Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perekonomian Indonesia


1. Perekonomian Orde Lama
Setelah kemerdekaan 1945, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk
sekali, ekonomi nasional mengalami stagplasi akibat pendapatan penduduk
Jepang, perang dunia ke II, perang revolusi dan akibat manajemen ekonomi
makro yang sangat jelek. Tahun 1945-1956 Indonesia menerapkan sistem
politik demokrasi liberal, kekuasaan ada di tangan sejumlah partai politik dan
sering terjadi konflik yang menyebabkan kehancuran perekonomian nasional.
Setelah terjadi transisi politik ke sistem ekonomi atau demokrasi terpimpin
(1957-1965), dimana kekuasaan militer dan presiden sangat besar. Sistem
politik dan ekonomi semakin dekat dengan haluan dan pemikiran
sosialis/komunis.
Keadaan ekonomi Indonesia terutama setelah dilakukan nasionalisasi
terhadap perusahaan-perusahaan asing menjadi lebih buruk dibandingkan
keadaan ekonomi semasa penjajahan Belanda. Keadaan ini membuat
Indonesia semakin sulit mendapatkan dana dari negara-negara barat, baik
dalam bentuk pinjaman maupun PMA. Dan untuk membiayai rekonstruksi
ekonomi dan pembangunan Indonesia sangat membutuhkan dana yang cukup
besar. Pada September 1965 terjadi kudeta G 30S PKI, yang menyebabkan
terjadi perubahan politik yang sangat besar juga mengubah sistem ekonomi
yang dianut Indonesia dari sosialis ke semi kapitalis yang mengakibatkan
kesenjangan ekonomi semakin besar.
Pada tanggal 17 agustus 1945, indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti Indonesia sudah bebas dari
Belanda. Tetapi setelah akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi
kemerdekaan Indonesia. Sampai tahun 1965, Indonesia gejolak politik di
daalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah. Akibatnya,
selama pemerintahan orde lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat
buruk. Seperti pertumbuhan ekonomi yang menurun sejak tahun 1958 dan
defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintahan terus membesar dari
tahun ke tahun. Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia
selama pemerintahan Orde Lama terutama disebabkan oleh hancurnya
infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama pendudukan jepang.
Dilihat dari aspek politiknya selama periode orde lama, dapat dikatakan
Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat demokratis yang
menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional.
2. Pemerintahan Orde Baru
Pada Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru dan
perhatian lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
pembangunan ekonomi dan sosial, dan juga pertumbuhan ekonomi yang
berdasarkan sistem ekonomi terbuka sehingga dengan hasil yang baik
membuat kepercayaan pihak barat terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Sebelum rencana pembangunan melalui Repelita dimulai, terlebih dahulu
dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi
ekonomi di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga menyusun Repelita
secara bertahap dengan target yang jelas, IGGI juga membantu membiayai
pembangunan ekonomi Indonesia. Dampak Repelita terhadap perekonomian
Indonesia cukup mengagumkan, terutama pada tingkat makro, pembangunan
berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun yang relative
tinggi. Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada dekade 1970-
an disebabkan oleh kemampuan kabinet yang dipimpin presiden dalam
menyusun rencana, strategi dan kebijakan ekonomi, tetapi juga berkat
penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak tahun 1973 atau 1974, juga
pinjaman luar negeri dan peranan PMA terhadap proses pembangunan
ekonomi Indonesia semakin besar. Akibat peningkatan pendapatan
masyarakat, perubahan teknologi dan kebijakan Industrialisasi sejak 1980-an,
ekonomi Indonesia mengalami perubahan struktur dari negara agraris ke
negara semi industri.
3. Pemerintahan Transisi
Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu
goncangan yang hebat, hingga akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa
negara asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai terasa goyang pada bulan juli
1997. Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah terus melemah, hingga
pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, antaranya
menunda proyek-proyek dan membatasi anggaran belanja negara. Pada akhir
Oktober 1997, lembaga keuangan internasional memberikan paket bantuan
keuangaannya pada Indonesia.
4. Pemerintahan Reformasi
Ketidakstabilan politik dan sosial yan tidak kunjung surut selama
pemerintahan Gusdur menaikkan tingkat country risk Indonesia. Hal ini
ditambah semakin buruknya hubungan antara pemerintah Indonesia dengan
IMF, membuat pelaku-pelaku bisnis termasuk investor asing enggan
melakukan kegiatan bisnis atau menanam modalnya di Indonesia. Akibatnya
perekonomian nasional pada masa Gusdur tahun 2001 cenderung lebih buruk
daripada pemerintahan Habibie bahkan bias membawa Indonesia ke krisis
kedua yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial dan politik akan jauh lebih
besar daripada krisis tahun 1997.
Awal pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh Presiden Wahid,
masyarakat umum menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan Gusdur.
Dalam hal ekonomi, perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya
perbaikan. Namun selama pemerintahan Gusdur, praktis tidak ada satupun
masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu
hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Gusdur dengan IMF juga
tidak baik. Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama
pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia.
Makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator
ekonomi. Seperti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan yang
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang negatif dan rendahnya kepercayaan
pelaku bisnis terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
5. Pemerintahan Gotong Royong
Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang
jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi
Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati
disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya investor swasta, baik
dalam negeri mauoun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar
rupiah, memang kondisi perekonomian Indonesia pada pemerintahan
Megawati lebih baik. Namun tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini
disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor, kedua
disebabkan oleh tingginya suku bunga deposito.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati menghadapi keterpurukan
kondisi ekonomi yang ditinggal Gusdur seperti tingkat suku bunga, inflasi
saldo neraca pembayaran dan deficit APBN. Di masa ini direalisasikan
berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan
konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat
banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan
mengganggu jalannya pembangunan nasional. Pada pemerintahan Megawati
mulai tahun 2002 dan di tahun 2003 kondisi makro ekonomi semakin
membaik yakni inflasi, tingkat suku bunga turun, kurs rupiah stabil, stabilitas
politik tercipta dan roda perekonomian dapat roda perekonomian dapat
bergerak kembali.
6. Pemerintahan Kabinet Bersatu I dan II
Pada Indonesia Bersatu jilid 1 yaitu pada tahun 2004 sampai 2009 utang di
negara kita meroket drastis dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun. Dengan
sistem kebijakan pemerintah SBY saat ini, rakyat Indonesia dipaksa
menanggung beban utang para bankir yang sudah kaya lewat beragam
pengurangan subsidi seperti pendidikan (BHP) dan kesehatan.
Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan II telah berhasil
memacu pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan yang dicapai dengan
menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif, memperkuat ketahanan
sektor-sektor ekonomi, serta mempercepat pembangunan infrastruktur.
Lingkungan ekonomi yang kondusif ditandai dengan pertumbuhan ekonomi
kokoh yang diciptakan melalui upaya-upaya menjaga kondisi fiskal yang
berkelanjutan dan mewujudkan kondisi moneter yang mendukung
pertumbuhan dengan inflasi yang terkendali menciptakan keseimbangan
eksternal, memantapkan sektor keuangan, dan meningkatkan investasi.
Dalam masa KIB I dan II, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat
secara bertahap pada angka yang relative tinggi serta menunjukkan ketahanan
yang kuat terhadap berbagai gejolak baik eksternal maupun dalam negeri.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 adalah sebesar 5,0 persen, secara
bertahap mengalami kenaikan dan mencapai 6,3 persen pada tahun 2007.
Krisis keuangan global yang terjadi sejak petengahan tahun 2007
mengakibatkan perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,0 persen pada
tahun 2008 dan 4,6 persen pada tahun 2009 dimana pada tahun 2009 hanya
beberapa negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif,diantaranya
China, India, dan Indonesia.
Dampak krisis keuangan dan resesi global pada tahun 2008 – 2009 mampu
dikendalikan dengan berbagai kebijakan ekonomi yang tepat dan didukung
oleh daya tahan permintaan domestik. Dengan berbagai kebijakan ini, pada
tahun 2010 dan 2011 telah terjadi peningkatan percepatan pertumbuhan
ekonomi. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi kembali sedikit mengalami
perlambatan menjadi 6,2 persen serta dalam triwulan pertama tahun 2013
tumbuh 5,8 persen yang dipengaruhi oleh krisis utang Eropa dan perlambatan
ekonomi dunia. Meskipun melambat pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh
lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi negara lain. Seiring dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesejahteran masyarakat yang ditunjukkan
oleh PDB perkapita terus membaik, yaitu naik lebih dari ga kali lipat, dari Rp
10,5 juta pada tahun 2005 hingga mencapai Rp 33,7 juta pada tahun 2012.
Upaya menciptakan kondisi fiskal berkelanjutan berhasil mencapai hal-hal
sebagai berikut. Pertama, besaran APBN (government size) melampaui nilai
Rp 1.000 triliun sejak tahun anggaran 2010 dengan belanja negara tercatat
mencapai Rp 1.042,1 triliun. Sejak tahun tersebut besaran APBN meningkat
terus dan pada RAPBN 2014 diperkirakan mencapai Rp 1.816,7 triliun.
Volume APBN tumbuh sekitar 4,5 kali lipat dari pertama kali Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menjabat presiden dan memimpin KIB I pada tahun
2004 yang baru mencapai Rp 427,2 triliun. Besaran APBN tersebut mampu
menjadi salah satu penyangga yang kuat bagi pemerintah dalam menghadapi
beberapa krisis, terutama krisis global pada tahun 2008 dan 2012. Peningkatan
volume APBN ini ditopang oleh peningkatan penerimaan pajak yang
mencapai 4 kali lipat dari tahun 2004.
Keberlanjutan fiskal terus terjaga tercermin dari indikator rasio utang
terhadap PDB, rasio defisit APBN terhadap PDB, serta keseimbangan primer.
Rasio utang terhadap PDB terus menurun yaitu dari 56,6 persen pada tahun
2004 hingga menjadi 28,1 persen pada tahun 2010 melalui manajemen fiskal
yang bertahap dan terencana. Dalam masa KIB II, keberlanjutan fiskal dapat
terus dijaga dengan menurunkan rasio utang terhadap PDB hingga mencapai
24 persen pada tahun 2012 dan 23,4 persen pada tahun 2013 (angka
sementara). Pada bulan Oktober 2006, pemerintah Indonesia telah melunasi
utang terhadap IMF berupa sisa pinjaman sebesar US$ 3,181 miliar yang
seharusnya jatuh tempo pada tahun 2010. Pelunasan tersebut menunjukkan
komitmen pemerintah untuk meningkatkan ketahanan fiskal di dalam negeri.
Rasio defisit APBN terhadap PDB terus dijaga tidak melebihi 3 persen.
Bahkan dalam beberapa tahun anggaran pemerintah dapat menjaga rasio
defisit APBN terhadap PDB berada di bawah 1 persen yaitu pada tahun 2005,
2006, 2008 dan 2010 dimana masing-masing sebesar 0,5 persen, 0,9 persen,
0,1 persen dan 0,7 persen. Pada APBNP 2013, defisit direncanakan sebesar 2,4
persen PDB, sedangkan pada APBN 2014 direncanakan sebesar 1,5 persen
PDB.
Penerimaan domestik yang ditunjukkan oleh rasio penerimaan pajak
terhadap PDB menunjukkan angka yang relatif stabil pada kisaran 12 – 13
persen. Capaian tertinggi rasio penerimaan pajak terhadap PDB terjadi pada
tahun 2008, mencapai 13,3 persen.
Stabilitas ekonomi terus ditingkatkan. Indikator-indikator utama kebijakan
moneter antara lain inflasi, fluktuasi nilai tukar, serta suku bunga terus dijaga
pada masa KIB I dan KIB II. Kebijakan pengendalian inflasi pada
pemerintahan KIB I cukup besar tantangannya. Stabilitas harga mengalami
tekanan besar pada tahun 2005 dan 2008 oleh gejolak moneter di dalam negeri
dan meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia yang menuntut
dilakukannya langkah-langkah penguatan fiskal sehingga inflasi meningkat
menjadi 17,1 persen pada tahun 2005 dan 11,1 persen pada tahun 2008.
Dengan langkah-langkah konkrit, inflasi dapat dikembalikan pada kisaran 5 –
6 persen. Pada masa pemerintahan KIB II tercatat inflasi cukup terkendali.
Pada tahun 2010, inflasi mencapai 7,0 persen, turun menjadi 3,8 persen pada
tahun 2011, sedikit meningkat menjadi 4,3 persenpada tahun 2012. Dalam
rangka meningkatkan ketahanan fiskal, pada pertengahan tahun 2013
dilakukan penyesuaian harga BBM di dalam negeri. Dengan upaya untuk
menjaga pengaruhnya terhadap stabilitas hargadi dalam negeri, inflasi pada
bulan November 2013 dapat dikendalikan pada tingkat 8,4 persen dan
diperkirakan kembali pada tingkat 5 persen pada pertengahan tahun 2014.
Keseimbangan eksternal terjaga dengan baik. Neraca transaksi berjalan
serta neraca transaksi modal dan finansial menunjukkan kinerja yang positif
pada masa KIB I dan II. Investasi langsung yang masuk ke Indonesia terus
menunjukkan peningkatan sejak sepuluh tahun terakhir sehingga mampu
mendorong surplus neraca transaksi modal dan finansial. Menurunnya harga
komodi primer sejak tahun 2011 telah mengakibatkan defisit neraca transaksi
berjalan sejak tahun 2012. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi
tekanan pada neraca transaksi berjalan antara lain dengan mendorong ekspor,
mengendalikan impor yang kurang produktif, serta menekan defisit pada
neraca perdagangan migas. Upaya untuk menjaga neraca modal dan finansial
terus di tingkatkan guna menjaga stabilitas neraca pembayaran secara
menyeluruh.
Dalam masa KIB I dan KIB II, cadangan devisa meningkat cukup tinggi.
Pada akhir tahun 2004, cadangan devisa yang berjumlah USD 36,3 miliar
meningkat menjadi USD 66,1 miliar pada tahun 2009 serta mencapai
puncaknya pada Agustus 2011 sebesar USD 124 miliar. Perlambatan ekonomi
dunia yang berpengaruh pada penerimaan ekspor dan tinggi kebutuhan import
oleh permintaan domestik yang tetap kuat menurunkan cadangan devisa
menjadi USD 97,0 miliar pada bulan November 2013, masih pada tingkat
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar
negeri.
Selain itu juga pasar bebas ASEAN 2015 akan dimulai akhir 2015.
Sementara dari dalam negeri, sejumlah agenda masih membutuhkan perhatian
serius dalam kurun waktu 2014-2019. Pertama, pembangunan
infrastruktur dan industrialisasi yang tengah berjalan membutuhkan
keberlanjutan. Kedua, programprogram pemberdayaan ekonomi kerakyatan
dan UMKM perlu terus ditingkatkan. Ketiga, program peningkatan kualitas
tenaga kerja dan SDM untuk lebih siap bersaing di kawasan juga perlu
ditingkatkan. Keempat, reformasi birokrasi yang efisien dan efektif juga perlu
ditingkatkan. Kelima, optimalisasi ekonomi kelautan dan sektor pertanian
yang menyerap tenaga kerja terbesar juga membutuhkan perhatian khusus bagi
pemerintahan mendatang.
Keenam, penguasaan dan pemanfaatan teknologi perlu terus ditingkatkan
untuk mendorong daya saing nasional. Ketujuh, tetap menjalankan
macroprudential dengan terus menjaga keseimbangan bergeraknya sektor riil
dan daya beli masyarakat.
7. Pemerintahan Indonesia Kabinet Kerja
Pada era pemerintahannya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan
sejumlah paket kebijakan ekonomi untuk mewujudkan Nawacita. Paket
ekonomi tersebut hingga saat ini telah memiliki dampak yang positif bagi
perekonomian makro Indonesia. Beberapa contoh dari paket tersebut antara
lain:
Paket ekonomi pertama: Insentif untuk semua pemangku kepentingan
Dalam paket kebijakan pertama, pemerintah menegaskan komitmennya
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebiijakan diambil untuk
memberikan insentif dan kemudahan bagi aktivitas para pemangku
kepentingan dalam perekonomian. Ada proses deregulasi untuk investor,
subsidi bunga kredit untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) hingga rumah murah untuk masyarakat pekerja. Kelemahan dari
paket jilid pertama adalah sifatnya yang baru berdampak nyata dalam jangka
menengah panjang.
Paket kebijakan ekonomi kedua: Fokus undang investasi dengan lima
jurus
a. Proses perizinan yang lebih sederhana
Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk mewujudkan
proses perizinan yang lebih sederhana dalam proses penanaman investasi.
Hal ini diharapkan dapat membuat iklim investasi di Indonesia menjadi
semakin kondusif.
b. Pengesahan tax allowance dan tax holiday yang lebih cepat
Dalam paket kebijakan ekonomi kali ini, pemerintah juga berusaha
mengoptimalkan insentif tax allowance dan tax holiday yang
sebelumnya telah disahkan masing-masing dengan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 18 dan No. 159 tahun 2015. Caranya adalah dengan
memastikan proses pemberian persetujuan dapat berlangsung relatif
cepat bagi wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk memperoleh
kedua insentif tersebut.
c. Pembebasan PPN untuk impor alat angkut tertentu
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun 2015, pemerintah
akan membebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
impor alat angkutan tertentu. Dengan kebijakan ini, biaya pembangunan
infrastruktur transportasi di Indonesia diharapkan dapat ditekan.
d. Pajak bunga deposito yang lebih rendah bagi eksportir
Pemerintah siap untuk memberikan pajak bunga deposito yang lebih
rendah bagi para eksportir Indonesia yang menyimpan dananya di bank-
bank tanah air. Langkah ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi
mereka agar tak "memarkir" Devisa Hasil Ekspor (DHE) di luar negeri.
e. Pemerintah daerah siap mendukung
Dalam proses implementasinya, berbagai kebijakan yang termuat
dalam paket kebijakan ekonomi jilid dua ini juga akan memperoleh
dukungan penuh pemerintah daerah.
Paket kebijakan ketiga: Kuatkan daya saing dunia usaha
Paket kebijakan ketiga meluncur di tengah tekanan terhadap daya saing
dunia usaha dalam negeri. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
membuat biaya impor semakin tinggi. Meskipun menguntungkan para
eksportir, hal ini di sisi lain membuat situasi perekonomian Indonesia menjadi
tak kondusif. Karena itu dalam paket kebijakan jilid tiga ini diluncurkan
sejumlah insentif untuk menurunkan biaya perusahaan dalam proses produksi
dan memperoleh tambahan modal.
a. Penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan listrik.
b. Perluasan wirausahawan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR): Untuk
meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, pemerintah
telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22 persen menjadi 12
persen.
c. Penyederhanaan izin pertanahan dalam kegiatan penanaman modal.
Paket kebijakan ekonomi keempat: Formula baru perhitungan upah
minimum dan kredit modal kerja untuk produsen barang ekspor
Produktivitas pekerja adalah salah satu fondasi untuk mendorong laju
pertumbuhan ekonomi. Untuk memberikan insentif kepada pekerja sekaligus
menjamin kesejahteraan mereka, pemerintah meluncurkan formula baru untuk
menghitung besaran kenaikan upah minimum tahunan yang tertuang dalam PP
No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Namun demikian, PP Pengupahan ini
justru menuai protes dari sejumlah kelompok buruh karena dinilai tak
menguntungkan mereka. Juga diumumkan dalam peluncuran paket
keempat, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sudah melakukan
pemetaan terhadap perusahaan-perusahaan produsen komoditas ekspor di
Tanah Air. Hasilnya, terdapat 30 perusahaan yang berpotensi untuk
memperoleh kredit modal kerja.
Paket kebijakan kelima: Insentif untuk revaluasi aset dan penghapusan
pajak berganda dalam Real Estate Investment Trust (REIT)
Dalam paket kebijakan ekonomi lima ini, pemerintah memberikan insentif
pajak bagi individu atau badan usaha yang ingin melakukan revaluasi aset.
Akan ada pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPH) revaluasi. Jika proposal
revaluasi diserahkan sebelum akhir tahun, besaran tarif khusus revaluasi akan
menjadi 3 persen dari sebelumnya 10 persen. Apabila diserahkan pada
semester pertama 2016, menjadi 4 persen dan bila pada semester kedua 2016,
menjadi 6 persen. Selain itu, instrumen investasi Real Estate Investment Trust
(REIT) akan bebas dari pajak berganda.
Contoh di atas hanya menunjukkan beberapa paket kebijakan saja. Hingga
sekarang, terdapat 16 paket kebijakan yang telah diterapkan untuk mencapai
Nawacita. Tetapi masih banyak pihak yang menilai bahwa paket paket
kebijakan ini kurang optimal untuk mengatasi permasalahan ekonomi di
Indonesia.
2.2 Jenis Sistem Ekonomi
Berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh semua negara di dunia,
hanya dapat diselesaikan berdasarkan sistem ekonomi yang dianut oleh masing–
masing negara. Perbedaan penerapan sistem ekonomi dapat terjadi karena
perbedaan pemilikan sumber daya maupun perbedaan sistem pemerintahan suatu
negara.
Sistem ekonomi merupakan perpaduan dari aturan–aturan atau cara–cara yang
menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam
perekonomian.
Sistem ekonomi dapat berfungsi sebagai sarana pendorong untuk melakukan
produksi, cara atau metode untuk mengorganisasi kegiatan individu, dan
menciptakan mekanisme tertentu agar distribusi barang dan jasa terlaksana dengan
baik.
1. Sistem Ekonomi Tradisional
Sistem ekonomi tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan
oleh masyarakat tradisional secara turun temurun dengan hanya mengandalkan
alam dan tenaga kerja.
Ciri dari sistem ekonomi tradisional adalah :
a. Teknik produksi dipelajari secara turun temurun dan bersifat sederhana.
b. Hanya sedikit menggunakan modal.
c. Pertukaran dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang).
d. Belum mengenal pembagian kerja.
e. Masih terikat tradisi.
f. Tanah sebagai tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran.
Sistem ekonomi tradisional memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Tidak terdapat persaingan yang tidak sehat, hubungan antar individu
sangat erat.
b. Masyarakat merasa sangat aman, karena tidak ada beban berat yang harus
dipikul.
c. Tidak individualistis.
Kelemahan dari sistem ekonomi tradisional adalah :
a. Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga produktivitas
rendah.
b. Mutu barang hasil produksi masih rendah .
Saat ini sudah tidak ada lagi negara yang menganut sistem ekonomi
tradisional, namun di beberapa daerah pelosok, seperti suku badui dalam,
sistem ini masih digunakan dalam kehidupan sehari – hari.
2. Sistem Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh
kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan
sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An
Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Ciri dari sistem ekonomi pasar adalah :
a. Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal.
b. Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya.
c. Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba.
d. Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta).
e. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar.
f. Persaingan dilakukan secara bebas.
g. Peranan modal sangat vital.
Kelebihan dari sistem ekonomi liberal antara lain:
a. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan
ekonomi.
b. Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi.
c. Munculnya persaingan untuk maju.
d. Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu
tidak akan laku dipasar.
e. Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
atas motif mencari laba.
Kelemahan dari sistem ekonomi liberal antara lain:
a. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan.
b. Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal.
c. Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat.
d. Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi
sumber daya oleh individu.
3. Sistem Ekonomi Komando
Sistem ekonomi komando adalah sistem ekonomi dimana peran
pemerintah sangat dominan dan berpengaruh dalam mengendalikan
perekonomian. Pada sistem ini pemerintah menentukan barang dan jasa apa
yang akan diproduksi, dengan cara atau metode bagaimana barang tersebut
diproduksi, serta untuk siapa barang tersebut diproduksi.
Ciri dari sistem ekonomi komando adalah :
a. Semua alat dan sumber-sumber daya dikuasai pemerintah.
b. Hak milik perorangan tidak diakui.
c. Tidak ada individu atau kelompok yang dapat berusaha dengan bebas
dalam kegiatan perekonomian.
d. Kebijakan perekonomian diatur sepenuhnya oleh pemerintah.
Kelebihan dari sistem ekonomi komando adalah:
a. Pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran dan
masalah ekonomi lainnya.
b. Pasar barang dalam negeri berjalan lancar.
c. Pemerintah dapat turut campur dalam hal pembentukan harga.
d. Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan.
e. Jarang terjadi krisis ekonomi.
Kelemahan dari sistem ekonomi komando adalah :
a. Mematikan inisiatif individu untuk maju.
b. Sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat.
c. Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memilih sumber daya.
d. Kemungkinan pejabat pemerintah untuk melakukan korupsi besar.
4. Sistem Ekonomi Campuran
Di samping kedua ekstrim sistem ekonomi tersebut, terdapat sebuah sistem
yang lain yang merupakan campuran antara keduanya, dengan berbagai variasi
kadar donasinya, nama dan istilahnya. Sistem ekonomi campuran pada
umumnya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau negara-negara
dunia ketiga. Beberapa negara di antaranya cukup konsisten dalam meramu
sistem ekonomi campuran, dalam arti kadar kapitalisnya selalu lebih tinggi
(contoh Filipina) atau bobot sosialismenya lebih besar (contoh India). Namun
banyak pula yang goyah dalam meramu campuran kedua sistem ini, kadang-
kadang condong kapitalistik.
Pada dasarnya sistem ekonomi campuran atau sistem ekonomi kerakyatan
dengan persaingan terkendali, merupakan sistem ekonomi yang paling cocok
untuk mengelola perekonomian di Indonesia, namun demikian akhir-akhir ini
sistem ekonomi Indonesia semakin condong ke ekonomi liberal dan kapitalis
hal ini ditandai dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia dan
banyaknya BUMN dan BUMD yang telah diprivatisasi. Kecenderungan
tersebut dipacu derasnya arus globalisasi dan bubarnya sejumlah negara
komunis di Eropa Timur yang bersistem ekonomi sosialisme-komunistik.
Sistem ekonomi campuran merupakan satu sistem ekonomi hasil daripada
campuran diantara sistem kapitalis dan sistem sosialis. Melalui sistem ini,
kerajaan / negara dan swasta bekerjasama untuk membentuk satu pasaran yang
lebih adil. Dasar-dasar kerajaan / negara diubah secara menyeluruh dan
menggbungkan semua pihak termasuk pihak swasta. Kerajaan/negara sebagai
penguasa meski bagaimanapun boleh campur tangan dalam pasaran serta
urusan ekonomi dan keuangan sesuai keadaan.
Ciri dari sistem ekonomi campuran adalah :
a. Merupakan gabungan dari sistem ekonomi pasar dan terpusat
b. Barang modal dan sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah
c. Pemerintah dapat melakukan intervensi dengan membuat peraturan,
menetapkan kebijakan fiskal, moneter, membantu dan mengawasi kegiatan
swasta.
d. Peran pemerintah dan sektor swasta berimbang
Penerapan sistem ekonomi campuran akan mengurangi berbagai
kelemahan dari sistem ekonomi pasar dan komando dan ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Secara umum saat ini hampir tidak ada negara yang murni melaksanakan
sistem ekonomi terpusat maupun pasar, yang ada adalah kecenderungan
terhadap ekonomi pasar seperti Amerika, Hongkong, dan negara–negara eropa
barat yang berpaham liberal, sementara negara yang pernah menerapkan
ekonomi terpusat adalah Kuba, Polandia dan Rusia yang berideologi sosialis
atau komunis.
Kebanyakan negara-negara menerapkan sistem ekonomi campuran seperti
Prancis, Malaysia dan Indonesia. Namun perubahan politik dunia juga
mempengaruhi sistem ekonomi, seperti halnya yang dialami Uni Soviet pada
masa pemerintahan Boris Yeltsin, kehancuran komunisme juga mempengaruhi
sistem ekonomi soviet, dari sistem ekonomi terpusat (komando) mulai beralih
ke arah ekonomi liberal dan mengalami berbagai perubahan positif.
2.3 Sistem Ekonomi Negara Lain
1. Singapura
Dengan segala kemajuannya, sistem ekonomi yang dianut Singapura
adalah sistem ekonomi pasar berorientasi perdagangan yang maju.
Singapura adalah negara yang mengutamakan sektor perdagangan dan
sangat bergantung pada ekspor dan impor. Ekonomi di Singapura mendapat
peringkat sebagai negara yang paling terbuka di dunia, negara dengan angka
korupsi sedikit, dan negara yang paling pro bisnis. Selain itu, Singapura juga
termasuk salah satu dari Empat Macan Asia. Pajak di Singapura relatif rendah
(14,2% dari PDB). Singapura juga merupakan negara dengan pendapatan per
kapita tertinggi ketiga di dunia. BUMN memainkan peran besar dalam
perekonomian Singapura dengan memegang saham mayoritas di beberapa
perusahaan terbesar di Singapura, seperti Singapore Airlines, SingTel, ST
Engineering, dan MediaCorp. Investor juga sangat tertarik untuk berinvestasi
di Singapura karena iklim investasi yang sangat menarik dan suhu politikyang
stabil.
Barang ekspor utama di Singapura berada di sektor elektronik, bahan
kimia, dan jasa. Hal itu memungkingkan untuk membeli sumber daya alam
dan barang mentah yang tidak ia miliki. Air termasuk langka di Singapura.
Maka dari itu, air didefinisikan sebagai sumber daya yang berharga di
Singapura bersamaan dengan kelangkaan lahan yang dibantu dengan beberapa
proyek reklamasi.
Industri di Singapura dapat dikatakan mengandalkan konsep perantara
perdagangan dengan membeli barang-barang mentah dan
menyempurnakannya untuk diekspor kembali, seperti pabrik penyulingan
minyak. Singapura juga memiliki pelabuhan yang strategis yang membuatnya
lebih kompetitif dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Port of
Singapore adalah pelabuhan kargo tersibuk kedua di dunia. Selain itu,
infrastruktur pelabuhan dan tenaga kerja yang terampil, yang merupakan hasil
dari kebijakan pendidikan dalam memproduksi pekerja terampil, juga menjadi
aspek keberhasilan pelabuhan Singapura dalam hal ekspor dan impor.
Pemerintah Singapura mempromosikan tabungan dan investasi melalui
berbagai kebijakan seperti Central Provident Fund, yang digunakan untuk
membiayai kebutuhan kesehatan dan pensiun warganya. Tingkat tabungan di
Singapura tetap menjadi salah satu yang tertinggi di dunia sejak tahun 1970-
an. Sebagian besar perusahaan di Singapura terdaftar sebagai perseroan
terbatas. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas hutang perusahaan
yang melebihi jumlah modal saham mereka.
Untuk mencapai kemakmuran ekonomi di abad ke-21, Singapura telah
mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan inovasi, mendorong
kewirausahaan, melatih tenaga kerja, dan menarik bakat asing. Langkah-
langkah ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas Singapura, sehingga
Singapura tetap kompetitif dan siap untuk menghadapi tantangan ekonomi
global.
2. Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) menerapkan sistem ekonomi kapitalis campuran
yang didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang melimpah,
infrastruktur yang dikembangkan dengan baik, dan produktivitas yang tinggi.
Menurut International Monetary Fund (IMF), PDB AS mencapai
sekitar $15,1 triliun atau sekitar 22% dari produk dunia bruto, dan dengan nilai
pertukaran pasar hampir 19% dari total produk dunia bruto menurut
keseimbangan kemampuan berbelanja (KKB).
AS adalah importir barang terbesar pertama dan eksportir terbesar kedua di
dunia, meskipun ekspor per kapitanya masih agak rendah. Sektor manufaktur
didominasi oleh produk-produk kimia. AS merupakan produsen minyak
terbesar ketiga di dunia, dan juga importir minyak terbesar. Negara ini juga
menjadi produsen terbesar energi nuklir dan listrik, begitu juga dengan gas
alam likuid, sulfur, fosfat, dan garam.
3. China
China dari dahulu memang sangat terkenal dengan istilah Negara komunis,
Negara yang semua perekonomiaanya diatur oleh Negara dan warga Negara
yang menentangnya akan dihukum jadi tidak boleh ada salah satu warganya
yang menentang kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintahannya.
China juga membungkam atau mengekang pers di negaranya sendiri.
Organisasi Reporters Sans Frontieres (RSF) yang berkedudukan di Paris pada
4 Januari 2006 silam juga melaporkan bahwa kasus penahanan terhadap
wartawan sepanjang tahun 2005 paling banyak terjadi di China. (Kompas, 5
Januari 2006). Data yang dikumpulkan organisasi reporter lintas negara itu
menunjukan sampai 1 Januari 2006 lalu, jumlah wartawan yang ditahan di
negara komunis itu sebanyak 32 orang. Di sini media diberi pengawasn yang
ketat. Pembredelan dan penyitaan terhadap media juga biasa dilakukan.
Tetapi sekarang china merubah sistem perokonomiannya kearah yang lebih
baik lagi, tidak ada lagi pengekangan terhadap pers, memberi kebebasan
kepada warga Negara untuk mengatur perekonomiaanya sendiri. menambah
kuasa pegawai tempatan dan pengurus kilang dalam industri, dan
membenarkan pelbagai pengusahawanan dalam servis dan perkilangan ringan,
dan membuka ekonomi kepada perdagangan dan pelaburan luar. Kawalan
harga juga telah dilonggarkan. Ini telah mewujudkan penukaran sistem
ekonomi berasaskan komunis kepada sistem ekonomi campuran komunis dan
kapitalisme.
Pada beberapa tahun terakhir China telah menegaskan lebih lanjut target
dan tugas penyempurnaan sistem ekonomi pasar sosialis yaitu suatu pasar
ekonomi dimana kepemilikan publik merupakan arus utama, sebagai bukti
bahwa antara tahun 1989 sampai 2001, jumlah perusahaan negara anjlok dari
102.300 buah menjadi 46.800. Sedangkan jumlah perusahaan swasta meledak
dari 90.000 buah menjadi lebih dari 2 juta buah. Hal ini sesuai dengan tuntutan
mempertimbangkan secara menyeluruh perkembangan kota dan desa,
perkembangan regional, perkembangan sosial dan ekonomi, perkembangan
harmonis antara manusia dan alam, serta perkembangan di dalam negari dan
keterbukaan terhadap dunia luar, mengembangkan peranan dasar pasar dalam
alokasi sumber daya, meningkatkan vitalitas dan daya saing perusahaan,
menyempurnakan pengontrolan makro negara, menyempurnakan fungsi
pemerintah di bidang pengelolaan sosial dan layanan umum, dan memberikan
jaminn sistem yang kuat kepada pembangunan masyarakat cukup sejahtera
secara menyeluruh.
Kemudian china berusaha menyempurnakan sistem pokok ekonomi di
mana ekonomi milik negara merupakan bagian utama dan ekonomi multi
kepemilikan berkembang bersama, mendirikan sistem yang menguntungkan
untuk mengubah struktur ekonomi dualis antara kota dan desa, membentuk
mekanisme yang mendorong perkembangan harmonis ekonomi regional,
membangun sistem pasar modern yang seragam, terbuka dan bersaing secara
tertib, menyempurnakan sistem pengontrolan makro, sistem pengelolaan
administrasi dan sistem hukum ekonomi, menyempurnakan sistem
penempatan kerja, distribusi pendapatan dan jaminan sosial, dan mendirikan
mekanisme yang mendorong perkembangan yang berkelanjutan di bidang
ekonomi dan sosial. Dengan adanya data seperti diatas maka china dapat
digolongkan ke dalam Negara yang juga menganut sistem perekonomian
sosialis.
Dan ini sangat memberi pengaruh terhadap perekonomian china sampai-
sampai amerika serikat yang notabene adalah Negara adidaya tidak berdaya
menghadapi perekonomian china yang memiliki nilai kemajuan ekonomi
sangat pesat berkat sistem ekonomi yang mereka anut, sebenernya kita
harusnya belajar dari china bukan malah belajar dari amerika serikat yang
sekarang ini sedang mengalami krisis hebat. Sekarang China juga sedang
membuka pasar ekonomi bebas, yang artinya mereka membuka perekonomian
untuk siapapun demi tercapainya kesehjahteraan bagi masyarakatnya. Pasar
bebas sendiri merupakan ciri dari system ekonomi liberalisme atau
kapitalisme. Jadi sistem ekonomi china adalah sistem ekonomi campuran
antara sosialis, kapitalisme, dan komunisme.
4. Jepang
Pada dasarnya, sistem ekonomi Jepang menganut sistem ekonomi pasar
bebas dan terindustrisasi. Sistem ini hampir mirip dengan sistem ekonomi
yang dianut negara-negara industri lainnya, seperti Jerman, Amerika Serikat,
Inggris, dan negara maju lainnya.
Jepang merupakan negara perekonomian ketiga terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat dan China. Perekonomian Jepang pun sangat efisien dan
bersaing dalam perdagangan internasional, khususnya di bidang industri.
Namun Jepang memiliki kelemahan dari segi produktivitas di bidang
agrikultur, distribusi, dan pelayanan yang lebih rendah.
Jepang pernah mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, dari era
'60-an hingga '80-an. Namun ekonomi Jepang merosot sangat drastis di awal
'90-an, ketika terjadi bubble.
'Karakteristik' Jepang sebagai negara yang memiliki kualitas SDM terbaik,
mampu membuat mereka bangkit dari krisis. Perlahan tapi pasti Jepang
mampu bangkit sejak era millenia, yakni tahun 2000-an. Dan pada tahun 2004
perekonomian Jepang mengalami pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1990.
Jepang merupakan negara dengan Sumber Daya Alam yang rendah. Dari
situlah mereka belajar untuk mengandalkan kemampuan Sumber Daya
Manusia, terutama di bidang industri dan perdagangan. Alhasil, industri dan
perdagangan -lah yang mampu 'menolong' perekonomian Jepang agar terus
tumbuh dengan baik.
Sekitar tiga perempat dari total penghasilan ekonomi Jepang berasal dari
sektor jasa. Untuk sektor jasa, Jepang mengandalkan perbankan, asuransi, real
estat, bisnis eceran, transportasi, dan telekomunikasi.
Untuk bidang transportasi, Japan Airlines merupakan salah satu andalan
mereka. Japan Airlines diketahui merupakan salah satu maskapai penerbangan
terbesar di dunia, yang menjadi pilihan utama wisatawan baik lokal maupun
internasional yang pergi ke Jepang, maupun pergi ke luar Jepang.
Sektor industri merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
Jepang. Biasanya hasil industri Jepang diekspor ke negara lain, seperti produk-
produk otomotif, elektronik, komputer, gadget, semikonduktor, besi, dan baja.
Kemudian ada pula industri penting lainnya dalam perekonomian Jepang,
seperti petrokimia, farmasi, bio industri, galangan kapal, dirgantara, tekstil,
dan makanan yang diproses.
5. Jerman
Jerman mempunyai ekonomi pasar sosial dengan tenaga kerja
berkemampuan tinggi, kapitalisasi pasar besar, tingkat korupsi yang rendah,
serta tingkat inovasi tinggi. Jerman adalah negara dengan ekonomi terbesar
dan terkuat di Eropa, PDB terbesar keempat dunia, pendapatan nasional bruto
terbesar kelima dunia, dan kontributor terbesar ke Uni Eropa tahun 2011.
Sektor jasa berkontribusi terhadap 71% total PDB, industri 28%, dan pertanian
1%. Jerman tergolong negara industri paling berprestasi dan paling maju
perkembangannya, dan merupakan perekonomian nasional terbesar keempat di
dunia setelah Amerika Serikat, Jepang dan Cina. Dengan jumlah penduduk
yang mencapai 82 juta jiwa, Jerman merupakan pula pasaran terbesar di dalam
Uni Eropa (UE) . Perekonomian nasional Jerman terpusatkan pada barang dan
jasa yang diproduksi oleh industri. Terutama hasil produksi industri konstruksi
mesin dan industri otomotif serta produk-produk kimia dari Jerman dihargai
baik di dunia internasional. Kurang lebih setiap Ero keempat diperoleh dalam
sektor ekspor – dan lebih dari setiap tempat kerja kelima tergantung secara
langsung atau tidak langsung dari perdagangan luar negeri. Dengan volume
ekspor sebesar 1.121 miliar dolar AS pada tahun 2009, sebanding dengan
sepertiga dari penghasilan nasional bruto, Jerman adalah negara pengekspor
barang terbesar kedua di dunia sesudah Cina (1.202 miliar dolar AS), setelah
dari tahun 2003 hingga 2008 enam kali berturut-turut Jerman mendapat
sebutan "juara dunia ekspor". Andil Jerman dalam seluruh perdagangan global
mencapai sekitar sembilan persen.
Karena orientasi Jerman yang tinggi kepada ekspor, keterpautannya
dengan perekonomian dunia sangat erat, – hal yang membedakannya dengan
kebanyakan negara lain – dan Jerman pun berkepentingan akan pasaran
terbuka. Mitra-mitra perdagangan terpenting ialah Perancis, Belanda, Amerika
Serikat dan Inggris. Pada tahun 2009 diekspor barang senilai 82 miliar Ero ke
Perancis, senilai 54 miliar Ero ke AS dan ke Belanda, dan senilai 53 miliar Ero
ke Inggris. Setelah Uni Eropa diperluas ke arah timur (2004 dan 2007), di
samping perdagangan dengan negara anggota UE "lama", dapat dicatat
peningkatan dalam volume perdagangan dengan negara-negara anggota UE di
Eropa Timur. Sepuluh persen lebih dari ekspor total dilakukan ke negara-
negara tersebut. Ekspor Jerman ke negara Uni Eropa mencapai 63 persen dari
volume ekspor seluruhnya.
6. Inggris
Perekonomian Inggris merupakan salah satu perekonomian terbesar di
dunia, dengan PDB per kapita rata-rata £ 22.907. Inggris menerapkan sistem
ekonomi pasar campuran; yang mengadopsi sebagian besar prinsip-prinsip
pasar bebas, namun tetap mempertahankan infrastruktur kesejahteraan soaial.
Perpajakan di Inggris cukup kompetitif bila dibandingkan dengan kebanyakan
negara Eropa lainnya.
Ekonomi Inggris menyumbangkan bagian terbesar bagi ekonomi Britania
Raya, dimana PDB per kapitanya merupakan tertinggi ke-18 dunia. Inggris
merupakan pemimpin dalam industri kimia dan farmasi, juga dalam industri-
industri penting seperti kedirgantaraan, industri senjata, dan industri perangkat
lunak. Bursa efek London, yang berlokasi di London, merupakan bursa saham
terbesar di Eropa. London juga merupakan pusat keuangan di Britania Raya,
100 dari 500 perusahaan terbesar di Eropa bermarkas di London. Di samping
itu, London merupakan pusat keuangan terbesar di Eropa, dan pada tahun
2009 juga dinobatkan sebagai salah satu pusat bisnis dan keuangan terbesar di
dunia.
DAFTAR PUSTAKA

https://azizsustiawan.wordpress.com/2013/11/02/sejarah-sistem-ekonomi-indonesia/
http://arivapuspapraditya.blogspot.co.id/2016/04/perekonomian-indonesia-di-era-
jokowi-jk.html
https://amelhusna.wordpress.com/2012/06/10/perekonomian-indonesia-pada-masa-
pemerintahan-sby/
https://dneeprasetyo.wordpress.com/2010/10/14/perbandingan-ekonomi-indonesia-
dengan-china/
https://www.onlenpedia.com/2016/12/mengenal-sistem-ekonomi-singapura-
salah.html
http://ilhamsyah284.blogspot.co.id/2017/06/perbandingan-sistem-ekonomi.html
https://www.onlenpedia.com/2016/12/mengenal-sistem-ekonomi-jepang-salah.html
https://dianakbar17.wordpress.com/2014/04/22/perekonomian-indonesia-pada-masa-
kabinet-indonesia-bersatu-kib-i-dan-ii-2004-2014/comment-page-1/
http://perbandinganperekonomian.blogspot.co.id/2017/10/bab-i-pendahuluan-a.html

Anda mungkin juga menyukai