Umar bin Khattab bin Nufail adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang
masuk Islam di Mekah. Dia adalah khalifah kedua dalam Islam (masa kekhalifahan: 13-23
H/634-644). Berdasarkan wasiat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar ditunjuk untuk
menggantikannya menjadi khalifah kedua. Masa kekhalifahannya sekitar 10 tahun. Umar wafat
dibunuh oleh Abu Lu'lu' pada tahun 23 H/634. Syiah banyak mengkritik bahkan tidak menerima
sebagian sikap Umar semasa hidupnya, termasuk selama menjadi khalifah. Berikut ini di antara
perbuatan Umar yang kontroversial: membelot dari pasukan Usamah, aksi tak layak di
hadapan Rasulullah saw terkait peristiwa Hadis Dawat, hadir dalam Peristiwa Saqifah, bersikap
tak pantas terhadap keluarga Nabi saw terutama kepada Sayidah Fatimah az-Zahra sa, merubah
metode pembagian baitul mal dan lain-lain.
Biografi
SAHABAT
Info pribadi
Lahir Mekah
Muhajir/Anshar Muhajir
Wafat/Syahadah 23 H/634
Informasi Keagamaan
Keikutsertaan dalam Ghazwah Hampir ikut dalam seluruh peperangan bersama Nabi saw
Hijrah ke Madinah
Nasab
Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin
Rizah bin ‘Adi bin Ka’ab lahir di Mekah pada Tahun Gajah (‘Amul Fil). Nama kunyah-nya
adalah Abu Hafsh. Tidak banyak data mengenai ayah dan ibunya, yaitu Khattab bin Nufail dan
Hantamah binti Hasyim bin Mughirah (bukan putri Hisyam bin Mughirah saudari Abu Jahal).
Pekerjaan Umar di zaman jahiliah adalah penggembala unta. Di masa itu, saat terjadi
peperangan dia dijadikan utusan oleh Kabilah Quraisy. Umar memiliki 9 orang putra dan 4
orang putri, di antaranya: Abdullah, Ashim, Ubaidillah, Abdurrahman, Zaid dan Hafshah.
Profil
Sebagian referensi Ahlusunnah menyebutkan Umar lebih menakutkan dibanding
pedang Hajjaj bin Yusuf. Umar pernah meminang putri Abu Bakar namun ditolak. Dia juga
sempat meminang Ummu Aban binti Utbah namun ia juga tidak menerimanya. Ummu Aban
berkata, “Dia suka menutup pintu rumahnya, tidak berbuat baik pada orang lain, datang dan
pergi bermuka suram.”
Nimeiri dan Thabari menulis: Ketika Abu Bakar meninggal, Aisyah dan para wanita
menangisi dan meratapinya. Mengetahui hal itu Umar bergegas ke rumah Aisyah dan menyuruh
mereka untuk berhenti menangis dan meratap, namun mereka tidak menghiraukannya. Umar
kemudian menyuruh Hisyam bin Walid memasuki rumah Aisyah dan membawanya keluar.
Mendengar perkataan Umar itu Aisyah berkata kepada Hisyam, “Aku lebih berhak atas rumahku
dibanding kamu.” Umar berkata kepada Hisyam, “Aku izinkan kamu memasuki rumahnya.”
Masuk Islam
Umar bin Khattab adalah orang yang sangat kejam dan berwatak keras. Ia termasuk
orang Quraisy yang sangat menentang ajaran Nabi Muhammad. Oleh karena itu, ia sangat
membenci para pengikut Nabi Muhammad, ia juga melakukan penganiayaan kepada kaum
muslim di Mekkah.
Pada suatu masa, Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk berhijrah ke Madinah.
Kaum muslim secara bergerombol mulai berhijrah. Hal itu membuat Umar semakin membenci
Nabi Muhammad. Umar bermaksud untuk membunuh Nabi Muhammad. Dengan membawa
pedangnya, Umar pergi ke tempat Rasulullah berada.
Dalam perjalanan menuju tempat Rasulullah, Umar bertemu dengan Nuaim bin
Abdullah. Nuaim bertanya, “Wahai Umar, engkau akan pergi ke mana?” Dengan lantang, Umar
berkata, “Aku hendak mencari Muhammad. Aku akan membunuhnya.” Nuaim berkata, “Wahai
Umar, sebelum engkau membunuh Muhammad, selesaikan dulu permasalahan keluargamu.”
Umar bertanya keheranan, “Apa maksud perkataanmu?” Nuaim berkata, “Adikmu Fatimah dan
suaminya, Said bin Zaid, telah memeluk agama Islam.” Mendengar hal itu, Umar bergegas ke
rumah adiknya.
Sesampai di rumah adiknya, Umar mendengar Fatimah dan suaminya sedang membaca
Al-Qur’an. Pada saat itu, Khabab bin Arats juga berada di rumah Fatimah. Menyadari ada orang
di luar rumahnya, Fatimah berhenti membaca Al-Qur’an dan menyembunyikannya. Sementara
itu, Khabab bersembunyi di sudut rumah.
Umar mendesak Fatimah menyerahkan kitab suci, tetapi fatimah tidak mau. Kemudian,
Umar memukul Fatimah dan Said tanpa rasa kasihan. Melihat tangisan dan tetesan darah
fatimah, Umar tersadar dan tersentuh hatinya.
Setelah itu, Umar meminta Fatimah membaca Al-Qur’an sekali lagi. Umar tersentuh
hatinya oleh lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Umar pun berniat untuk menemui Rasulullah
dan masuk agama Islam. Demikianlah, Al-Qur’an diturunkan sebagai peringatan bagi orang
yang takut kepada Allah (Surat Thaha ayat 3). Mendengar niat Umar, Khabab keluar dari tempat
persembunyian dan berkata., “Wahai Umar, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Ya Allah,
kuatkan Islam dengan salah seorang lelaki yang Engkau kasihi; Amr bin Hisyam atau Umar bin
Khattab.”
Kemudian, Hamzah, paman Rasululah, berkata, “Bukakan pintu untuknya. Jika dia
bermaksud baik, kita akan menerimanya. Jika dia bermaksud buruk, kita akan hadapi dia.
Setelah pintu dibuka, Umar masuk. Kaum muslim yang ada di sana bersiap menghunus pedang.
Mendengar keributan Rasulullah keluar dari suatu ruangan. Sesaat kemudian.Umar menyatakan
keinginan untuk memeluk agama Islam. Setelah Umar mengucapkan kalimat syahadat,
bergemalah takbir di rumah Al-Arqam.
Ketika itu, Rasulullah sangat bahagia dengan keislaman Umar. Bahkan, Malaikat Jibril
pun mengucapkan selamat kepada Rasulullah. Kakek, keislaman Umar membawa pengaruh
yang besar bagi perkembangan agama Islam.
Tidak banyak data yang menceritakan tentang Umar bin Khattab ketika di Mekkah. Dia
berhijrah ke Madinah bersama Ayasy bin Abi Rabiah. Ketika sampai di Madinah, Nabi saw
menyarankan Umar berpasangan dengan Abu Bakar untuk menyatakan ikrar persaudaraan.
Pada Perang Khaibar, setelah Abu Bakar, Nabi saw mengutus Umar untuk pergi ke medan
namun dia juga tidak berhasil menguasai benteng Khaibar. Rasulullah saw bersabda, “Besok aku
akan menyerahkan panji pada seseorang yang sangat cinta pada Allah dan Rasul-Nya, Allah dan
Rasul-Nya juga cinta padanya. Dia yang dapat menaklukkan Khaibar. Pada hari yang
ditentukan, Rasulullah saw memanggil Imam Ali as lalu menyerahkan panji padanya, dan
akhirnya ia berhasil menaklukkan Khaibar.
Sebenarnya Umar banyak ikut serta dalam peperangan, bahkan sempat menjadi
komandan pasukan. Meski demikian, tidak ada referensi yang menerangkan tentang
keberaniannya. Yang ada malah cerita tentang pelariannya dari peperangan dan kekalahan yang
dia terima. Suatu saat, ketika sedang menyampaikan khutbah Jum’at dan membacakan surah Ali
‘Imran yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari dua
pasukan itu bertemu,” dia berkata, “Setelah kami kalah dalam Perang Uhud, aku lari terbirit-birit
ke atas gunung seperti kambing, aku haus sekali saat itu. Aku mendengar ada yang berkata,
‘Muhammad terbunuh’. Aku berkata, ‘Siapapun yang mengatakan Muhammad saw terbunuh,
akan ku bunuh.’ Saat itu kami semua berkumpul dan bersembunyi di atas gunung. Saat itulah
ayat tadi turun.” Umar juga lari dari Perang Hunain. Menurut Imam Bukhari, Umar
menganggap pelariannya dari Perang Hunain adalah keinginan Allah swt dan Nabi saw. Ibnu
Hajar Asqalani menjelaskan, maksudnya yang Umar lakukan itu atas takdir Allah swt.
Menjelang wafatnya, Nabi saw memerintahkan Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah al-
Jarrah dan sahabat lainnya untuk bergabung dengan pasukan Usamah pergi ke Mu’tah, Syam.
Menurut riwayat Waqidi dan Ibnu Sa’ad, beberapa hari sebelum wafat, Nabi
saw memerintahkan para sahabatnya agar bersiap-siap dalam perang menghadapi tentara
Kekaisaran Romawi. Saat itu Rasulullah saw mengangkat Usamah sebagai panglima seluruh
pasukan. Meski secara tegas Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya berada di bawah
komando Usamah, namun sebagian tidak melaksanakannya dengan baik. Pertama mereka
memprotes bahwa Usamah masih sangat muda, lalu beralasan sakit Rasulullah saw makin parah
sehingga mereka harus kembali ke Madinah. Abu Bakar, Umar dan lainnya termasuk orang yang
kembali ke Madinah meninggalkan pangkalan militernya. Padahal Nabi saw jelas-jelas
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Madinah.
Pada tahun 11 H/632, empat hari sebelum wafatnya, Nabi saw bersabda kepada
para sahabat yang datang menjenguknya, “Beri aku pena dan kertas, aku tuliskan sesuatu supaya
kalian tidak akan tersesat.” Sebagian riwayat menyebutkan, mendengar sabda Nabi saw itu
Umar segera bangkit dan berkata, “Nabi sedang mengigau! Kalian sudah memiliki Al-Qur’an,
kita cukup dengan Kitab Allah.”
Ibnu Qutaibah menulis: Setelah Fatimah sa dibuat marah oleh Abu Bakar dan Umar
(karena masalah tanah Fadak), mereka berdua datang ke rumah Fatimah sa dan meminta izin
bertemu untuk meredam amarah beliau. Fatimah sa tidak memberikan izin. Mereka lalu
menemui Imam Ali as guna meminta tolong supaya dipertemukan dengan Fatimah sa. Imam Ali
as mengajak keduanya ke rumah menemui Fatimah sa. Sesampainya di rumah, Abu Bakar dan
Umar menyampaikan salam namun Fatimah sa enggan membalasnya. Abu Bakar
menyampaikan yang ada dibenaknya kepada Fatimah sa. Setelah itu Fatimah sa bertanya pada
keduanya, “Jika aku sampaikan hadis Nabi saw apakah kalian akan mengamalkannya?” Mereka
Masa Kekhalifahan
Atas wasiat Abu Bakar, pada tahun 13 H/634 Umar bin Khattab diangkat menjadi
khalifah menggantikannya. Menurut sebagian riwayat, Umar adalah orang pertama yang
menyebut diri dengan sebutan Amirul Mukminin. Semasa kekuasaannya Umar memerintah
dengan keras, meski demikian dia adalah orang yang hidup sederhana. Dia menjalankan usaha
perdagangan dan sangat tidak senang menggunakan harta baitul mal untuk kepentingan pribadi.
Karena itu dia sering menghukum dan memecat pejabat dan bawahannya yang hidup bermewah-
mewah. Namun sayangnya hal itu tidak diberlakukan bagi Muawiyah, bahkan Umar
menyebutnya sebagai Raja Arab.
Penaklukan
Selama 10 tahun memerintah Umar menerapkan sistem politik perluasan kekuasaan. Dia
menaklukkan seluruh daerah yang ada di Syam, Irak dan Iran. Di satu sisi, masyarakat daerah-
daerah tersebut merasa bahwa penguasa mereka sedang lemah, dan di saat yang sama mereka
dihadapkan dengan kaum muslimin yang kuat. Dan di sisi lain, sejak lama sebenarnya mereka
sudah lelah dengan kezaliman yang mereka alami dari pihak para raja dan pejabat lalim. Sebab
itu dengan cepat mereka menerima Islam atau mengajukan perjanjian damai dengan kaum
muslimin. Berikut ini sebagian kota dan daerah yang berhasil ditaklukkan di Syam, Irak dan
Iran: Urdun, Palestina, Mesir, Iskandaria, Qinnasrin, Aleppo, Manbij, Qadisiyyah, Bashrah,
Hirah, Nahawand, Azarbaijan, Ahwaz, Estakhr, Hamedan dan Isfahan.
Kebijakan Pemerintahan
Selain terus memperluas daerah kekuasaan Islam, Khalifah Umar juga membuat
kebijakan-kebijakan lain. Di antaranya, pada tahun 17 H, atas saran Imam Ali as dia menetapkan
tahun hijrah Nabi saw sebagai awal tahun Islam. Langkah itu diambil untuk mempermudah
dalam mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi. Dia juga mengirimkan harta yang
sangat banyak ke Yaman untuk membangun kantor pemerintahan meniru para raja di Syam.
Dalam mengangkat pejabat dia memprioritaskan orang-orang yang menurutnya memiliki jasa
dalam Islam. Umar menetapkan daerah-daerah seperti Mesir, Jazirah, Kufah, Bashrah, Syam,
Palestina, Mosul, dan Qinnasrin sebagai kota dan wilayah pemerintahan Islam. Dia mengusir
kaum Yahudi Khaibar dari wilayah Hijaz dan mengirim kaum Arab ke wilayah-wilayah baru
yang telah ditaklukkan. Referensi Sunni menyebutkan, sebagian kebijakan Umar merupakan hal
baru, di antaranya: Dia adalah orang pertama yang melakukan hukum cambuk, menentukan
pembayaran pajak untuk tanah dan jizyah bagi masing-masing strata golongan Ahlul Kitab,
menunjuk seseorang di setiap kota untuk menangani perkara peradilan, merobohkan Masjid
Nabawi dan memperluas rumah Abbas bin Abdul Muthalib, dan menentukan imam jamaah bagi
warga kota laki-laki dan perempuan secara terpisah.
Bid’ah
Hal serius yang terjadi di zaman kekhalifahan Abu Bakar dan berlanjut di zaman Umar
adalah larangan meriwayatkan hadis dan sabda Rasulullah saw. Menurut banyak referensi,
alasan mereka adalah menjaga keaslian hadis dan sabda Nabi saw. Karena meriwayatkannya
berarti membuka kemungkinan terjadi pengurangan atau penambahan teks hadis. Lebih dari itu,
Para Pejabat
Di masa kekhalifahan Umar terjadi banyak penaklukan sehingga banyak daerah baru
yang menjadi wilayah kekuasaan Islam. Untuk mempertahankan dan menjalankan
pemerintahannya Umar menjalankan sistem dengan cara memperkuat pemerintahan pusat.
Setelah memetakan wilayah kekhalifahan dia mengangkat amir untuk setiap daerah. Umar
sangat ketat dalam memilih pejabatnya. Dia banyak memecat para pejabatnya dan menggantinya
dengan yang baru. Ketika mendapat protes dari Ubai bin Ka’ab Umar menjawab, “Aku tidak
ingin mengotori para sahabat Rasul saw dengan masalah pemerintahan”. Berikut ini nama-nama
pejabat khalifah Umar di masing-masing daerah:
1. Mekkah : Muhriz bin Haritsah, Qanfadz bin Umair Tamimi, Nafi’ bin Abdul
Harits
Khaza’i, dan Khalid bin Ash Makhzumi.
2. Yaman : Abdullah bin Ubay Rabiah Makhzumi.
3. Bahrain : Ala’ Khadrami, Qudamah bin Madz’un, Utsman bin Abi Ash, Abu
Hurairah, Iyasy bin Ubi Tsaur.
4. Oman : Seorang dari golongan Anshar kemudian Utsman bin Abi Ash.
5. Bashrah : Syuraih bin ‘Amir, Utbah bin Ghazawan, Mughirah bin Syu’bah, Abu
Musa Asy'ari.
6. Yamamah : Salamah bin Sulamah Anshari.
7. Kufah : Sa’ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, Jabir bin Muth’im, Mughirah
bin Syu’bah.
8. Thaif : Utsman bin Abi Ash, Sufyan bin Abdullah Tsaqafi.
9. Syam : Abu Ubaidah Jarrah, Ma’ad bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Muawiyah
bin Abi Sufyan.
10. Palestina : Yazid bin Abi Sufyan, Amr bin Ash.
Setelah berkuasa selama 10 tahun 6 bulan, pada tanggal 20 Dzulhijjah tahun 23 H/643
saat berumur 60-63 tahun Umar ditebas oleh Abu Lu'lu' hingga mengalami luka parah. Tiga hari
kemudian pada tanggal 23 Dzulhijjah dia meninggal dunia. Shuhaib al-Rumi menyalati
jenazahnya. Atas izin Aisyah jenazah Umar dikuburkan di samping makam Abu Bakar. Di hari-
hari terahkir hidupnya saat kondisinya terluka parah Umar berkata, “Seandainya aku bukan
siapa-siapa, seandainya ibuku tidak melahirkan aku, seandainya aku lupa ingatan, seandainya
aku hanya seorang tukang tenun dan hidup dari kedua tanganku ini.”
Guna menunjuk khalifah setelahnya, Umar menggunakan sistem yang berbeda dengan
yang digunakan khalifah sebelumnya. Dia mengakui bahwa terpilihnya Abu Bakar sebagai
khalifah tidaklah mewakili suara kaum muslimin. Sebab itu untuk menentukan khalifah
selanjutnya harus dilakukan musyawarah. Akhirnya dibentuklah tim musyawarah yang
beranggotakan enam orang: Ali as, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Thalhah, dan Sa'ad
bin Abi Waqqash. Tugas mereka adalah bermusyawarah untuk memilih khalifah berikutnya
menggantikan Umar. Umar memberikan beberapa persyaratan, di antaranya: Jika empat orang
telah sepakat menentukan pilihan pada seseorang dan dua lainnya tidak sepakat, maka penggal
dua orang itu. Jika ada dua kubu yang masing-masing beranggotakan tiga orang berbeda
pendapat, maka terimalah kubu yang beranggotakan Abdurrahman bin Auf, bunuh tiga orang
lainya yang menentang. Jika setelah tiga hari para anggota musyawarah tidak mampu
menentukan seseorang sebagai khalifah maka penggal mereka semua. Pada akhirnya
musyawarah tersebut menghasilkan keputusan bahwa Utsman yang akan menjadi Khalifah
Ketiga menggantikan Umar. Meski sebenarnya hasil musyawarah tersebut dari awal sudah
jelas.