LP Sindroma Nefrotik
LP Sindroma Nefrotik
KONSEP TEORI
SINDROMA NEFROTIK
2.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (
Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat
(Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,hypoproteinuria, hypoalbuminemia,
hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
-Edema
- Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia) Tanda
Tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane, 2002).
Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menurus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan
reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh
-Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis.
Ginjal kanan sedikit lebih reendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub
atasnya terletak stinggi iga kedua belas. Sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas.
-Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10-12 inchi (25 hingga 30 cm), terbentang
dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan urine ke vesika urinari.
-Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang simpisis
pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi
vesica urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan
berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu uretra)
-Uretra adalah saluran kecil yanng dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria sampai keluar
tubuh, panjang pada perempuan sekitar 1 ½ inci (4cm) dan pada laki-laki sekitar 8 inci (20cm), muara
uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius .
2.2 Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
-Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
a.Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b.Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c.Glomerulonefritis proliferatif
-Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel
polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
-Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular.
-Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai
kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
2.3 Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein
dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha
ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya
tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem
imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya proteindalam
serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak,
namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
2.4Manifestasi Klinik
-Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
-Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukanedema muka,
ascxites dan efusi pleura.
-Anorexia
-Fatique
-Nyeri abdomen
2.5 Komplikasi
-Emboli pulmo
-Hypovolemia
-Dehidrasi
2.6Pemeriksaan Diagnostik
-Adanya tanda klinis pada anak
-Biopsi ginjal
2.7 Penatalaksanaan
A. Pengkajian
1. Keadaan umum
2.Riwayat :
-Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
-Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi
sebelumnya, alergi dan pengobatan.
-Pola kebiasaan sehari–hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas
atau bermain, dan pola eliminasi.
-Keluhan utama
-Faktor pencetus
-Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
-Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn edema ).
-Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.
-Sistem pernafasan :kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung.
-Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ),
sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
-Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali / splenomegali, adakah
mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
-Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5. Pengkajian keluarga
-Anggota keluarga
-Pola komunikasi
-Pola interaksi
B. Diagnosa Keperawatan
3.Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
C. Intervensi Keperawatan
b. KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
c. Intervensi :
R/: untuk mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus
-Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
b.Kriteria hasil :
c. Intervensi :
R/: untuk menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk mencegah
terjadinya infeksi.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik
b. Kriteria hasil :
c. Intervensi :
R/: untuk mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien
R/: untuk mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.
b. Kriteria hasil :
-BB stabil
c. Intervensi :
R/: sebagai acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja jantung klien
R/: untuk mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah ada tanda-
tandaterjadinya asites
b. Kriterai hasil :
c. Intervensi :
-Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas
R/: membina hubungan saling percaya baik pada pasien maupun keluarga
R/: membuat sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada disamping klien
-Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa: EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta
Suryadi dan Yuliani, Rita, (2001), Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung Seto: Jakarta