
setelah tanda hipoplasia muncul maka depresi sumsum tulang akan berkembang
sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversibel. Disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan
atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia
aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Abnormalitas mungkin terjadi pada
sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit, akibat terjadinya pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
ditandai dengan menurunnya tingkat Hb dan Ht. Penurunan Hb menyebabkan
penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan biasanya ditandai dengan
kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Leukopenia
atau menurunnya sel darah putih kurang dari 4500-10000/mm3. Penurunan leukosit
akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi dan
menyebabkan infeksi dan penurunan sistem imunitas fisik dan mekanik dimana dapat
menyerang selaput lendir, kulit, silia dan saluran nafas sehingga bila terkena selaput
lendir akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring yang
menyebabkan kesulitan dalam menelan dan menurunkan masukan diet dalam tubuh.
Trombositopenia merupakan jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3 akibat dari
trombositopenia antara lain ekimosis, patekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf dan saluran cerna. Perdarahan akibat trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and Suddarth, 2014)
6. Komplikasi
1. Sepsis
2. Leukemia mielogen akut berhubungan dengan anemia fanconi
3. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi)
4. Perdarahan dan rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kadar
trombosit dan kurangnya kadar leukosit. (Betz and Sowden,2009)
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes. Antara lain :
a. Pemeriksaan darah lengkap :
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah masing-masing
sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit. Apakah mengalami
penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan anemia aplastik mempunyai
bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi biasanya pada stadium awal
penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan
indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol
walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari
40.000/μL (40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil
absolut kurangdari 500/μL (0,5x109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari
30.000/μL(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan jumlah
netrofil dibawah 200/μL (0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat
berat. Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom normositer. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Ini dapat
dibedakan dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang
ukurannya lebih besar dari yang tua dan persentase retikulosit yang meningkat
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada
sumsum tulang yang normal, 40- 60% dari ruang sumsum secara khas diisi
dengan sel-sel hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia
aplastik secara khas akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih
banyak diisi oleh sel-sel stroma dan lemak.
c. Tes Fungsi Hati dan Virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering negative
untuk semua jenis virus hepatitis yang telah diketahui. Onset dari anemia
aplastik terjadi 2-3 bulan setelah episode akut hepatitis dan kebanyakan sering
pada anak laki-laki.
d. Level Vitamin B 12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan anemia
megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat menyebabkan
pansitopenia.
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa kromosom darah
tepi untuk menyingkirkan diagnosis darinemia fanconi
b. USG abdominal untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau pembesaran
kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan adanya penyakit keganasan
hematologi sebagai penyebab dari pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak
dari ginjal yang salah atau abnormal merupakan penampakan dari anemia
Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance imaging merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik untuk mengetahui luas perlemakan karena dapat membuat pemisahan
tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
d. Radionucleide Bone Marrow Imaging (Bone marrow Scanning). Luasnya
kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntikkan dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada
makrofag sumsum tulang atau iodine chloride yang akan terikat pada transferin.
Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif
untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sek induk.
(Betz and Sowden,2009)
8. Penatalaksanaan Medis
a. Collaborative Care Management
1) Medis
Transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan. Transfusi
trombosit sesuai yang dibutuhkan, transplantasi stem sel allogenik. Transplantasi
sumsum tulang.
2) Farmakologi
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami
berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati. Kortikosteroid dosis rendah sampai
menengah. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
neutrofil.
3) Aktivitas dan Latihan
Lakukan aktivitas sesuai dengan kondisi tubuh. Tidak dianjurkan berolahraga berat.
4) Diet
a. Energi sesuai kebutuhan diberikan 2515,356 kkal
b. Protein tinggi 1,5 gr/kg BB yaitu sebesar 91,5 gram
c. Lemak sedang diberikan 25 % yaitu sebesar 69,871 gram
d. Karhohidrat sesuai kebutuhan diberikan 380,13 gram
e. Vitamin dan mineral terutama pemberian Fe, asam folat, dan vit B12 serta vit
C.
f. Pemberian makan disesuaikan dengan kebutuhan pasien
5) Penkes
Pertahankan suhu tubuh dengan memberikan selimut dan mengatur suhu ruangan.
Berikan pendidikan kesehatan dan berikan informasi adekuat mengenai keadaan
pengobatan dan kemajuan kesehatan serta bimbingan untuk perawatan di rumah.
A. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Pada Anak Usia 11 tahun ( Usia Sekolah)

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan dapat


diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat badan, ukuran
tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang, akan
tetapi laju pertumbuhan bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan berbeda.
Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan kemajuan keterampilan yang
dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan merupakan aspek
perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu mengembangkan kemampuan untuk
berjalan, berbicara, dan berlari dan melakukan suatu aktivitas yang semakin kompleks
(Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000; Supartini, 2004; Potter & Perry, 2005; Wong,
Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009; Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2011).

Istilah pertumbuhan dan perkembangan keduanya mengacu pada proses dinamis.


Pertumbuhan dan perkembangan walaupun sering digunakan secara bergantian, keduanya
memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang
berkelanjutan, teratur, dan berurutan yang dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan,
dan genetik (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Pengertian Anak Usia Sekolah
Anak usia antara 6-12 tahun, periode ini kadang disebut sebagai masa anak-
anak pertengahan atau masa laten, masa untuk mempunyai tantangan baru.
Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan
kemampuan pada anak-anak usia sekolah untuk mengevaluasi diri sendiri dan
merasakan evaluasi teman-temannya. Dapat disimpulkan sebagai sebuah
penghargaan diri menjadi masalah sentral bagi anak usia sekolah (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
Menurut Buku Data Penduduk yang ditebirkan oleh Kementerian Kesehatan
Indoneisa (2011), anak usia sekolah adalah anak-anak yang berusia 7- 12 tahun
(Depkes, 2011), periode pubertas sekitar usia 12 tahun merupakan tanda akhir masa
kanak-kanak menengah (Potter & Perry, 2005; Wong, Hockenberry- Eaton, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009). Menurut Wong (2009), anak usia sekolah atau
anak yang sudah sekolah akan menjadi pengalaman inti anak. Periode ini anak-anak
dianggap mulai bertanggungjawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan
orangtua mereka, teman sebaya, dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengatahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada
kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, Hockenberry-
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009). Periode pra-remaja atau pra-
pubertas terjadi pada tahap perkembangan usia sekolah, periode pra-remaja atau
pra-pubertas menandakan berakhirnya periode usia sekolah dengan usia kurang
lebih 12 tahun, ditandai dengan awitan pubertas (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
13

Menurut Kriswanto (2006), Amaliyasari & Puspitasari (2008), pola


perkembangan anak, usia yang paling rawan adalah usia anak SD (10-12 tahun).
Pada usia 10-12 tahun, mereka ini sedang dalam perkembangan pra-remaja, yang
mana secara fisik maupun psikologis pada masa ini mereka sedang menyongsong
pubertas. Perkembangan aspek fisik, kognitif, emosional, mental, dan sosial anak
SD membutuhkan cara-cara penyampaian dan intensitas pengetahuan tentang seks
dan kesehatan reproduksi yang berbeda dengan tahap-tahap usia yang lain
(Kriswanto, 2006; Amaliyasari & Puspitasari, 2008).
Tahap Tumbuh-Kembang Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)
1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi
pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini, menandakan
pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi sudah sempurna pada
usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Anak laki-laki usia 6 tahun,
cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg lebih berat
daripada anak perempuan. Rata-rata kenaikan berat badan anak usia sekolah 6 – 12
tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan individu pada
kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan
anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang
sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih
150 cm (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Habitus tubuh (endomorfi,
mesomorfi atau ektomorfi) cenderung secara relatif tetap stabil selama masa anak
pertengahan. Pertumbuhan wajah bagian tengah dan bawah terjadi secara bertahap.
Kehilangan gigi desidua (bayi) merupakan tanda
maturasi yang lebih dramatis, mulai sekitar usia 6 tahun setelah tumbuhnya gigi-
gigi molar pertama. Penggantian dengan gigi dewasa terjadi pada kecepatan sekitar
4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul tonsil adenoid yang
mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Behrman, Kliegman, &
Arvin, 2000; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009;
Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-
menerus. Kemampuan menampilkan pola gerakan-gerakan yang rumit seperti
menari, melempar bola, atau bermain alat musik. Kemampuan perintah motorik
yang lebih tinggi adalah hasil dari kedewasaan maupun latihan; derajat
penyelesaian mencerminkan keanekaragaman yang luas dalam bakat, minat dan
kesempatan bawaan sejak lahir. Organ-organ seksual secara fisik belum matang,
namun minat pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif
pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pada pubertas (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
2. Perkembangangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk
berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal yang
bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominiasi oleh
persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap
sensoris-motorik (0-2 tahun); (2) Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete
operational (7-11 tahun); dan (4) Formal operation (11-15 tahun).
1) Concrete operational (7 – 11 tahun)
Fase ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan koheren. Anak
mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan masalah secara
konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari lingkungannya.
Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif, dan dapat menggali objek
atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berpikir
konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan
yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam,
selanjutnya akan semakin berkembang di akhir usia sekolah atau awal masa remaja.
2) Formal operation (11 – 15 tahun)
Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel terhadap lingkungannya. Anak
remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol
dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka dapat membuat dugaan dan
mengujinya dengan pemikiran yang abstrak, teoritis, dan filosifis. Pola berpikir
logis membuat mereka mampu berpikir tentang apa yang orang lain juga
memikirkannya dan berpikir untuk memecahkan masalah (Supartini, 2004).
Menurut Piaget, usia 7–11 tahun menandakan fase operasi konkret. Anak
mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi egosentris menjadi interaksi
kooperatif. Anak usia sekolah juga mengembangkan peningkatan mengenai konsep
yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, contohnya konservasi lingkungan atau
pelestarian margasatwa. Pada masa ini anak-anak mengembangkan pola pikir logis
dari pola pikir intuitif, sebagai contoh mereka
belajar untuk mengurangi angka ketika mencari jawaban dari suatu soal atau
pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar mengenai hubungan sebab akibat,
contohnya mereka tahu bahwa batu tidak akan mengapung sebab batu lebih berat
daripada air (Piaget, J., 1996; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Kemampuan membaca biasanya berkembang dengan baik di akhir masa
kanak-kanak dan bacaan yang dibaca anak biasanya dipengaruhi oleh keluarga.
Setelah usia 9 tahun, kebanyakan anak termotivasi oleh dirinya sendiri. Mereka
bersaing dengan diri sendiri dan mereka senang membuat rencana kedepan,
mencapai usia 12 tahun, mereka termotivasi oleh dorongan di dalam diri, bukan
karena kompetisi dengan teman sebaya. Mereka senang berbicara, berdiskusi
mengenai berbagai subjek dan berdebat (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Tabel 2.1 – Fase Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Fase dan Tahap Usia Perilaku Signifikan
Fase Sensorimotor Lahir – 2
tahun
Tahap 1 Lahir – 1 Sebagian besar tindakan bersifat reflex.
Penggunaan Refleks bulan
Persepsi mengenai berbagai
Tahap 2
Reaksi Sirkuler 1 – 4 bulan kejadian terpusat pada tubuh.
Objek merupakan ekstensi diri.
Primer
Mengenali lingkungan eksternal.
Tahap 3
Reaksi Sirkuler dan 4 – 8 bulan Membuat perubahan secara aktif di dalam

Sekunder lingkungan.

Tahap 4 Dapat membedakan tujuan dari cara


8 – 12 bulan
Koordinasi Skema pencapaian tujuan tersebut.
Sekunder
Mencoba dan menemukan tujuan serta
Tahap 5
Reaksi Sirkuler Tersier 12 – 18 bulan cara baru untuk mencapai tujuan.
Ritual merupakan hal penting.
Menginterprestasi lingkungan dengan
Tahap 6
Penemuan Arti yang 18 – 24 bulan kesan mental.
Melakukan permainan imajinasi dan
Baru
imitasi.
Menggunakan pendekatan egosentrik
untuk mengakomodasi tuntutan
lingkungan.
Fase Prakonseptual 2 – 4 tahun
Semua hal bermakna dan berkaitan dengan
“aku.”
Mengekplorasi lingkungan.
Bahasa berkembang dengan
cepat.
Megasosiasikan kata dengan objek.
Pola pikir egosentrik berkurang.
Fase Pemikiran Intuitif 4 – 7 tahun
Memikirkan sebuah ide pada satu waktu.
Melibatkan orang lain di
lingkungan tersebut.
Kata-kata mengekspresikan pemikiran.
Menyelesaikan masalah yang konkret.
Fase Operasi Konkret 7 – 11 tahun Mulai memahami hubungan seperti
ukuran. Mengerti kanan dan kiri.
Sadar akan sudut pandang orang.
Menggunakan pemikiran yang rasional.
Fase Operasi Formal 11 – 15 tahun
Pola pikir yang deduktif dan futuristic.
Catatan: Dari The Origin of Intelligence in Children, oleh J. Piaget, 1966,
International Universities Press, Inc., Hak Cipta tahun 1966.

3. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1)
preconventional; (2) conventional; (3) postconventional.

1) Fase Preconventional
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai
dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap satu
didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa
yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang
kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan mebencinya akan
membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan
ketaatan dan ketaatan, baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan tindakan.
Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai
suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka
sendiri, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya dan orangtua
tidak memberikan sanksi. Hal ini akan membuat anak berpikir bahwa tindakannya
bukan merupakan sesuatu yang buruk.
15

2) Fase Conventional
Pada tahap ini, anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal
dengan kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama dengan kelompok dan
mempelajari serta mengadopsi norma-norma yang ada dalam kelompok selain
norma dalam lingkungan keluarganya. Anak mempersepsikan perilakunya sebagai
suatu kebaikan ketika perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga
atau teman sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan perilakunya sebagai suatu
keburukan ketika tindakannya mengganggu hubungannya dengan keluarga,
temannya, atau kelompoknya. Anak melihat keadilan sebagai hubungan yang saling
menguntungkan antar individu. Anak mempertahankannya dengan menggunakan
norma tersebut dalam mengambil keputusannya, oleh karena itu penting sekali
adanya contoh karakter yang baik, seperti jujur, setia, murah hati, baik dari keluarga
maupun teman kelompoknya.
3) Fase Postconventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip yang
dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai
suatu kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini, yaitu orientasi pada hukum dan
orientasi pada prinsip etik yang umum. Pada fase pertama, anak menempatkan nilai
budaya, hukum, dan perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat
sebagai sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan sebagai susuatu yang
dapat mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari
lingkungan tanpa membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok mereka
harus berkontribusi untuk pencapaian kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai
tingkat moral tertinggi, yaitu dapat menilai perilaku baik
dan buruk dari dirinya sendiri. Kebaikan dipersepsikan ketika mereka dapat
melakukan sesuatu yang benar. Anak sudah dapat mempertahankan perilaku
berdasarkan standard moral yang ada, seperti menaati aturan dan hukum yang
berlaku di masyarakat.
Menurut Kohlberg, beberapa anak usia sekolah masuk pada tahap I tingkat
pra-konvensional Kohlberg (Hukuman dan Kepatuhan), yaitu mereka berupaya
untuk menghindari hukuman, akan tetapi beberapa anak usia sekolah berada pada
tahap 2 (Instumental–Relativist orientation). Anak-anak tersebut melakukan
berbagai hal untuk menguntungkan diri mereka. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Tabel 2.2 – Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat Tahap Usia Rata-rata
I. Prakonvensional 1. Orientasi Todler – usia
Individu berespons terhadap Hukuman dan 7 tahun.
peraturan budaya mengenai Kepatuhan
label baik-buruk, benar atau Takut terhadap hukuman,
salah. Peraturan yang terbentuk bukan rasa hormat terhadap
secara eksternal menentukan otoritas merupakan alasan
tindakan yang benar atau salah. terbentuknya keputusan,
Individu memahaminya dalam perilaku, dan konformitas.
istilah hukuman, penghargaan, Prasekolah – usia
atau pertukaran kebaikan. sekolah.
2. Orientasi
Fokus egosentrik Relativi
st Instrumental
Konformitas didasarkan pada
kebutuhan egosentris dan
narsisistik. Tidak ada rasa
keadilan, loyalitas, dan terima
kasih. “saya bersedia
melakukan sesuatu asalkan
saya mendapatkan imbalan
atau
karena hal
tersebut
menyenangkan Anda.”

II. Konvensional 3. Orientasi Usia sekolah –


Individu memikirkan upaya Persetujua dewasa.
untuk mempertahankan n Interpersonal (sebagian besar
harapan dan peraturan Keputusan dan perilaku wanita berada
keluarga, kelompok, Negara, didasarkan pada pada tahap ini).
serta masyarakat. Perasaan kekhawatiran akan reaksi
bersalah telah berkembang dan orang lain. Individu
mempengaruhi perilaku. menginginkan persetujuan
Individu menerima nilai dan penghargaan dari orang
konformitas, loyalitas, dan lain. Respons empati, yang
berupaya aktif dalam didasarkan pada
mempertahankan tata tertib pemahaman
dan kontrol
sosial. tentang perasaan orang lain,
Konformitas berarti perilaku merupakan faktor penentu
yang baik atau sesuatu yang terbentuknya keputusan dan
dapat menyenangkan dan perilaku. (“Saya dapat
membantu orang lain, dan hal menempatkan diri saya pada
tersebut disetujui. posisi Anda.”)

Remaja dan
4. Orientasi Hukum dewasa (sebagian
Fokus Sosial dan Tata besar pria berada
Tertib pada tahap ini).
Individu ingin menerapkan
peraturan yang berasal dari
otoritas dan alasan
terbentuknya keputusan dan
perilaku adalah bahwa
peraturan dan tradisi sosial
dan seksual menuntut respons
tersebut. (“Saya bersedia
melakukan sesuatu karena itu
adalah tugas saya dan
begitulah hukumnya.”)
III. Postkonvensional 5. Orientasi Usia
Individu hidup secara otonom Legalistik Kontrak pertengaha
dan mendefinisikan nilai-nilai Sosial n atau lansia.
serta prinsip- prinsip moral Peraturan sosial bukan
yang membedakan antara merupakan satu-satunya dasar
identifikasi pribadi dengan utama terbentuknya
nilai-nilai kelompok. Individu keputusan dan perilaku.
hidup menurut prinsip-prinsip Sebab, individu meyakini
yang disetujui secara universal adanya prinsip moral yang
dan yang dianggap sesuai untuk lebih tinggi sperti kesetaraan,
kehidupannya. keadilan, atau proses yang
seharusnya. Usia
pertengaha
Fokus bersifat universal 6. Orientasi Prinsip n atau lansia.
Etis Universal Beberapa orang
Keputusan dan perilaku mencapai
didasarkan pada peraturan ata
yang terinternalisasi, lebih u
kepada hati nurani bukan mempertahankan
hukum sosial, dan juga tahap ini.
berdasarkan prinsip- prinsip Contoh tahap
etis dan abstrak pilihan ini
pribadi yang bersifat terlihat
universal, komprehensif, dan dalam
konsisten. situasi krisis atau
ekstrem.
Catatan: Dari Health Promotion Strategies Through the Life Span, 7th ed., (hlm.
252-253), oleh R. B. Murray dan J. P. Zentner, 2001, Upper Saddle River, NJ:
Merril/Prentice Hall.

4. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan
spiritual, yaitu pada tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk membedakan
khayalan dan kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah keyakinan yang
diterima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan khayalan adalah pemikiran
dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran anak. Orangtua dan tokoh agama
membantu anak membedakan antara kenyataan dan khayalan. Orangtua dan tokoh
agama lebih memiliki pengaruh daripada teman sebaya dalam hal spiritual (Fowler,
J. W., 1981; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan
dunia, mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa ini, anak
usia sekolah dapat mengajukan banyak pertanyaan menegnai Tuhan dan agama dan
secara umum meyakini bahwa Tuhan itu baik dan selalu ada untuk membantu.
Sebelum memasuki pubertas, anak-anak mulai menyadari bahwa doa mereka tidak
selalu dikabulkan dan mereka merasa kecewa karenanya. Beberapa anak menolak
agama pada usia ini, sedangkan sebagian yang lain terus menerimanya. Keputusan
ini biasanya sangat dipengaruhi oleh orang tua (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Tabel 2.3 – Tahap Perkembangan Spiritual Menurut Fowler
Tahapan Usia Deskrips
i
0. Bayi tidak mampu merumuskan konsep
0 – 3 tahun
Tidak mengenai diri sendiri atau lingkungan.
terdiferensiasi
Suatu kombinasi gambaran dan kepercayaan
1. 4 – 6 tahun yang diberikan oleh orang lain yang
Intuitif – dipercaya, yang digabungkan dengan
proyektif pengalaman dan
imajinasi anak sendiri.
Dunia fantasi dan khayalan pribadi; simbol-
2. 7 – 12 tahun simbol mengacu pada sesuatu yang khusus;
Mitos – factual kisah-kisah dramatic dan mitos digunakan
untuk menyampaikan maksud-maksud
spiritual.

3. Remaja Dunia dan lingkungan mendasar yang tersusun


atas pengharapan dan penilaian orang lain;
Sintetik – atau
dewasa fokus
konvensional
interpersonal.
4. Setelah 18 Membangun sistemtem pribadi yang eksplisit;
Individualisasi – kesadaran diri yang tinggi.
tahun
refleksif
5. Setelah 30 Kesadaran akan kebenaran yang berasal dari
Paradoksial – berbagai sudut pandang.
tahun
konsolidatif
6. Mungkin tidak Menjadi perwujudan prinsip cinta dan
Universalizing akan pernah keadilan.
Catatan: Dari Life Maps: Conversation in the Journey of Faith, oleh J. Fowler dan

S. Keen, 1985, Waco, TX: Word Books; dan How to Help Your Child Have a
Spiritual Life: A Parent’s Guide to Inner Development, oleh A. Hollander, 1980,
New York: A and W Publisher.

5. Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun)
masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada
aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah ditekan
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Teori Perkembangan Psikoseksual anak
menurut Freud terdiri atas fase oral (0–11 bulan), fase anak (1– 3 tahun), fase falik
(3–6 tahun), dan fase genital (6–12 tahun).
1) Fase Laten (6-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengkesplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui
aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan lebih menyukai
teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Pertanyaan
anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi, mengarah pada sistemtem
reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam merespon pertanyaan-pertanyaan anak,
yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luanya jawaban orangtua disesuaikan
dengan maturitas anak. anak mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman
sepermainan karena seringkali begitu penasaran dengan seks. Orangtua sebainya
waspada apabila anak tidak pernah bertanya mengenai seks. Peran ibu dan ayah
sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, termasuk mempelajari
apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks.
2) Fase Genital (12-18 tahun)
Menurut Freud, tahapan akhir masa ini adalah tahapan genital ketika anak
mulai masuk fase pubertas. Ditandai dengan adanya proses pematangan organ
reproduksi dan tubuh mulai memproduksi hormon seks.
Tabel 2.4 – Teori Psikoseksual Menurut Freud
Tahap – Usia Karakteristik Implikas
i
Saat makan memberikan
kesenangan serta perasaan
Sumber kenikmatan utama bayi aman dan nyaman pada
Fase Oral melibatkan aktivitas anak.
(Lahir – 18 berorientasi mulut (mehisap Saat makan harus menjadi
bulan) dan menelan). saat yang menyenangkan
bagi anak dan pemberian
Konflik utama: penyapihan. makan harus diberikan
pada
saat yang dibutuhkan.

Anak mendapatkan kepuasan Pengontrolan dan

sensual dengan menahan atau pengeluaran


Fase Anal fese
melepaskan feses. Zona
(12 – 18 bulan kepuasan anak adalah daerah
s memberikan kesenangan
3 anal (Kepuasan sensual, kendali dan perasaan kontrol bagi
tahun) anak. Toilet training
diri).
merupakan aktivitas
penting dan harus
Konflik utama: toilet training.
menjadi pengalaman yang
menyenangkan bagi anak.
Anak menjadi lengket dengan Anak mengidentifikasi diri
orangtua dari jenis kelamin mereka dengan orangtua
berlainan yang berjenis kelamin
Fase Phallic
kemu berbeda dan kemudian
(3 – 6 tahun)
dian mengidentifikasinya menjalani hubungan di luar
denga lingkungan
n orangtua berjenis kelamin keluarg
sama. Superego berkembang. a. Dukung identitas diri
Zona kepuasannya bergeser anak.
pada daerah
genital.

Dukungan anak untuk


Energy dignakan untuk melakukan aktivitas
Fase aktivitas fisisk dan rekreasi fisik dan
Latency (6 intelektualitas. Impuls seksual intelektual. Dukung anak
tahun – yang muncul cenderung untuk berolahraga dan
pubertas) ditekan. Membangun hubungan melakukan aktivitas lain
dengan teman sebaya yang bersama dengan teman
berjenis kelamin sama. sebaya yang berjenis
kelamin sama.
Kemunculan kembali dorongan
seksual tahap phallic,
Fase disalurkan dengan seksualitas Dukungan proses
Genital masa dewasa. pemisahan anak dari
(Pubertas – Energy diarahkan untuk orangtua, pencapaian
kedewasaan kematangan dan fungsi seksual kemandirian, dan
) yang utuh dan perkembangan pembuatan keputusan.
keteramp
ilan
dibutuhkan untuk menghadapi
lingkungan.
Catatan: Dari Health Promotion Strategies Through the Life Span, 7th ed., (hlm.
238), oleh R. B. Murray dan J. P. Zentner, 2001, Upper Saddle River, NJ:
Merrill/Prentice Hall.
6. Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai
krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan kesehatan membutuhkan
peningkatan pemisahan dari orangtua dan kemampuan menemukan penerimaan
dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangan- tantangan yang
berada diluar (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak adalah
dengan menguraikan lima tahapan perkembangan psikososial, yaitu: percaya versus
tidak percaya (0–1 tahun), Otonomi versus rasa malu dan ragu (1–3 tahun), Inisiatif
versus rasa bersalah (3–6 tahun), Industry versus inferiority (6–12 tahun), Identitas
versus kerancuan peran (12–18 tahun).
1) Industry versus inferiority (6-12 tahun)
Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun dalam
pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai berkembang
pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan keluarga
terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi mempengaruhi
gambaran anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan
teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya
mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin
mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan
dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai
tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman
dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry).
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan
berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak
tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan
mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan
(reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang dicapainya
menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan
sesuatu.
2) Identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)
Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak
yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Mereka
menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan
kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkungannya,
untuk dapat mengambil keputusannya sendiri. Kejelasan identitas diperoleh apabila
ada kepuasan yang diperoleh dari orangtua atau lingkungan tempat ia berada, yang
membantunya melalui proses pencarian identitas diri sebagai anak remaja,
sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan menimbulkan
kerancuan peran yang harus dijalankannya (Supartini, 2012).
Menurut Erikson, tugas utama anak usia sekolah adalah pada fase industry
versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai membentuk dan
mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia sekolah termotivasi
oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna. Mereka berfokus pada
upaya menguasai berbagai keterampilan yang akan membuat mereka berfungsi di
dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk sukses, anak pada usia ini selalu
dihadapkan pada kemugkinan gagal yang dapat menimbulkan perasaan inferior.
Anak-anak yang dapat mencapai sukses pada tahap sebelumnya akan termotivasi
untuk tekun dan bekerjasama dengan anak-anak yang lain untuk mencapai tujuan
umum (Erikson, E. H., 1963; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Tabel 2.5 – Delapan Tahap Perkembangan Menurut Erikson
Tahap – Usia Tugas Pokok Indikator Resolusi Indikator Resolusi Negatif
Positif
Bayi Percaya versus Belajar untuk Tidak percaya, menarik diri,
(lahir-18 tidak percaya mempercayai mengasingkan diri.
bln) orang lain.
Kendali diritanpa Kendali diri kompulsif atau
Kanak- Otonomi kehilangan harga diri. kepatuhan.
kanak versus rasa Kemampuan untuk
Kurang kemauan
Awal malu dan bekerjasama dan
(18 bln-3 th) ragu Dan mengekspresikan
ketidakpatuhan
diri sendiri.
Mempelajari sejauh mana Kurang kepercayaan diri.
Kanak- sikap asertif dan Pesimisme, takut
kanak Akhir Inisiatif versus tujuan
membuat
(3-5 th) rasa bersalah mempengaruhi kesalahan.
lingkungan.
Kendali dan
Memulai kemampuan pembatasan
untuk mengevaluasi
aktivitas diri yang
perilaku diri berlebihan.
sendiri.
Mulai untuk Putus harapan, merasa diri
Usia Industri menciptakan,
biasa-biasa saja.
Sekolah versus mengembangkan, Menarik diri dari
(6-12 th) inferioritas dan memanipulasi
teman sekolah
sesuatu. dan teman sebaya.
Mengembangkan
rasa kompetensi dan
ketekunan.

Identitas Sadar akan diri sendiri. Perasaan bingung, tidak


Remaja versus Bermaksud mampu membuat keputusan
(12-20 kebingunga dan mungkin terdapat
th) n untuk perilaku
peran mengaktualisasikan anti-sosial.
kemampuan diri.
Memiliki hubungan yang Hubungan impersonal.
Dewasa Keakraban intim dengan orang lain. Menghindari komitmen
Muda (18- versus isolasi Memiliki komitmen dalam hubungan, karier, atau
25 th) terhadap gaya
pekerjaan dan hubungan. hidup.
Generativitas Mengikuti kata, memikirkan
Dewasa Kreativitas,
versus diri sendiri, dan kurang
(25-65 produkt
stagnasi minat
th) ivitas, kepedulian
serta komitmen.
terhadap orang lain.
Integritas Penerimaan terhadap Merasa
Lanjut Usia
versus kelebihan dan keunikan
(65 th - kehilanga
putus asa diri sendiri.
wafat) n, memandang rendah orang
Penerimaan akan
lain
kematian.
Catatan: Dari Childhood and Society, 2nd ed., (pp. 247-274), oleh E. Erikson, 1963,
New York: W. W. Norton. Hak Cipta tahun 1950, © 1963 oleh W. W. Norton &
Company, Inc., diperbarui © 1978, 1991 oleh Erik H. Erikson.
7. Perubahan Pra-Pubertas atau Pra-Remaja
Periode transisi antara masa kanak-kanak dengan dan adolesens sering
dikenal dengan istilah pra-remaja oleh professional dalam ilmu perilaku, oleh yang
lain dikenal dengan istilah pra-pubertas, masa kanak-kanak lanjut, adolesens awal,
dan puber. Ketika mulai terjadi perubahan fisik, seperti pertumbuhan rambut pubis
dan payudara pada wanita, anak menjadi lebih sosial dan pola perilakunya lebih
sulit diperkirakan. Perubahan pada sistem reproduksi dan endokrin mengalami
sedikit perubahan sampai pada periode pra-pubertas. Selama masa pra-pubertas,
yaitu memasuki usia 9–13 tahun fungsi endokrin semakin meningkat secara
perlahan. Perubahan pada fungsi endokrin menyebabkan peningkatn produksi
keringat dan semakin aktifnya kalenjar sebasea (Potter & Perry, 2012 Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2011).
Periode persiapan ini sering meliputi eksperimentasi berdandan oleh anak
perempuan, minat dalam musik dan bertingkah seperti idola yang sedang populer
diantaradolesens yang lebih besar, baik anak laki-laki amupun perempuan biasanya
membentuk “teman baik” dengan orang tempat berbagi perasaan secara intim.
Perasaan ketertarikan pada lawan jenis terbentuk pada fase ini. Pada masa ini
mereka sering membentuk hubungan dengan orang dewasa lain daripada
orangtuanya yang membuat mereka menerima informasi mengenai menjadi dewasa
(Potter & Perry, 2012). Anak-anak pada kelompok pra-pubertas seringkali
melakukan eksperimental seksual, masturbasi adalah bentuk eksperimental seksual
yang sering dilakukan oleh anak-anak usia pra-pubertas (Behrman, Kliegman, &
Arvin, 2013).
Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan diluar sekolah. Anak belajar di
sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar disekolah.
Aspek perilaku banyak dibentuk melalui penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan, dan
identifikasi. Anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan, yaitu:
1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum.
2) Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.
3) Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
5) Mengembangkan keterampilan dasar: membaca, menulis, dan berhitung.
6) Mengembangkan pengertian atau konsep yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.
7) Mengembangkan hati nurani, nilai moral, tata dan tingkatan nilai sosial.
8) Meperoleh kebebasan pribadi.
9) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-
lembaga (Gunarsa, D. & Gunarsa, Y., 2008).

1
B. Konsep dasar Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi : Suatu Keadaan sakit dan harus dirawat di RS yang terjadi pada anak
maupun pada keluarganya, yang menimbulkan suatu kondisi kritis baik bagi anak
maupun keluarganya.
Krisis Hospitalisasi, dapat disebabkan oleh :
1. Stress karena adanya perubahan status kesehatan & kebiasaan sehari – hari
2. Anak mempunyai keterbatasan mekanisme koping untuk memecahkan kejadian –
kejadian stress
Reaksi anak terhadap sakit & dirawat di RS dipengaruhi :

 Perkembangan Usia
 Pengalaman sakit yang lalu
 Support Sistem yang tersedia
 Perpisahan
 Keterampilan koping dalam menangani stress
 Keseriusan penyakitnya
Stress Utama Selama Hospitalisasi

a. Perpisahan
b. Kehilangan kontrol
c. Trauma pada tubuh & nyeri
d. Prilaku anak
Reaksi Anak Berdasarkan Tahap Perkembangan :
1. Bayi ( 0-1 ) : Terbentuknya rasa percaya & pembinaan kasih sayang dapat
terganggu
2.Usia 6 bulan :
o Sulit memahami reaksi bayi saat dirawat
o Belum bisa mengungkapkan apa yang di rasakannya .
3.Usia > 6 bulan : Banyak menunjukkan perubahan
4.Usia 8 bulan :
Mengenal ibunya : beda dengan dirinya

Stranger Anxiety : Menolak orang lain yg baru dikenalnya

2
Kecemasan Manifestasi :

 Menangis
 Marah atau pergerakan yang berlebihan
 Merasa memiliki ibunya, jika berpisah akan terjadi ” Separation Anxiety ”
 Jika di tinggal ibunya :
 Menangis sejadi2 nya
 Melekat
 Sangat tergantung pada ibunya
Respon terhadap nyeri :

Ekspresi wajah tidak menyenangkan

Pergerakan tubuh seperti menggeliat, tersentak a/ menangis kuat

1.Toddler ( 1-3 th )

Belum mampu berkomunikasi dengan bahasa yang memadai

Pengertian thdap realitas terbatas

Hubungan dengan ibu sangat dekat

Perpisahan dg ibu menimbulkan :

 Kehilangan org yg terdekat bagi diri anak & lingkungan yg dikenalnya


 Perasaan tidak aman & rasa cemas
Sumber Stress utama pada toddler akibat perpisahan usia 15-30 bulan, ansietas
perpisahan ini disebut juga ” Analitie Depresion ”

Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap yaitu :

1. Protest ( protes )
2. Despair ( putus asa )
3. Detachment ( Menolak / Denial )

3
Tahap Protes ( Protest )
Manfestasi :
 Menangis Kuat  Menjerit
 Tingkah laku agresif (  Memanggil Ibunya
memperlihatkan kpd org lain bahwa  Menolak perhatian dr org lain
dia tdk ingin di’tgl oleh ortunya )
Tahap putus asa ( Despair )

Manifestasi :

 Tampak tenang  Menangis kurang


 Tidak aktif  Menarik diri
 Kurang minat utk bermain  Sedih & apatis
 Tidak nafsu makan
Tahap Menolak / Denial ( Detachment )

Manifestasi :

 Samar2 menerima perpisahan


 Membina hubungan dangkal dg org lain
 Mulai menyukai lingkungan

Toddler telah mampu :

Menunjukkan kestabilan dlm mengontrol dirinya dg cara m’prthankan kgiatan rutin spt
makan, tidur, mandi, toeliting & bermain

Akibat hospitalisasi :

 Kehilangan kebebasan & pndngan egosentrisnya dlm mengembangkan otonominya


Timbul ” Regresi ”

 Ketergantungan dlm jangka waktu lama ” sakit kronik ”


Respon ” Menarik diri dari hub. Interpersonal

4
Reaksi thdp perlukaan tubuh / nyeri ” toddler ”

 Menangis
 Menggigit bibir
 Memukul
 Menyerang
Karena toddler sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri & dapat melokalisasi dg
menunjukkan lokasi nyeri yg dirasakan.

1. Usia Pra Sekolah ( 3-6 th )


Dapat menerima perpishn dg ortu

Dpt m’btuk rasa percya dg orang lain = ttp m’btuhkan p’lindungan dari klga

Akibat perpisahan ;

 Menolak makan, menangis pelan 2


 Sering bertnya kpn ortunya datang
 Tdk Kooperatif thd aktifitas sehari2
Kehilanganontrol diri tjd :

 Adanya pembatasan aktifitas sehari2


 Kehilangan kekuatan diri
 Mengganggap bhwa di Rawat di RS sbg:
 Hukuman, dipisahkan, mrs tdk aman kmandiriannya dihambat
 Respon ” malu, bersalah & takut
Anak usia prasekolah ini Perhatian thd penampilan & fungsi tubuh :

 Ingin tahu & bingung melihat ” org Gguan pnglhatan ”


 Takut mengalami perlukaan thd prosedur yg dilakukan
 Bingung bila keluar darah
Usia Sekolah ( 6-12 )

 Bila dirawat di RS anak akan :


 Merasa khawatir thd ppshan dg sekolah & teman sebayanya
 Takut khlngan keterampilan
 Merasa kesepian & sendiri

5
 Butuh rasa aman & perlindungan dari ortu tapi ” tdk perlu sllu ditemani ortu ”
Anak berusaha Independent &m produktif akibat dirawat diRS menyebabkan perasaan ”
kehilangan kontrol & kekuatan ini tjd krn :

1.Perubahan dlm peran

2.Kelemahan fisik

3.Takut mati

4.Khlangan kgtan dlm klmpok

5.Akibat kegiatan RS spt Bedrest, kurangnya privacy, penggunaan pispot, dll.

Mampu mengekspresikan perasaannya & bertoleransi thd nyeri, berusha m’ngontrol tingka
lakunya pd saat sakit / nyeri dg cara :

 Menggigit bibir
 Menggenggam sesuatu dg erat
 Ingin tahu alasan tindakan yg dilakukan ” amati perawat ”
 Takut terhadap ”mati” pd wktu tidur
2.Usia Remaja (13-18 th)
Kecemasan jika dirawat di RS akibat

 Takut berpisah dg teman sebaya / klmpok


 Takut khlangan status & teman2 sekelompok
 Akibat penyakit fisik
 Kurangnya privacy
Tdk merasa takut berpisah dg ortu

Sakit & dirawat di RS : Ancaman thd identitas diri, pkembangan dan kemampuan anak

Reaksi :

 Tdk kooperatif
 Menarik diri
 Marah & Frustasi
 Stress krn prbahan Body Image akibat penyakit / pembedahan
 Banyak bertanya

6
 Menolak orang lain
Reaksi Keluarga thd Anak dg Hospitalisasi
Dipengaruhi oleh :
Keseriusan penyakit
Pengalaman sakit
Support sistem yg ada
Semua itu bisa muncul pd ortu maupun saudaranya.
Reaksi Ortu
Cemas meningkat jika kurang informasi ttg prosedur & pengobatan anak serta dampak thd
masa depan anak
Tidak percaya jika penyakit anaknya tiba2 & serius setelah sadar ttg keadaan anak ortu akan
:
 Marah
 Rasa bersalah thd diri krn tdk mmpu mrwat anak shg anak sakit
 Taku, ansietas, Frustasi = krn seriusnya penyakit & tipe dari prosedur medis
Frustasi = kurang informasi thd prosedur & pengobatan tdk familiar dg prosedur RS.

Reaksi Sibling

Marah, cemburu, benci & bersalah krn ortu sering mencurahkan rasa sayang & perhatian pd
anak yg sakit

Anak yg sehat mrsa ditolak

Peran Perawat Dalam Mengurangi Stress Akibat Hospitalisasi

1. Mencegah/ meminimalkan dampak dari perpisahan


Tujuan utama: mencegah perpisahan pada anak usia lebih dari 5 tahun

a. Rooming in : Kontak komunikasi dengan anak


b. Partisipasi orang tua : Menyiapkan makanan, memandikan
Perawat sebagai ” Healyh Educator”

c. Membuat ruang perawatan dekorasi seperti situasi rumah


d. Membantu anak mempertahankan kontak dengan sekolah
Seperti: kunjungan teman-teman sekolah

7
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
a. Physical Restiction
 Pembatasan fisik/ immobilisasi pada ektremitas: infus dapat dicegah jika anak
kooperatif
 Kontak orang tua dengan nak mengurangi stress akibat restrain (bayi dan toddler)
 Siapkan orang tua untuk membantu, mengobsevasi dan menunggu diluar ruangan
terhadap tindakan yang menimbulkan nyeri
 Menempatkan tempat tidur didekat jendela/ pintu, memberi musik bila anak perlu
”isolasi lingkungan”
b. Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Seperti masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi
sosial.

Tekhnik yang digunakan”Time Structuring” digunakan untuk anak dan remaja


“Paham Konsep Waktu” yaitu pembuatan jadwal kegiatan penting bagi perawat dan
anak

Misal: prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, bermain, dsb

Dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orangtua dan anak

3. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri


 Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan nyeri ”penting” untuk
mengurangi ketakutan
- Menjelaskan apa yang akan dilakukan
- Siapa yang dapat ditemui oleh anak bila dia takut
 Memanipulasi prosedur: mengurangi perlukaan tubuh
Seperti anak takut diukur suhu per rectal diganti dengan axilla

4. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi


a. Membantu perkembangan orang tua dan anak
Dapat memberikan kesempatan orang tua belajar tumbuh kembang anak, jika anak
tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresi dengan cara; mencari
support dan memperluas pandangan orangtua dalam merawat anak yang sakit

8
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan
Untuk anak dan anggota keluarga belajar tentang tubuh dan profesi kesehatan

c. Meningkatkan self mastery: Pengalaman menghadapi krisis


Anak usia muda: Kesempatan untuk mengetest fantasi/ realita
Usia lebih besar: Membuat keputusan, tidak tergantung dan percaya diri
Perawat dapat memfasilitasi dengan ”menekankan kemampuan personal anak”.

d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi


Satu ruangan dirawat dengan teman sebaya

o Membantu anak belajar tentang diri mereka


o Orangtua mempunyai kelompok sosial baru dengan orangtua yang punya
masalah sama.
Sosialisasi dapat dilakukan oleh tim kesehatan

5. Memberi support pada anggota keluarga


Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang:

 Kebutuhan anak
 Membantu orangtua mengidentifikasi alasan spesifik dari perasaan dan responnya
terhadap stress
 Memberi kesempatan pada orangtua untuk mengurangi baban emosinya
a. Memberikan informasi
- Penyakit, pengobatan serta prognosa
- Reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat
- Reaksi emosional anggota keluarga
b. Melibatkan sibling
- Program Rumah Sakit
- Mengunjungi saudara yang sakit secara teratur
Persiapan Hospitalisasi
Konseling sebelum hospitalisasi tujuannya:
1. Mengurangi stress dan ketakutan orangtua dan anak terhadap Rumah sakit
2. Memberikan suasana positif dan hubungan salaing percay antara staf RS dengan seluruh
anggota keluarga

9
Petunjuk:

1. Direncanakan oleh staf RS sebelum anak diterima di RS


2. Disusun sesuai tingkat usia perkembangan anak
3. Menyediakan dukungan dan pengalaman khusus bagi anak
Teknik Pelaksanaan:

1. Pembentukan kelompok dan waktu persiapan ( kelompok kecil +10 orang


2. Merencanakan keliling RS: dengan melibatkan orang tua
3. Persiapan peralatan material: Film, gambar, boneka
4. Kesempatan diskusi
5. Konseling hospitalisasi pada orangtua
Penerimaan masuk RS: Mengurangi stressor saat:

1. Pengkajian fisik
2. Pemeriksaan fisik
3. Penempatan rawat inap anak
Selama perawatan di RS: Wapada terhadap masalah-masalah

1. Usahakan meminimalkan stessor hospitalisasi akaibat perpisahan dengan anggota


keluarga
2. Infeksi nasokomial
3. Masalah penghematan biaya
Perawatan diRumah: Penyuluhan kesehatan perlu diberikan pada keluarga untuk
merencanakan perawatan di rumah.

Perawat perlu mengkaji:

1. Tingkat pengetahuan keluarga


2. Keterampilan khusus yang berkaitan masalah kesehatan anak
3. Support sistem yang ada
Diagnosa Keperawatan Klien dengan Hospitalisasi

1. Cemas/takut b.d berpisah dari kebiasaan rutin dan support sistem keluarga
2. Cemas/takut b.d prosedur atau tindakan yang mencemaskan
3. Ketidakberdayaan b.d lingkungan perawatan kesehatan

10
4. Kurang aktivitas b.d ketidakmampuan mobilitas gangguan muskuloskeletal, pengaruh dari
penyakit
5. Intoleransi aktivitas b. D kelemahan umum, fatique, ketidakseimbangan suplay oksigen
6. Risiko injury; Faktor risk: Tidak terbiasa dengan lingkungan, terapi atau perlengkapan
berbahaya
7. Gangguan kebersihan diri b.d ketidakmampuan fisik dan kognitif atau pemasangan alat
8. Gangguan pola eliminasi (BAK) b.d ketidaknyamanan posisi
9. Keluarga cemas/takut b.d krisis situasi, ancaman terhadap fungsi peran , perubahan
lingkungan
10. Ketidakberdayaan keluarga b.d lingkungan perawatan kesehatan
11. Gangguanproses keluarga b.d krisis situasi9mengancam fungsi peran anak yang dirawat.
Intervensi

1. Atur kerja dan jadwal untuk kontak dengan anak


2. Dorong saudara, nenek, kakak dan yang lainnya untuk berkunjung
3. Anjurkan untuk membuat catatan harian
4. bawa mainan yang disenangi anak dari rumah
5. Siapkan anak sebelum prosedur dan libatkan orang tua
6. pertahankan kegiatan rutin yang biasa dilakukan anak
7. Jadwalkan terapi dan waktu istirahat untuk dapat melakukan aktivitas
8. Siapkan aktivitas sesuai kondisi anak, kemampuan fisik dan tingkat perkembangannya
9. Berikan aktivitas yang mendorong istirahat dan tenang tapi mencegah kebosanan sesuai
umur dan tingkat perkembangan
10. siapkan lingkungan yang aman untuk mencegah injuri
11. jauhkan alat yang berbahaya dari jangkauan anak
12. bantu memakai baju, mandi sesuai kebutuhan
13. stimulasikan pengosongan kandung kencing dengan air hangat pada area suprapubik
dan air mengalir
14. perkenalkan staf dengan staf RS / ruang perawatan
15. anjurkan keluarga untuk berkunjung diwaktu yang sesuai dengan jadwal kunjungan RS
16. gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
penyakit dan terapinya.
17.
Bermain untuk mengurangi stres akibat hospitalisasi

11
 Penting untuk : Kesehatan mental, emosional dan social
 Ada ruang bermain yang aman dan menyenangkan
 Perhatikan prinsip-prinsip bermain di RS sesuai tumbuh kembang anak
 Tujuan bermain : Mempertahankan proses tumbuh kembang dapat mencapai secara
optimal
 Keterlibatan orang tua pada akitifitas bermain penting bagi anak, sehingga merasa aman
dan anak mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka
1. Tujuan bermain di RS
 dapat melanjutkan tumbuh kembang anak yang normal selama perawatan
 dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain
 dapat mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman permainan yang tepat
 agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres karena penyakit atau
dirawat di RS dan anak mendapatkan ketenangan dalam bermain
2. Prinsip bermain di RS
 Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
 Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
 Kelompok umur sama
 Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
 Semua alat permainan dapat dicuci
 Melibatkan ortu

12
9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah
keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / Istirahat
1) Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
2) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
3) Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
4) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
5) Ataksia, tubuh tidak tegak
6) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang
menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
2) Palpitasi (takikardia kompensasi)
3) Hipotensi postural
4) Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T

13
5) Bunyi jantung murmur sistolik
6) Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku
7) Sclera biru atau putih seperti mutiara
8) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonsriksi kompensasi)
9) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut kering,
mudah putus, menipis
c. Integritas Ego
1) Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi
darah
2) Depresi
d. Eliminasi
1) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
2) Flatulen, sindrom malabsorpsi
3) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
4) Diare atau konstipasi
5) Penurunan haluaran urine
6) Distensi abdomen
e. Makanan / cairan
1) Penurunan masukan dieT
2) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
3) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
4) Adanya penurunan berat badan
5) Membrane mukusa kering,pucat
6) Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis
7) Stomatitis
8) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f. Neurosensori
1) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi
2) Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
3) Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
4) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis

14
5) Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
6) Hemoragis retina
7) Epistaksis
8) Gangguan koordinasi, ataksia
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdomen samar, sakit kepala
h. Pernapasan
1) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
2) Takipnea, ortopnea dan dispnea
i. Keamanan
1) Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,
fenilbutazon, naftalen
2) Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
3) Transfusi darah sebelumnya
4) Gangguan penglihatan
5) Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
6) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
7) Limfadenopati umum
8) Petekie dan ekimosis
b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan perifer
Definisi : penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
Batasan karakteristik :
- Tidak ada nadi
- Perubahan fungsi motoric
- Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi, suhu)
- Penurunan nadi
- Nyeri ekstremitas
Faktor yang berhubungan :
- Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
- Gaya hidup monoton
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

15
Batasan karakteristik :
- Bising usus hiperaktif
- Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
- Kelemahan otot mengunyah dan menelan
- Ketidakmampuan memakan makanan
- Nyeri abdomen
- Membran mukosa pucat
- Kurang minat pada makanan
- Tonus otot menurun
- Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
Faktor yang berhubungan :
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
- Kurang asupan makanan
- Ketidakmampuan makan
- Gangguan psikososial
- Faktor biologis
3. Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
Batasan karakteristik :
- Dispnea setelah aktivitas
- Keletihan
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
- Perubahan EKG ( misal aritmia, abnormalitas konduksi)
- Respon frekuensi jantung dan tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Faktor yang berhubungan :
- Imobilitas
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
4. Resiko infeksi
Definisi : rentan mengalami invasi dan multiaplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan.

16
Faktor resiko :
- Prosedur invasif
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
5. Resiko kerusakan integritas kulit
Definisi : perubahan atau gangguan dermis atau epidermis
Batasan Karakteristik :
- Kerusakan lapisan epidermis dan dermis
- Invasi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan :
- Kelembaban
- Hipotermia, hipertermia
- Imobilitas fisik
- Zat kimia, radiasi
- Perubahan turgor
- Perubahan status nutrisi
- Penurunan imunologis dan sirkulasi
- Gangguan sensasi
c. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Perubahan perfusi NOC: circulation status NIC: Peripheral sensation
jaringan perifer 1. Tekanan systole dan diastole management (manajemen
dalam rentang yang sesai perifer).
diharapkan. 1. Pantau adanya daerah
2. Tidak ada ortostatik tertentu yang hanya peka
hipertensi. terhadap
panas/dingin/tajam/tump
ul.
2. Monitor hasil-hasil lab
yang menunjukkan
ketidakadekuatan perfusi
jaringan.

17
3. Pertahankan hidrasi yang
adekuat.
4. Kolaborasi pemberian
cairan kristaloid
intravena sesuai
kebutuhan.

2 Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi kurang dari Nutritional status: food and Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d fluid intake (1008) (1100)
ketidakmampuan Nutritional status: nutrient 1. Kaji adanya alergi
menelan makanan intake (1009) makanan
Weight control (1006) 2. Kolaborasi dengan hali
Kriteria hasil : gizi untuk menentukan
1. Adanya peningkatan berat jumlah kalori dan nutrisi
badan sesuai dengan tujuan yang dibutuhkan pasien.
2. Berat badan ideal sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein
3. Mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 4. Berikan subtansi gula.
4. Tidak ada tanda-tanda mal 5. Yakinkan diit yang
nutrisi dimakan mengandung
5. Menunjukan peningkatan tinggi serat untuk
fungsi pengecapan dari mencegah konstipasi
menelan. 6. Ajarkan pasien/keluarga
6. Tidak terjadi penurunan untuk membuat catatan
BB yang berarti makanan harian
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi

18
8. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring(1160)
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah.
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb dan
kadar Ht
11. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Catat adanya edema,
hipereremik, hipertonik

19
papilla lidah dan cavitas
oral.
13. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet.
3 Intoleransi aktivitas NOC NIC
b.d Energy conservation (0002) Activity therapy (4310)
ketidakseimbangan Activity tolerance (0005) 1. Kolaborasikan dengan
antara suplai dan Self care: ADLs (0300) tenaga rehabilitasi medik
kebutuhan oksigen Kriteria hasil : dengan merencanakan
1. Berpartisipasi dalam program yang tepat.
aktivitas fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk
peningkatan tekanan darah, mengidentifikasi
nadi dan RR aktivitas yang mampu
2. Mampu melakukan dilakukan.
aktivitas sehari-hari 3. Bantu memilih aktivitas
(ADLs) secara mandiri. yang konsisten sesuai
3. Tanda-tanda vital normal dengan kemampuan fisik,
4. Energy psikomotor psikologi dan social
5. Level kelemahan 4. Bantu untuk
6. Mampu berpindah: dengan mengidentifikasi dan
atau tanpa bantuan alat mendapatkan sumber
7. Status kardiopulmonari yang diperlukan untuk
adekuat aktivitas yang
8. Sirkulasi status baik diinginkan.
9. Status respirasi: pertukaran 5. Bantu klien membuat
gas dan ventilasi adekuat jadwal latihan di waktu
luang.
6. Bantu keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas

20
7. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual.
4 Resiko Infeksi NOC label : Tissue Integrity: NIC label : Wound Care
Skin and Mucous membranes 1. Monitor karakteristik,
1. Integritas kulit klien normal warna, ukuran, cairan dan
2. Temperatur kulit klien bau luka
normal 2. Bersihkan luka dengan
3. Tidak adanya lesi pada kulit normal salin
NOC label: Wound healing: 3. Rawat luka dengan
primary and secondary konsep steril
jaringan: 4. Ajarkan klien dan
1. Tidak ada tanda-tanda keluarga untuk
infeksi melakukan perawatan
2. Menunjukkan pemahaman luka
dalam proses perbaikan kulit 5. Berikan penjelasan
dan mencegah terjadinya kepada klien dan
cidera berulang keluarga mengenai tanda
3. Menunjukkan terjadinya dan gejala dari infeksi
proses penyembuhan luka 6. Kolaborasi pemberian
antibiotik

NIC label : Infection


Control
1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai klien lain
2. Instruksikan pengunjung
untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan
setelah berkunjung
3. Gunakan sabun anti
mikroba untuk cuci
tangan

21
4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Gunakan universal
precaution dan gunakan
sarung tangan selma
kontak dengan kulit yang
tidak utuh
6. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
7. Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4
jam
9. Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
10. Kaji warna kulit, turgor
dan tekstur, cuci kulit
dengan hati-hati
11. Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
5 Resiko kerusakan NOC Label >> Tissue NIC Label >> Skin care:
integritas kulit Integrity: Skin & mucous Topical treatments
membrane 1. Pantau perkembangan
1. Temperatur kulit normal kerusakan kulit klien
2. Sensasi kulit normal setiap hari.
3. Kulit elastis 2. Cegah penggunaan linen
4. Hidrasi kulit adekuat bertekstur kasar dan jaga
5. Warna kulit normal agar linen tetap bersih,
6. Bebas lesi jaringan

22
7. Kulit intake (tidak ada tidak lembab, dan tidak
eritema dan nekrosis) kusut.
NOC Label >> Wound 3. Lakukan perawatan kulit
healing : primary intention secara aseptik 2 kali
1. Tidak ada perluasan tepi sehari.
luka
NIC Label >> Wound care
2. Tidak ada eritema di daerah
1. Monitor karakteristik
sekitar luka
luka, meliputi warna,
ukuran, bau dan
pengeluaran pada luka
2. Bersihkan luka dengan
normal salin
3. Lakukan pembalutan
pada luka sesuai dengan
kondisi luka
4. Pertahankan teknik steril
dalam perawatan luka
pasien

23
DAFTAR PUSTAKA
Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. 2013. Aplastic Anemia : Review of Etiology and
Treatment. Hospital Physician
Aru W, Sudoyo. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Bakta, I Made. 2012. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC
Brunner, Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG
Evelyn C.Pearce. 2012. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Gibson,R L; Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan Konseling (Edisi Indonesia
Edisi ke Tujuh). Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2013 – 2017. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3. Jakarta: Medica
Aesculpalus, FKUI.
Sloane E. 2012. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. hlm. 291.
Syaifuddin. 2012. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai