Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber

daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Pembangunan kesehatan

merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan

Nasiona, 2004). Salah satu sasaran pembangunan kesehatan yang ditetapkan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah

menurunkan prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya 20% (Depkes RI, 2007).

Gizi merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu

atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan

masyarakat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan

umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

keberhasilan pembangunan Negara yang dikenal dengan istilah Human

Development Index(HDI) (Depkes RI, 2000). Selain itu, tiga faktor utama

penentu Human Development Index (HDI) yaitu tingkat pendidikan, kesehatan,

dan ekonomi erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Sasmito, 2007).

1
2

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan

pelayanan kesehatan saja karena penyebab timbulnya adalah multifaktor

sehingga penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor terkait (Supariasa

dkk, 2002). Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam

kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Namun, periode dua tahun

pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga gangguan gizi yang

terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun

kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Oleh karena

itu, setiap penyimpangan sekecil apapun pada usia tersebut apabila tidak

ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kelak

kemudian hari.

Kurang gizi pada usia balita akan berdampak pada penurunan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih lanjut berakibat pada kegagalan

pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan

produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian (Sasmito, 2007). Semakin

rendah status gizi seseorang, semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.

Dalam tingkat yang parah gizi kurang pada anak dapat menyebabkan malaria

7,3%, diare 60,7%, dan pneumonia 52,3% (Lahlan, 2006). Selain itu, kekurangan

gizi dalam tingkat ringan, sedang dan berat memililiki resiko meninggal masing-

masing adalah 2,5 dan 4,6 serta 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak

yang berstatus gizi normal (Soekirman, 2000).


3

Untuk menanggulangi masalah gizi di Indonesia, sejak tahun 1999 telah

dikeluarkan Inpres nomor 8 tahun 1999 tentang gerakan nasional

penanggulangan masalah pangan dan gizi yang diarahkan pada pemberdayaan

keluarga, pemberdayaan masyarakat dan pemantapan kerjasama lintas sektor

(Almatsier, 2004). Sejalan dengan Inpres tersebut, Departemen Kesehatan RI

(2007) menetapkan sasaran prioritas dalam strategi utama untuk mempercepat

penurunan gizi kurang pada balita adalah mewujudkan keluarga sadar gizi.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

747/Menkes/SK/VI/2007 ditetapkan bahwa target nasional untuk keluarga sadar

gizi (gizi) adalah 80% keluarga di Indonesia bisa melaksanakan perilaku sadar

gizi atau mencapai status kadarzi. Hal ini didasari karena keluarga mempunyai

nilai yang amat strategis dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh

masyarakat, serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya

(Depkes RI, 2002).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang seluruh anggota

keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah

kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil

langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota

keluarganya. Keluarga dikatakan mencapai status kadarzi jika telah

melaksanakan lima indikator yaitu makanan beraneka ragam, selalu memantau

pertumbuhan, menggunakan garam beryodium, memberi atau mendukung ASI

eksklusif, dan minum suplemen sesuai yang dianjurkan (Depkes RI, 2007). Pada

prinsipnya pelaksanaan sadar gizi oleh keluarga merupakan cermin dari


4

dilaksanakannya PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang). Kelima indikator

kadarzi merupakan bagian dari ke-13 pesan dasar gizi seimbang sehingga valid

dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan gizi

seimbang di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan mengatasai

masalah gizi kurang dan buruk pada balita (Minarto, 2009).

Sampai saat ini, permasalahan gizi terutama pada balita di dunia maupun

di Indonesia masih cukup memprihatinkan. UNICEF melaporkan prevalensi gizi

kurang pada anak usia balita di dunia dalam periode 2000-2006 adalah 25%,

balita pendek 31%, balita kurus 31% (Zahrani, 2009). Sedangkan hasil Riskesdas

(2007) menunjukkan prevalensi balita gizi kurang di Indonesia adalah 18,4%,

balita pendek 36,8% dan balita kurus 13,6%. Prevalensi gizi kurang pada balita

tahun 2007 di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005 yang

prevalensinya mencapai 28% (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2008).

Walaupun prevalensi gizi kurang sudah mengalami penurunan dan mencapai

target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu

sebesar 20 %, namun gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat (prevalensinya > 15%) dan dalam hal balita kurus masih

dalam situasi kritis karena prevalensinya masih berada antara 10-14,9% atau

tepatnya mencapai 13,6% (Depkes, 2007). Adapun prevelensi gizi kurang tahun

2009 di Kota Banjar sebesar 8,63%, gizi buruk 0,97%, balita kurus 1,95%.

(Dinkes Kota Banjar, 2010).

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia

menunjukkan perilaku gizi di tingkat keluarga masih belum baik. Menurut


5

Depkes RI (2007) baru sekitar 50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk

ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita

yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang

mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula

dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu

yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar

28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi

syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam (Depkes RI, 2007).

Penelitian Zahrani (2009) dengan menganilisis data Riskesdas tahun 2007

diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) baru mencapai 66% dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) baru

mencapai 12,2%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun

2009 diketahui bahwa di Jawa Barat jumlah keluarga sadar gizi baru mencapai

63,7%.

Pada tingkat keluarga, keadaan gizi dipengaruhi oleh tingkat kemampuan

keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga,

pengetahuan dan perilaku keluarga dalam mengolah dan membagi makanan di

tingkat rumah tangga. Hal inilah yang menyebabkan peran ibu sangat dominan

dalam memenuhi kecukupan gizi keluarga karena hampir sebagian besar

pengambilan keputusan dalam hal penyediaan pangan di rumah tangga dan pola

asuh anak dilakukan oleh ibu (Munadhiroh, 2009).

Penerapan perilaku sadar gizi oleh keluarga (kadarzi) ditentukan oleh

beberapa faktor diantaranya umur ibu, pendapatan keluarga, pekerjaan ibu,


6

pendidikan ibu, pengetahuan gizi, sikap ibu, budaya dalam keluarga,

keterketerpaparan promosi kadarzi dan peran tokoh masyarakat. Umur ibu

berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga

pengeluaran makanannya (Hardinsyah, 2007). Pendapatan akan menentukan

kemampuan keluarga untuk mengakses makanan yang bergizi bagi anggota

keluarganya. Meningkatnya pendapatan keluarga berarti memperbesar peluang

untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik sehingga

akan dapat mencukupi kebutuhan gizi anggota keluarga (Sayogyo, 1995). Hasil

penelitian Munadhiroh (2009) di Desa Subah menunjukkan ada hubungan antara

pendapatan keluarga dengan keluarga sadar gizi. Pengetahuan dan sikap ibu juga

berpengaruh terhadap penerapan perilaku sadar gizi keluarga. Tingkat

pengetahuan ibu bermakna dengan sikap positif ibu terhadap perencanaan

makanan (Purnama dalam Madanijah, 2002). Hal ini dipertegas oleh hasil

penelitian Madihah (2002) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan gizi dan sikap ibu dengan keluarga sadar gizi.

Faktor lain yang berhubungan dengan keluarga sadar gizi adalah

pendidikan ibu yang sering sekali mempunyai manfaat yang positif dengan

pengembangan pola konsumsi makanan keluarga (Hardinsyah, 2007). Beberapa

studi menunjukkan jika pendidikan ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan

praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004). Sedangkan pekerjaan ibu

berhubungan dengan waktu yang dimiliki oleh ibu untuk merawat anak dan

menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarganya. Menurut Afrienti dalam


7

Gabriel (2008) ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki lebih banyak

waktu dalam mengasuh anaknya.

Banjar merupakan salah satu kota yang berada di wilayah timur Provinsi

Jawa Barat. Setiap tahun Dinas Kesehatan Kota Banjar melaksanakan pendataan

keluarga sadar gizi (kadarzi) untuk melihat perkembangan pencapaian jumlah

keluarga sadar gizi di Kota Banjar. Berdasarkan hasil pendataan kadarzi di Kota

Banjar tahun 2009 diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Kota Banjar

mencapai 86,78%, sudah mencapai target nasional untuk kadarzi sebesar 80%.

Namun, berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui ada lima kelurahan di

Kota Banjar yang jumlah keluarga sadar gizinya masih jauh di bawah target

nasional yaitu Karangpanimbal (50,44%), Mekarharja (64,77%), Kujangsari

(66,70%), Bojongkantong (68,66%), dan Rejasari (66,32%). Dari data di atas

diketahui bahwa Kelurahan Karangpanimbal merupakan Kelurahan di Kota

Banjar yang jumlah keluarga dengan status keluarga sadar gizi (kadarzi) paling

rendah yaitu baru mencapai 50,44%, masih jauh di bawah target nasional Depkes

RI sebesar 80% (Dinkes Kota Banjar, 2010).

Beberapa penelitian sebelumnya tentang keluarga sadar gizi (kadarzi) dan

hubungannya dengan status gizi telah dilaksanakan oleh Sutrisno (2000), Gabriel

(2008), Zahrani (2009) menunjukkan bahwa status gizi balita dari keluarga sadar

gizi (kadarzi) cenderung lebih baik daripada keluarga yang tidak sadar gizi.

Keluarga yang tidak kadarzi memiliki resiko 9,25 kali untuk memiliki balita

dengan status gizi kurus dibanding keluarga yang sadar gizi (Fajar, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor


8

yang berhubungan dengan perilaku keluarga sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.

1.2 Perumusan Masalah

Keluarga sadar gizi merupakan sasaran prioritas dalam strategi utama

Depkes RI untuk mempercepat penurunan gizi kurang di Indonesia. Pelaksanaan

perilaku kadarzi merupakan cermin dilaksanakannya Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan

mengatasi masalah gizi kurang terutama pada balita.

Hasil pendataan kadarzi di Kota Banjar tahun 2009 oleh dinas kesehatan

menunjukkan 86,78% keluarga sudah berperilaku kadarzi. Meskipun secara

keseluruhan di Kota Banjar keluarga sadar gizi sudah mencapai target Depkes

RI sebesar 80%, namun berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui bahwa

proporsi keluarga yang berperilaku kadarzi paling rendah berada di Kelurahan

Karangpanimbal yaitu baru mencapai 50,44 %. Padahal rendahnya jumlah

keluarga balita yang berperilaku kadarzi terbukti beresiko terhadap peningkatan

jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di suatu wilayah. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

keluarga sadar gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.

1.3 Pertanyaan Penelitian


9

1. Bagaimana gambaran perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

4. Bagaimana gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

5. Bagaimana gambaran sikap ibu pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010?

6. Bagaimana gambaran budaya keluarga terkait gizi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

7. Bagaimana gambaran keterpaparan informasi kadarzi pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

8. Bagaimana gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

9. Bagaimana hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010?

10. Bagaiamana hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?


10

11. Bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi

pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

12. Bagaimana hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

13. Bagaimana hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

14. Bagaimana hubungan keterpaparan informasi kadarzi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

tahun 2010?

15. Bagaimana hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar

gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?

16. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar

gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

1.4.2 Tujuan Khusus


11

1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan,

pekerjaan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

3. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita

di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

4. Diketahuinya gambaran sikap ibu pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

5. Diketahuinya gambaran budaya keluarga terkait gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

6. Diketahuinya gambaran keterpaparan informasi kadarzi ibu pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

7. Diketahuinya gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga

balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

8. Diketahuinya hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan,

pekerjaan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010.

9. Diketahuinya hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,

pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di

Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.


12

10. Diketahuinya hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

tahun 2010.

11. Diketahuinya hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

12. Diketahuinya hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada

keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.

13. Diketahuinya hubungan keterketerpaparan informasi kadarzi

dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan

Karangpanimbal tahun 2010.

14. Diketahuinya hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku

sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun

2010.

15. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan

perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal

tahun 2010.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Banjar

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga

dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka perencanaan

kegiatan selanjutnya khususnya pada program gizi dan promosi kesehatan.


13

1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Karangpanimbal

Hasil penelitian ini secara tidak langsung memberikan informasi

dan pemahaman kepada masyarakat khususnya ibu-ibu balita tentang

keluarga sadar gizi, serta mendukung program perbaikan gizi.

1.5.3 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi dan rekomendasi oleh peneliti

lain untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya khususnya terkait

keluarga sadar gizi.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

keluarga sadar gizi pada keluarga balita. Penelitian ini dilakukan karena

berdasarkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan tahun 2009 di Kota

Banjar diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di kelurahan Karangpanimbal

masih rendah yaitu baru mencapai 50,44 %. Penelitian akan dilaksanakan pada

bulan Juli-Agustus tahun 2010 di Kelurahan Karangpanimbal menggunakan jenis

penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional.

Anda mungkin juga menyukai