LP Anemia Aplastik Edit2
LP Anemia Aplastik Edit2
1. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah
(Sudoyo,2013).
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2012).
Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk
memproduksi komponen sel-sel darah (Alkhouri, 2013). Anemia aplastik adalah
Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya
infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu
keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan
segala manifestasinya (Bakta, 2013).
Fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua
sisinya, sehingga dilihat dari samping nampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.
Jika dilihat satu persatu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar
kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus
luar atau stroma, berisi masa hemoglobin.Sel darah merah memerlukan protein karena
strukturnya terbentuk dari asam amino dan emerlukan zat besi. Sel darah merah
dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak
beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam
batang iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap : mula-mula
besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin
dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistem retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin
dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam
jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk
digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah
menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan
yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung)
terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel
darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke
jaringan-jaringan.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah, dan
jumlah ini biasanya disebut ”100%”. Dalam berbagai bentuk anemi jumlah
hemoglobin dalam darah berkurang. Dalam beberapa bentuk anemi parah, kadar itu
bisa dibawah 30% atau 5 gr setiap 100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi yang
diperlukan untuk bergabung dengan oksigen, maka pasien dengan enemia akan
memperlihatkan gejala kekurangan oksigen seperti napas pendek. Ini sering
merupakan salah satu gejala pertama anemia kekurangan zat besi (Pearce, 2008).
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai berikut
1) Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut :
a. Mengangkut gas karbondioksida (CO2) dari jaringan perifer kemudian
dikeluarkan melalui paru-paru untuk didistribusikan ke jaringan yang
memerlukan
b. Mengangkut sisa-sisa dari hasil metabolism jaringan berupa urea, keratin, dan
ampas urat
c. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke
seluruh jaringan tubuh
d. Mengangkut hasil metabolism jaringan
2) Mengatur keseimbangan cairan tubuh
3) Mengatur panas tubuh
4) Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh
5) Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi
6) Mencegah perdarahan
3. Etiologi
1. Primer (kongenital)
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari
padanya diturunkan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia
Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia
sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius,
mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa. Disebabkan
karena pansitopenia konstitusional fanconi, defisiensi pankreas pada anak,
gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel (Mansjoer, 2007)
2. Anemia aplastik/hipoplastik karena sebab-sebab lain : infeksi virus (dengue,
hepatitis), infeksi mikobakterial, kehamilan, penyakit simmond, skerosis tiroid.
3. Idiopatik
Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau
bersifat idiopatik disebabkan karena proses penyakit yang berlangsung perlahan-
lahan (Bakta, 2013).
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukospenia dan
trombositopenia. Gejala ini dapat berupa :
1. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat
2. Paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petechie dan echymosis.
Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan
gusi, hematemesis/melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan
organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering
bersifat fatal.
3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok selulitis leher,
febris dan sepsis atau syok septik
4. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati tidak
dijumpai.
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah :
1. Anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb <7 g/dl
3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
4. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
5. Sumsum tulang dengan hipoplasia sampai aplasia
6. Besi serum normal ataumeningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul
adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan
anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort,
palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis
menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal
maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di
kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala
awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan,
walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
5. Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain: bahan
kimia, obat, radiasi, infeksi, idiopatik, faktor individu. Apabila pajanan dilanjutkan
setelah tanda hipoplasia muncul maka depresi sumsum tulang akan berkembang
sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversibel. Disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan
atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia
aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Abnormalitas mungkin terjadi pada
sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit, akibat terjadinya pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
ditandai dengan menurunnya tingkat Hb dan Ht. Penurunan Hb menyebabkan
penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan biasanya ditandai dengan
kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Leukopenia
atau menurunnya sel darah putih kurang dari 4500-10000/mm3. Penurunan leukosit
akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi dan
menyebabkan infeksi dan penurunan sistem imunitas fisik dan mekanik dimana dapat
menyerang selaput lendir, kulit, silia dan saluran nafas sehingga bila terkena selaput
lendir akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring yang
menyebabkan kesulitan dalam menelan dan menurunkan masukan diet dalam tubuh.
Trombositopenia merupakan jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3 akibat dari
trombositopenia antara lain ekimosis, patekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf dan saluran cerna. Perdarahan akibat trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and Suddarth, 2014)
6. Komplikasi
1. Sepsis
2. Leukemia mielogen akut berhubungan dengan anemia fanconi
3. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi)
4. Perdarahan dan rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kadar
trombosit dan kurangnya kadar leukosit. (Betz and Sowden,2009)
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes. Antara lain :
a. Pemeriksaan darah lengkap :
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah masing-masing
sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit. Apakah mengalami
penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan anemia aplastik mempunyai
bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi biasanya pada stadium awal
penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan
indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol
walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari
40.000/μL (40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil
absolut kurangdari 500/μL (0,5x109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari
30.000/μL(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan jumlah
netrofil dibawah 200/μL (0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat
berat. Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom normositer. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Ini dapat
dibedakan dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang
ukurannya lebih besar dari yang tua dan persentase retikulosit yang meningkat
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada
sumsum tulang yang normal, 40- 60% dari ruang sumsum secara khas diisi
dengan sel-sel hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia
aplastik secara khas akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih
banyak diisi oleh sel-sel stroma dan lemak.
c. Tes Fungsi Hati dan Virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering negative
untuk semua jenis virus hepatitis yang telah diketahui. Onset dari anemia
aplastik terjadi 2-3 bulan setelah episode akut hepatitis dan kebanyakan sering
pada anak laki-laki.
d. Level Vitamin B 12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan anemia
megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat menyebabkan
pansitopenia.
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa kromosom darah
tepi untuk menyingkirkan diagnosis darinemia fanconi
b. USG abdominal untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau pembesaran
kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan adanya penyakit keganasan
hematologi sebagai penyebab dari pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak
dari ginjal yang salah atau abnormal merupakan penampakan dari anemia
Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance imaging merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik untuk mengetahui luas perlemakan karena dapat membuat pemisahan
tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
d. Radionucleide Bone Marrow Imaging (Bone marrow Scanning). Luasnya
kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntikkan dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada
makrofag sumsum tulang atau iodine chloride yang akan terikat pada transferin.
Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif
untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sek induk.
(Betz and Sowden,2009)
8. Penatalaksanaan Medis
a. Collaborative Care Management
1) Medis
Transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan. Transfusi
trombosit sesuai yang dibutuhkan, transplantasi stem sel allogenik. Transplantasi
sumsum tulang.
2) Farmakologi
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami
berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati. Kortikosteroid dosis rendah sampai
menengah. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
neutrofil.
3) Aktivitas dan Latihan
Lakukan aktivitas sesuai dengan kondisi tubuh. Tidak dianjurkan berolahraga berat.
4) Diet
a. Energi sesuai kebutuhan diberikan 2515,356 kkal
b. Protein tinggi 1,5 gr/kg BB yaitu sebesar 91,5 gram
c. Lemak sedang diberikan 25 % yaitu sebesar 69,871 gram
d. Karhohidrat sesuai kebutuhan diberikan 380,13 gram
e. Vitamin dan mineral terutama pemberian Fe, asam folat, dan vit B12 serta vit
C.
f. Pemberian makan disesuaikan dengan kebutuhan pasien
5) Penkes
Pertahankan suhu tubuh dengan memberikan selimut dan mengatur suhu ruangan.
Berikan pendidikan kesehatan dan berikan informasi adekuat mengenai keadaan
pengobatan dan kemajuan kesehatan serta bimbingan untuk perawatan di rumah.
A. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Pada Anak Usia 11 tahun ( Usia Sekolah)
Sekunder lingkungan.
3. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada
perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1)
preconventional; (2) conventional; (3) postconventional.
1) Fase Preconventional
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai
dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap satu
didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa
yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang
kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan mebencinya akan
membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan
ketaatan dan ketaatan, baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan tindakan.
Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai
suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka
sendiri, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya dan orangtua
tidak memberikan sanksi. Hal ini akan membuat anak berpikir bahwa tindakannya
bukan merupakan sesuatu yang buruk.
15
2) Fase Conventional
Pada tahap ini, anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal
dengan kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama dengan kelompok dan
mempelajari serta mengadopsi norma-norma yang ada dalam kelompok selain
norma dalam lingkungan keluarganya. Anak mempersepsikan perilakunya sebagai
suatu kebaikan ketika perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga
atau teman sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan perilakunya sebagai suatu
keburukan ketika tindakannya mengganggu hubungannya dengan keluarga,
temannya, atau kelompoknya. Anak melihat keadilan sebagai hubungan yang saling
menguntungkan antar individu. Anak mempertahankannya dengan menggunakan
norma tersebut dalam mengambil keputusannya, oleh karena itu penting sekali
adanya contoh karakter yang baik, seperti jujur, setia, murah hati, baik dari keluarga
maupun teman kelompoknya.
3) Fase Postconventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip yang
dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai
suatu kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini, yaitu orientasi pada hukum dan
orientasi pada prinsip etik yang umum. Pada fase pertama, anak menempatkan nilai
budaya, hukum, dan perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat
sebagai sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan sebagai susuatu yang
dapat mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari
lingkungan tanpa membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok mereka
harus berkontribusi untuk pencapaian kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai
tingkat moral tertinggi, yaitu dapat menilai perilaku baik
dan buruk dari dirinya sendiri. Kebaikan dipersepsikan ketika mereka dapat
melakukan sesuatu yang benar. Anak sudah dapat mempertahankan perilaku
berdasarkan standard moral yang ada, seperti menaati aturan dan hukum yang
berlaku di masyarakat.
Menurut Kohlberg, beberapa anak usia sekolah masuk pada tahap I tingkat
pra-konvensional Kohlberg (Hukuman dan Kepatuhan), yaitu mereka berupaya
untuk menghindari hukuman, akan tetapi beberapa anak usia sekolah berada pada
tahap 2 (Instumental–Relativist orientation). Anak-anak tersebut melakukan
berbagai hal untuk menguntungkan diri mereka. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Tabel 2.2 – Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat Tahap Usia Rata-rata
I. Prakonvensional 1. Orientasi Todler – usia
Individu berespons terhadap Hukuman dan 7 tahun.
peraturan budaya mengenai Kepatuhan
label baik-buruk, benar atau Takut terhadap hukuman,
salah. Peraturan yang terbentuk bukan rasa hormat terhadap
secara eksternal menentukan otoritas merupakan alasan
tindakan yang benar atau salah. terbentuknya keputusan,
Individu memahaminya dalam perilaku, dan konformitas.
istilah hukuman, penghargaan, Prasekolah – usia
atau pertukaran kebaikan. sekolah.
2. Orientasi
Fokus egosentrik Relativi
st Instrumental
Konformitas didasarkan pada
kebutuhan egosentris dan
narsisistik. Tidak ada rasa
keadilan, loyalitas, dan terima
kasih. “saya bersedia
melakukan sesuatu asalkan
saya mendapatkan imbalan
atau
karena hal
tersebut
menyenangkan Anda.”
Remaja dan
4. Orientasi Hukum dewasa (sebagian
Fokus Sosial dan Tata besar pria berada
Tertib pada tahap ini).
Individu ingin menerapkan
peraturan yang berasal dari
otoritas dan alasan
terbentuknya keputusan dan
perilaku adalah bahwa
peraturan dan tradisi sosial
dan seksual menuntut respons
tersebut. (“Saya bersedia
melakukan sesuatu karena itu
adalah tugas saya dan
begitulah hukumnya.”)
III. Postkonvensional 5. Orientasi Usia
Individu hidup secara otonom Legalistik Kontrak pertengaha
dan mendefinisikan nilai-nilai Sosial n atau lansia.
serta prinsip- prinsip moral Peraturan sosial bukan
yang membedakan antara merupakan satu-satunya dasar
identifikasi pribadi dengan utama terbentuknya
nilai-nilai kelompok. Individu keputusan dan perilaku.
hidup menurut prinsip-prinsip Sebab, individu meyakini
yang disetujui secara universal adanya prinsip moral yang
dan yang dianggap sesuai untuk lebih tinggi sperti kesetaraan,
kehidupannya. keadilan, atau proses yang
seharusnya. Usia
pertengaha
Fokus bersifat universal 6. Orientasi Prinsip n atau lansia.
Etis Universal Beberapa orang
Keputusan dan perilaku mencapai
didasarkan pada peraturan ata
yang terinternalisasi, lebih u
kepada hati nurani bukan mempertahankan
hukum sosial, dan juga tahap ini.
berdasarkan prinsip- prinsip Contoh tahap
etis dan abstrak pilihan ini
pribadi yang bersifat terlihat
universal, komprehensif, dan dalam
konsisten. situasi krisis atau
ekstrem.
Catatan: Dari Health Promotion Strategies Through the Life Span, 7th ed., (hlm.
252-253), oleh R. B. Murray dan J. P. Zentner, 2001, Upper Saddle River, NJ:
Merril/Prentice Hall.
4. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan
spiritual, yaitu pada tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk membedakan
khayalan dan kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah keyakinan yang
diterima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan khayalan adalah pemikiran
dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran anak. Orangtua dan tokoh agama
membantu anak membedakan antara kenyataan dan khayalan. Orangtua dan tokoh
agama lebih memiliki pengaruh daripada teman sebaya dalam hal spiritual (Fowler,
J. W., 1981; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan
dunia, mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa ini, anak
usia sekolah dapat mengajukan banyak pertanyaan menegnai Tuhan dan agama dan
secara umum meyakini bahwa Tuhan itu baik dan selalu ada untuk membantu.
Sebelum memasuki pubertas, anak-anak mulai menyadari bahwa doa mereka tidak
selalu dikabulkan dan mereka merasa kecewa karenanya. Beberapa anak menolak
agama pada usia ini, sedangkan sebagian yang lain terus menerimanya. Keputusan
ini biasanya sangat dipengaruhi oleh orang tua (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Tabel 2.3 – Tahap Perkembangan Spiritual Menurut Fowler
Tahapan Usia Deskrips
i
0. Bayi tidak mampu merumuskan konsep
0 – 3 tahun
Tidak mengenai diri sendiri atau lingkungan.
terdiferensiasi
Suatu kombinasi gambaran dan kepercayaan
1. 4 – 6 tahun yang diberikan oleh orang lain yang
Intuitif – dipercaya, yang digabungkan dengan
proyektif pengalaman dan
imajinasi anak sendiri.
Dunia fantasi dan khayalan pribadi; simbol-
2. 7 – 12 tahun simbol mengacu pada sesuatu yang khusus;
Mitos – factual kisah-kisah dramatic dan mitos digunakan
untuk menyampaikan maksud-maksud
spiritual.
S. Keen, 1985, Waco, TX: Word Books; dan How to Help Your Child Have a
Spiritual Life: A Parent’s Guide to Inner Development, oleh A. Hollander, 1980,
New York: A and W Publisher.
5. Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun)
masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada
aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah ditekan
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Teori Perkembangan Psikoseksual anak
menurut Freud terdiri atas fase oral (0–11 bulan), fase anak (1– 3 tahun), fase falik
(3–6 tahun), dan fase genital (6–12 tahun).
1) Fase Laten (6-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengkesplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui
aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan lebih menyukai
teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Pertanyaan
anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi, mengarah pada sistemtem
reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam merespon pertanyaan-pertanyaan anak,
yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luanya jawaban orangtua disesuaikan
dengan maturitas anak. anak mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman
sepermainan karena seringkali begitu penasaran dengan seks. Orangtua sebainya
waspada apabila anak tidak pernah bertanya mengenai seks. Peran ibu dan ayah
sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, termasuk mempelajari
apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks.
2) Fase Genital (12-18 tahun)
Menurut Freud, tahapan akhir masa ini adalah tahapan genital ketika anak
mulai masuk fase pubertas. Ditandai dengan adanya proses pematangan organ
reproduksi dan tubuh mulai memproduksi hormon seks.
Tabel 2.4 – Teori Psikoseksual Menurut Freud
Tahap – Usia Karakteristik Implikas
i
Saat makan memberikan
kesenangan serta perasaan
Sumber kenikmatan utama bayi aman dan nyaman pada
Fase Oral melibatkan aktivitas anak.
(Lahir – 18 berorientasi mulut (mehisap Saat makan harus menjadi
bulan) dan menelan). saat yang menyenangkan
bagi anak dan pemberian
Konflik utama: penyapihan. makan harus diberikan
pada
saat yang dibutuhkan.
1
B. Konsep dasar Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi : Suatu Keadaan sakit dan harus dirawat di RS yang terjadi pada anak
maupun pada keluarganya, yang menimbulkan suatu kondisi kritis baik bagi anak
maupun keluarganya.
Krisis Hospitalisasi, dapat disebabkan oleh :
1. Stress karena adanya perubahan status kesehatan & kebiasaan sehari – hari
2. Anak mempunyai keterbatasan mekanisme koping untuk memecahkan kejadian –
kejadian stress
Reaksi anak terhadap sakit & dirawat di RS dipengaruhi :
Perkembangan Usia
Pengalaman sakit yang lalu
Support Sistem yang tersedia
Perpisahan
Keterampilan koping dalam menangani stress
Keseriusan penyakitnya
Stress Utama Selama Hospitalisasi
a. Perpisahan
b. Kehilangan kontrol
c. Trauma pada tubuh & nyeri
d. Prilaku anak
Reaksi Anak Berdasarkan Tahap Perkembangan :
1. Bayi ( 0-1 ) : Terbentuknya rasa percaya & pembinaan kasih sayang dapat
terganggu
2.Usia 6 bulan :
o Sulit memahami reaksi bayi saat dirawat
o Belum bisa mengungkapkan apa yang di rasakannya .
3.Usia > 6 bulan : Banyak menunjukkan perubahan
4.Usia 8 bulan :
Mengenal ibunya : beda dengan dirinya
2
Kecemasan Manifestasi :
Menangis
Marah atau pergerakan yang berlebihan
Merasa memiliki ibunya, jika berpisah akan terjadi ” Separation Anxiety ”
Jika di tinggal ibunya :
Menangis sejadi2 nya
Melekat
Sangat tergantung pada ibunya
Respon terhadap nyeri :
1.Toddler ( 1-3 th )
1. Protest ( protes )
2. Despair ( putus asa )
3. Detachment ( Menolak / Denial )
3
Tahap Protes ( Protest )
Manfestasi :
Menangis Kuat Menjerit
Tingkah laku agresif ( Memanggil Ibunya
memperlihatkan kpd org lain bahwa Menolak perhatian dr org lain
dia tdk ingin di’tgl oleh ortunya )
Tahap putus asa ( Despair )
Manifestasi :
Manifestasi :
Menunjukkan kestabilan dlm mengontrol dirinya dg cara m’prthankan kgiatan rutin spt
makan, tidur, mandi, toeliting & bermain
Akibat hospitalisasi :
4
Reaksi thdp perlukaan tubuh / nyeri ” toddler ”
Menangis
Menggigit bibir
Memukul
Menyerang
Karena toddler sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri & dapat melokalisasi dg
menunjukkan lokasi nyeri yg dirasakan.
Dpt m’btuk rasa percya dg orang lain = ttp m’btuhkan p’lindungan dari klga
Akibat perpisahan ;
5
Butuh rasa aman & perlindungan dari ortu tapi ” tdk perlu sllu ditemani ortu ”
Anak berusaha Independent &m produktif akibat dirawat diRS menyebabkan perasaan ”
kehilangan kontrol & kekuatan ini tjd krn :
2.Kelemahan fisik
3.Takut mati
Mampu mengekspresikan perasaannya & bertoleransi thd nyeri, berusha m’ngontrol tingka
lakunya pd saat sakit / nyeri dg cara :
Menggigit bibir
Menggenggam sesuatu dg erat
Ingin tahu alasan tindakan yg dilakukan ” amati perawat ”
Takut terhadap ”mati” pd wktu tidur
2.Usia Remaja (13-18 th)
Kecemasan jika dirawat di RS akibat
Sakit & dirawat di RS : Ancaman thd identitas diri, pkembangan dan kemampuan anak
Reaksi :
Tdk kooperatif
Menarik diri
Marah & Frustasi
Stress krn prbahan Body Image akibat penyakit / pembedahan
Banyak bertanya
6
Menolak orang lain
Reaksi Keluarga thd Anak dg Hospitalisasi
Dipengaruhi oleh :
Keseriusan penyakit
Pengalaman sakit
Support sistem yg ada
Semua itu bisa muncul pd ortu maupun saudaranya.
Reaksi Ortu
Cemas meningkat jika kurang informasi ttg prosedur & pengobatan anak serta dampak thd
masa depan anak
Tidak percaya jika penyakit anaknya tiba2 & serius setelah sadar ttg keadaan anak ortu akan
:
Marah
Rasa bersalah thd diri krn tdk mmpu mrwat anak shg anak sakit
Taku, ansietas, Frustasi = krn seriusnya penyakit & tipe dari prosedur medis
Frustasi = kurang informasi thd prosedur & pengobatan tdk familiar dg prosedur RS.
Reaksi Sibling
Marah, cemburu, benci & bersalah krn ortu sering mencurahkan rasa sayang & perhatian pd
anak yg sakit
7
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
a. Physical Restiction
Pembatasan fisik/ immobilisasi pada ektremitas: infus dapat dicegah jika anak
kooperatif
Kontak orang tua dengan nak mengurangi stress akibat restrain (bayi dan toddler)
Siapkan orang tua untuk membantu, mengobsevasi dan menunggu diluar ruangan
terhadap tindakan yang menimbulkan nyeri
Menempatkan tempat tidur didekat jendela/ pintu, memberi musik bila anak perlu
”isolasi lingkungan”
b. Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Seperti masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi
sosial.
8
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan
Untuk anak dan anggota keluarga belajar tentang tubuh dan profesi kesehatan
Kebutuhan anak
Membantu orangtua mengidentifikasi alasan spesifik dari perasaan dan responnya
terhadap stress
Memberi kesempatan pada orangtua untuk mengurangi baban emosinya
a. Memberikan informasi
- Penyakit, pengobatan serta prognosa
- Reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat
- Reaksi emosional anggota keluarga
b. Melibatkan sibling
- Program Rumah Sakit
- Mengunjungi saudara yang sakit secara teratur
Persiapan Hospitalisasi
Konseling sebelum hospitalisasi tujuannya:
1. Mengurangi stress dan ketakutan orangtua dan anak terhadap Rumah sakit
2. Memberikan suasana positif dan hubungan salaing percay antara staf RS dengan seluruh
anggota keluarga
9
Petunjuk:
1. Pengkajian fisik
2. Pemeriksaan fisik
3. Penempatan rawat inap anak
Selama perawatan di RS: Wapada terhadap masalah-masalah
1. Cemas/takut b.d berpisah dari kebiasaan rutin dan support sistem keluarga
2. Cemas/takut b.d prosedur atau tindakan yang mencemaskan
3. Ketidakberdayaan b.d lingkungan perawatan kesehatan
10
4. Kurang aktivitas b.d ketidakmampuan mobilitas gangguan muskuloskeletal, pengaruh dari
penyakit
5. Intoleransi aktivitas b. D kelemahan umum, fatique, ketidakseimbangan suplay oksigen
6. Risiko injury; Faktor risk: Tidak terbiasa dengan lingkungan, terapi atau perlengkapan
berbahaya
7. Gangguan kebersihan diri b.d ketidakmampuan fisik dan kognitif atau pemasangan alat
8. Gangguan pola eliminasi (BAK) b.d ketidaknyamanan posisi
9. Keluarga cemas/takut b.d krisis situasi, ancaman terhadap fungsi peran , perubahan
lingkungan
10. Ketidakberdayaan keluarga b.d lingkungan perawatan kesehatan
11. Gangguanproses keluarga b.d krisis situasi9mengancam fungsi peran anak yang dirawat.
Intervensi
11
Penting untuk : Kesehatan mental, emosional dan social
Ada ruang bermain yang aman dan menyenangkan
Perhatikan prinsip-prinsip bermain di RS sesuai tumbuh kembang anak
Tujuan bermain : Mempertahankan proses tumbuh kembang dapat mencapai secara
optimal
Keterlibatan orang tua pada akitifitas bermain penting bagi anak, sehingga merasa aman
dan anak mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka
1. Tujuan bermain di RS
dapat melanjutkan tumbuh kembang anak yang normal selama perawatan
dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain
dapat mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman permainan yang tepat
agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres karena penyakit atau
dirawat di RS dan anak mendapatkan ketenangan dalam bermain
2. Prinsip bermain di RS
Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
Kelompok umur sama
Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
Semua alat permainan dapat dicuci
Melibatkan ortu
12
9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah
keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / Istirahat
1) Keletihan, kelemahan otot, malaise umum
2) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
3) Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat
4) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
5) Ataksia, tubuh tidak tegak
6) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang
menunjukkan keletihan
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI
2) Palpitasi (takikardia kompensasi)
3) Hipotensi postural
4) Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T
13
5) Bunyi jantung murmur sistolik
6) Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku
7) Sclera biru atau putih seperti mutiara
8) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonsriksi kompensasi)
9) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut kering,
mudah putus, menipis
c. Integritas Ego
1) Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi
darah
2) Depresi
d. Eliminasi
1) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
2) Flatulen, sindrom malabsorpsi
3) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena
4) Diare atau konstipasi
5) Penurunan haluaran urine
6) Distensi abdomen
e. Makanan / cairan
1) Penurunan masukan dieT
2) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
3) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia
4) Adanya penurunan berat badan
5) Membrane mukusa kering,pucat
6) Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis
7) Stomatitis
8) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah
f. Neurosensori
1) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi
2) Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata
3) Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki
4) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
14
5) Tidak mampu berespon lambat dan dangkal
6) Hemoragis retina
7) Epistaksis
8) Gangguan koordinasi, ataksia
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdomen samar, sakit kepala
h. Pernapasan
1) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
2) Takipnea, ortopnea dan dispnea
i. Keamanan
1) Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,
fenilbutazon, naftalen
2) Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
3) Transfusi darah sebelumnya
4) Gangguan penglihatan
5) Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
6) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
7) Limfadenopati umum
8) Petekie dan ekimosis
b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan perifer
Definisi : penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
Batasan karakteristik :
- Tidak ada nadi
- Perubahan fungsi motoric
- Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi, suhu)
- Penurunan nadi
- Nyeri ekstremitas
Faktor yang berhubungan :
- Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
- Gaya hidup monoton
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
15
Batasan karakteristik :
- Bising usus hiperaktif
- Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
- Kelemahan otot mengunyah dan menelan
- Ketidakmampuan memakan makanan
- Nyeri abdomen
- Membran mukosa pucat
- Kurang minat pada makanan
- Tonus otot menurun
- Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
Faktor yang berhubungan :
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
- Kurang asupan makanan
- Ketidakmampuan makan
- Gangguan psikososial
- Faktor biologis
3. Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
Batasan karakteristik :
- Dispnea setelah aktivitas
- Keletihan
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
- Perubahan EKG ( misal aritmia, abnormalitas konduksi)
- Respon frekuensi jantung dan tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Faktor yang berhubungan :
- Imobilitas
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
4. Resiko infeksi
Definisi : rentan mengalami invasi dan multiaplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan.
16
Faktor resiko :
- Prosedur invasif
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
5. Resiko kerusakan integritas kulit
Definisi : perubahan atau gangguan dermis atau epidermis
Batasan Karakteristik :
- Kerusakan lapisan epidermis dan dermis
- Invasi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan :
- Kelembaban
- Hipotermia, hipertermia
- Imobilitas fisik
- Zat kimia, radiasi
- Perubahan turgor
- Perubahan status nutrisi
- Penurunan imunologis dan sirkulasi
- Gangguan sensasi
c. Perencanaan
17
3. Pertahankan hidrasi yang
adekuat.
4. Kolaborasi pemberian
cairan kristaloid
intravena sesuai
kebutuhan.
18
8. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring(1160)
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah.
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb dan
kadar Ht
11. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Catat adanya edema,
hipereremik, hipertonik
19
papilla lidah dan cavitas
oral.
13. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet.
3 Intoleransi aktivitas NOC NIC
b.d Energy conservation (0002) Activity therapy (4310)
ketidakseimbangan Activity tolerance (0005) 1. Kolaborasikan dengan
antara suplai dan Self care: ADLs (0300) tenaga rehabilitasi medik
kebutuhan oksigen Kriteria hasil : dengan merencanakan
1. Berpartisipasi dalam program yang tepat.
aktivitas fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk
peningkatan tekanan darah, mengidentifikasi
nadi dan RR aktivitas yang mampu
2. Mampu melakukan dilakukan.
aktivitas sehari-hari 3. Bantu memilih aktivitas
(ADLs) secara mandiri. yang konsisten sesuai
3. Tanda-tanda vital normal dengan kemampuan fisik,
4. Energy psikomotor psikologi dan social
5. Level kelemahan 4. Bantu untuk
6. Mampu berpindah: dengan mengidentifikasi dan
atau tanpa bantuan alat mendapatkan sumber
7. Status kardiopulmonari yang diperlukan untuk
adekuat aktivitas yang
8. Sirkulasi status baik diinginkan.
9. Status respirasi: pertukaran 5. Bantu klien membuat
gas dan ventilasi adekuat jadwal latihan di waktu
luang.
6. Bantu keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
20
7. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual.
4 Resiko Infeksi NOC label : Tissue Integrity: NIC label : Wound Care
Skin and Mucous membranes 1. Monitor karakteristik,
1. Integritas kulit klien normal warna, ukuran, cairan dan
2. Temperatur kulit klien bau luka
normal 2. Bersihkan luka dengan
3. Tidak adanya lesi pada kulit normal salin
NOC label: Wound healing: 3. Rawat luka dengan
primary and secondary konsep steril
jaringan: 4. Ajarkan klien dan
1. Tidak ada tanda-tanda keluarga untuk
infeksi melakukan perawatan
2. Menunjukkan pemahaman luka
dalam proses perbaikan kulit 5. Berikan penjelasan
dan mencegah terjadinya kepada klien dan
cidera berulang keluarga mengenai tanda
3. Menunjukkan terjadinya dan gejala dari infeksi
proses penyembuhan luka 6. Kolaborasi pemberian
antibiotik
21
4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Gunakan universal
precaution dan gunakan
sarung tangan selma
kontak dengan kulit yang
tidak utuh
6. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
7. Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4
jam
9. Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
10. Kaji warna kulit, turgor
dan tekstur, cuci kulit
dengan hati-hati
11. Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
5 Resiko kerusakan NOC Label >> Tissue NIC Label >> Skin care:
integritas kulit Integrity: Skin & mucous Topical treatments
membrane 1. Pantau perkembangan
1. Temperatur kulit normal kerusakan kulit klien
2. Sensasi kulit normal setiap hari.
3. Kulit elastis 2. Cegah penggunaan linen
4. Hidrasi kulit adekuat bertekstur kasar dan jaga
5. Warna kulit normal agar linen tetap bersih,
6. Bebas lesi jaringan
22
7. Kulit intake (tidak ada tidak lembab, dan tidak
eritema dan nekrosis) kusut.
NOC Label >> Wound 3. Lakukan perawatan kulit
healing : primary intention secara aseptik 2 kali
1. Tidak ada perluasan tepi sehari.
luka
NIC Label >> Wound care
2. Tidak ada eritema di daerah
1. Monitor karakteristik
sekitar luka
luka, meliputi warna,
ukuran, bau dan
pengeluaran pada luka
2. Bersihkan luka dengan
normal salin
3. Lakukan pembalutan
pada luka sesuai dengan
kondisi luka
4. Pertahankan teknik steril
dalam perawatan luka
pasien
23
DAFTAR PUSTAKA
Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. 2013. Aplastic Anemia : Review of Etiology and
Treatment. Hospital Physician
Aru W, Sudoyo. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Bakta, I Made. 2012. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC
Brunner, Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG
Evelyn C.Pearce. 2012. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Gibson,R L; Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan Konseling (Edisi Indonesia
Edisi ke Tujuh). Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2013 – 2017. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3. Jakarta: Medica
Aesculpalus, FKUI.
Sloane E. 2012. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. hlm. 291.
Syaifuddin. 2012. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
24